Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antibiotika merupakan senyawa yang dihasilkan mikroba, terutama fungsi
yang dapat digunakan untuk membunuh atau menekan pertumbuhan bakteri.
Bakteri tersusun oleh komponen paling luar yaitu dinding sel yang mengandung
peptidoglikan kecuali mycoplasma. Bagian lebih dalam dari dinding sel adalah
membran plasma, yang terdiri dari dua lapis fosfolipida dan protein. Dinding sel
maupun membran plasma bakteri menjadi satu bagian membentuk envelope, yang
membungkus bakteri tersebut. Bagian lebih dalam dari membran plasma adalah
sitoplasma, yang terdapat ribosom yang berperan dalam sintesis protein. Dalam
sitoplasma tidak dijumpai inti sel maupun mitokondria. Oleh karena itu, DNA
(kromosom) terdapat dalam sitoplasma tanpa dilindungi membran sel inti. Tanpa
adanya mitokondria, proses pembentukan energi langsung dalam membran
plasma. Bagaimana prinsip terapi antimikrobial ? prinsip umum tersebut adalah
1. Suatu antibiotika seharusnya membunuh atau menghambat pertumbuhan
bakteri tanpa bahaya terhadap tubuh manusia sebagai inangnya.
2. Obat penetrasi ke jaringan tubuh yang dituju, dan menuju bakteri target
secara spesifik. Intinya antibiotik efektif atau poten dengan efek samping
rendah, atau mempunyai toksisitas selektif terhadap bakteri patogen yang
dituju.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Anti bakteri?
2. Apa yang dimaksud Resistensi Bakteri?
3. Bagaimana Penggolongan Obat Antibiotik atau Anti bakteri?
4. Apa yang dimaksud Anti Fungal (Jamur)?
5. Bagaimana Penggolongan Obat Anti Fungi (jamur)?
6. Apa yang dimaksud Anti Viral (virus)?
7. BagaimanaPenggolongan ObatAnti Viral (virus)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Anti bakteri.
2. Untuk mengetahuiResistensi Bakteri.
3. Untuk mengetahuiPenggolongan Obat Antibiotik atau Anti bakteri.
4. Untuk mengetahuiPengertian Anti Fungal (Jamur).
5. Untuk mengetahuiPenggolongan Obat Anti Fungi (jamur).

1
6. Untuk mengetahuiPengertian Anti Viral (virus).
7. Untuk mengetahuiPenggolongan ObatAnti Viral (virus).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anti bakteri

2
Kata antibiotik berasal dari bahasa yunani yaitu-anti (melawan) dan-
biotikos(cocok untuk kehidupan). Istilah ini diciptakan oleh Selman tahun 1942
untukmenggambarkan semua senyawa yang diproduksi oleh mikroorganisme
yangdapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Namun istilah
inikemudian digeser dengan ditemukannya obat antibiotik
sinetis.Penggunaanistilah antimikroba cenderung mengarah ke semua jenis
mikroba dan termasuk didalamnya adalah antibiotik, anti jamur, anti parasit, anti
protozoa, anti virus, dll.Namun dalam pembahasan ini hanya membicarakan
proses penghambatanantibiotik dalam membunuh bakteri.
Mikroorganisme yang dihambat oleh antibiotik khususnya adalah
bakteri.Maka dari itu antibiotik bersinonim dengan anti-bakteri. Antibiotik
berbedadengan istilahdisinfectant karena desifektant membunuh kuman dengan
caramembuat lingkungan yang tidak wajar bagi kuman. Sedangkan kerja
dariantibiotik adalah cenderung bersifat Toksisitas Selektif dalam arti
dapatmembunuh kuman tanpa merugikan inang.

B. Resistensi Bakteri
Resistensi merupakan kemampuan alami bakteri untuk tidak terpengaruh
(resisten) terhadap agen anti-mikrobial. Hampir semua bakteri mempunyai potensi
resisten. Resistensi dalam populasi bakteri dapat disebarkan melalui tiga tingkatan
yaitu :
1. Transfer bakteri antar individu
2. Transfer gen resisten antar bakteri, biasanya dalam plasmid
3. Transfer gen resisten antar elemen genetik dalam bakteri biasanya dalam
transposon.
Plasmid merupakan elemen genetik ekstrakromosomal yang dapat
melakukan replikasi secara independen, dan dapat membawa gen pengkode untuk
resisten terdahap antibiotik. Plasmid ditransfer dari satu bakteri ke bakteri lain
dengan proses konjugasi dan transduksi. Transposon merupakan bagian elemen
genetik yang dapat menyisip pada bagian genom ditempat lain. Transposon itu
tergabung dalam materi genetik bakteri dan dapat mengkode suatu enzim yang
menginaktivasi suatu antimikroba atau antibiotik. Suatu bakteri dapat menjadi
resisten terhadap suatu antimikroba diakibatkan karena :
1. Produksi enzim yang dapat menginaktivasi obat. Staphylococci merupakan
bakteri memproduksi enzim B lactamase yang dapat memecah cincin B-
lactam dari penisilin (antibiotik golongan B-lactam). Strain resisten dari

