Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan merupakan tugas
utama dari seorang pemimpin (manajer). Pengambilan keputusan (decision making)
diproses oleh pengambilan keputusan (decision maker) yang hasilnya keputusan
(decision). Defenisi-defenisi Pengambilan Keputusan Menurut Beberapa Ahli :
1. G. R. Terry
Pengambilan keputusan dapat didefenisikan sebagai pemilihan alternatif kelakuan
tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.
3. Theo Haiman
Inti dari semua perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu pemilihan cara
bertindak. Dalam hubungan ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak
yang dipilih oleh manajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan
untuk mencapai sasaran dan pemecahan masalah.
5. Chester I. Barnard
Keputusan adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku perorangan dan dalam
gambaran proses keputusan ini secara relative dan dapat dikatakan bahwa
pengertian tingkah laku organisasi lebih penting dari pada kepentingan perorangan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan
adalah proses pemilihan alternatif solusi untuk masalah. Secara umum pengambilan
keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif
solusi yang ada.
Teori rasional komprehensif banyak mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam
berasal dari seorang ahli Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom (1965 , 1964
1959) Lindblom secara tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu
sebenarya tidaklah berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan
terumuskan dengan jelas.
2. Teori Inkremental
Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori
pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus
dipertimbangkan (seperti daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang
sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh
oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari. Pokok-
pokok teori inkremental ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan
untuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang saling terkait
daripada sebagai sesuatu hal yang saling terpisah.
2. Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa altematif
yang langsung berhubungan dengan pokok masalah dan altematif-alternatif
ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marginal bila
dibandingkan dengan kebijaksanaan yang ada sekarang.
3. Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja
yang akan dievaluasi.
4. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan didedifinisikan secara
terarur. Pandangan inkrementalisme memberikan kemungkin untuk
mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana serta sarana dan
tujuan sehingga menjadikan dampak dari masalah itu lebih dapat
ditanggulangi.
5. Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap
masalah. Batu uji bagi keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa
berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu
meskipun tanpa menyepakati bahwa keputusan itu adalah yang paling tepat
sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
6. Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya bersifat perbaikan-
perbaikan kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki
ketidaksempunaan dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalahsosial
yang ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-
tujuan sosial yang sama sekali baru di masa yang akan datang.
Karena para pembuat keputusan itu berada dalam keadaan yang serba tidak pasti
khususnya yang menyangkut akibat-akibat dari tindakan-tindakan mereka di masa
datang, maka keputusan yang bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi resiko
dan biaya yang ditimbulkan oleh suasana ketidakpastian itu Paham inkremental ini
juga cukup rcalistis karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan
sebenamya kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang sumber-sumber lain
yang diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua
altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada
Oleh karena itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan
keputusan cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo,
sehingga merintangi upaya menyempurnakan proses pembuatan keputusan itu
sendiri. Bagi sarjana seperti Dror yang pada dasamya merupakan salah seorang
penganjur teori rasional yang terkemuka model inkremental ini justru
dianggapnya merupakan strategi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara-
negara sedang berkembang, sebab di negara-negara ini perubahan yang kecil-
kecilan (inkremental) tidaklah memadai guna tercapainya hasil berupa perbaikan-
perbaikan besar-besaran.
1. Nilai-nilai Politik
Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif kebijaksanaan yang
dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematil itu bagi partai politiknya atau
bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya.
Keputusan-keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini
bukan mustahil dibuat demi keuntungan politik dan kebijaksanaan dengan
demikian akan dilihat sebagai instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh
politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan dari partai politik atau tujuan
dari kelompok kepentingan yang bersangkutan.
2. Nilai-nilai organisasi
Para pembuat kepurusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam
mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat di
dalamnya Organisasi, semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai
bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya
menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh
organisasi. Sepanjang nilai-nilai semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku
pengambil keputusan dalam organisasi itu kemungkinan akan dipedomani oleh
pertimbangan-pertimbangan semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk
melihat organisasinya tetap lestari, unuk tetap maju atau untuk memperlancar
program-program dan kegiatan-kegiatannya atau atau untuk mempertahankan
kekuasaan dan hak-hak istimewa yang selama ini dinikmati.
