Vous êtes sur la page 1sur 17

Pemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan (Decision Making)

PENDAHULUAN

Kehidupan sehari-hari kita sebenarnya adalah kehidupan yang selalu bergumul


dengan keputusan. Keputusan merupakan kesimpulan terbaik yang diperoleh
setelah mengevaluasi berbagai alternatif. Di dalam arti tersebut, terkandung unsur
situasi dasar, peluang munculnya situasi dasar, dan aktifitas pencapaian keputusan.
Secara rasional kesimpulan tersirat dalam premis-premis sehingga hanya
kepentingan perumusan saja. Walaupun berbagai literatur yang memandang
keputusan sebagai proses menampilkan tersurat kata keputusan di dalam modelnya.
Kajian tentang keputusan juga banyak berbasis metode. Basis kajian tersebut,
dipandang lebih menarik daripada domain pengambilan keputusan itu sendiri.
Berdasarkan kajian metode, keputusan terpecah menjadi empat, yaitu, metode
keputusan rasional, metode keputusan tawar menawar, metode keputusan
agregatif, dan metode keputusan keranjang sampah. Sehubungan dengan
pendekatan metode berbagai aliran pun dapat sesuai untuk mengkaji keputusan.
Aliran-aliran yang dimaksudkan adalah birokratik, manajemen saintifik, hubungan
kemanusiaan, rasionalitas ekonomi, kepuasan dan analisis sistem.

Dengan demikian pengetahuan alternatif model, metode, aliran digunakan untuk


penentuan pegangan sendiri. Seperti berkenaan dengan ini saya sendiri lebih
menyukai cukup tiga aktifitas saja untuk sampai pada keputusan,yaitu: kehadiran
tujuan, aktifitas pencarian informasi atau alternatif, dan aktifitas evaluasi alternatif.
Banyak sedikitnya informasi yang dilakukan mempengaruhi kecepatan dan
kerumitan pengambilan keputusan. Untuk membeli sebuah ballpoint tidak sama
kecepatan dan kerumitan pengambilan keputusannya dengan membeli pesawat
terbang pribadi untuk memahami lebih jauh lagi mengenai pengambilan keputusan
itu,bagaiamana model-model pengambilan keputusan,kriteria pengambilan
keputusan maka akan dijelaskan lebih jauh dalam makalah ini.

PEMBAHASAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan merupakan tugas
utama dari seorang pemimpin (manajer). Pengambilan keputusan (decision making)
diproses oleh pengambilan keputusan (decision maker) yang hasilnya keputusan
(decision). Defenisi-defenisi Pengambilan Keputusan Menurut Beberapa Ahli :

1. G. R. Terry
Pengambilan keputusan dapat didefenisikan sebagai pemilihan alternatif kelakuan
tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.

2. Harold Koontz dan Cyril ODonnel


Pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai
sesuatu cara bertindak adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan
tidak ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk
atau reputasi yang telah dibuat.

3. Theo Haiman
Inti dari semua perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu pemilihan cara
bertindak. Dalam hubungan ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak
yang dipilih oleh manajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan
untuk mencapai sasaran dan pemecahan masalah.

4. Drs. H. Malayu S.P Hasibuan


Pengambilan keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari
sejumlah alternative untuk melakukan aktifitas-aktifitas pada masa yang akan datang.

5. Chester I. Barnard
Keputusan adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku perorangan dan dalam
gambaran proses keputusan ini secara relative dan dapat dikatakan bahwa
pengertian tingkah laku organisasi lebih penting dari pada kepentingan perorangan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan
adalah proses pemilihan alternatif solusi untuk masalah. Secara umum pengambilan
keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif
solusi yang ada.

TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

1. Teori Rasional Komprehensif


Teori pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang banyak
diterima oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif. Unsur-unsur utama
dari teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat


dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-
masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain.
Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang mempedomani pembuat
keputusan amat jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya sesuai dengan
urutan kepentingannya
Berbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara
saksama.
Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditmbulkan oleh setiap altenatif Yang
diPilih diteliti.
Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya, dapat
diperbandingkan dengan alternatif-altenatif lainnya.
Pembuat keputusan akan memilih alternatif dan akibat-akibatnya yang dapat
memaksimasi tercapainya tujuan, nilai atau Sasaran yang telah digariskan.

Teori rasional komprehensif banyak mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam
berasal dari seorang ahli Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom (1965 , 1964
1959) Lindblom secara tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu
sebenarya tidaklah berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan
terumuskan dengan jelas.

