Vous êtes sur la page 1sur 45

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gonorhe merupakan penyakit infeksi menular seksual
(IMS) yang disebabkan oleh Nisseria gonorrhoeae
(N.gonorrhoeae). Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah
servisitis, uretitis, ptiroktitis, dan konjungtivitas. Gonore lebih
mudah ditularkan dari laki-laki pada wanita (Ram and Rice,
2012). Diperkirakan terdapat lebih dari 150 juta kasus gonore
di dunia setiap tahunnya (Hakim, 2009). Insidensi gonore
lebih tinggi di Negara berkembang dari Negara maju. Namun,
walaupun Amerika serikat insidensi menurun secara
signifikan, tetapi masih ada 325.000 kasus baru ditahun 2006
(Ram and Rice, 2012). Pada tahun 2011, sebanyak 39, 179
kasus ditemukan di Negara uni Eropa (Bulgaria, Rep. Ceko,
Denmark, Estonia, Yunani, Islandia, Irlandia, Italia, Latvia,
Portugal, Romania, Spanyol, Swedia, dan UK). Sepertiga
(33%) Kasus gonore banyak terjadi pada laki-laki suka laki-
laki (LSL) dan pada usia di bawah 25 tahun (Fraseret al.,
2013). Terdapat peningkatan sebesar 19% dari tahun 2007 ke
2011 (Fraser et al., 2013).
Pada tahun 2007, dinas kesehatan provinsi Bali mencatat
sebanyak 4971 kasus IMS. Di kota Denpasar pada tahun 2006
terdapat 3488 kasus IMS, dan kecamatan Denpasar Selatan
adalah kecamatan di Denpasar dengan kasus IMS terbanyak
(Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2007). Salah satu
manifestasi klinis infeksi gonore yaitu gonore faring. Gonore
faring adalah suatu penyakit menular seksual yang
merupakan gonore pada daerah tenggorokan dan merupakan
sumber penularan asimtomatik serta dikaitkan dengan
perilaku hubungan seksual secara oral (Kinghorn, 2010).
Banyak penelitian tentang gonore faring telah dilakukan di
dunia. Menurut data CDC 2003, kejadian gonore faring di San

1
Fransisco pada LSL sebesar 3-15%. Di Swedia menigkat
secara signifikan dari 15% menjadi 38% selama 7 tahun
terakhir (Berglund et al., 2007). Di San Diego, California
kejadian gonore faring pada laki-laki tahun 1997-2006
meningkat lebih dari 10 kali lipat. Dari seluruh kasus gonore
faring sebesar 3-7% pada pria heteroseksual, 10-20% pada
wanita heteroseksual, dan 10-25% pada LSL aktif (Hook and
Handsfield, 2008). Infeksi gonore secara umum dapat
menimbulkan gejala. Namun, bagian besar gonore yang
terjadi pada faring tidak begejala atau asimptomatik (Peters
et al., 2011). Kondom seringkali tidak secara konsisten
digunakan oleh pasangan yang berhubungan seksual.
Pasangan yang berhubungan seksual secara genito-genital
dengan menggunakan kondom pun masih bisah tertular
gonore jika pasangan tersebut melakukan hubungan seksual
secara oral maupun anal tanpa menggunakan kondom
(ThomsonGlover et al., 2013). Sedangkan diketahui bahwa
faring dan anus/rectum adalah lokasi dimana N.gonorrhoeae
pun dapat hidup.
Kasus baru penyakit gonorhe dari tahun ke tahun
semakin meningkat. Menurut Annual Epidemiologi Report
2013 oleh European Disease Control and Prevention (EDCD)
dari tahun 2007-2011 terdapat peningkatan jumlah kasus
gonorhe sebesar 19%. Berdasarkan WHO pada tahun 2005
diperirakan terdapat 88 juta kasus baru gonore pada
kelompok usia 15-39 tahun dan prevalensinya 31 juta kasus.
Menurut Kandum, et.al. 2011 dala Surveilans Terpadu
Biologis dan Perilaku (STPB) 2011 prevalensi gonore di
Negara Indonesia paling tinggi pada kelompok Wanita
Pekerja Seks Langsung (WPSL) yakni sebesar 38%, kemudian
diikuti oleh waria (29%), LSL (21%), dan Wanita Pekerja Seks
Tidak Langsung (WPSTL) (29%). Jumlah pasangan seks yamg

2
multiple merupakan suatu faktor yang berperan dalam
meningkatkan penularan penyakit infeksi menular seksual
(IMS). Pasangan seks multiple dapat terjadi dalam 2 bentuk,
yaitu monogami secara serial atau konkurensi, yaotu memiliki
lebih dari satu pasangan dalam periode waktu yang sama
(Manhart, 2002). Dalam pembahasan tentang N.gonorroeae
terdapat istilah yang disebut kelompok core-group. Kelompok
tersebut adalah kelompok dengan perilaku resiko tinggidalam
transmisi (terinfeksi dan menginfeksi) bakteri N.gonorroeae
(Tapsall, 2011). Kelompok ini dapat diidentifikasi dengan
pekerjaan (PSK, pengemudi truk jarak jauh, pelayar) atau dari
orientasi seksual, missal LSL (Tapsall, 2001).
Pada core-group, tingkat berganti pasangan seks tinggi.
Lebih lanjut, setiap pasangannnya dapat terinfeksi dan
menginfeksi N.gonorroeae (Tapsall, 2001). Individu yang
melakukan hubungan seks dengan makin banyak pasangan
seks akan makin meningkat peluang untuk terpapar terhadap
agen infeksius yang berasal dari pasangan yang terinfeksi
(Anderson, 1992). Faktor lain yang berperan dalam penularan
penyakit gonore dalam populasi adalah banyak jumlah
individu terinfeksi N.gonorroeae yang asimptomatis atau
gejalanya minor hingga diabaikan. Individu-individu tersebut
tidak berhenti melakukan aktivitas seksual sehingga terus
melanjutkan transmisi N.Gonorroeae (Ram, 2013). Menurut
Skerlev (2014) risiko terinfeksi N.gonorroeae setelah sekali
paparan hubungan seksual dengan individu yang terinfeksi
adalah sekitar 20%, kemudian risiko meningkat menjadi 60-
80% setelah 4 kali paparan atau lebih.
Oleh karena pada penderita gonore dapat dijumpai
ketidakmunculan gejala dan interval periode inkubasi yang
memanjang, sehingga perlu untuk dilakukan pelacakan
mengenai kontak seksual yang telah dilakukan oleh

3
pasiennya yaitu mengenai riwayat jumlah pasangan seks dari
pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi gonorhe ?
2. Apa saja etiologi dari gonorhe ?
3. Bagaimana patofisiologi gonorhe ?
4. Bagaimana manifestasi klinis gonorhe ?
5. Apa saja faktor resiko dari gonorhe ?
6. Apa saja komplikasi gonorhe ?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik gonorhe ?
8. Bagaimana penatalaksanaan gonorhe ?
9. Bagaiman penyebaran gonorhe ?
10. Bagaimana WOC gonorhe ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gonorhe ?