3. Nilai-nitai Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejateraan atau kebutuhan fisik atau
kebutuhan finansial reputasi diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan-
oleh para pembuat teputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan. Para
politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang
menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian
perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas
mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang
mengatakan di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang
bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan
pribadinyamisalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa
sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
4. Nilai-nilai Kebijaksanaan
Dari perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita
mempunyai anggapan yang sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa para
pengambil keputusan politik inr semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh
pertimbangan-penimbangan demi keuntungan politik, organisasi atau pribadi.
Sebab, para pembuat keputusan mungkin pula bertindak berdasarkan atas penepsi
mereka terhadap kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai
kebijaksanaan negara apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar. Seorang
wakil rakyat yang mempejuangkan undang-undang hak kebebasan sipil mungkin
akan bertindak sejalan dengan itu karena ia yakin bahwa tindakan itulah yang
secara moral benar, dan bahwa persamaan hak-hak sipil itu memang merupakan
tujuan kebijaksanaan negara yang diinginkan, tanpa mempedulikan bahwa
perjuangan itu mungkin akan menyebabkannya mengalami resiko-resiko politik
yang fatal.
5. Nilai-nilai Ideologis
Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan yang
secara logis saling berkaitan yang mencerminkan gambaran sederhana mengenai
dunia serta berfungsi sebagai pedoman benindak bagi masyarakat yang
meyakininya. Di berbagai negara sedang berkembang di kawasan Asia, Afrika dan
Timur Tengah nasionalisme yang mencerminkan hasrat dari orang-orang atau
bangsa yang bersangkutan untuk merdeka dan menentukan nasibnya sendiri
telah memberikan peran penting dalam mewamai kebijaksanaan luar negeri
maupun dalam negeri mereka. Pada masa gerakan nasional menuju kemerdekaan,
nasionalisme telah berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan semangat
perjuangan bangsa-bangsa di negara-negara sedang berkembang melawan
kekuatan kolonial.
Di Indonesia, ideologi Pancasila setidaknya bila dilihat dari sudut perilaku politik
regim, telah berfungsi sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial dan
ekonomi. Bahkan ideologi ini kerapkali juga dipergunakan sebagai instrumen
pengukur legitimasi bagi partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdul
Wahab, Solichin, 1987).
B) Kesamaan anggota kelompok Keputusan kelompok akan cepat dan mudah dibuat
bila anggota kelompok sama satu dengan yang lain.
A. Perumusan Keputusan
1. Identifikasi masalah
Keputusan diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah. Langkah pertama yang
harus dilakukan oleh pembuat keputusan adalah masalah-masalah apa saja yang
harus diputuskan. Menurut Peter Drucker, seorang eksekutif yang efektif tidak
membuat keputusan untuk setiap masalah. Masalah yang harus mendapat perhatian
adalah masalah-masalah mendasar yang mempunyai dampak luas dan menyeluruh
bagi anggota dan bagi organisasi. Masalah-masalah ini disebut dengan generic
problems. Masalah biasa tidak perlu diputuskan oleh eksekutif, tapi cukup oleh
pimpinan tingkat yang lebih rendah berdasarkan aturan organisasi yang berlaku.
Identifikasi masalah generik ini tidak perlu ditunjang oleh data yang lengkap, sebab
bila data yang lengkap harus terkumpul dahulu, maka tidak akan ada suatu
keputusan. Keputusan dapat dimulai dari judgment rasional dari seorang pemimpin.
2. Perumusan tujuan
Tujuan apakah yang harus dicapai melalui pemecahan suatu masalah? Asumsi dasar
untuk setiap keputusan adalah bahwa suatu keputusan dibuat oleh seorang
pemimpin untuk mencapai tujuan tertentu. Ini berarti tidak hanya masalah yang
dipecahkan saja yang perlu jelas, tapi juga tujuan yang akan dicapainya harus labih
jelas lagi. Kejelasan tujuan ini diperlukan sebagai pedoman untuk menentukan
pilihan-pilihan keputusan yang paling tepat untuk suatu masalah. Keberhasilan suatu
keputusan ditentukan oleh apakah tujuan yang sudah ditetapkan itu akhirnya dapat
dicapai atau tidak. Tujuan untuk masalah-masalah yang generik harus dirumuskan
secara umum dan mendasar, yang kemudian diterjemahkan kedalam tujuan-tijuan
yang lebih operasional yang disebut dengan objektif. Setiap objektif perlu pula
dijabarkan kedalam target-target baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Suatu decision tree perlu dikembangkan sehingga jangkauan dampak dan lingkup
suatu keputusan dapat diketahui dengan jelas.