Lebih lanjut, pembuat keputusan kemungkinan juga sulit untuk memilah-milah


secara tegas antara nilai-nilainya sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat.
Asumsi penganjur model rasionar bahwa antara fakta-fakta dan nilai-nilai dapat
dengan mudah dibedakan, bahkan dipisahkan, tidak pemah terbukti dalam
kenyataan sehari-hari. Akhirnya, masih ada masalah yang disebut ,,sunk_cost,,.
Keputusan-keputusan, kesepakatan-kesepakatan dan investasi terdahulu dalam
kebijaksanaan dan program-program yang ada sekarang kemungkinan akan
mencegah pembuat keputusan untuk membuat keputusan yang berbeda sama
sekali dari yang sudah ada. Untuk konteks negara-negara sedang berkembang,
menurut Rs. Milne (1972), model irasionar komprehensif ini jelas tidak akan muduh
diterapkan. Sebabnya ialah: informasi/data statistik tidak memadai ; tidak
memadainya perangkat teori yang siap pakai untuk kondisi- kondisi negara sedang
berkembang ; ekologi budaya di mana sistem pembuatan keputusan itu beroperasi
juga tidak mendukung birokrasi di negara sedang-berkembang umumnya dikenal
amat lemah dan tidak sanggup memasok unsur-unsur rasionar dalam pengambilan
keputusan.

2. Teori Inkremental
Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori
pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus
dipertimbangkan (seperti daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang
sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh
oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari. Pokok-
pokok teori inkremental ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan
untuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang saling terkait
daripada sebagai sesuatu hal yang saling terpisah.
2. Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa altematif
yang langsung berhubungan dengan pokok masalah dan altematif-alternatif
ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marginal bila
dibandingkan dengan kebijaksanaan yang ada sekarang.
3. Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja
yang akan dievaluasi.
4. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan didedifinisikan secara
terarur. Pandangan inkrementalisme memberikan kemungkin untuk
mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana serta sarana dan
tujuan sehingga menjadikan dampak dari masalah itu lebih dapat
ditanggulangi.
5. Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap
masalah. Batu uji bagi keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa
berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu
meskipun tanpa menyepakati bahwa keputusan itu adalah yang paling tepat
sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
6. Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya bersifat perbaikan-
perbaikan kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki
ketidaksempunaan dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalahsosial
yang ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-
tujuan sosial yang sama sekali baru di masa yang akan datang.

Keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan


produk dari saling memberi dan menerima dan saling percaya di antara pelbagai
pihak yang terlibat dalam proses keputusan tersebut. Dalam masyarakat yang
strukturnya majemuk paham lnkremental ini secara politis lebih aman karena akan
lebih gampang untuk mencapai kesepakatan apabila masalah-masalah yang
diperdebatkan oleh berbagai kelompok yang terlibat hanyalah bersifat upaya untuk
memodifikasi terhadap program-program yang sudah ada daripada jika hal tersebut
menyangkut isu-isu kebijaksanaan mengenai perubahan-perubahan yang radikal
yang memiliki sifat ambil semua atau tidak sama sekali.

Karena para pembuat keputusan itu berada dalam keadaan yang serba tidak pasti
khususnya yang menyangkut akibat-akibat dari tindakan-tindakan mereka di masa
datang, maka keputusan yang bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi resiko
dan biaya yang ditimbulkan oleh suasana ketidakpastian itu Paham inkremental ini
juga cukup rcalistis karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan
sebenamya kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang sumber-sumber lain
yang diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua
altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada

3. Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning Theory)


Penganjur teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai Etzioni. Etzioni setuju
terhadap kritik-kritik para teoritisi inkremental yang diarahkan pada teori rasional
komprehensif, akan tetapi ia juga menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang
terdapat pada teori inkremental. Misalnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh
pembuat keputusan penganut model inkremental akan lebih mewakili atau
mencerminkan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang kuat dan
mapan serta kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingannya
dalam masyarakat, sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok
yang lemah dan yang secara politis tidak mampu mengorganisasikan
kepentingannya praktis akan terabaikan.

Lebih lanjut dengan memusatkan perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangka


pendek dan hanya berusaha untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada sekarang, maka model inkremental
cenderung mengabaikan peluang bagi perlunya pembaruan sosial (social inovation)
yang mendasar.

Oleh karena itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan
keputusan cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo,
sehingga merintangi upaya menyempurnakan proses pembuatan keputusan itu
sendiri. Bagi sarjana seperti Dror yang pada dasamya merupakan salah seorang
penganjur teori rasional yang terkemuka model inkremental ini justru
dianggapnya merupakan strategi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara-
negara sedang berkembang, sebab di negara-negara ini perubahan yang kecil-
kecilan (inkremental) tidaklah memadai guna tercapainya hasil berupa perbaikan-
perbaikan besar-besaran.

Model pengamatan terpadu juga memperhitungkan tingkat kemampuan para


pembuat keputusan yang berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa
semakin besar kemampuan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan
kekuasaannya guna mengimplementasikan keputusan-keputusan mereka, semakin
besar keperluannya untuk melakukan scanning dan semakin menyeluruh scanning
itu, semakin efektif pengambilan keputusan tersebul Dengan demikian, moder
pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang
menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif dan moder
inkremental dalam proses pengambilan keputusan.

