Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Bandung 45363
ABSTRACT
Beside the main products of livestock suchas meat, milk and eggs , husbandry wastes are produced and
almost all of its content is organic matter. If it is well managed, this matter is very potential as beneficial
resources, but conversely may cause enviromental pollution. In agribusiness, husbandry wastes are the main
material to supply fertilizer needs. But, since the management is in adequate, most of husbandry wastes
remain the main cause of environmental pollution. Integrated management of husbandry wastes, is one of
alternative that can increase agribusiness effectivity, efficiency, and productivity along with increasing of
environmental carrying capacity. Success of agriculture is affected by fertilizer availability, both in quality
and quantity. Until recent day, most farmers are still using artificial fertilizer. Organic fertilizer still faces
many problems to be considered. The artificial fertilizer , besides of its availability, unwisely use can affect
the ecological balance leading to decreasing in environmental carrying capacity and agriculture productivity.
The alternative solution is to increase produce organic fertilizer through management and utilization of
husbandry wastes optimally for material to production of organic fertilizer based on the amount of need,
quality, sustainable production system and low cost. Husbandry wastes management as fertilizer raw material
must be carried out appropriately with natural rules, through bioconversion process. Based on trials, 1
kilogram husbandry wastes dry matter consisting faeces, urine, and feed residues , can produce 0.7 kilogram
solid organic fertilizer , casting (vermicompost), 3 liter liquid organic fertilizer, and 0.5 kilogram earthworm
biomass. Casting usage of 150 350 kilograms and 2 8 liter of liquid organic fertilizer without artificial
fertilizer in paddy (Oryza sativa) IR-64, increase production 20% until 50% from production standard (5 6
ton/hectare). Addition of liquid organic fertilizer as much as 20 liter per hectare in potato ( Solanum
tuberosum) can increase production to 50%. In chili plant (Capsicum anuum), casting usage of 1.5 2 ton per
hectare and 20 30 liter per hectare liquid organic fertilizer and increase production on average 30%. In
Chinese white cabbage (Brassica rapa convar. pekinensis) also known as petsai, casting usage by 1.5 ton per
hectare and 20 30 liter per hectare liquid organic fertilizer can increase production until 35%. Earthworm
biomass is animal protein source for livestock, fish, and shrimp feed as substitution of protein source that
until now using imported soybean meal and fish powder. Based on the illustration above, integrated
management of husbandry waste, is very potential to support Agriculture, Fishery, and Forestry Revitalization
program that is undertaken by government presently.
Key Words: Husbandry Wastes, Integrated Management, Bioconversion, Organic Fertilizer, Agribusiness,
Environmentally Friendly
ABSTRAK
Dalam agribisnis, limbah peternakan merupakan bahan andalan pemenuhan kebutuhan pupuk. Namun,
karena pengelolaannya yang belum memadai maka sebagian besar limbah peternakan justru masih menjadi
penyebab utama pencemaran lingkungan. Pengelolaan limbah peternakan terpadu merupakan salah satu
alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan produktivitas agribisnis disertai
meningkatnya daya dukung lingkungan. Keberhasilan usaha pertanian tanaman, sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan pupuk. Sampai saat ini, sebagian besar masih menggunakan pupuk buatan, padahal selain
ketersediaannya terus berkurang, penggunaan yang tidak bijaksana juga berdampak terhadap keseimbangan
ekologis sehingga daya dukung lingkungan terus menurun dan produktivitas usaha pertanian rendah. Salah
satu alternatif penanggulangan adalah meningkatkan produksi pupuk organik melalui pengelolaan dan
pemanfaatan limbah peternakan secara optimal. Pengolahan limbah peternakan sebagai bahan baku pupuk
52
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
harus dilakukan sesuai dengan kaidah alamiah, yaitu melalui proses biokonversi. Dari hasil uji coba diperoleh
informasi bahwa 1 kg bahan kering limbah peternakan, yang terdiri atas gabungan feses, urin dan sisa pakan
menghasilkan 0,7 kg pupuk organik padat kascing (vermi compost), 3 liter pupuk organik cair (POC) dan
0,5 kg biomassa cacing tanah. Penggunaan 150 350 kg kascing dan 2 8 liter POC tanpa pupuk buatan
pada tanaman padi dapat meningkatkan produksi 20 50% dari standar produksi padi 5 6 ton per ha.
Penambahan POC 20 l/ha tanaman kentang, dapat meningkatkan produksi kurang lebih 50%. Pada tanaman
cabe merah, penggunaan 1,5 2 ton kascing dan 20 30 l POC dapat meningkatkan hasil rata-rata 30%.
Pada tanaman sayuran jenis sawi putih (pecay), penggunaan 1,5 ton kascing dan 20 l POC meningkatkan
hasil kurang lebih 35%. Biomassa cacing tanah merupakan bahan baku sumber protein hewani pakan.