Secara operasional akhirnya kriteria ini sangat ditentukan oleh pembuat keputusan.
Alternatif solusi yang dipilih mungkin mempunyai resiko tinggi dan sulit
dilaksanakan, tapi dapat membawa perubahan yang diinginkan. Dalam manajemen
acapkali ditemukan suatu alternatif solusi yang sangat mahal yang harus diambil
untuk suatu hasil yang mempunyai nilai sangat tinggi.
5. Penentuan Pilihan Alternatif Solusi (Keputusan)
Penentuan pilihan solusi atau keputusan ini dalam tahapan pembuatan keputusan
merupakan tahapan yang sangat kritis dan sangat menentukan. Pembuat keputusan
atas dasar semua pilihan yang tersedia, dengan berbagai resiko, dampak dan
peluang akhirnya harus sampai pada suatu titik pilihan keputusan. Pilihan ini harus
diambil dengan kecermatan, kejelian, keberanian, tanggung jawab, dan komitmen
yang besar. Tanpa sikap-sikap seperti itu suatu keputusan tidak akan mempunyai
makna apa-apa. Sikap seperti inilah yang menciptakan berbagai dinamika dan
perubahan dalam suatu organisasi.
B. Implentasi Keputusan
1. Legalisasi Keputusan
Langkah ini diperlukan dalam suatu proses pembuatan keputusan sebagai suatu
cara untuk memperoleh keabsahan dan komitmen serta dasar hokum dari suatu
keputusan sehingga seluruh anggota, unsur-unsur pimpinan dan seluruh jajaran
organisasi terikat untuk melaksanakan keputusan itu. Legalisasi ini diwujudkan
berdasarkan ketentuan yang diberlakukan dalam suatu organisasi.
2. Plan of actions
Atas dasar keputusan formal organisasi yang secara hukum memperoleh kekuatan,
maka rancangan oprasional atau plan of action dapat disusun. Plan of action
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Objective dan sasaran operasional
b) Penentuan tugas dan tanggung jawab bagi setiap, personel yang terlibat
c) Mekanisme organisasi dalam melaksanakan keputusan termasuk mekanisme
pengawasan
d) Penentuan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk setiap kegiatan,
termasuk sumber dana
e) Time-line dari langkah awal hingga langkah review dan evaluasi
5. Pengawasan
Pengawasan adalah salah satu unsur yang dapat dimanfaatkan untuk membantu
kelancaran implementasi. Pengawasan ini mencakup pemantauan atau monitoring,
evaluasi dan intervensi untuk meluruskan apa yang ditemui tidak sesuai dengan
ketentuan dan aturan yang telah ditentukan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh
aparat yang ditunjuk untuk itu, atau langsung oleh unsur pimpinan kepada
bawahannya.
a. Rational Approach
Merupakan sebuah pendekatan rasional yang menekankan analisis permasalahan
secara sistematis yang diikuti dengan pemilihan alternatif serta implementasi
keputusan tersebut proses pembuatan keputusan secara individu. Pendekatan ini
merupakan model ideal bagaimana keputusan dibuat dan pada praktiknya
pendekatan ini tidak sepenuhnya dapat dicapai dalam dunia nyata. Menurut model
ini keputusan dibuat melalui 8 tahap, antara lain:
1) Monitor the decision environment
Pada tahap ini, manajer memonitor informasi yang mengindikasikan terjadinya
penyimpangan baik itu informasi yang bersifat internal maupun eksternal.
6) Evaluate alternatives
Pada tahap ini teknik-teknik statistik atau pengalaman pribadi dapat digunakan
untuk mencari alternatif keputusan dengan tingkat keberhasilan tertinggi.
7) Choose the best alternative
Pada tahap ini kemampuan seorang manajer diuji untuk memutuskan alternatif
keputusan mana yang harus dipilih, sehingga ditahap ini akan dihasilkan alternatif
keputusan tunggal sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi.
b. Carnegie Model
Model ini dapat digambarkan sebagai model bounded rationality perspective pada
level organisasi. Model ini menjelaskan pengambilan keputusan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut:
Kelemahan model Carnegie antara lain, terkadang sulit untuk membangun koalisi
yang solid, diskusi dalam tubuh koalisi biasanya memerlukan waktu lama untuk
mencapai suatu kesepakatan dan keputusan yang dihasilkan biasanya hanya
memberikan solusi satisficing, selain itu model ini juga menekankan pentingnya
persetujuan politik (political bargaining) sehingga model Carnegie cocok digunakan
dalam mengidentifikasi masalah yang terjadi di organisasi.