KRITERIA PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Menurut konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman
perilaku para pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat)
kategori, yaitu:

1. Nilai-nilai Politik
Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif kebijaksanaan yang
dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematil itu bagi partai politiknya atau
bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya.
Keputusan-keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini
bukan mustahil dibuat demi keuntungan politik dan kebijaksanaan dengan
demikian akan dilihat sebagai instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh
politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan dari partai politik atau tujuan
dari kelompok kepentingan yang bersangkutan.
2. Nilai-nilai organisasi
Para pembuat kepurusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam
mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat di
dalamnya Organisasi, semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai
bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya
menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh
organisasi. Sepanjang nilai-nilai semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku
pengambil keputusan dalam organisasi itu kemungkinan akan dipedomani oleh
pertimbangan-pertimbangan semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk
melihat organisasinya tetap lestari, unuk tetap maju atau untuk memperlancar
program-program dan kegiatan-kegiatannya atau atau untuk mempertahankan
kekuasaan dan hak-hak istimewa yang selama ini dinikmati.

3. Nilai-nitai Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejateraan atau kebutuhan fisik atau
kebutuhan finansial reputasi diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan-
oleh para pembuat teputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan. Para
politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang
menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian
perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas
mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang
mengatakan di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang
bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan
pribadinyamisalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa
sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.

4. Nilai-nilai Kebijaksanaan
Dari perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita
mempunyai anggapan yang sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa para
pengambil keputusan politik inr semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh
pertimbangan-penimbangan demi keuntungan politik, organisasi atau pribadi.
Sebab, para pembuat keputusan mungkin pula bertindak berdasarkan atas penepsi
mereka terhadap kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai
kebijaksanaan negara apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar. Seorang
wakil rakyat yang mempejuangkan undang-undang hak kebebasan sipil mungkin
akan bertindak sejalan dengan itu karena ia yakin bahwa tindakan itulah yang
secara moral benar, dan bahwa persamaan hak-hak sipil itu memang merupakan
tujuan kebijaksanaan negara yang diinginkan, tanpa mempedulikan bahwa
perjuangan itu mungkin akan menyebabkannya mengalami resiko-resiko politik
yang fatal.

5. Nilai-nilai Ideologis
Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan yang
secara logis saling berkaitan yang mencerminkan gambaran sederhana mengenai
dunia serta berfungsi sebagai pedoman benindak bagi masyarakat yang
meyakininya. Di berbagai negara sedang berkembang di kawasan Asia, Afrika dan
Timur Tengah nasionalisme yang mencerminkan hasrat dari orang-orang atau
bangsa yang bersangkutan untuk merdeka dan menentukan nasibnya sendiri
telah memberikan peran penting dalam mewamai kebijaksanaan luar negeri
maupun dalam negeri mereka. Pada masa gerakan nasional menuju kemerdekaan,
nasionalisme telah berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan semangat
perjuangan bangsa-bangsa di negara-negara sedang berkembang melawan
kekuatan kolonial.

Di Indonesia, ideologi Pancasila setidaknya bila dilihat dari sudut perilaku politik
regim, telah berfungsi sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial dan
ekonomi. Bahkan ideologi ini kerapkali juga dipergunakan sebagai instrumen
pengukur legitimasi bagi partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdul
Wahab, Solichin, 1987).

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN


A) Komposisi kelompok. Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun
komposisi kelompok.
1. Penerimaan tujuan umum; mempengaruhi kerjasama dan tukar informasi
2. Pembagian (divisibilitas) tugas kelompok; tidak semua tugas dapat dibagi
3. Komunikasi dan status struktur; biasanya yang osisinya tertinggi paling
mendominasi dalam kelompok.
4. Ukuran kelompok; semakin besar kelompok semakin menyebar opini,
konsekuensinya adalah semakin lemah partisipasi individu dalam kelompok tersebut.

B) Kesamaan anggota kelompok Keputusan kelompok akan cepat dan mudah dibuat
bila anggota kelompok sama satu dengan yang lain.

C) Pengaruh (pengkutuban) polarisasi kelompok. Seringkali keputusan yang dibuat


kelompok lebih ekstrim dibandingkan keputusan individu. Hal itu disebabkan karena
adanya perbadingan sosial. Tidak semua orang berada di atas rata-rata. Oleh karena
itu untuk mengimbanginya perlu dibuat keputusan yang jauh dari pendapat orang
tersebut.