3
bakteri gram positif maupun gram negatif menghasilkan kloramfenikol
asetiltransferase yang menginaktivasi kloramfenikol.
2. Perubahan sisi ikatan obat (drug-binding site). Perubahan protein sisi
ikatan pada subunit 50S yang diperantai plasmid mengakibatkan resistensi
terhadap eritromisin. Perubahan DNA-dependent-RNA polimerase akibat
mutasi kromosal mengakibatkan resistensi terhadap rifampisin.
3. Penurunan pengambilan otak kembali (drug uptake). Gen resisten dalam
plasmid yang mengkode protein yang dapat terinduksi dalam membran
bakteri, mengakibatkan proses efluks yang tergantung energi (energy-
dependent efflux) terhadap tetrasiklin.
4. Perkembangan jalur lain menghindari reaksi yang dihambat oleh
antibiotika. Contohnya adalah pada kasus resistensi bakteri bakteri
terhadap trimotropim. Produksi dihidrofolat reduktase oleh plasmid yang
tidak mempunyai afinitas terhadap trimetropim mengakibatkan resistensi
terhadap antibiotik tersebut. Resistensi sulfonamid juga diperantai
plasmid, menghasilkan bentuk dihidropteroat sintesa oleh plasmid tersebut
dengan afinitas rendah terhadap p-amino benzoic acid (PABA), unsur
penting dalam sintesis folat, yang dibutuhkan dalam sintesis DNA bakteri.
Bakteri melakukan penyebaran resistensi kuman dengan cara yaitu :
1. Mutasi, perubahan sifat mikroba dari sensitif menjadi resisten yang
diturunkan vertikal ke sel-sel keturunannya.
2. Transduksi, proses masuknya bakteriofag suatu virus penginfeksi bakteri
yang menyimpan gen resisten, pada suatu bakteri lain.
3. Transformasi, proses masuknya DNA yang mengandung informasi genetik
dari lingkungan ke dalam bakteri.
4. Konjugasi, proses pemindahan gen dari satu sel ke sel lain melalui kontak
langsung.

C. Penggolongan Obat Antibiotik atau Anti bakteri


1. Penghambat sintesis dinding sel bakteri
a. Golongan B-laktam (azetreonam, sefalosporin,imipenem dan penisilin)
b. Golongan peptida (basitrasin dan vancomicin)
2. Penghambat sintesis protein (DNA)
(aminoglikosida, kloramfenikol,klindamisin, eritromisin dan tetrasiklin)
3. Antagonis folat
(sulfonamid dan trimetropim)
4. Quinolon dan golongan lain
(quinolon, antiseptik saluran urin)
a. Penghambat sintesis dinding sel

4
Tahap akhir dalam sintesis dinding sel bakteri adalah proses
transpeptidasi yaitu cross-linking strand peptidoglikan membentuk
dinding sel bakteri. Penisilin, sefalosporin dan obat golongan B-laktam
lainnya mempunyai struktur mirip dengan bagian terminal strand
peptidoglikan, sehingga dapat berkompetisi untuk berikatan enzim
pengkatalis proses transpeptidasi. Enzim tersebut dinamakan penicillin-
binding proteins (PBPs). Hal tersebut menghasilkan formasi dinding sel
yang salah sehingga mengakibatkan sel bakteri mati.
Obat antibiotik golongan penghambat sintesis dinding sel dibagi
menjadi dua kelas yaitu golongan B-laktam dan polipeptida.
a.1. antibiotik golongan b-laktam.
Obat golongan ini mempunyai struktur kimia yang mengandung
cincin B-laktam. Obat ini bersifat bakterisidal. Cincin B-laktam
tersebut bertanggung jawab terhadap aktivitas antimikrobial. Pada
resistensi, terdapat bakteri yang mensekresi enzim B-laktamase
(penisilase atau sefalosporinase) yang dapat membuka cincin B-laktam
mengakibatkan inaktivasi antimikrobial.
Terjadinya resistensi bakteri diakibatkan terjadinya transfer
plasmid kode genetik bagi enzim B-laktamase. Upaya antisipasi
terhadap resistensi tersebut adalah 1) pemberian penghambatan enzim
B-laktamase, contohnya asam klavulanat dan sulbacum 2) modifikasi
gugus sehingga resisten terhadap enzim B-laktamase, contohnya
amoksisilin dan oksasilin.
1. Penisilin
Penisilin merupakan contoh klasik obat golongan B-laktam.
Penisilin merupakan antibiotik pilihan pertama pada beberapa
infeksi. Penisilin pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming
pada tahun 1928 dari jamur golongan penicilium. Terdapat empat
golongan senyawa penisilin, yaitu :
a. Penisilin alami, bersifat sensitif terhadap penisilase dan
spektrum sempit hanya pada bakteri gram positif. Contohnya
penisilin G dan penisilin V.
b. Resisten terhadap penisilase, produk sintesis yang resisten
terhadap enzim B-laktamase dan berspektrum sempit hanya
pada bakteri gram positif. Contohnya methisilin, oksasilin,
kloksasilin.

5
c. Aminopenisilin. Bersifat sensitif terhadap penisilase dan
spektrum lebih luas (gram positif dan gram negatif). Contohnya
amoksisilin dan ampisilin.
d. Turunan penisilin lain dengan spektrum diperluas. Golongan
penisilin ini aktif terhadap pseudomonas dan klebsiella, namun
tidak efektif terhadap bakteri gram positif. Contohnya
mezlosilin dan piperasilin.
Penisilin mengalami eksresi melalui proses sekresi tubular
aktif. Penghambatan pada proses tersebut oleh probenesid
menyebabkan proses eksresi penisilin terhambat sehingga
kadarnya dalam darah lebih besar dan aksi penisilin menjadi lebih
lama. Oleh karena itu, penisilin sering dikombinasi dengan
probenesid. Efek samping yang terpenting dari penisilin adalah
reaksi hipersensitasi atau reaksi alergi yaitu disebabkan oleh
degradasi produk penisilin yang berinteraksi dengan protein inang
menjadi antigenik. Contoh obat golongan penisilin ini adalah
Ampicillin, Amoxil, Corsamox, Hufanoxil, Novamox, Protamox,
Rampicillin, Vulamox.
2. Sefalosporin
Sefalosporin merupakan antibiotik pilihan kedua pada
beberapa infeksi. Klasifikasi obat golongan ini berdasarkan
generasi, yang pada dasarnya ditentukan oleh aktivitas
antimikrobialnya. Generasi pertama bersifat sensitif terhadap
enzim B-laktamase dan berspektrum sempit. Dalam hal ini,
berspektrum sempit adalah relatif, karena sebenarnya aksinya atau
spektrum sefalosporin generasi pertama adalah sefazolin atau
sefaleksin. Generasi kedua mempunyai stabilitas yang lebih baik,
dan aktivitasnya terhadap bakteri gram negatif lebih tinggi. Contoh
generasi kedua adalah sefaklor, sefamandol dan sefoksitin.
Generasi ketiga mempunyai spektrum luas dan lebih resisten
terhadap enzim B-laktamase. Contoh generasi ketiga adalah
sefotaksim, seftazidim dan seftriakson. Obat generasi ini ( dan
geberasi kedua )dapat menembus barier darah otak dan digunakan
pada pengobatan meningitis. Generasi keempat mempunyai
aktivitas baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif,