1.3 Tujuan
Tujuan umum

Untuk mengetahui dan memahami penjabaran tentang penyakit Gonorhoe


serta mampu membuat asuhan keperawatan pada klien Gonorhoe.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui definisi gonorhe.


2. Untuk mengetahui etiologi dari gonorhe.
3. Untuk mengetahui patofisiologi gonorhe.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis gonorhe.
5. Untuk mengetahui faktor resiko dari gonorhe.
6. Untuk mengetahui komplikasi gonorhe.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik gonorhe.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan gonorhe.
9. Untuk mengetahui penyebaran gonorhe
10. Untuk mengetahui WOC gonorhe.
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien gonorhe.

1.4 Manfaat
a. Manfaat teoritis
1. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam
mengetahui tentang penyakit Gonorhoe.
2. Sebagai bahan ajar dalam proses belajar-mengajar di kelas.

4
b. Manfaaat praktis
Dengan adanya makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususnya
seorang perawat maupun mahasiswa calon perawat dalam mengkaji laporan
pendahuluan (definisi, etiologi, dan lain-lain) serta dalam menyusun asuhan
keperawatan pada klien yang menderita penyakit Gonorhoe.

5
1.5 Riset Penelitian

6
Judul Karya Ilmiah Desain
No Tujuan Sampel Hasil
dan Penulis Penelitian
1. Hubungan Perilaku Mengetahui Observasi Komersial Hasil penelitian menunjukkan
Seks Oral Pada perilaku analitik Pekerja Seks bahwa sebagian besar
Pekerja Seks hubungan seks dengan (CSW) responden dalam
Komersial Dengan oral pada pendekatan berjumlah 106 kategori oral seks sehingga
Kejadian Gonore pekerja Cross responden sebanyak 19 responden
Tenggorokan komersial seks Sectional (73,1%). Tenggorokan
Di Lokalisasi (PSK) dengan Insiden gonore negatif sebanyak
Dadapan Kecamatan kejadian 24 responden (92,3%)
Ngasem Wilayah gonore dari
Kerja Puskesmas jalur merah di
Ngasem Kabupaten lokalisasi
Kediri Regional
Yenny Puspitasari, dadapansubdis
dkk (2014) trictngasem
Kerja
The
puskesmasnga
sem
Kabupaten
Kediri.
2. Faktor-Faktor Yang Untuk Penelitian 60 WPS di Gambaran pengetahuan
Berhubungan mengetahui deskriptif kelurahan tentang gonore pada WPS
Dengan Kejadian adanya metode Bandungan. sebagian besar memiliki
Penyakit hubungan pendekatan pengetahuan yang cukup yaitu
Menular Seksual antara tingkat nya adalah 24 responden (40,0%) dari 60
(Gonore) Pada Wanita pengetahuan, cross responden, dibandingkan
Penjaja Seks (WPS) pemakaian sectional. dengan pengatahuan baik ada
Di Kelurahan kondom, dan 19 responden (31,7%), dan
Bandungan Kec. vaginal pengetahuan kurang ada 17
Bandungan Kab. douching responden, Gambaran perilaku
Semarang dengan pemakaian kondom yang
Noviyana Isnaeni, kejadian PMS 7 memakai kondom sebanyak 40
(2014) gonore pada responden (66,7%) dari 60
WPS di responden,, dibandingkan
Kelurahan dengan yang tidak memakai
8
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Gonorhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhea yang penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-
genital, oro-genital, ano-genital. Penyakit ini menginfeksi lapisan dalam
uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan konjungtiva. (Brunner dan
Suddarth, 2001).
Gonorhea adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
Gonorhea yang pada umumnya ditularkan melalui hubungan kelamin, tetapi
dapat juga secara langsung dengan eksudat yang infektif. (Dr.Soedarto,
Penyakit-penyakit Infeksi di Indonesia,1990,Hal.74).
Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae (Kumar et al.
2013). Organisme ini dalam proses infeksinya memerlukan
kontak langsung dengan mukosa dari individu yang terinfeksi,
biasanya saat hubungan seksual (Kumar et al. 2013).

2.2 Etiologi
Penyebab pasti penyakit gonore adalah bakteri Neisseria gonorrhea atau
Gonokok yang bersifat patogen yang di temukan oleh Neisser dari Polandia
pada tahun1879 dan baru diumumkan apada tahun 1882. Kuman tersebut
termasuk dalam grup Neisseria dan dikenal ada 4 spesies, yaitu N.
gonorrhoeae dan N. meningitidis yang bersifat patogen serta N. cattarrhalis
dan N. pharyngis sicca yang bersifat komensal. Keempat spesies ini sukar
dibedakan kecuali dengan tes fermentasi.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk bji kopi berukuran
lebar 0,8 u dan panjang 1,6 u bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung
dengan pewarna gram bersifat gramnegatif , terlihat di luar dan di dalam
leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering ,
tidak tahan suhu di atas 39C dan tidak tahan zat disinfektan. Secara
marfalogi gonogok terdiri atas 4 tipe ,yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili

9
yang yang bersifat virulen dan bersifat nonvirulen pili akan melekat pada
mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.
Kuman Neisseria gonorrhea paling mudah menginfeksi daerah dengan
mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang atau imatur,
misalnya pada vagina wanita yang belum pubertas.
Galur N. gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP) merupakan galur
gonokokus yang mampu menghasilkan enzim penisilinase atau beta-
laktamase yang dapat merusak penisilin menjadi senyawa inaktif, sehingga
sukar diobati dengan penisilin dan derivatnya, walaupun gejala dengan
peninggian dosis.
Bakteri ini melekat dan menghancurkan membrane sel epitel yang
melapisi selaput lender, terutama epitel yang melapisi kanalis endoserviks dan
uretra. Infeksi ekstragenital di faring, anus, dan rectum dapat dijumpai pada
kedua jenis kelamin. Untuk dapat menular, harus terjadi kontak langsung
mukosa ke mukosa.