PRINSIP DAN PROSES PEMBUATAN KEPUTUSAN


Pembuatan keputusan mengenal berbagai prinsip dasar sehingga baik dalam
tahapan perumusan maupun implementasinya pembuatan keputusan tersebut
memenuhi syarat sebagai alat manajemen yang dapat memberikan panduan bagi
anggota dalam bertindak dan berprilaku. Adapun Prinsip-Prinsip tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Keputusan pada dasarnya ditujukan untuk memecahkan masalah, karena itu
setiap alternatif solusi hendaknya tepat untuk masalah yang dituju.
2. Setiap keputusan hendaknya merupakan alternatif terbaik dengan resiko yang
amat minial.
3. Keputusan hendaknya sudah mempertimbangkan lingkup dan resiko secara
sistematik dan sistemik.
4. Keputusan hendaknya tidak berada diluar zona of acceptance manusia.
5. Keputusan yang efektif adalah keputusan yang dapat dilaksanakan.
6. Keputusan hendaknya memecahkan masalah yang generik bukan masalah
yang oprasional teknis.
7. Pembuatan Keputusan terdiri dari tahap perumusan keputusan dan
implementasi keputusan.
8. Pembuatan keputusan hendaknya menghasilkan suatu hasil yang dapat
diukur.
9. keputusan tidak selalu harus dimulai dari data, tapi dari judgement.

Keseluruhan prinsip di atas dapat dijadikan dasar dalam setiap pembuatan


keputusan. Dengan menerapkan prinsip tersebut pembuat keputusan dapat
terhindar dari berbagai kesalahan dalam menggunakan pembuatan keputusan. Ini
mengandung arti bahwa kekacauan manajemen yang acap kali disebabkan oleh
pembuatan keputusan yang tidak didasarkan kepada prinsip yang tepat dapat
dihindari. Proses pembuatan keputusan terdiri dari dua tahapan yaitu: tahapan
perumusan keputusan dan tahapan implementasi keputusan. Setiap tahapan terdiri
dari berbagai langkah atau kegiatan yang secara sistematik dan runtun perlu diikuti
oleh setiap pembuat keputusan. Keseluruhan rincian tahapan dan kegiatan
pembuatan keputusan tersebut tercantum di bawah ini.

A. Perumusan Keputusan

1. Identifikasi masalah
Keputusan diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah. Langkah pertama yang
harus dilakukan oleh pembuat keputusan adalah masalah-masalah apa saja yang
harus diputuskan. Menurut Peter Drucker, seorang eksekutif yang efektif tidak
membuat keputusan untuk setiap masalah. Masalah yang harus mendapat perhatian
adalah masalah-masalah mendasar yang mempunyai dampak luas dan menyeluruh
bagi anggota dan bagi organisasi. Masalah-masalah ini disebut dengan generic
problems. Masalah biasa tidak perlu diputuskan oleh eksekutif, tapi cukup oleh
pimpinan tingkat yang lebih rendah berdasarkan aturan organisasi yang berlaku.
Identifikasi masalah generik ini tidak perlu ditunjang oleh data yang lengkap, sebab
bila data yang lengkap harus terkumpul dahulu, maka tidak akan ada suatu
keputusan. Keputusan dapat dimulai dari judgment rasional dari seorang pemimpin.
2. Perumusan tujuan
Tujuan apakah yang harus dicapai melalui pemecahan suatu masalah? Asumsi dasar
untuk setiap keputusan adalah bahwa suatu keputusan dibuat oleh seorang
pemimpin untuk mencapai tujuan tertentu. Ini berarti tidak hanya masalah yang
dipecahkan saja yang perlu jelas, tapi juga tujuan yang akan dicapainya harus labih
jelas lagi. Kejelasan tujuan ini diperlukan sebagai pedoman untuk menentukan
pilihan-pilihan keputusan yang paling tepat untuk suatu masalah. Keberhasilan suatu
keputusan ditentukan oleh apakah tujuan yang sudah ditetapkan itu akhirnya dapat
dicapai atau tidak. Tujuan untuk masalah-masalah yang generik harus dirumuskan
secara umum dan mendasar, yang kemudian diterjemahkan kedalam tujuan-tijuan
yang lebih operasional yang disebut dengan objektif. Setiap objektif perlu pula
dijabarkan kedalam target-target baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Suatu decision tree perlu dikembangkan sehingga jangkauan dampak dan lingkup
suatu keputusan dapat diketahui dengan jelas.

3. Identifikasi Alternatif Solusi


Alternatif solusi atau pemecahan untuk suatu masalah sangat penting karena setiap
masalah tidak mungkin dipecahkan hanya oleh suatu cara pemecahan saja.
Alternatif-alternatif ini diperlukan untuk sampai kepada pilihan keputusan yang tepat
dengan resiko yang sangat minimal. Identifikasi alternatif solusi ini ditentukan oleh:
latar belakang pendidikan, pengalaman hidup, tingkat kecerdasan, kemampuan
antisipatif, kemampuan berfikir kedepan, imaginasi, cita-cita, kreativitas, dan
kemampuan untuk melihat secara jeli setiap resiko dan dampak serta peluang yang
mungkin diciptakan oleh suatu alternatif keputusan tertentu.