6
dan mempunyai resistensi terhadap enzim B-laktamase yang lebih
baik. Contoh dari generasi keempat adalah sefepim dan sefripom.
3. Karbapenem
Karbapenem merupakan antibiotika golongan B-laktam
yang baru, contohnya adalah imipenem dan meropenem. Keduanya
hanya bisa diberikan secara intravena. Imipenem mempunyai
spektrum yang sangat luas, dan aktif terhadap baik bakteri aerob
dan anaerob, juga bakteri gram positif maupun gram negatif. Obat
tersebut dihidrolisis oleh renal dipetidase dalam epitelium tubulus
proksimal ginjal menjadi metabolit toksik. Kombinasinya dengan
cilastatin bertujuan untuk menghambat renal dipeptidase tersebut.
Meropenem lebih stabil terhadap renal dipeptidase sehingga tidak
memerlukan cilastatin. Obat golongan ini sangat resisten terhadap
B-laktamase.
4. Monobaktam
Monobaktam juga merupakan antibiotika golongan B-
laktam baru, mempunyai struktur B-laktam monosiklik. Contoh
satu-satunya obat golongan ini adalah aztreonam. Obat ini
mempunyai spektrum sempit dan sangat resisten terhadap B-
laktamase. Obat ini efektif terhadap bakteri gram negatif termasuk
pseudomonas, namun kurang efektif terhadap bakteri gram positif.
5. Antibiotik golongan polipeptida
Antibiotik golongan ini merupakan senyawa non B-laktam. Contoh
dari antibiotik jenis ini adalah vancomisin dan basitrasin. Vamcomisin
mempunyai aksi mencegah proses polimerasi dan peptidoglikan linear.
Obat ini hanya efektif terhadap bakteri gram positif.
b. Penghambat sintesis protein
Antibiotika golongan ini bereaksi dengan berikatan pada subunit
ribosomal 30S atau 50S bakteri sehingga mempengaruhi proses
transkripsi mRNA menjadi protein. Terdapat lima golongan obat yaitu :
a. Aminoglikosida
Obat ini mempunyai spektrum yang luas, namun bakteri
anaerob resisten terhadap obat ini. Beberapa bakteri menggunakan
sistem transport tergantung oksigen untuk membawa antibiotika
aminoglikosida ke dalam sel. Bakteri anaerob tidak mempunyai
sistem tersebut sehingga cenderung resisten terhadap
aminoglikosida. Proses absorpsi obat ini dalam tubuh tidak begitu

7
bagus sehingga diberikan secara parenteral. Mekanisme aksi obat
ini adalah menyebabkan proses codon-anticodon tidak normal
sehingga menyebabkan proses pembacaan (intepretasi) yang salah
pada transkripsi mRNA. Contohnya antibiotik golongan ini adalah
gentamisin, trobamisin, neomisin, streptomisin dan amikasin.
b. Tetrasiklin
Tetrasiklin juga mempunyai spektrum yang luas. Tetrasiklin
digunakan pada terapi penyakit kolera, klamidial, rickettsial
maupun pneumonia myoplasma. Tetrasiklin masuk ke dalam sel
bakteri melalui sistem transport yang tergantung energi. Tetrasiklin
juga dapat digunakan pada infeksi bakteri baik bakteri gram positif
maupun gram negatif. Resistensi terhadap tetrasiklin terjadi ketika
bakteri bermutasi sehingga mengakibatkan obat tidak masuk dalam
sel bakteri. Mekanisme aksi tetrasiklin adalah berkompetisi dengan
komponen tRNA terhadap sisi A pada mRNA sel bakteri. Contoh
antibiotika golongan ini adalah tetrasiklin, oksitetrasiklin,
klortetrasiklin, minosiklin dan doksisiklin.
Penggunaan tetrasiklin bersamaan dengan mekanan akan
mengganggu absorpsinya. Tetrasiklin dapat membentuk komplek
ketat yang tidak larut dengan beberapa logam yaitu kalsium,
alumunium dan magnesium. Oleh karena itu, penggunaan bersama
dengan antasida tidak direkomendasikan. Tetrasiklin juga
berpotensi menyebabkan pewarnaan pada gigi dan gangguan
pertumbuhan tulang sehingga tidak direkomendasikan
penggunaannya pada wanita hamil dan anak-anak.
c. Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotika berspektrum luas.
Obat ini efektif digunakan terhadap bakteri aerob maupun anaerob,
kecuali pseudomonas aeruginosa. Mekanisme aksinya menghambat
proses transpepsidasi pada sintesis protein. Obat mengalami
inaktivasi dalam hati melalui reaksi konjugasi.
Janin mempunyai kemampuan yang rendah untuk reaksi
konjugasi kloramfenikol. Oleh karenanya, obat ini dapat
menghasilkan gray baby syndrom.
d. Makrolida