2) Development Phase
Pada fase ini terbentuk beberapa solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang
sebelumnya telah teridentifikasi. Solusi ini terbentuk melalui dua cara, antara lain:
a) Search
Pada cara ini dapat digunakan prosedur dalam mencari alternatif keputusan.
b) Design
Setelah itu dilakukan pemilihan desain solusi yang diinginkan melalui proses trial-
and-error.
3) Selection Phase
Fase dimana terjadi pemilihan solusi. Pemilihan solusi ini dilakukan melalui 3 cara,
pertama penilaian (judgement) dimana para pembuat keputusan melakukan
penilaian terhadap alternatif-alternatif solusi yang ada. Kedua, perundingan
(bargaining), perundingan akan terjadi jika pemilihan solusi melibatkan lebih dari
satu pembuat keputusan, diskusi dan perundingan ini akan berjalan hingga
terbentuk sebuah koalisi seperti yang dijelaskan pada model Carnegie diatas. Ketiga,
pemberian wewenang (authorization) pada tahap ini keputusan akan
disebarluaskan kepada setiap hirarki organisasi hingga level terbawah dari hirarki.
1) Organized anarchy
Yaitu suatu keadaan dimana terjadi tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi,
sehingga terjadi anarki organisasi dimana terjadi penyimpangan otoritas vertikal dari
hirarki serta keputusan birokratik. Anarki organisasi ditandai dengan adanya
perubahan yang cepat dan kolektif terhadap lingkungan birokrasi.
2) Streams of events
Karakteristik lain dari Garbage Can Model adalah proses pengambilan keputusan
yang tidak berurutan dimana seharusnya pengambilan keputusan seharusnya
diawali dengan adanya suatu masalah dan berakhir dengan ditemukannya solusi.
Pengambilan keputusan yang terjadi pada model ini mengikuti aliran sebagai
berikut:
a) Problems
Masalah muncul saat terjadi ketidakpuasan terhadap kinerja.
b) Potential solution
Merupakan gagasan yang dikemukakan seorang karyawan yang tidak selalu
menduduki jabatan seorang manajer.
c) Participants
Partisipan merupakan karyawan organisasi.
d) Choice of opportunities
Merupakan saat dimana organisasi memiliki peluang dan harus membuat keputusan.
3) Consequences
Gargbage can model memiliki 4 macam konsekuensi, antara lain:
a) Solusi dapat saja terbentuk meskipun organisasi tidak sedang mengalami
masalah.
b) Pilihan dapat ditentukan meskipun terkadang tidak memecahkan
permasalahan.
c) Permasalahan dapat berlarut-larut, karena partisipan terbiasa dengan masalah
yang terjadi dan menyerah untuk menyelesaikannya.
d) Tidak semua masalah dapat terpecahkan.
Garbage can model cocok untuk digunakan pada pengambilan keputusan pada
keadaaan problematik dengan informasi mengenai permasalahan yang sangat
minim.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono.2011. Teori Pengambilan Keputusan, http:// Mulyono. Blogspot.com,
diaksek 10 Desember 2012
Anneahira.2011. Pengambilan Keputusan. Hhtp://Anneahira.Blogspot.com, diakses
10 Desember 2012
http://astaqauliyah.com/2005/04/teori-teori-pengambilan-keputusan/
http://icecube.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2010/07/13/pengambilan-keputusan/
Covey, Stephen R. (1991). The 7 Habbits of Highly Effective People New York: A
Fireside Book. Duke, Daniel L., and Canady, Robert L. (1991). School Policy. New
York: McGraw Hill, Inc.
Hargreaves, Andy., and Reynolds, David. (1989). Educational Politicies: Controversies
and Qritiques. Wiltshere: The Falmer Press.
Hough, J.R. (1984). Educational Policy. New York: st. Martins Press.
Kami, Michael J. (1988). Trigger Points. Singapore: McGraw Hill International Editions.
Kanter, Rosabeth M. (1989). When Giants Learn to Dance. New York: A Touchstone
Book. Putman, Linda L., and Pacanowsky, Michael E. (1983). Communication and
Organization. Beverly Hills: Sage Publication, Inc.
Water, Dan. (1991). 21st Century Management. Singapore: Prentice Hall.