4. Penentuan Kriteria Pemilihan Alternatif Solusi


Kriteria suatu alternatif pemecahan sangat sulit dikembangkan secara pasti, karena
sangat bergantung kepada kondisi dan visi pembuat dan pelaksana keputusan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Namun demikian kriteria umum
dapat diungkap seperti dibawah ini:
a) Alternatif solusi itu harus tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
b) Altertnatif solusi itu harus jelas dampak, resiko dan peluang yang mungkin
diciptakan
c) Alternatif solusi itu harus feasible untuk dilaksanakan
d) Alternatif solusi itu harus tidak bertentangan dengan nilai, etika, moral yang
dipegang oleh anggota organisasi dan oleh organisasi.
e) Alternatif solusi itu harus membawa perubahan bagi organisasi menuju yang
lebih baik dari keadaan sekarang.

Secara operasional akhirnya kriteria ini sangat ditentukan oleh pembuat keputusan.
Alternatif solusi yang dipilih mungkin mempunyai resiko tinggi dan sulit
dilaksanakan, tapi dapat membawa perubahan yang diinginkan. Dalam manajemen
acapkali ditemukan suatu alternatif solusi yang sangat mahal yang harus diambil
untuk suatu hasil yang mempunyai nilai sangat tinggi.
5. Penentuan Pilihan Alternatif Solusi (Keputusan)
Penentuan pilihan solusi atau keputusan ini dalam tahapan pembuatan keputusan
merupakan tahapan yang sangat kritis dan sangat menentukan. Pembuat keputusan
atas dasar semua pilihan yang tersedia, dengan berbagai resiko, dampak dan
peluang akhirnya harus sampai pada suatu titik pilihan keputusan. Pilihan ini harus
diambil dengan kecermatan, kejelian, keberanian, tanggung jawab, dan komitmen
yang besar. Tanpa sikap-sikap seperti itu suatu keputusan tidak akan mempunyai
makna apa-apa. Sikap seperti inilah yang menciptakan berbagai dinamika dan
perubahan dalam suatu organisasi.

B. Implentasi Keputusan
1. Legalisasi Keputusan
Langkah ini diperlukan dalam suatu proses pembuatan keputusan sebagai suatu
cara untuk memperoleh keabsahan dan komitmen serta dasar hokum dari suatu
keputusan sehingga seluruh anggota, unsur-unsur pimpinan dan seluruh jajaran
organisasi terikat untuk melaksanakan keputusan itu. Legalisasi ini diwujudkan
berdasarkan ketentuan yang diberlakukan dalam suatu organisasi.

2. Plan of actions
Atas dasar keputusan formal organisasi yang secara hukum memperoleh kekuatan,
maka rancangan oprasional atau plan of action dapat disusun. Plan of action
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Objective dan sasaran operasional
b) Penentuan tugas dan tanggung jawab bagi setiap, personel yang terlibat
c) Mekanisme organisasi dalam melaksanakan keputusan termasuk mekanisme
pengawasan
d) Penentuan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk setiap kegiatan,
termasuk sumber dana
e) Time-line dari langkah awal hingga langkah review dan evaluasi

3. Sosialisasi dan Komunikasi


Langkah ini dipandang strategis untuk memasyarakatkan keputusan agar setiap
orang memahami dalam rangka memenangkan dukungan untuk upaya yang
mengandung pembaharuan. Tujuan yang perlu dicapai adalah support atau
dukungan dari segenap anggota atau masyarakat organisasi terhadap upaya yang
akan dilaksanakan. Sosialisasi dan komunikasi ini harus dirancang secara sistematik
untuk menciptakan kondisi dan suasana yang favourable. Kritikan dan resistansi
harus diantisipasi dan langkah-langkah penanggulangannya sudah harus disiapkan.
Keseluruhan jalur komunikasi organisasi dan media teknologi yang diperlukan harus
dimobilisir sedemikian rupa sehingga suasana yang favourable itu dapat diciptakan.
Winning the support dari masyarakat begitu penting untuk ikut mendorong
terwujudnya hasil yang diharapkan.
4. Action
Tahapan ini merupakan titik tumpu untuk keberhasilan tahapan implementasi
keputusan. Tahapan action ini merupakan putting thing into practice. Keseluruhan
persiapan termasuk mekanisme organisasi yang telah disusun dicoba untuk bekerja
melaksanakan keputusan yang telah diambil. Koordinasi, Komunikasi, dan kerja sama
adalah kunci dari kelancaran proses implementasi ini Dalam pelaksanaan action ini
ada beberapa hal yang kritis yaitu: organisasi, personnel, dan dana dalam suatu
interaksi manajemen. Unsur kemampuan pimpinan untuk menggerakan rancangan
adalah sangat penting. Pada awal action tentu akan ditemui berbagai kesulitan,
pada langkah awal inilah diperlukan kesiapan seluruh aparat eksekutif untuk selalu
siaga dalam menangani berbagai kesulitan yang muncul.