8
Obat ini diabsorpsi dengan baik dalam tubuh, namun
makanan dapat mengganggu absorpsinya. Obat ini dapat
mengalami eksresi melalui empedu. Obat ini digunakan pada
penyakit infeksi myoplasma, pneumonia, penyakit legionnaire,
difteri, pertusis dan infeksi klamidial. Mekanisme aksinya adalah
menghambat proses translokasi pada sintesis protein. Contoh
antibiotika golongan ini adalah eritromisin, azitromisin dan
claritromisin.
e. Klindamisin
Obat golongan ini dinamakan juga linkosamid. Obat ini relatif
jarang digunakan dibandingkan lainnya. Aktivitas antibakteri dari
klindamisin mirip dengan eritromisin. Mekanisme aksinya adalah
menghambat proses transpeptidasi dan translokasi pada sintesis
protein. Klindamisin merupakan obat pilihan utama infeksi saluran
pencernaan karena bakteri anaerob. Contoh antibiotika golongan
ini adalah klindamisin dan linkomisin.
c. Antagolonis folat
Asam folat merupakan senyawa yang digunakan dalam sintesis
asam amino dan DNA dalam sel. Bakteri tidak dapat mengabsorspsi asam
folat sehingga harus membuat sendiri dari substrat PABA (para-amino
benzoic acid), glutamat dan pteridin. Di lain pihak, manusia tidak dapat
membuat asam folat. Pada manusia, asam folat merupakan vitamin B
kompleks. Antagonis folat mempunyai spektrum luas dan efektif terhadap
baik bakteri gram positif dan negatif.
Sulfonamid mempunyai struktur kimia mirip dengan PABA,
sehingga dapat berkompetisi dengan PABA terhadap enzim
dihydropteroate reductase. Oleh karena itu, sulfonamid dapat menghambat
pembentukan dihydrofolat reductase sehingga menghambat proses reduksi
dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Manusia juga mempunyai enzim
tersebut, namun trimetropin hanya mempunyai afinitas yang rendah pada
manusia. Kedua obat tersebut digunakan secara kombinasi yaitu
sulfametoksazol dan trimetropim. Keduanya bersifat sinergi dan
mempunyai waktu paruh eliminasi yang mirip. Kombinasi kedua antibiotik
tersebut dinamakan co-trimoksazol digunakan pada infeksi saluran

9
kencing dan pneumonitis pneumocytis carinii. Contoh obat antagonis folat
lainnya adalah sulfasetamid, sulfasalazin, sulfadiazin dan sulfapiridin.
d. Antibiotika golongan quinolon
Obat golongan ini mempunyai mekanisme aksi menghambat DNA
gyrase sehingga dapat menghambat proses sintesis DNA bakteri. DNA
bakteri. DNA gyrase merupakan enzim bakterial yang bertanggungjawab
terhadap proses pembukaan dan supercoil DNA protein bakteri. Quinolon
merupakan satu-satunya antibiotika yang menghambat replikasi DNA.
Antibiotik golongan ini digunakan pada pengobatan infeksi saluran
kencing. Obat golongan ini mempunyai spektrum yang luas. Contoh obat
golongan ini adalah ciprofloksacin, ofloksacin, onoksacin dan
levofloksacin.
e. Antibiotika untuk tuberkulosis dan leprosis
Pada kasus tuberkulosis maupun leprosis, penyebabnya yaitu
myobacteri (mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium leprae)
tumbuh atau berkembang secara sangat lambat. Konsekuensinya, terapinya
memerlukan waktu yang sangat lama. Untuk menghindari adanya
resistensi sering digunakan kombinasi obat dari dua hingga empat jenis
antibiotika. Contoh obat antibiotika yang digunakan dalam kasus ini
adalah isoniazid, pirazinamid, rifampisin, etambutol dan stroptomisin.
a. Isoniazid
Isoniazid (INH) mempunyai aksi menghambat pembentukan asam
mikolat, suatu komponen selubung sel (envelope) pada mycobakteria.
Proses metabolisme isoniazid melibatkan proses asetilasi yang
dipengaruhi oleh faktor genetik suatu ras sehingga dibagi menjadi dua
kelompok yaitu asetilator cepat dan asetilator lambat. Efek samping
utama isoniazid adalah hepatotoksik (10-20%) dan neropati perifer.
b. Rifampisin
Rifampisin mempunyai aksi membentuk kompleks stabil dengan
DNA-dependent-RNA polymerase, dengan mengikat subunit B enzim
tersebut sehingga menybabkan penghambatan pada sintesis RNA.
Resistensi terhadap obat ini terjadi karena mutasi pada subunit B enzim
tersebut. Rifampisin dimetanolisme dihati (proses deasetilasi) menjadi
metabolit aktif sehingga toksik pada hati menyebabkan kerusakan pada
sel hati. Rifampisin dapat menginduksi enzim sitokrom P-450 sehingga
dapat meningkatkan proses metabolisme obat lain jika digunakan

10
secara bersamaan. Obat ini baik digunakan pada TBC maupun leprosis.
Rifambutin merupakan analog rifampisin yang aktif terhadap
mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin.

c. Pirazinamid, etambutol dan dapson


Pirazinamid bersifat tuberkulostatis terhadap mycobakteri
intraseluler dalam makrofag. Obat ini hanya efektif terhadap M.
Tuberculosisis. Pirazinamid dapat menyebabkan hepatotoksisitas.
Etambutol juga bersifat tuberculostatis. Etambutol mempunyai potensi
paling rendah dibanding obat TBC yang sudah disebutkan diatas. Obat
ini dapat menghasilkan efek samping neuritis optik. Kedua obat
tersebut dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
Dapson merupakan antibiotika yang digunakan pada penyakit
leprosis. Antibiotika ini mempunyai aksi menghambat pembentukan
asam folatpada mycobacterium leprae karena struktur kimianya mirip
dengan PABA.

D. Pengertian Anti Fungal (Jamur)


Kebanyakan fungi tumbuh pada tubuh manusia dalam jaringan atau
struktur avaskuler misalnya lapisan superfisial pada kulit, rambut dan kuku. Fungi
tumbuh secara lambat sehingga pengobatan terhadap fungi juga memerlukan
waktu yang relatif lebih lama. Obat antifungi biasanya sulit mengalami absorpsi
sehingga mempengaruhi distribusinya menuju tempat aksinya.
Antifungi dibedakan menjadi dua yaitu : 1) obat infeksi fungi sistemik dan
2) obat infeksi fungi superfisial. Penyakit akibat infeksi fungi sistemik antara lain
kandidiasis sistemik, meningitis kroptokokal, blastomikosis, kokki-diomikosis
dan parakokki-diomikosis. Sedangkan infeksi fungi superfisial adalah
dermatokises dan kandidiasis. Dermtomikoses terjadi pada kulit, rambut dan kuku
disebabkan karena trychopyton, microsporum dan epidermophyton sp.
Kandidiasis terjadi pada membran mukosa mulut, vagina dan juga kulit.