2.3 Patofisologi
Bakteri secara langsung menginfeksi uretra, endoserviks, saluran anus,
konjungtiva dan farings. Infeksi dapat meluas dan melibatkan prostate, vas
deferens, vesikula seminalis, epididimis dan testis pada pria dan kelenjar
Skene, Bartholini, endometrium, tuba fallopi dan ovarium pada wanita.
Meskipun telah banyak peningkatan dalam pengetahuan tentang patogenesis
dari mikroorganisme, mekanisme molekular yang tepat tentang invasi
gonokokkus ke dalam sel host tetap belum diketahui. Ada beberapa faktor
virulen yang terlibat dalam mekanisme perlekatan, inflamasi dan invasi
mukosa. Pili memainkan peranan penting dalam patogenesis gonore. Pili
meningkatkan adhesi ke sel host, yang mungkin merupakan alasan mengapa
gonokokkus yang tidak memiliki pili kurang mampu menginfeksi manusia.
Antibodi antipili memblok adhesi epithelial dan meningkatkan kemampuan
dari sel fagosit. Juga diketahui bahwa ekspresi reseptor transferin mempunyai
peranan penting dan ekspresi full-length lipo-oligosaccharide (LOS)
tampaknya perlu untuk infeksi maksimal.

10
Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah epitel kolumnar dari
uretra dan endoserviks, kelenjar dan duktus parauretra pada pria dan wanita,
kelenjar Bartolini, konjungtiva mata dan rectum. Infeksi primer yang terjadi
pada wanita yang belum pubertas terjadi di daerah epitel skuamosa dari
vagina. Tanda-tanda penyakitnya adalah nyeri, merah dan bernanah. Gejala
pada laki-laki adalah rasa sakit pada saat kencing, keluarnya nanah kental
kuning kehijauan, ujung penis tampak merah dan agak bengkak. Pada
perempuan, 60% kasus tidak menunjukkan gejala. Namun ada juga rasa sakit
pada saat kencing dan terdapat keputihan kental berwarna kekuningan. Akibat
penyakit GO, pada laki-laki dan perempuan seringkali berupa kemandulan
pada perempuan bisa juga terjadi radang panggul, dan dapat diturunkan
kepada bayi yang baru lahir berupa infeksi pada mata yang dapat
menyebabkan kebutaan.

2.4 Manifestasi klinis


a) Pada pria
1. Masa tunas gonore sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi antara 2-
5 hari, kadang - kadang lebih lama karena pengobatan diri sendiri tapi
dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga tidak
diperhatikan.
2. Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra kemudian diikuti
nyeri ketika berkemih
3. Disuria yang timbul mendadak, rasa buang air kecil disertai dengan
keluarnya lendir mukoid dari uretra
4. Retensi urin akibat inflamasi prostat
5. Keluarnya nanah dari penis atau kadang-kadang sedikit mengandung
darah.
6. Tempat masuk kuman pada pria di uretra manimbulkan uretritis. Yang
paling sering adalah uretritis anterior akut dan dapat menjalar sehingga
terjadi komplikasi. Komplikasi bisa berupa komplikasi lokal, yaitu :
tisonitis, parauretritis, littritis, dan cowperitis. Komplikasi asenden, yaitu :
prostatitis, vesikulitis vas deferentitis/funikulitis epididimitis, trigonitis ;
dan komplikasi diseminata.

11
7. Keluhan subyektif berupa rasa gatal, panas sewaktu kencing terdapat pada
ujung penis atau bagian distal uretra, perasaan nyeri saat ereksi.
b) Pada wanita
1. Gejala awal biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi
2. Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu atau
bulan (asimtomatis)
3. Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Namun, beberapa penderita
menunjukkan gejala yang berat seperti desakan untuk berkemih
4. Nyeri ketika berkemih
5. Keluarnya cairan dari vagina
6. Demam
7. Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, indung telur, uretra, dan
rektum serta menyebabkan nyeri pinggul yang dalam ketika berhubungan
seksual
8. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen. Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubunga
seks melalui anus, dapat menderita gonore di rektumnya. Penderita akan
merasa tidak nyaman disekitar anusnya dan dari rektumnya keluar cairan.
Daerah disekitar anus tampak merah dan kasar serta tinja terbungkus oleh
lendir dan nanah.
9. Pada umumnya terdapat rasa sakit pada punggung bagian bawah, bersama-
sama keadaan tidak enak badan
2.5 Faktor Resiko
Studi Epidemiologi menunjukkan faktor-faktor risiko terjadinya gonore
meliputi :
1. Adanya sumber penularan penyakit
2. Bergonta ganti pasangan seksual
3. Tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual ,
penggunaan kondom hanya sebagai pencegah kehamilan bukan sebagai
pencegah penularan penyakit gonore, prostitusi, kebebasan individu dan
ketidaktahuan serta keterbatasan sarana penunjang. (Daili, 2005 :4).

2.6 Komplikasi
a) Pada Pria
1. Tysonitis, biasanya terjadi pada pasien dengan preputium yang sangat
panjang dan kebersihan yang kurang baik. Diagnosis dibuat

12
berdasarkan ditemukannya butir pus atau pembengkakan pada daerah
frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan menjadi akses
dan merupakan sumber infeksi laten.
2. Parauretritis, sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum
terbuka atau hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus
pada kedua muara parauretra.
3. Radang kelenjar Littre (littritis), tidak mempunyai gejala khusus. Pada
urin ditemukan benang-benang atau butir-butir. Bila salah satu saluran
tersumbat dapat terjadi abses folikular. Diagnosis komplikasi ini
ditegakkan dengan uretroskopi.
4. Infeksi pada kelenjar Cowper (Cowperitis), dapat menyebabkan abses.
Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan di daerah perineum disertai
rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi, dan disuria. Jika
tidak diobati, abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra, atau
rektum dan mengakibatkan proktitis.
5. Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak di daerah
perineum dan suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing sampai
hematuria, spasme otot uretra sehingga terjadi retensi urin, tenesmus
ani, sulit buang air besar, dan obstipasi. Pada pemeriksaan teraba
pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan, dan adanya
fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika tidak diobati abses akan pecah,
masuk ke uretra posterior atau ke arah rektum mengakibatkan proktitis.
6. Gejala prostatitis kronik ringan dan intermiten, tetapi kadang-kadang
menetap. Terasa tidak enak di perineum bagian dalam dan rasa tidak
enak bila duduk terlalu lama. pada pemeriksaan prostat teraba kenyal,
berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan. Pemeriksaan
dengan pengurutan prostat biasanya sulit menemukan kuman gonokok.
7. Vesikulitis ialah radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan
duktus ejakulatorium, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau
apididimitis akut. Gejala subyektif menyerupai gejala prostatitis akut,
yaitu demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri pada waktu ereksi
atau ejakulasi, dan sperma mengandung darah. Pada pemeriksaan
melalui rektum dapat diraba vesikula seminalis yang membengkak dan