5. Pengawasan
Pengawasan adalah salah satu unsur yang dapat dimanfaatkan untuk membantu
kelancaran implementasi. Pengawasan ini mencakup pemantauan atau monitoring,
evaluasi dan intervensi untuk meluruskan apa yang ditemui tidak sesuai dengan
ketentuan dan aturan yang telah ditentukan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh
aparat yang ditunjuk untuk itu, atau langsung oleh unsur pimpinan kepada
bawahannya.

6. Review dan evaluasi


Review adalah kaji ulang setiap langkah dan tahapan yang telah dilaksanakan
sedangkan evaluasi adalah proses penilaian untuk mengetahui tingkat efisiensi dan
efektivitas manajemen dalam rangka melaksanakan keputusan. Kegiatan ini tidak
harus menunggu hingga keseluruhan langkah implementasi selesai, tapi dapat
dilaksanakan secara terjadwal dan kontinue dalam rintangan waktu yang telah
ditentukan. Dengan sistem review dan evaluasi seperti ini keseluruhan gambaran
proses implementasi dapat di ketahui tingkat kemajuannya, kesulitannya dan
hambatannya, karena itu langkah-langkah teknis untuk mengatasi semua persoalan
dapat disusun secara sistemik dan sistematik.

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN


A. Model Pengambilan Keputusan dalam Keadaan Kepastian (Certainty).
Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) hanya
mempunyai satu hasil (pay off tunggal). Model ini disebut juga Model
Kepastian/ Deterministik.
B. Model Pengambilan Keputusan dalam kondisi Berisiko (Risk).
Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai
sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil
probabilitasnya dapat diperhitungakan atau dapat diketahui. Model
Keputusan dengan Risiko ini disebut juga Model Stokastik.
C. Model Pengambilan Keputusan dengan Ketidakpastian (Uncertainty).
Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai
sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil
probabilitasnya tidak dapat diketahui/ditentukan. Model Keputusan dengan
kondisi seperti ini adalah situasi yang paling sulit untuk pengambilan
keputusan. (Kondisi yang penuh ketidakpastian ini relevan dengan apa yang
dipelajari dalam Game Theory)

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN INDIVIDU (INDIVIDUAL DECISION MAKING)

Proses pembuatan keputusan individu yang dihasilkan oleh manager dapat


dibedakan menjadi dua macam, pertama rational approach pendekatan ini
menuntut manajer untuk membuat keputusan dan kedua adalah bounded
rationality perspective yang menjelaskan bagaimana keputusan dibuat dibawah
keterbatasan waktu dan sumber daya.

a. Rational Approach
Merupakan sebuah pendekatan rasional yang menekankan analisis permasalahan
secara sistematis yang diikuti dengan pemilihan alternatif serta implementasi
keputusan tersebut proses pembuatan keputusan secara individu. Pendekatan ini
merupakan model ideal bagaimana keputusan dibuat dan pada praktiknya
pendekatan ini tidak sepenuhnya dapat dicapai dalam dunia nyata. Menurut model
ini keputusan dibuat melalui 8 tahap, antara lain:
1) Monitor the decision environment
Pada tahap ini, manajer memonitor informasi yang mengindikasikan terjadinya
penyimpangan baik itu informasi yang bersifat internal maupun eksternal.

2) Define the decision problem


Pada tahap ini dilakukan identifikasi detail dari permasalahan yang terjadi.

3) Specify decision objectives


Pada tahap ini manajer menentukan apa yang ingin dicapai oleh keputusan yang
akan dibuat.

4) Diagnose the problem


Di tahap ini manajer menelusuri lebih lanjut serta menganalisa apa yang menjadi
sumber permasalahan.

5) Develop alternative solutions


Manajer mengemukakan tidak hanya satu alternatif keputusan dalam menangani
masalah.

6) Evaluate alternatives
Pada tahap ini teknik-teknik statistik atau pengalaman pribadi dapat digunakan
untuk mencari alternatif keputusan dengan tingkat keberhasilan tertinggi.
7) Choose the best alternative
Pada tahap ini kemampuan seorang manajer diuji untuk memutuskan alternatif
keputusan mana yang harus dipilih, sehingga ditahap ini akan dihasilkan alternatif
keputusan tunggal sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi.

8) Implement the chosen alternative


Pada tahap ini manager mulai menggunakan kemampuan persuasif dan
administratif manjerial yang dimilikinya. Manajer juga dituntut untuk memberikan
arahan guna menjamin keputusan yang diambil dilaksanakan dengan baik.