E. Penggolongan Obat Anti Fungi (jamur)


l. obat anti jamur topikal
obat anti jamur topical digunakan untuk pengobatan infeksi local
pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin), namun kurang efektif untuk

11
pengobatan infeksi pada kulit kepala dan kuku, infeksi pada tubuh yang kronik
dan luas, infeksi pada stratumkorneum yang tebal seperti telapak tangan dan kaki.
efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat anti jamur topical lebih
sedikit dibandingkan obat anti jamur sistemik.
jenis golongan obat anti jamur topical yang sering digunakan yaitu:
1. Poliene : Nystatin
2. Azole-imidazol : klotrimazol, Ekonazol, Mikonazol, Ketokonazol, Sulkonazol,
Oksikonazol, Terkonazol, Tiokonazol, Sertakonazol
3. Alilamin / Benzilamin : Naftifin, Terbinafin, Butenafin
4. Obat anti jamur topikal lain : Amorolfin, Siklopiroks, Haloprogin

1. Antifungi golongan poliena


Obat termasuk golongan ini adalah amfoterisin B dan nistatin. Obat
ini mempunyai aksi mengikat ergosterol, suatu sterol pada membran fungi,
sehingga membentuk pori-pori atau saluran dan menghasilkan peningkatan
permeabilitas. Hal ini akan menyebabkan kebocoran membran terhadap
berbagai molekul kecil termasuk elektrolit. Pada sel mamalia juga
mengandung sterol yaitu kolesterol. Namun, amfoterisin B mempunyai
afinitas yang besar terhadap ergosterol dibandingkan terhadap kolesterol.
Efek samping amfoterisin B adalah nefrotoksisitas. Obat tersebut tidak
diabsorbsi dalam saluran pencernaan sehingga diberikan secara intavena
atau topikal.
2. Antifungi golongan azol-imidazol
Obat golongan ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu golongan
imidazol dengan dua atom nitrogen, dan golongan trizol dengan tiga atom
nitrogen. Obat ini bereaksi dengan menghambat sterol 14-a-demetilase,
sehingga mengganggu biosintesis ergosterol yang berperan pada membran
sitoplasma. Hal ini mengakibatkan terjadi akumulasi 14-a-metilsterol yang
dapat mengganggu fosfolipid, fungi enzim dalam membran maupun sistem
enzim transport elektron sehingga mengakibatkan penghambatan
pertumbuhan fungi. Triazol, dibandingkan imidazol memiliki efek
samping lebih rendah, pola distribusinya yang lebih baik dan lebih rendah
interaksi dengan obat diberikan secara sistemik. Contoh obat golongan
imidazol adalah klotrimazol, mikonazol, ketokonazol, ekonazol dan
oksikonazol. Sedangkan contoh obat golongan trizol adalah itrakonazol,
flukonazol dan terkonazol.
3. Antifungi golongan Alilamin /Benzilamin

12
golongan alilamin yaitu naftivin, terdinafin dan golongan Benzilamin yaitu
Butenafin, bekerja dengan cara menekaan biosintesis ergosterol pada tahap
awal proses metabolism dan enzim sitokrom V-450 akan menghambat
aktifitas squalen pada sel jamur dan akan mengakibatkan kematian sel
jamur. Alilamin dan Benzilamin bersifat fungisidal terhadap dermatofit
dan bersifat fungistatik terhadap kandida albicans.contoh obat golongan
alilamin/benzilamin yaitu : Naftifin, terbinafin, butenafin.
4. Antifungi golongan lainnya
Obat antifungi lainnya adalah flusitosin, griseofulvin dan
terbunafin. Dalam tubuh, flusitosin diubah menjadi anti metabolit 5-
fluorourasil (5-FU) pada fungi namun tidak terjadi pada manusia 5-FU
menghambat sintesis DNA. Obat ini diberikan secara parenteral misalnya
intravena.
Terbinafin dan griseofulvin merupakan antifungi oral yang
digunakan pada pengobatan infeksi fungo superfisial. Terbinafin bereaksi
mencegah sintesis ergosterol dengan menghambat squalen epoksidase.
Griseovulvin secara spesifik mengikat keratin dalam sel prekursor keratin
sehingga mengakibatkan resistensi terhadap infeksi antifungi.

II. OBAT ANTI JAMUR SISTEMIK


Pemberian obat anti jamur sistemik digunak untuk pengobatan infeksi
jamur superficial dfan sistemik (DEEP MIKOSIS) , obat-obat tersebut yaitu :
1.Griseofulvin
Griseofulvin merupakan antibiotik antijamur yang berasal dari spesies
Penicilium mold, Pertama kali diteliti digunakan sebagai anti jamur pada
tumbuhan dan kemudian diperkenalkan untuk pengobatan infeksi dermatofita
pada hewan. Pada tahun 1959, diketahui griseofulvin ternyata efektif untuk
pengobatan infeksi jamur
superfisial pada manusia. Griseofulvinmerupakan obat anti jamur yang
pertamadiberikan secara oral untuk pengobatan dermatofitosis.
Mekanisme kerja
Griseofulvin merupakan obat anti jamuryang bersifat fungistatik, berikatan
dengan protein mikrotubular dan menghambat mitosis sel jamur.
Dosis