Berdasarkan uraian di atas pengelolaan limbah peternakan secara terpadu sangat potensial mendukung
program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang sedang dijalankan oleh Pemerintah saat ini.
Kata kunci: Limbah Peternakan, Pengelolaan Terpadu, Biokonversi, Pupuk Organik, Agribisnis, Ramah
Lingkungan
53
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
54
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
tambah pendapatan yang berpengaruh terhadap jumlah maupun karakteristiknya. Pada sistem
kestabilan usaha. Sistem pengelolaan limbah peternakan intensif dengan kepadatan populasi
yang tidak tepat akan berakibat terhadap biaya ternak yang tinggi akan menghasilkan limbah
yang diperlukan. Apabila biaya tersebut yang sangat besar di suatu lokasi usaha.
melampaui batas pendapatan usaha, maka Mengingat karakteristik limbah peternakan
pengelolaan limbah sangat mustahil dapat yang hampir seluruhnya berupa bahan organik
dilakukan. Akibatnya pencemaran limbah dan bersifat volatil, maka sistem
terhadap lingkungan tidak lagi dapat diatasi, pengelolaannya harus dapat dilakukan secara
akan tetapi sebaliknya, yaitu dapat berpengaruh cepat dan teknologinya harus sesuai, sehingga
terhadap upaya mempertahankan usaha dapat mengantisipasi terjadinya pencemaran
peternakan agar tetap beroperasi. lingkungan hidup. Pengelolaan limbah yang
salah dan lambat akan berakibat terhadap
timbulnya pencemaran terhadap udara, tanah
Ketersediaan sumberdaya alam dan teknologi dan air. Sistem pengelolaan harus dapat
menjamin tidak tertumpuknya limbah di suatu
Mengingat pencemaran lingkungan hidup tempat secara terus menerus, karena apabila
yang timbul pada usaha peternakan sebagian hal ini terjadi maka dapat dipastikan
besar disebabkan oleh limbah yang dihasilkan, pencemaran lingkungan hidup yang
maka upaya pengelolaan limbah merupakan ditimbulkan tidak akan dapat dicegah.
bagian dari sistem usaha peternakan yang harus
mendapat perhatian secara sungguh-sungguh.
Sistem pengelolaan limbah yang benar dan Sikap kesadaran masyarakat
tepat penerapannya, tidak hanya dapat
mengatasi pencemaran yang ditimbulkan, Semula masyarakat tidak menyadari bahwa
tetapi juga diharapkan dapat memberikan limbah yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas
pengaruh terhadap meningkatnya keuntungan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
usaha peternakan. Hal ini dimungkinkan hidupnya dapat menimbulkan dampak terhadap
karena limbah peternakan merupakan menurunnya daya dukung lingkungan. Hal ini
sumberdaya yang sangat potensial untuk dapat dimengerti karena pada saat itu
dimanfaatkan sebagai bahan baku sumber lingkungan masih mampu mengabsorpsi
pupuk organik atau produk lainnya yang limbah sehingga tidak sampai mengakibatkan
dewasa ini sangat dibutuhkan untuk terjadinya pencemaran. Seiring dengan
meningkatkan daya dukung lingkungan bertambahnya jumlah penduduk yang berakibat
pertanian sehingga produktivitasnya dapat pada meningkatnya jumlah kebutuhan hidup,
ditingkatkan. termasuk kebutuhan komoditi asal peternakan,
Ketersediaan sumberdaya alam dan sehingga jumlah limbah yang dihasilkanpun
teknologi yang digunakan dalam usaha bertambah. Peningkatan jumlah limbah ini
peternakan sangat berpengaruh terhadap sistem tidak diimbangi oleh kemampuan lingkungan
pengelolaan limbah yang dihasilkan. untuk menetralisir timbulnya pencemaran.
Sebagaimana diketahui bahwa intensifikasi Akibat lebih lanjut dari timbulnya pencemaran
usaha peternakan telah berkembang dengan oleh limbah makin dirasakan, terutama
cepatnya untuk menyesuaikan ketersediaan menurunnya kualitas udara dan air yang sangat
sumberdaya alam, terutama kebutuhan lahan. dibutuhkan untuk memenuhi kehidupan yang
Perkembangan ini telah berpengaruh besar lebih baik. Sejak itu masyarakat mulai
terhadap teknologi, seperti sistem pemeliharaan menyadari pentingnya dilakukan pencegahan
dengan kepadatan populasi ternak di dalam terjadinya pencemaran lingkungan hidup yang
kandang yang tinggi. Penggunaan pakan dalam diakibatkan oleh berbagai kegiatan masyarakat.