b. Bounded Rationality Perspective


Pendekatan proses pengambilan keputusan secara rasional sangat sulit dilakukan
karena pada kenyataannya manajer dalam dunia nyata dituntut untuk melakukan
pengambilan keputusan yang cepat, sehingga dalam pengambilan keputusan
manajer akan terbatasi oleh waktu, faktor internal dan eksternal serta sifat alamiah
suatu permasalahan yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya suatu analisa
menyeluruh terhadap permasalahan tersebut. Hal ini menjadikan pengambilan
keputusan secara rasional menjadi terbatasi (bounded rationality perspective).
Pengambilan keputusan menggunakan pendekatan ini umumnya lebih
menekankan pada aspek intuisi, pengalaman dan penilaian (judgement)
dibandingkan dengan langkah-langkah logis. Intuisi tidak selalu bersifat irasional,
karena intuisi didasarkan atas pengalaman bertahun-tahun dari seorang manajer
terhadap pekerjaannya yang telah tersimpan di alam bawah sadarnya. Intuisi akan
menghasilkan keberanian serta firasat mengenai alternatif keputusan mana yang
diperkirakan dapat memecahkan permasalahan, sehingga intuisi akan
mempersingkat waktu dalam pengambilan keputusan.

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN ORGANISASI


Pada level organisasi keputusan yang dibuat umumnya tidak berasal dari satu
manajer tapi merupakan kombinasi keputusan yang melibatkan seluruh manajer
pada suatu organisasi. Berdasarkan penelitian terdapat 4 macam proses
pengambilan keputusan pada level organisasi, yaitu: Perspective Management
science approach, Carniege model, Incremental decision proses model, Garbage can
model.

a. Management Science Approach


Pendekatan manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai pendekatan
rasional pengambilan keputusan pada level organisasi. Pendekatan ini merupakan
alat yang baik dalam proses pengambilan keputusan organisasi, terutama jika
permasalahan yang terjadi dapat dianalisa serta variabel permasalahan dapat di
identifikasi serta terukur. Kelemahan model ini adalah tidak banyak permasalahan
dengan data kuantitatif yang memadai dan proses penyampaian tacit knowledge
(pengetahuan yang dimiliki setiap manajer) umumnya sukar dilakukan. Keputusan
yang dihasilkan menggunakan pendekatan ini dapat berupa kesimpulan kualitatif,
kuantitatif atau kombinasi keduanya.

b. Carnegie Model
Model ini dapat digambarkan sebagai model bounded rationality perspective pada
level organisasi. Model ini menjelaskan pengambilan keputusan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut:

1) Adanya ketidakpastian karena terbatasnya informasi yang dapat diperoleh


manajer serta konflik kepentingan yang terjadi karena setiap manajer memiliki
tujuan, opini, nilai, serta pengalaman yang berbeda-beda akan mendorong
terjadinya koalisi antar manajer.
2) Koalisi akan dibutuhkan selama proses pengambilan keputusan karena:
a) Ambiguitas tujuan organisasi dan inkonsistensi tujuan dari departemen
operasi.
b) Manajer tidak memiliki waktu, sumber daya serta kapasitas mental untuk
mengidentifikasi setiap dimensi serta memproses seluruh informasi yang
relevan dengan keputusan yang akan dibuat.
Terbentuknya koalisi antar manajer memungkin kan terjadinya diskusi, interpretasi
tujuan serta permasalahan, tukar pendapat, menentukan prioritas masalah, serta
dukungan secara sosial terhadap permasalahan beserta solusinya.

3) Koalisi akan mempermudah pencarian solusi untuk mengatasi permasalahan


yang ada.
4) Solusi yang ada akan menghasilkan keputusan yang akan memberikan solusi
memuaskan (satisficing) dan bukan solusi optimal bagi organisasi. Hal ini terjadi
karena adanya problemistic search, yaitu kondisi dimana manajer terpaku pada
lingkungan koalisi yang terbentuk sehingga mereka hanya mengharapkan solusi
yang secepatnya dapat memecahkan masalah tanpa mempertimbangkan
optimalisasi organisasi.

Kelemahan model Carnegie antara lain, terkadang sulit untuk membangun koalisi
yang solid, diskusi dalam tubuh koalisi biasanya memerlukan waktu lama untuk
mencapai suatu kesepakatan dan keputusan yang dihasilkan biasanya hanya
memberikan solusi satisficing, selain itu model ini juga menekankan pentingnya
persetujuan politik (political bargaining) sehingga model Carnegie cocok digunakan
dalam mengidentifikasi masalah yang terjadi di organisasi.

c. Incremental Decision Process Model


Model ini pengambilan keputusan ini menyerupai dengan model pengambilan
keputusan secara Carnegie, yang menekankan lebih detail pada tahapan mulai dari
identifikasi masalah hingga solusinya, namun kurang menekankan pada faktor sosial
dan politik. Tahapan pengambilan keputusan dapat dijabarkan melalui 3 fase, yaitu:
1) Identification Phase
Fase identifikasi ini diawali dengan rekognisi, yaitu suatu keadaan dimana para
manajer menjadi sadar akan adanya masalah dan perlunya mengambil suatu
keputusan. Rekognisi pada umumnya distimulasi oleh adanya masalah yang
tercermin dari perubahan lingkungan eksternal organisasi sehingga terjadi
penurunan kinerja. Kemudian, setelah rekognisi manajer akan melalui langkah
selanjutnya, yakni diagnosis dimana terjadi pengumpulan informasi yang
dibutuhkan untuk menjelaskan masalah yang terjadi.