13
keras seperti sosis, memanjang di atas prostat. Ada kalanya
menentukan batas kelenjar prostat yang membesar.
8. Pada vas deferentitis atau funikulitis, gejala berupa perasaan nyeri pada
daerah abdomen bagian bawah pada sisi yang sama.
9. Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya
disertaivas deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya
epididimitis ini adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan
oleh pengelolaan atau kelalaian pasien sendiri. Epididimis dan tali
spermatika membengkak dan teraba panas, juga testis, sehingga
menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali.
Bila mengenai kedua epididimis dapat mengakibatkan sterilitas.
10. Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika
urinaria. Gejalanya berupa poliuria, disuria terminal, dan hematuria.
b) Pada Wanita
1. Parauretritis. Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang
terjadi.
2. Kelenjar bartholin dan labium mayor pada sisi yang terkena
membengkak, merah dan nyeri tekan, terasa nyeri sekali bila pasien
berjalan dan pasien sukar duduk. Abses dapat timbul dan pecah melalui
mukosa atau kulit. Bila tidak diobati dapat rekurens atau menjadi kista.
3. Salpingitis, dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa
faktor predisposisi, yaitu masa puerpurium, setelah tindakan dilatasi
dan kuretase, dan pemakaian IUD. Infeksi langsung terjadi dari serviks
melalui tuba fallopi ke daerah salping dan ovum sehingga sehingga
dapat menyebabkan penyakit radang panggul (PRP). Gejalanya terasa
nyeri didaerah abdomen bawah, duh tuba vagina, disuria, dan
menstruasi yang tidak teratur atau abnormal. PRP yang simtomatik
atau asimtomatik dapat menyebabkan jaringan parut pada tuba
sehingga dapat mengakibatkan infertilitas atau kehamilan diluar
kandungan.
Diagnosis banding yang perlu dipikirkan antara lain kehamilan di
luar kandungan, apendisitis akut, abortus septik, endometriosis, ileitis
regional, dan divertikulitis. Penegakan diagnosis dilakukan dengan pungsi
kavum Douglas, kultur, dan laparoskopi.

14
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Sediaan Langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan
diplokokus gram negatif, intraseluler dan ekstraseluler, leukosit PMN.
Bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah setelah fosa navikularis,
sedangkan pada wanita diambil dari serviks, uretra, muara kelenjar
bartholin dan rektum. Asupan posistif apabila ditemukan diplokokus gram
negative intrasel. Sayangnya, metode pewarnaan ini kurang andal untuk
didiagnosis gonore pada perempuan, pasien asimtomatik dan infeksi
direktum atau faring.
2. Kultur (Biakan)
Untuk memastikan diagnosis harus dilakukan pembiakan dari semua
kemungkinan tempat infeksi. Kuman memerlukan waktu 48 jam 96 jam
untuk tumbuh dalam biakan, dan berdasarkan anamnesis dan gejala, atau
riwayat pajanan, terapi antibiotic biasanya sudah dimulai sebelum hasil
diperoleh, pembiakan (kultur) menggunakan media yaitu :
Media transport, misalnya media stuart dan media transgrow (merupakan
gabungan media transpor dan pertumbuhan yang selektif dan nutritif untuk
N.gonorrhoeae dan N.meningitidis).
Media pertumbuhan, misalnya Mc Leods chocolate agar, media thayer
martin (selektif untu mengisolasi gonokok), agar thayer martin yand
dimodifikasi.
3. Tes Definitif
Tes Oksidasi : Semua golongan Neisseria akan bereaksi positif
Tes fermentasi : Kuman gonokokus hanya meragikan glukosa
4. Tes Beta Laktamase
Hasil tes positif ditunjukkan dengan perubahan warna kuning menjadi
merah apabila kuman mengandung enzim beta laktamase
5. Tes Thomson
Dengan menampung urine pagi dalam dua gelas tes ini digunakan untuk
mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.
6. Tes Amplifikasi DNA

15
Uji uji amplifikasi DNA dengan menggunakan metode teaksi berantai
polymerase ( PCR ) dan reaksi berantai ligase ( LCR ) digunakan dengan
secret vagina atau servik atau amplifikasi DNA dapat dilakukan pada
specimen urin untuk menghindari rasa tidak nyaman akibat pengambilan
sediaan apusan dari uretra. Sayangnya specimen urin tidak sesensitif pada
permpuan dengan infeksi uretra. Infeksi klamidia yang sering menyertai
infeksi gonorea dapat didiagnosis pada specimen yang sama. Uji uji
amplifikasi DNA semakin banyak tersedia dan popular karena tingga
sensitifitas dan kemudahan dalam menangani dan mengirim specimen. Uji
uji non biakan misalnya deteksi antigen dengan antibody
limunofluoresensi langsung ( DFA ) dan enzyme immunosorbent assay
( EIA ) kurang dikembangkan dan jarang digunakan.

2.8 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Karena meningkatnya insiden yang cukup mengkhawatirkan dari N
gonorrhoeae yang resisten terhadap antibiotika, termasuk N gonorrhoeae
penghasil penisilinase ( PPNG ) , N gonorrhoeae yang resisten tetrasiklin
( TRNG ), dan strain dengan resisten yang berperantara kromosom
terrhadap berbagai antibiotika, maka terapi awal dengan sefriakson harus
sangat dipertimbangkan untuk pengobatan infeksi N gonorrhoeae disemua
lokasi anatomis. Uji kepekaan rutin dan uji penilaian kesembuhan harus
diperoleh bila digunakan regimen yang tidak mengandung seftriaksone.
a) Infeksi uretra, endoserviks, faring, atau rectum tanpa komplikasi
pada orang dewasa
1. Seftriaksone, 25 mg secara intramuscular, sebagai dosis tunggal
2. Bila ada kemungkinan disertai infeksi klamidia, berikan juga
doksisiklin, 100 mg secara oral 2x sehari selama 7 hari, tetrasiklin
500 mg secara oral 4x sehari selama 7 hari, eritromisin basa /
strearat 500 mg secara oral 4x sehari selama 7 hari, eritromisin
etilsuksinat 800 mg secara oral 4x sehari selama 7 hari /
ezitromisin 1 g secara oral sekali.
b) Gonore pada pasien yang alergi penisilin.