13
Griseofulvin terdiri atas 2 bentuk yaitu mikrosize (mikrokristallin) dan
ultramikrosize (ultramikrokristallin). Bentuk ultramikrosize, penyerapannya pada
saluran pencernaan 1,5 kali dibandingkan dengan bentuk mikrosize. Pada saat ini,
griseofulvin lebih sering digunakan untuk pengobatan tinea kapitis. Tinea kapitis
lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh Trychopyton tonsurans.
Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500 -1000 mg / hari
(mikrosize) dosis tunggal atau terbagi dan 330 375 mg / hari (ultramikrosize)
dosis tunggal atau terbagi. Anak - anak 2 tahun 10 - 15 mg / kg BB/ hari
(mikrosize), dosis tunggal atau terbagi dan 5,5 - 7,3 mg / kg BB / hari
(ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi. Lama pengobatan untuktinea korporis
dan kruris selama 2 - 4 minggu, untuk tinea kapitis paling sedikit selama 4 - 6
minggu, untuk tinea pedis selama 4 - 8 minggu dan untuk tinea unguium selama
3- 6 bulan.
Efek samping
Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala, mual,
muntah dan sakit pada abodominal. Timbunya reaksi urtikaria dan erupsi kulit
dapat terjadi pada sebagian pasien.
Interaksi obat
Absorbsi griseofulvin menurun jika diberikan bersama dengan
fenobarbital tetapi efek tersebut dapat di kurangi dengan cara
mengkonsumsigriseofulvin bersama makanan. Griseofulvin juga dapat
menurunkan efektifitas warfarin yang merupakan antikoagulan. Kegagalan
kontrasepsi telah dilaporkan pada pasien yang mengkonsumsi griseofulvin dan
oral kontrasepsi.

2. KETOKONAZOL
Ketokonazol diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1977 dan di
Amerika Serikat pada tahun 1981. Ketokonazol merupakan antijamur golongan
imidazol yang pertama diberikan secara oral.
Mekanisme kerja
Ketokonazol bekerja menghambat biosintesis ergosterol yang merupakan
sterol utama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur. Bekerja
dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P-450, C-14--demethylase yang

14
bertanggungjawab merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini akan
mengakibatkan dinding sel jamur menjadi permiabel dan terjadi penghancuran
jamur.
Dosis
Dosis ketokonazol yang diberikan pada orang dewasa 200 mg / hari, dosis
tunggal dan untuk kasus yang serius dapat ditingkatkan hingga 400 mg / hari
sedangkan dosis untuk anak-anak 3,3 6,6 mg / kg BB, dosis tunggal. Lama
pengobatan untuk tinea korporis dan tinea krurisselama 2 - 4 minggu, tinea
versikolor selama 5 -10 hari sedangkan untuk tinea kapitis dan onikomikosis
biasanya tidak direkomendasikan.
Efek samping
Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering di
jumpai. Ketokonazol juga dapat menimbulkan efek hepatotoksik yang ringan
tetapi kerusakan hepar yang serius jarang terjadi. Peninggian transaminase
sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Efek samping yang serius dari
hepatotoksik adalah idiosinkratik dan jarang ditemukan yaitu 1:10000 dan
1:15000, biasanya djumpai pada pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 2
minggu. Untuk pengobatan jangka waktu yang lama, dianjurkan dilakukan
pemeriksaan fungsi hati. Dosis tinggi ketokonazol (>800 mg/hari) dapat
menghambat sintesis human adrenal dan testikular steroid yang dapat
menimbulkan alopesia, ginekomasti dan impoten.
Interaksi obat
Konsentrasi serum ketokonazol dapat menurun pada pasien yang
mengkonsumsi obat yang dapat menurunkan sekresi asam lambung seperti
antasid, antikolinergik dan H2-antagonis sehingga sebaiknya obat ini di berikan
setelah 2 jam pemberian ketokonazol. Ketokonazol dapat memperpanjang waktu
paruh seperti terfenadin, astemizol dan cisaprid sehinggasebaiknya tidak diberikan
bersama dan juga dapat menimbulkan efek samping kardiovaskular seperti
pemanjangan Q-T interval dan torsade de pointes. Ketokonazol juga dapat
memperpanjang waktu paruh dari midazolam dan triazolam dan dapat
meningkatkan level siklosporin dan konsentrasi serum dari warfarin. Pemberian
bersama ketokonazol dengan rifampicin dapat menurunkan efektifitas ke dua obat.

15
3. ITRAKONAZOL
Itrakonazol diperkenalkan pada tahun 1992 merupakan sintesis derivat
triazol.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja itrakonazol dengan cara menghambat 14--demethylase
yang merupakan suatu enzim sitokrom P-450 yang bertanggung jawab untuk
merubah lanosterol menjadi ergosterol pada dinding sel jamur.
Dosis
Dosis pengobatan untuk dermatofitosis adalah 100 mg/hari. Lama
pengobatan untuk tinea korporis atau tinea kruris adalah selama 2 minggu tetapi
untuk tinea manus dan tinea pedis adalah selama 4 minggu. Pengobatan untuk
pitirisis versikolor dengan dosis 200 mg/hari selama 1 minggu. Untuk pengobatan
onikomikosis dengan dosis 200 mg selama 3 bulan atau menggunakan dosis
denyut yaitu kuku jaritangan sebanyak 2 pulsa itrakonazol dengan dosis 400
mg/hari selama 1 minggu dan 3 minggu tanpa pengobatan sedangkan kuku jari
kaki sebanyak 3 pulsa atau lebih. Pengobatan kandidosis kutis dengan dosis 100
mg / hari selama 2 minggu, kandidosis orofaringeal 100 mg / hari selama 2
minggu, kandidosis vaginalis 2x200 mg selama 1 hari atau 200 mg selama 3 hari.
Sedangkan untuk infeksi deep mikosis seperti aspergillosis, blastomikosis dan
histoplasmosis diberikan dosis itrakonazol sebanyak 200-400 mg/hari.
Efek samping
Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti
mual, sakit pada abdominal dan konstipasi. Efek samping lain seperti sakit kepala,
pruritus dan ruam allergi. Efek samping yang lain yaitu kelainan test hati yang
dilaporkan pada 5% pasien yang ditandai dengan peninggian serum transaminase,
ginekomasti dilaporkan terjadi pada 1% pasien yang menggunakan dosis tinggi,
impotensi dan penurunan libido pernah dilaporkan pada pasien yang
mengkonsums itrakonazol dosis tinggi 400 mg /hari atau lebih.
Interaksi obat
Absorbsi itrakonazol akan berkurang jika diberikan bersama dengan obat-
obat yang dapat menurunkan sekresi asam lambung seperti antasid, H2-antagonis,
omeprazol dan lansoprazol. Itrakonazol dan metabolit utamanya merupakan suatu
inhibitor dari sistem enzim human hepatic sitokrom P-450-3A4 sehingga

16
pemberian itrakonazol bersama dengan obat lain yang metabolismenya melalui
sistem tersebut dapat meningkatkan konsentrasi azol, interaksi obat ataupun ke
duanya. Itrakonazol dapat memperpanjang waktu paruh dari obat-obat seperti
terfenadin, astemizol, midazolam, triazolam, lovastatin, simvastatin, cisaprid,
pimozid, quinidin. Itrakonazol juga dapat meningkatkan konsentrasi serum
digoxin, siklosporin, takrolimus dan warfarin.