bentuk tepung untuk ternak ruminansia juga Seiring dengan kesadaran masyarakat tersebut,
merupakan suatu perubahan sistem pemberian para pengusaha mulai mendapat tekanan dari
pakan yang timbul karena ketersediaan bahan masyarakat untuk senantiasa berupaya
pakan hijauan yang jumlahnya sangat terbatas. memelihara lingkungan hidupnya dari
Akibat dari perubahan tersebut sangat kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan
berpengaruh terhadap produksi limbah, baik
55
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
56
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
terjadi secara terus-menerus tanpa henti. Hutan masalah nasional yang mengancam kegagalan
tersebut tampak rimbun, semua jenis tanaman agribisnis, terutama pada program ketahanan
yang ada tumbuh secara ideal. Semua hewan pangan. Tidak sedikit terjadinya kegagalan
penghuni tampak hidup sehat walafiat. panen akibat tidak tersediannya pupuk yang
Ekosistem terbentuk secara seimbang menjadi wacana berita berhari-hari. Berbagai
membangun komunitas hutan yang ideal. program telah diupayakan, namun karena
Kondisi ini memberikan informasi bahwa kelangkaan pupuk, hasilnya kurang
pemenuhan kebutuhan saling mengisi satu menggembirakan. Di subsektor perikanan dan
dengan yang lain. Keterpaduan terjalin peternakan, pakan merupakan faktor utama
sempurna sehingga saling menguntungkan. yang menentukan keberhasilan. Selama ini,
Berbeda halnya dengan komunitas yang bahan baku andalan untuk meningkatkan
terbentuk oleh aktivitas manusia, yang kualitas pakan ikan, udang dan ternak berasal
seringkali keseimbangan tidak menjadi dari tepung ikan dan bungkil kedelai yang
perhatian. Sebagai contoh yang terjadi pada masih didatangkan dari luar negeri. Devisa
usaha di bidang peternakan. Estimasi produksi negara di bidang pertanian, sebagian besar
dan pengelolaan limbah yang dihasilkan untuk belanja bahan ini. Indonesia yang
hampir tidak pernah menjadi perhitungan merupakan negara bahari, belum mampu
usaha. Akibatnya, banyak usaha peternakan memproduksi tepung ikan yang layak untuk
yang tidak berhasil dikarenakan timbulnya dijadikan sebagai bahan pakan. Untuk
kerugian yang disebabkan oleh limbah yang memproduksi tepung ikan yang berasal dari
tidak dikelola dengan benar. Oleh karena itu, dalam negeri bersaing dengan kebutuhan
sudah saatnya dalam usaha peternakan ke pangan, sehingga sulit untuk terpenuhi. Selain
depan harus dipikirkan sistem pengelolaan pupuk dan pakan, bahan bakar juga merupakan
limbah peternakan terpadu agar usaha factor penteng yang harus tersedia sesuai
peternakan dapat dibangun secara kebutuhan.
berkesinambungan. Akibat dari semua itu muncullah program
Agar usaha peternakan dapat memberi baru dari pemerintah, yaitu RP2K (Revitalisasi
kontribusi pendapatan yang besar dan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) yang
berkelanjutan, maka limbah peternakan yang sedang dijalankan. Program ini, sangat
dihasilkan tidak lagi menjadi beban biaya dipengaruhi oleh berbagai faktor kendala, di
usaha akan tetapi menjadi hasil ikutan yang antaranya ketersediaan pupuk sebagai sarana
memiliki nilai ekonomi tinggi dan bila produksi utama di subsektor Pertanian
mungkin setara dengan nilai ekonomi produk Tanaman dan pakan di subsektor perikanan dan
utama (daging, telur dan susu). Dalam peternakan, serta ketersediaan bahan bakar
pengelolaan limbah peternakan harus yang dibutuhkan. Bersamaan dengan isu global
diciptakan suatu sistem yang dapat mengubah mengenai keinginan masyarakat dunia untuk
karakteristik limbah yang selama ini menjadi kembali kepada kehidupan alami (back to
beban biaya tanpa hasil menjadi beban biaya nature), produksi bersih (cleaner production)
yang memberi kontribusi keuntungan. Limbah dan pengembangan produk organik untuk
peternakan yang selama ini dibuang begitu saja berbagai kebutuhan hidup, sebagai antisipasi
harus diubah menjadi bahan yang sangat untuk menanggulangi terjadinya perubahan
dibutuhkan sebagai sarana kegiatan baru yang iklim, maka pengelolaan limbah peternakan
menguntungkan pada usaha peternakan secara terpadu menjadi sebuah tuntutan
tersebut. kebutuhan yang suka atau tidak suka harus
Agribisnis merupakan usaha di bidang dilakukan.