16
Pada pasien yang tidak dapat menerima seftriakson berikan
spektinomisin, 2 gram secara intramuscular. Alternative lain adalah
siprofloksasin, 500 mg secara oral sebagai dosis tunggal;
ofloksasin, 400 mg secara oral sekali; atau sefiksim, 400 mg secara
oral sekali. Hanya kalau infeksi terbukti dari strain non-PPNG
dapat digunakan penisilin misalnya amoksisilin, 3 gram secara oral
dengan probenesit 1 gram. Semua regimen ini harus diikuti dengan
doksisiklin, 100 mg 2x sehari selama 7 hari, atau tetraksiklin, 500
mg secara oral setiap 6 jam selama 7 hari, untuk mengobati infeksi
klamidia yang menyertai. Spektinomisin tidak boleh digunakan
untuk mengobati infeksi faring. Kalau infeksi faring tidak dapat
diterapi dengan seftriakson, harus diberikan siprofloksasin, 500 mg
sebagai dosis tunggal.
c) Kontak seksual sebelum 30 hari sebelumnya harus diperiksa dan
diterapi dengan tepat sesuai dengan protocol terdahulu.
d) Gonore pada kehamilan.
Berikan seftriakson, 250 mg secara intramuscular sekali. Bila
terdapat alergi penisilin yang membahayakan jiwa, berikan
spektinomisin, 2 gram secara intramuscular. Eritromisin, 500mg 4x
sehari selama 7 hari, harus ditambahkan pada semua regimen untuk
berjaga-jaga terhadap kemungkinan infeksi klamidia.
e) Infeksi gonokokus diseminata.
Biasanya diperlukan perawatan rumah sakit. Salah satu dari
regimen antibiotika berikut sudah memadai.
a. Seftriakson 1 g secara intramuscular atau secara intravena 1x
sehari.
b. Sefotaxim 1g secara intravena setiap 8 jam.
c. Seftizoksim 1 g secara intravena setiap 8 jam.
d. Pasien yang alergi terhadap obat laktam harus diterapi dengan
spektinomisin, 2 g secara intramuscular setiap 12 jam.
1. Hanya bila organism penyebab infeksi itu terbukti peka terhap
penisilin, terapi dapat diganti ampisilin, 1 g setiap 6 jam.
2. Pasien harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya infeksi klamidia
dan juga diterapi secara empiris dengan doksisiklin atau tetrasiklin

17
3. Pasien yang taat dapat dipulangkan 24-48 jam setelah gejala
membaik untuk menyelesaikan seluruh terapi antibiotika selama 7-
10 hari dengan sefiksin, 400 mg secara oral, 2x sehari, atau
amoksilin, 500 mg dengan asam klavolanak 3x sehari, atau pada
orang dewasa yang tidak hamil, dengan siprofloksasim, 500 mg 2x
sehari.
f) Kegagalan terapi.
Infeksi yang terjadi setelah terapi dengan seftriakson biasanya
adalah akibat reinfeksi dan bukannya kegagalan regimen terapi .
pasien dengan gejala yang berlanjut setelah terapi yang tepat, harus
menjalani pembiakan N Gonorrhoeae dengan uji kepekaanterhadap
semua isolate. Jiak hasil biakan negative, diagnosis uretritis
nongonokokus harus dipertimbangkan dan diberikan terapi dengan
doksisiklin.

2. Nonmedikamentosa
a. pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan tentang:
b. Bahaya penyakit menular seksual (PMS) dan komplikasinya
c. Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
d. Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan pasangan seks tetapnya
hindari seksual sebelum sembuh, dan memakai kondom jika tak dapat
dihindarkan
e. Cara-cara menghindara infeksi PMS dimasa datang
f. Pengobatan pada pasangan seksual tetapnya

2.9 Penyebaran
Gonore dapat menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lain terutama
kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke saluran kelamin
dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga menyebabkan nyeri
pinggul dan gangguan reproduksi.

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS SEMU

Kasus
Pada tanggal 14 November 2016 jam 09.00 WIB seorang laki-laki bernama
Tn.R 45 tahun diantar istrinya Ny.C 40 tahun datang ke RSUD Jombang
dengan keluhan keluar cairan dari alat kelaminnya sejak 3 hari yang lalu
disertai rasa nyeri pada waktu BAK, demam, cairan yang keluar berwarna hijau
kemerahan dan kental. Saat datang pasien terlihat lemah. Setelah dilakukan
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 90x/menit,
RR 21x/menit, suhu 37,2oC.

3.1 Pengkajian

A. Biodata Pasien

Nama : Tn.R

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

Status Perkawinan : Menikah

Pendidikan : SMA

19
Alamat : Jalan Kepatihan No.55 Jombang

No.Reg : 1526377

Tanggal MRS : 14 November 2016 (09.00 WIB)

Diagnosa medis : Gonorhe

Tanggal Pengkajian : 14 November 2016 (10.30 WIB)

B. Biodata Penganggung Jawab

Nama : Ny.C

Umur : 40 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Hubungan dg pasien : Istri

Alamat : Jalan Kepatihan No.55 Jombang

I. Riwayat Keperawatan (Nursing History)


Keluhan utama :

Rasa nyeri pada saat BAK

Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 14 November 2016 jam 09.00 WIB Tn.R 45 tahun diantar
istrinya Ny.C 40 tahun datang ke RSUD Jombang dengan keluhan keluar
cairan dari alat kelaminnya sejak 3 hari yang lalu disertai rasa nyeri pada
waktu BAK, demam, cairan yang keluar berwarna hijau kemerahan dan

20
kental. Saat datang pasien terlihat lemah.

P : Pasien mengatakan nyeri saat BAK

Q : Nyeri disertai cairan pus yang keluar dari alat kelaminna

R : alat kelamin (penis)

S:7

T : Saat BAK

Upaya yang telah dilakukan :

Mengkonsumsi obat-obatan analgesik untuk mengurangi


nyeri

Terapi atau operasi yang pernah dilakukan :

Memeriksakan gejala dan keluhan ke pelayanan kesehatan


terdekat dengan datang ke puskesmas.

1.1. Riwayat Kesehatan Terdahulu


Penyakit berat yang pernah diderita : -

Obat-obat yang biasa dikonsumsi : Obat untuk


mengurangi rasa nyeri

Kebiasaan berobat : Pergi ke puskesmas

Alergi :-

Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki penyakit


keturunan seperti diabetes militus, penyakit jantung, stroke
maupun hipertensi.

Genogram : dibuat berdasarkan 3 generasi ke atas

21
Keterangan :

: tinggal satu rumah

: laki-laki (meninggal)

: perempuan (meninggal)

: pasien

22
1.2. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Lingkungan sekitar pasien cukup kondusif dan terhindar dari
pencemaran.