4. FLUKONAZOL

Flukonazol merupakan suatu hidrofilik darisintetik triazol, terdapat dalam


bentuk oral dan parenteral. Ditemukan pada tahun 1982 dan di perkenalkan
pertama kali di Eropa kemudian di Amerika Serikat.
Mekanisme kerja
Flukonazol mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan triazol lain
yaitu merupakan suatu inhibitor yang poten terhadap biosintesis ergosterol,
bekerja dengan menghambat sistem enzim sitokrom P-450 14--demethylase dan
bersifat fungistatik.
Dosis
Untuk pengobatanorofaringeal kandidosis diberikan dosis 200 mg pada
hari pertama dan selanjutnya 100 mg /hari selama 2 minggu. Oesophageal
kandidosis diberikan dosis 200 mg pada hari pertama dan selanjutnya 100 mg
/hari selama 3 minggu. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis digunakan dosis
tunggal 150 mg. Flukonazol juga efektif terhadap Cryptococcus neoformansdan
merupakan terapi pilihan utama untuk cryptococcal meningitis pada pasien ADIS
diberikan dengan dosis 6 mg/kg BB atau 400 mg /hari untuk berat badan 70 kg.

Efek samping
Efek samping yang sering di jumpai adalah masalah gastrointestinal
seperti mual, muntah, diare, sakit pada abdominal dan juga sakit kepala. Efek
samping lain yaitu hipersensitiviti,agranulositosis, exfoliatif skin disoders seperti
Steven Johnson-sindrom, hepatotoksik, trombositopenia dan efek pada sistem
saraf pusat.
Interaksi obat

17
Flukonazol dapat meningkatkan efek ataulevel dari obat yaitu astemizol,
amitriptilin, kafein, siklosporin, fenitoin, sulfonilureas, terfenadin, theofilin,
warfarin dan zidovudin. Pemberian bersama flukonazol dengan cisapride ataupun
terfenadin merupakan kontra indikasi oleh karenadapat menimbulkan disaritmia
jantung yang serius dan torsade de pointes. Flukonazol juga dapat berinteraksi
dengan tolbutamid, glipizid dan gliburid yang menimbulkan efek hipoglikemi.
Level atau efek flukonazol dapat menurun oleh karbamazepin, isoniazid,
phenobarbital, rifabutin dan rifampin dan akan meningkat oleh simetidin dan
hidroklorothiazid.

5. VORIKONAZOL
Vorikonazol merupakan sintetik triazol yang berasal dari flukonazol dan
tersedia dalam bentuk oral maupun parenteral.
Mekanisme kerja
Vorikonazol merupakan inhibitor yang poten terhadap biosintesis
ergosterol, bekerja pada enzim sitokrom p-450, lanosterol 14--demethylase. Hal
ini menyebabkan berkurangnya ergosterol dan penumpukan methilat sterols yang
mengakibatkan rusaknya struktur dan fungsi membran jamur.
Dosis
Pengobatan intravenous vorikonazol harus di awali dengan 2 loading dose
sebanyak 6 mg/ kg BB dengan jarak 12 jam dan selanjutnya 4 mg/kg BB dengan
interval 12 jam. Setiap dosis harus di infus dengan rata-rata maksimum 3 mg/kg
BB/jam selama periode 1-2 jam. Konsentrasi cairan infus tidak melebihi 5 mg/ml.
Pasien dengan berat badan lebih dari 40 kg dapat diberikan dosis oral sebanyak
200 mg dengan interval 12 jam sedangkan berat badan yang kurang dari 40 kg
dapat diberikan dosis 100 mg dengan interval 12 jam. Obat harus dikonsumsi 1
jam sebelum atau sesudah makan.
Efek samping
Kebanyakan efek samping yang dapat di jumpai pada pasien yaitu demam,
adanya ruam pada kulit, mual, muntah, diare, sakit kepala dan sakit abdominal.
Sekitar 13 % pasien di jumpai peninggian test fungsi hati selama pengobatan.
Interaksi obat
Absorbsi vorikonazol tidak mengalami penurunan jika diberikan bersama

18
dengan obat lain seperti simetidin, ranitidine yang berfungsi mengurangi sekresi
asam lambung. Vorikonazol kurang poten sebagai inhibitor sistim enzim human
hepatik sindrom P-450-3A4 dibandingkan itrakonazol ataupun ketokonazol,
namun vorikonazol dapat meningkatkan konsentrasi serum sirolimus, terfenadin,
astemizol, cisaprid, pimozid dan quinidin sehingga sebaiknya vorikonazol tidak di
konsumsi bersama dengan obat diatas. Vorikonazol dapat menunjukkan penurunan
konsentrasi serum siklosporin dan takrolimus sehingga level dan dosis obat harus
di monitor. Vorikonazol dapat meningkatkan konsentrasi serum warfarin yang
berfungsi sebagai antikoagulan sehinggawaktu protrombin pada pasienyang
mendapat ke dua obat tersebut harus di monitor. Vorikonazol dapat menghambat
metabolisme lovastatin sehingga dosis obat tersebut harus disesuaikan.
Vorikonazol juga dapat meningkatkan konsentrasi tolbutamid dan glipizid yang
menimbulkan efek hipoglikemik. Vorikonazol dapat menghambat
metabolismeanti-HIV protease inhibitor seperti saquinavir, amprenavir dan
nelfenavir sedangkan ritonavir, amprenavir dan saquinavir dapat menghambat
metabolisme golongan azol. Vorikonazol juga sebaiknya tidak diberikan bersama
dengan carbamazepin, phenobarbital, rifabutin dan rifampicin.