pertanian, baik pertanian tanaman pangan,
perkebunan, peternakan maupun di bidang Pemulihan (recovery) potensi limbah
perikanan. Di Subsektor Pertanian Tanaman peternakan
Pangan, Perkebunan, dan tanaman hutan
produksi (Sektor Kehutanan), pupuk Yang dimaksud dengan pemulihan
merupakan sarana produksi utama yang harus sumberdaya limbah peternakan disini adalah
tersedia, baik kuantitas maupun kualitasnya. bagaimana cara mengkonversi kembali limbah
Kelangkaan pupuk dewasa ini merupakan peternakan menjadi produk yang bermanfaat
57
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. organik alami untuk meningkatkan produksi
Berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian. Apabila penggunaan pupuk organik
limbah peternakan dapat dikonversi menjadi ini berhasil dikembangkan, maka usaha
pupuk organik, bahan bakar dan biomassa peternakan sangat potensial sebagai penghasil
protein sel tunggal atau etanol. Dari ketiga pupuk organik dan sekaligus dapat
produk tersebut, konversi limbah menjadi meningkatkan nilai tambah pendapatan yang
pupuk organik paling sering dilakukan. Dengan tidak sedikit. Selain sebagai bahan baku
dilakukannya konversi limbah peternakan pembuatan pupuk organik, limbah peternakan
menjadi produk yang bermanfaat, maka selain juga sangat potensial sebagai bahan baku
pencemaran lingkungan hidup dapat diatasi, pembuatan biomassa protein sel tunggal (PST).
juga diperoleh nilai tambah pendapatan bagi PST merupakan biomassa yang memiliki nilai
pengusaha peternakan. Selain itu, konversi nutrisi tinggi dan sangat potensial
limbah menjadi pupuk organik akan sangat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
berperan dalam pemulihan daya dukung pakan ternak, udang dan ikan. Demikian juga
lingkungan, terutama di bidang pertanian. sebagai bahan bakar, limbah peternakan
Apalagi dewasa ini sedang gencar-gencarnya merupakan sumberdaya yang sangat potensial.
dilakukan upaya pengembangan pertanian Mekanisme biokonversi limbah peternakan
organik yang mensyaratkan penggunaan pupuk dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Konversi limbah peternakan menjadi bahan bakar, komoditi tanaman, komoditi perikanan dan
peternakan
58
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 1. Produksi beberapa jenis tanaman pangan yang diberi pupuk organik hasil bio-konversi limbah
peternakan
59
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
meningkatnya efektifitas, efisiensi dan FOGARTY, W.M. 1983. Micobial Enzymes and
produktivitas usaha pertanian. Biotecnology. Applied Science Publisher, Ltd.
Printed in Nortern Ireland at The Universities
Press (Belfast) Ltd.
DAFTAR PUSTAKA
GADDIE, R.E. AND D.E. DOUGLAS. 1975.
Earthworms for Ecology and Profit. Vol. 1.
BARBER, S.A. 1984. Soil Nutrient Bioavailability. A
Scientific Earthworm Farming. Printed in
Mechanistic Approach. Printed in United
United States of America.
States of America.
TANNOCK, G.W. 1999. Probiotics ACritical Review.
BEWICK, M.W.M. 1980. Handbook of Organic
Horizon Scientific Press. Printed in England.
Waste Conversion. Van Nostrand Reinhold
Company, Canada. TCHOBANOGLOUS, G. et al. 1993. Integrated Solid
Waste Management Engineering Principles
CATALAN, I.G. 1981. Earthworm A New Source of
and Management Issues. Printed in Singapore.
Protein. Philippine Earthworm Center.
TISDALE, S.L. and W.L. NELSON. 1975. Soil Fertility
DIAZ, L.F. et al. 1979. Composting and Recycling
and Fertilizers. Third Edition. Macmillan
Municipal Solid Waste. Levis Publishers.
Publishing Co., Inc. New York.
DISKUSI
Pertanyaan:
1. Bagaimana dengan limbah kelinci?
2. Untuk mendapatkan satu ton kompos di peternakan berapa ekor sapi dan berapa hari dapat
dikumpulkan?
3. Dari satu ton feses berapa pupuk cair yang diperoleh?
Jawaban:
1. Limbah kelinci dapat diolah seperti untuk ternak lainnya seperti sapi, ayam, dsb.
2. Satu ekor sapi dewasa menghasilkan 20 kg perhari = 4 kg bahan kering POP. 4 x 0,7 = 2,8
kg/ekor/hari. 2,8 x 30 = 84 kg/ekor/bulan. 1000/84 x 1ekor =37 ekor selama satu bulan.
3. 3 x 4 l = 12 l/ekor/hari. 30 x 12 l = 360 l/ekor/bulan.
60