2) Development Phase
Pada fase ini terbentuk beberapa solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang
sebelumnya telah teridentifikasi. Solusi ini terbentuk melalui dua cara, antara lain:
a) Search
Pada cara ini dapat digunakan prosedur dalam mencari alternatif keputusan.
b) Design
Setelah itu dilakukan pemilihan desain solusi yang diinginkan melalui proses trial-
and-error.

3) Selection Phase
Fase dimana terjadi pemilihan solusi. Pemilihan solusi ini dilakukan melalui 3 cara,
pertama penilaian (judgement) dimana para pembuat keputusan melakukan
penilaian terhadap alternatif-alternatif solusi yang ada. Kedua, perundingan
(bargaining), perundingan akan terjadi jika pemilihan solusi melibatkan lebih dari
satu pembuat keputusan, diskusi dan perundingan ini akan berjalan hingga
terbentuk sebuah koalisi seperti yang dijelaskan pada model Carnegie diatas. Ketiga,
pemberian wewenang (authorization) pada tahap ini keputusan akan
disebarluaskan kepada setiap hirarki organisasi hingga level terbawah dari hirarki.

d. Garbage Can Model


Model ini merupakan hasil evolusi dari Carnegie Model dan Incremental Decision
Process Model. Perbedaannya adalah, jika Carnegie dan Incremental Decision
Process Model memberikan informasi mengenai bagaimana keputusan tunggal
terbentuk, maka Garbage Can Model menggambarkan bagaimana alur setiap
keputusan dibuat dalam organisasi secara keseluruhan. Beberapa karakteristik
mengenai model ini adalah:

1) Organized anarchy
Yaitu suatu keadaan dimana terjadi tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi,
sehingga terjadi anarki organisasi dimana terjadi penyimpangan otoritas vertikal dari
hirarki serta keputusan birokratik. Anarki organisasi ditandai dengan adanya
perubahan yang cepat dan kolektif terhadap lingkungan birokrasi.

2) Streams of events
Karakteristik lain dari Garbage Can Model adalah proses pengambilan keputusan
yang tidak berurutan dimana seharusnya pengambilan keputusan seharusnya
diawali dengan adanya suatu masalah dan berakhir dengan ditemukannya solusi.
Pengambilan keputusan yang terjadi pada model ini mengikuti aliran sebagai
berikut:

a) Problems
Masalah muncul saat terjadi ketidakpuasan terhadap kinerja.

b) Potential solution
Merupakan gagasan yang dikemukakan seorang karyawan yang tidak selalu
menduduki jabatan seorang manajer.

c) Participants
Partisipan merupakan karyawan organisasi.

d) Choice of opportunities
Merupakan saat dimana organisasi memiliki peluang dan harus membuat keputusan.

3) Consequences
Gargbage can model memiliki 4 macam konsekuensi, antara lain:
a) Solusi dapat saja terbentuk meskipun organisasi tidak sedang mengalami
masalah.
b) Pilihan dapat ditentukan meskipun terkadang tidak memecahkan
permasalahan.
c) Permasalahan dapat berlarut-larut, karena partisipan terbiasa dengan masalah
yang terjadi dan menyerah untuk menyelesaikannya.
d) Tidak semua masalah dapat terpecahkan.

Garbage can model cocok untuk digunakan pada pengambilan keputusan pada
keadaaan problematik dengan informasi mengenai permasalahan yang sangat
minim.

DAFTAR PUSTAKA
Mulyono.2011. Teori Pengambilan Keputusan, http:// Mulyono. Blogspot.com,
diaksek 10 Desember 2012
Anneahira.2011. Pengambilan Keputusan. Hhtp://Anneahira.Blogspot.com, diakses
10 Desember 2012
http://astaqauliyah.com/2005/04/teori-teori-pengambilan-keputusan/
http://icecube.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2010/07/13/pengambilan-keputusan/
Covey, Stephen R. (1991). The 7 Habbits of Highly Effective People New York: A
Fireside Book. Duke, Daniel L., and Canady, Robert L. (1991). School Policy. New
York: McGraw Hill, Inc.
Hargreaves, Andy., and Reynolds, David. (1989). Educational Politicies: Controversies
and Qritiques. Wiltshere: The Falmer Press.
Hough, J.R. (1984). Educational Policy. New York: st. Martins Press.
Kami, Michael J. (1988). Trigger Points. Singapore: McGraw Hill International Editions.
Kanter, Rosabeth M. (1989). When Giants Learn to Dance. New York: A Touchstone
Book. Putman, Linda L., and Pacanowsky, Michael E. (1983). Communication and
Organization. Beverly Hills: Sage Publication, Inc.
Water, Dan. (1991). 21st Century Management. Singapore: Prentice Hall.

Vous aimerez peut-être aussi