F. Pengertian Anti Viral (virus)


Virus merupakan agen infektif kecil yang terdiri dari asam nukleat (DNA
atau RNA ) yang diselubungi oleh beberapa unit protein. Selubung (coat )bersama
dengan asam nukleat dinamakan nukleoplasmit. Beberapa virus mempunyai
lipoprotein envelope yang mengandung glikoprotein viral antigenik. Virus juga
mengandung enzim yang dapat menginisiasi reflikasinya dengan inang. Virus
adalah bukan suatu sel sehingga tidak mempunyai kemampuan metabolisme. Oleh
Kerena itu , virus mengunakan proses metabolism dari sel inangnya. Virus DNA
masuk dalam inti sel (nucleus ) inang, dan langsung berkembang ,menjadi virus
virus baru. Sedangkan virus RNA berkembang menjadi virus- virus baru tampa
melibatkan inti sel inang kecuali virus influenza. Retrovirus RNA (misalnya, HIV,
virus leukimia sel T)mempunyai enzim reverse trancriptase yang dapat
mempunyai copy DNA ( cDNA) dari RNA. cDNA tersebut kemudian mengabung
diri dengan genom sel inang untuk lansung berkembang menjadi virus virus
baru.Sebelum mempelajari obat anti virus, perlu mengetahui dahulu siklus hidup
virus yaitu :

19
1. Virus menempel dan masuk pada sel inangnya
2. Pembukaan lapis yang menyelimuti genom virus adalah sel inang
3. Pembentukan komponen virus dalam sel inang
4. Penyusutan partikel virus
5. Pelepasan virus, penyebaran virus ke sel lainnya

Pada penanganan virus, ada tiga pendekatan yaitu :

1. Vaksinasi, digunakan untuk mencegah penyebaran penyakit .


2. Kemoterapi, digunakan untuk mengobati penyakit oleh virus dan untuk
menghilangkan virus dari tubuh.
3. Merangsang mekanisme restensi dari inang sehingga dapat memperpendek
durasi penyakit.

G. Penggolongan Obat Anti Virus


1. Obat influenza
Obat influenza adalah Amantadin dan Riantadin. Obat tersebut
digunakan untuk pencegahan dan penanganan infeksi influenza tipe H.
pendekatan lain dalam penanganan virus influenza adalah mengeblok
pelepasan virus influenza dari sel terinfeksi oleh neuramidase
inhibitor.neuramidinase merupakan enzim pada permukaan virus, berperan
dalam pelepasan virus dari permukaan sel terinfeksi.
2. Obat anti HIV
Human immunodefisiency virus (HIV) merupakan virus penyebab
AIDS. HIV merupakan retro virus RNA sehingga mampunyai enzim
reverse transcriptase. Obat anti HIV ada dua golongan;
1. Reverse transcriptase inhibitors.
2. Protease inhibitors.
Reverse transcriptase inhibitors(RTIs) beraksi dengan menghambat
DNA dari RNA yang melibatkan enzim reverse transcriptase. Obat
golongan ini dibagi menjadi dua:
a) RTIs nukleosida
b) RTIs non nukleosida
RTIs nukleosida mempunyai struktur menyerupai dimidin dan
adenosine sehingga dapat mengabungkan diri dengan DNA virus selama
proses reverse transcription pada RNA virus. Hal inin menyebabkan
proses elonggasi tidak terjadi. Contoh obat golongan ini adalah Abacavir,
Zidovudin, Zalcitabin, Lamivudin, Stavudin. RTIs non nukleosida
berikatan dengan menghambat proses pembelahan protein inart tertranslasi

20
menjadi protein strukturaldan fungsional pada virus. Oleh karena itu
pembentukan partikal virus baru dicegah pembentukannya.
3. Obat anti virus lain
1. Menghampat penetrasi menuju ke sel inang, misalnya
gammaglobulin.
2. Menghambat proses transcription DNA gemon virus< yaitu DNA
polymerase inhibitor. Conthnya adalah Aciclovir, Ganciclovir,
Teibavir, dan Foscanet
Imunomodulator, misalnya interferon dan imunoglobin. Interferon
beraksi menginduksi enzim dalam ribosom sel inang yang dapat
menginaktivasi mRNA virus. Immunoglobulin melawan envelope virus
secara langsung.

BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Penggolongan Obat Antibiotik atau Anti bakteri :
a) Penghambat sintesis dinding sel bakteri
Golongan B-laktam (azetreonam, sefalosporin,imipenem dan penisilin)
Golongan peptida (basitrasin dan vancomicin)
b) Penghambat sintesis protein (DNA)
(aminoglikosida, kloramfenikol,klindamisin, eritromisin dan tetrasiklin)
c) Antagonis folat
(sulfonamid dan trimetropim)
d) Quinolon dan golongan lain
(quinolon, antiseptik saluran urin)

Penggolongan Obat Anti Fungi (jamur) :


a) Antifungi golongan poliena
b) Antifungi golongan azol
c) Antifungi golongan lainnya

Penggolongan Obat Anti Virus :


a) Obat influenza
b) Obat anti HIV
c) Obat anti virus lain

21
DAFTAR PUSTAKA
Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, Buxon, L., 2008, Pharmacotherapy of
Asthma, In Goodman and Glimans Manual of Pharmacology and
Terapeutics, The McGraw-Hill Companies Inc, Singapore.
Nugroho. A., Endro., 2014, FARMAKOLOGI Obat-obat penting dalam
pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Anonim, 2010, ISO Indonesia, PT ISFI, Jakarta

22

Vous aimerez peut-être aussi