Pemeriksaan Fisik

Tanda-Tanda Vital
GCS : 456
TD :130/90 mmHg
N : 90x/menit
RR : 21x/menit
S : 37,2oC

1.3. Pemeriksaan Per Sistem


A. Sistem Pernapasan
Anamnesa :

Klien mengatakan tidak ada keluhan sesak

Hidung

Inspeksi : Tidak ada secret, tidak mengalami epistaksis, tidak


polip, tidak ada oedem pada mukosa

Palpasi : Tidak ada nyeri pada hidung

Mulut

Inspeksi : Mukosa bibir tidak sianosis

Sinus paranasalis

Inspeksi : Tidak ada gejala oedem

Palpasi : Tidak nyeri saat ditekan

23
Leher

Inspeksi : Normal

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar


limfe
Faring

Inspeksi : Tidak odem

Area dada

Inspeksi : Dada terlihat simetris

Palpasi : Tidak ada tanda-tanda nyeri tekan

Perkusi : Lapang paru sonor

Auskultasi : Vesikuler, tidak ada suara napas tambahan

B. Cardiovaskuler Dan Limfe


Anamnesa :

Klien mengatakan tidak mempunyai masalah penyakit jantung

Wajah

Inspeksi : Wajah tidak pucat, konjungtiva pucat

Leher

Inspeksi : Tidak terdapat bendungan vena jugularis

Palpasi : Irama denyut nadi arteri karotis komunis


normal, tidak ada nyeri tekan

Dada

Inspeksi : Bentuk dada simetris


Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Tidak ada bunyi tambahan
Auskultasi : Bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2 tunggal)

24
Ekstrimitas Atas

Inspeksi : Tidak sianosis

Palpasi : Suhu akral normal

Ekstrimitas Bawah

Inspeksi : Tidak ada sianosis maupun oedem

Palpasi : Suhu akral normal

C. Persyarafan
Anamnesis :

Pasien mengatakan tidak ada gangguan pada sistem


persyarafan

a. Uji nervus I olfaktorius ( pembau) : Pasien dapat membedakan bau


bauan
b. Uji nervus II opticus ( penglihatan) : Tidak ada katarak, infeksi
konjungtiva atau infeksi lainya, pasien dapat melihat dengan jelas
tanpa menggunakan kaca mata
c. Uji nervus III oculomotorius : Tidak ada edema kelopak mata,
hipermi konjungtiva, hipermi sklera kelopak mata jatuh (ptosis), celah
mata sempit (endophthalmus), dan bola mata menonjol
(exophthalmus)
d. Nervus IV toklearis : Ukuran pupil normal
e. Nervus V trigeminus ( sensasi kulit wajah) : Pasien dapat membuka
dan menutup mulut
f. Nervus VI abdusen : Tidak ada strabismus (juling), gerakan mata
normal
g. Uji nervus VII facialis : Pasien dapat menggembungkan pipi, dan
menaikkan dan menurunkan alis mata
h. Nervus VIII auditorius/AKUSTIKUS : Pasien dapat mendengar kata
kata dengan baik

25
i. Nervus IX glosoparingeal : Terdapat reflek muntah
j. Nervus X vagus : Dapat menggerakan lidah
k. Nervus XI aksesorius : Dapat menggeleng dan menoleh kekiri kanan,
dan mengangkat bahu
l. Nervus XII hypoglosal/ hipoglosum : Dapat menjulurkan lidah.
Pemeriksaan Reflek fisiologis : Normal, tidak ada gangguan.
Pemeriksaan reflek patologis : Normal, tidak ada gangguan.
Tingkat kesadaran (kualitas)

Pasien dalam keadaan sadar

Tingkat kesadaran (kuantitas)

GCS : 456

Eye : 4 (dapat membuka mata spontan)

Motorik : 6 (dapat bergerak sesuai perintah)

Verbal : 5 (orientasi baik, orang tempat dan waktu)

D. Perkemihan-Eliminasi Urin
Anamnesa :

Perasaan nyeri saat kencing/disuria

Laki-laki

Genetalia eksterna

Inspeksi : Terdapat cairan hijau kemerahan di sekitar penis, odem

Palpasi : Terdapat nyeri tekan

Kandung kemih

Inspeksi : Odem

Palpasi : Terdapat nyeri tekan

26
Ginjal

Inspeksi : Tidak ada pembesaran daerah pinggang

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan abdomen kuadran I dan II diatas


umbilikus
Perkusi : Tidak ada nyeri ketok

E. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi


Anamnesa :

Klien mengatakan tidak ada nyeri pada bagian perut

Mulut

Inspeksi : Tidak sianosis

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Lidah

Inspeksi : Tidak ada tremor

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Faring - Esofagus

Inspeksi : Tidak ada tanda-tanda peradangan

Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar

Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)

Inspeksi : Tidak ada benjolan

Auskultasi : Bising usus terdengar 12x/menit

Perkusi : Tymphani

Palpasi : Tidak ada perbesaran serta nyeri tekan pada kuadan I, II,
III, IV

27
Kuadran I:

Hepar tidak nyeri tekan (normal)

Kuadran II:

Gaster tidak nyeri tekan (normal)

Lien splenomegali

Kuadran III:

Tidak nyeri tekan (normal)

Kuadran IV:

Tidak nyeri tekan (normal)

F. Sistem Muskuloskeletal & Integumen


Anamnesa :

Klien mengatakan nyeri

Kekuatan otot : 4 4

4 4

Keterangan:

0: Tidak ada kontraksi

1: Kontaksi (gerakan minimal)

2: Gerakan aktif namun tidak dapat melawan gravitasi

3: Gerakan aktif, dapat melawan gravitasi

4: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan


tahanan ringan

5: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan

28
tahanan penuh

Inspeksi : Tidak ada fraktur, tidak terdapatodem


Palpasi : Turgor kulit kembali <2 detik
G. Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa :

Tidak ada keluhan

Kepala
Inspeksi : Rambut lurus tidak ada ketombe
Leher
Inspeksi : Tidak terdapat bendungan vena jugularis
Palpasi : Tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
Genetalia
Inspeksi : Terdapat cairan
Palpasi : Nyeri tekan
Ekstremitas bawah
Palpasi : Tidak oedeme (normal)
H. Sistem Reproduksi
Anamnesa :

Pasien mengatakan rasa tidak enak pada area genetal

Axilla
Inspeksi : Tidak adanya benjolan
Palpasi : Tidak ada benjolan
Abdomen
Inspeksi : Tidak mengalami oedem
Palpasi : Tidak mengalami pembesaran

Genetalia
Inspeksi : Terdapat cairan
Palpasi : Ada nyeri tekan
I. Persepsi sensori

29
Anamnesa :

Tidak ada keluhan pada persepsi sensori

Mata

Inspeksi : Bentuk mata simetris, sklera agak merah

Palpasi : Tidak ada nyeri


Penciuman
Hidung
Inspeksi : Tidak ada sekret
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

3.2 ANALISIS DATA


Nama Pasien : Tn.R
Diagnosa : Nyeri Akut b/d agens cedera biologis
Ns. Diagnosis
(NANDA-I)
Nyeri akut (00132)
Domain 12 : Kenyamanan
Kelas 1 : Kenyamanan fisik
DEFINITION
Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study) ; awitan yang
tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan.
DEFINING
CERATERISTICS

Bukti nyeri dengan mengunkana standar daftar periksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapkanya(mis; neonatal infant pain scale,pain
assasement check list for senior with limited abality to communicate)

30
Diaforesis

Dilatasi pupil

Ekspresi wajah nyeri(mis;mata kurang bercahaya,tampak kacau ,gerakan


mata berpencar/atau tetap pada satu fokus,meringgis)

Fokus menyempi(mis; presespi waktu,proses berpikir interaksi dengam


orang dan lingkugsn)

Fokus pada diri sendiri

Keluhan tentang intensitas mengunkan standar skala nyeri (mis; skala


wong-baker FACES, skala analog visual,skala penilian numerik)

Keluhan tentang karakteritis nyeri dengan mengunakan standart instrumen


nyeri(mis; McGill pain inventory)

Laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan aktivitas(mis; anggota


keluarga,pemberi asuhan)

Mengekspresikan perilaku(mis;gelisah,merengek,menagis,waspada)

Perilaku distraksi

Perubahan pada paremeter fisiologi(mis; tekanan darah, frekuensi


jantung,frekuensi pernafasan,saturasi oksigen dan endtidal karbondioksida
(CO2)

Perubahan posisi untuk menghindari nyeri

Perubhan selera makan

Putus asa

Sikap melindugi area nyeri

Sikap tubuh melindungi

31
RELATED FACTOR
Agen cidera biologis(mis; infeksi, inskhemia,noeplasma)

Agen cedera fisik (mis; abse, amputasi,luka bakar,terpotong, mengakat


berat,prosedur bedah, trauma,olaraga berlebihan)

Agen cidera kimiawi(mis; luka bakar,kapsaisin,mentilen klorida,agens


mustard)

32
ASSESSMENT Subjektive data entry Objektive data Entry
Pasien mengeluh keluar TD :
cairan dari alat 130/90mmHg
kelaminnya sejak 3 hari
RR :21x/menit
yang lalu disertai rasa
nyeri pada waktu BAK, Nadi :90x/menit
demam, cairan yang
keluar berwarna hijau Suhu :37,20C
kemerahan dan kental.
Tampak
Dengan skala nyeri :
lemah
P : Pasien
mengatakan nyeri Genetalia
saat BAK terdapat
Q : Nyeri
cairan
disertai cairan
berwarna
pus yang
hijau
keluar dari alat
kemerahan
kelaminna
dan kental
R : alat
kelamin
(penis)
S:7
T : Saat BAK

DIAGNOSIS Client Ns. Diagnosis (specify)


Diagnostic Nyeri akut
Related to :
Statement :
Agens cedera biologis

3.3 Diagnosa Keperawatan :


Nyeri akut b/d agens cedera biologis

33
34
3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn.A

Tanggal : 14 November 2016

Diagnosa : Nyeri Akut b/d agens cedera biologis


Definisi : Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study) ; awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan.
NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUT COME INDIKATOR
Manajemen nyeri Observasi : Pain Control 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
Definisi : 1. Observasi reaksi ketidaknyaman Definisi : Tindakan penyebab nyeri, mampu
Mengurangi nyeri atau secara nonverbal individu untuk menggunakan tehnik
menurunkan nyeri ke R: Untuk mengetahui tingkat mengendalikan nonfarmakologi untuk
level kenyamanan yang ketidaknyamanan dirasakan oleh nyeri. mengurangi nyeri, mencari
diterima oleh pasien, pasien bantuan) (4)
2. Pantau kepuasan pasien dengan 2. Melaporkan bahwa nyeri
manajemen nyeri pada rentang berkurang dengan
spesifik menggunakan manajemen
R: Untuk mengetahui kepuasan nyeri(4)
pasien terhadap manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri
yang diberikan (skala, intensitas, frekuensi dan

35
Action: tanda nyeri)(4)
1. Kaji secara komprehensip terhadap 4. Menyatakan rasa nyaman
nyeri termasuk lokasi, karakteristik, setelah nyeri berkurang(4)
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri dan faktor presipitasi 5. Tanda vital dalam rentang
R: Menjadi parameter dasar untuk normal(4)
mengetahui sejauh mana intervensi
yang diperlukan dan sebagai
evaluasi keberhasilan dari intervensi
menejemen nyeri keperawatan
2. Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengungkapkan
pengalaman nyeri dan penerimaan
klien terhadap respon nyeri
R: Untuk mengalihkan perhatian
pasien dari rasa nyeri
3. Lakukana pengukura TTV pada
pasien.
R: Mengetahui perubahan TTV
pasien
4. Melakukan tehnik distraksi dan
relaksasi

36
R: Distraksi (pengalihan
penglihatan) dapat menurunkan
stimulus internal dengan mekanisme
peningkatan produksi endorphin dan
enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk dikirimkan ke
korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri dan
relaksasi akan meningkatkan asupan
O2 sehingga akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia jaringan
5. Membuat lingkugan lebih kondusif
R: Dapat mengurangi tingkat
kecemasan dan membantu klien
dalam membentuk mekanisme
koping terhadap rasa nyeri
Colaboration :
1. Kolaborasi pemberian analgesic
R: Pemberian analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri pasien
2. Melibatkan keluarga dalam
modalitas penurunan nyeri jika

37
mungkin
R: Keluarga bisa membantu pasien
untuk menurunkan nyeri yang
dirasakan
Health Education:
1. Berikan informasi tentang nyeri
termasuk penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan hilang, antisipasi
terhadap ketidaknyamanan dari
prosedur
R: untuk mengetahui apakah terjadi
pengurangan rasa nyeri atau nyeri
yang dirasakan klien bertambah.
2. Beri informasi yang akural untuk
mendukung pengetahuan keluarga
dan respon untuk pengalaman nyeri
R: keluarga mendapat pengetahuan
tentang respon pengalaman nyeri

38
3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Inisial Nama : Tn.A

Tanggal : 14 November 2016

Dx.Kep : Nyeri Akut b/d agens cedera biologis

Tgl JAM Tindakan Paraf

1. Melakukan Cek TTV Pasien:


TD :130/90mmHg
13.00 WIB
RR :21x/menit
Nadi :90x/menit
Suhu :37,20C
2. Mengobservasi reaksi ketidaknyamanan
14 November
secara non verbal
2016
13.30 WIB 3. Mengkaji secara komprehensip terhadap
nyeri termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
dan faktor presipitasi
4. Melakukan teknik distraksi dan relaksasi
Dengan cara mengunakan latihan nafas
dalam, pasien bisa mahami dan mencoba
tehniknya

5. Pemberian analgesic perIV


14.00 WIB
6. Memberikan informasi tentang
nyeri termasuk penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan hilang,
antisipasi terhadap
ketidaknyamanan dari prosedur
7. Membuat lingkugan lebih kondusif dengan
cara pembatasan kunjugan keluarga dan
kerabat.
8. Menggunakan strategi komunikasi

39
terapeutik untuk mengungkapkan
pengalaman nyeri dan penerimaan klien
terhadap respon nyeri

1. Melakukan Cek TTV Pasien:


15 November 08.00 WIB
TD :120/80mmHg
2016
RR :20x/menit
Nadi : 87x/menit
Suhu : 36,50C
2. Memberikan informasi tentang
nyeri termasuk penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan hilang,
antisipasi terhadap
08.45 WIB ketidaknyamanan dari prosedur
3. Memantau kepuasan pasien
dengan manajemen nyeri pada
rentang spesifik
4. Memberikan obat analgesic perIV
5. Melakukan teknik distraksi dan
relaksasi
6. Membuat lingkugan lebih kondusif
dengan cara pembatasan
kunjugan keluarga dan kerabat.

40
3.6 EVALUASI KEPERAWATAN

Inisial Nama : Tn.R


Tanggal : 14 November 2016
Dx.Kep : Nyeri Akut b/d agens cedera biologis

Tgl/Jam Diagnosa Catatan Perkembagan Paraf

15 November Nyeri Akut S: pasien mnegatakan masih nyeri saat


2016/ 16.00 BAK
WIB
O:

TD : 130/90mmHg
RR : 24x/menit
Nadi : 120x/menit
Suhu : 37,20C
- Kesdaran GCS 456

- Skala Nyeri = 7

- Cairan berwarna hijau kemerahan


masih keluar di daerah penis

A: masalah belum teratasi

P: melanjutkan intervensi 1,3,4,5,6

1. Pemeriksaan TTV
3. Mengkaji secara komprehensip
terhadap nyeri termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri dan faktor
presipitasi
4. Melakukan teknik distraksi dan
relaksasi

41
Dengan cara mengunakan latihan
nafas dalam, pasien bisa mahami
dan mencoba tehniknya

5. Memberikan obat analgesic perIV


6. Memberikan informasi
tentang nyeri termasuk
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan hilang,
antisipasi terhadap
ketidaknyamanan dari
prosedur

16 November Nyeri Akut S: pasien mengatakan nyerinya mulai


2016/10.00 berkurang ketika BAK dan berkemih
WIB
O:

TD :120/80mmHg
RR :20x/menit
Nadi :87x/menit
Suhu :36,50C
Skala Nyeri = 3
Cairan yang keluar dari
penis mulai berkurang
A: masalah sudah teratasi

P: hentikan Intervensi 1,3,4,5,6

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gonorhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhea yang penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-

42
genital, oro-genital, ano-genital. Penyakit ini menginfeksi lapisan dalam
uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan konjungtiva. (Brunner dan
Suddarth, 2001). Komplikasi yang ditimbulkan pada pria adalah tysonitis,
parauretritis, radang kelenjar littre (littritis), infeksi pada kelenjar Cowper
(Cowperitis), prostatitis, vesikulitis, vas deferentitis atau funikulitis, gejala
berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi yang
sama, epididimitis, infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai
trigonum vesika urinaria. Sedangkan komplikasi yang ditimbulkan pada
wanita parauretritis, kelenjar bartholin dan labium mayor pada sisi yang
terkena membengkak, merah dan nyeri tekan, terasa nyeri sekali bila pasien
berjalan dan pasien sukar duduk. Abses dapat timbul dan pecah melalui
mukosa atau kulit, salpingitis,

4.2 Saran
Diharapkan dengan adanya penjelasan mengenai proses keperawatan atau
asuhan keperawatan khusunya tentang asuhan keperawatan pada pasien
Gonorhe dapat menunjang kita dalam proses pembelajaran pada mata kuliah
Sistem Integumen serta menjadi pedoman dan bahan pembelajaran dalam
melaksanakan profesi kita sebagai perawat nantinya. Oleh karena itu dengan
adanya bahan materi ini diharapkan kita sebagai mahasiswa mampu
memahami tentang penyakit Gonorhe dan dapat mengetahui contoh bentuk
Asuhan Keperawatan sebelum kita turun ke lapangan atau masyarakat.

DAPTAR PUSTAKA

Uzumaki, Cicilia. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien


Gonorrhea. http://bangeud.blogspot.co.id/2011/11/asuhan-
keperawatan-pada-klien-gonorrhea.html. Diakses pada tanggal 2
November 2016. Jam 08:44 WIB.

43
Wahyuni, Harnika. 2015. Askep Gonore.
http://dianhusadaanikayuni.blogspot.co.id/p/askep-gonore.html.
Diakses pada tanggal 2 November 2016. Jam 08:39 WIB.

Sari, Putri Kartika et al. 2012. Kejadian infeksi gonore pada


pekerja seks komersial di eks lokalisasi Pembatuan Kecamatan
Landasan Ulin Banjarbaru.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/buski/article/view/3
039. Diakses pada tanggal 15 November 2016. Jam 08:45 WIB.

Isnaeni, Noviyana. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Penyakit Menular Seksual (Gonore) Pada Wanita
Penjaja Seks (Wps)
Di Kelurahan Bandungan Kec. Bandungan Kab.Semarang.
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3496.pdf.
Diakses pada tanggal 7 November 2016. Jam 14:02 WIB.

Lina, Nur. 2009. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gonore Studi pada


Pekerja Seks Komersial di Objek Wisata Pangandaran Kabupaten
Ciamis Tahun
2009. http://dr-skripsi.blogspot.co.id/2010/11/faktor-faktor-risiko-
kejadian-gonore.html. Diakses pada tanggal 16 November 2016.
Jam 09:40 WIB.

Hj. Noorhidayah et al. 2013. Gambaran Penyakit Menular Seksual


Pada Psk
Di Lokalisasi Km. 10 Desa Purwajaya Loa Janan Kabupaten Kutai
Kartanegara.
https://husadamahakam.files.wordpress.com/2015/07/5-
nurhidayah-294-301.pdf. Diakses pada tanggal 7 November
2016. Jam 10:18 WIB.

Puspitasari, Yenny. 2014. Hubungan Perilaku Seks Oral Pada


Pekerja Seks Komersial Dengan Kejadian Gonore Tenggorokan Di

44
Lokalisasi Dadapan Kecamatan Ngasem Wilayah Kerja Puskesmas
Ngasem Kabupaten Kediri.
digilib.unmuhjember.ac.id/download.php?id=2708. Diakses pada
tanggal 7 November 2016. Jam 04:59 WIB.

45

Vous aimerez peut-être aussi