Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan yang berjudul
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah II Pada Pasien TnS Dengan Gangguan
Sistem Gastrointestinal: Hepatitis B Di Rs. Rk Charitas Paviliun Yoseph I Kamar 4.3
Palembang tepat pada waktunya.
Penulisan Asuhan Keperawatan ini merupakan penugasan dari mata kuliah
blok Keperawatan Medikal Bedah II. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing kami Ns. Honoratus Haris Pastiyanto, S.Kep yang telah
memberikan sarannya dalam pembuatan Asuhan Keperawatan ini dan teman-teman
yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam pembuatan Asuhan
Keperawatan ini.
Penulis berharap Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan sifat
membangun demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan ini. Penulis menyadari bahwa
Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari sempurna mengingat penulis masih tahap
belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak kesalahan dan
kekurangan di dalam penulisan Asuhan Keperawatan ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang............................................................................
B. Ruang lingkup............................................................................
C. Tujuan Penulisan........................................................................
D. Metode penulisan.......................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI
1. Konsep Dasar Medik.................................................................
a. Pengertian...............................................................................
b. Anatomi Fisiologi...................................................................
c. Klasifikasi...............................................................................
d. Etiologi...................................................................................
e. Manifestasi Klinis ..................................................................
f. Patofisiologi............................................................................
g. Pemeriksaan diagnostik..........................................................
h. Komplikasi..............................................................................
i. Penatalaksanaan medis...........................................................
2. Konsep Dasar Keperawatan.....................................................
1. Pengkajian.............................................................................
2. Diagnosa Keperawatan..........................................................
3. Intervensi...............................................................................
4. Implementasi.........................................................................
5. Evaluasi.................................................................................
6. Discharge planning................................................................
7. Patoflow Diagram Teori........................................................
BAB IV TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian ..................................................................................
B. Diagnosa......................................................................................
C. Intervensi.....................................................................................
D. Implementasi...............................................................................
E. Evaluasi........................................................................................
F. Patoflow Diagram kasus...............................................................
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengkajian..................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan..............................................................
C. Intervensi....................................................................................
D. Implementasi..............................................................................
E. Evaluasi......................................................................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................
B. Saran............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis merupakan inflamasi dan cedera pada hepar, penyakit ini dapat
disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada
kanker hati. Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar
oleh virus, identifikasi virus penyakit dilakukan terus menerus, tetapi agen
virus A, B, C, D, E, F dan G terhitung kira-kira 95% kasus dari hepatitis virus
akut. (Ester Monica, 2002 : 93)
Penyakit hepatitis merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati
diseluruh dunia. Penyakit ini sangat berbahaya bagi kehidupan karena penykit
hepatits ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian
setiap tahunnya. (Aru, w sudoyo, 2006 : 429). Infeksi virus hepatitis bisa
berkembang menjadi sirosis atau pengerasan hati bahkan kanker hati.
Masalahnya, sebagian besar infeksi hepatitis tidak menimbulkan gejala dan
baru terasa 10-30 tahun kemudian saat infeksi sudah parah. Pada saat itu
gejala timbul, antara lain badan terasa panas, mual, muntah, mudah lelah,
nyeri diperut kanan atas, setelah beberapa hari air seninya berwarna seperti teh
tua, kemudian mata tampak kuning dan akhirnya seluruh kulit tubuh menjadi
kuning. Pasien hepatitis biasanya baru sembuh dalam waktu satu bulan.
Menurut guru besar hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia yang juga ketua kelompok kerja Hepatitis Departemen Kesehatan,
Alli Sulaiman, virus hepatitis menginfeksi sekitar 2 miliar orang didunia.
Setiap tahun lebih dari 1.300.000 orang meninggal dunia akibat hepatitis
beserta komplikasinya. Prevalensi di Indonesia sekitar 10-15 persen jumlah
penduduk atau sekitar 18 juta jiwa. Dari jumlah yang terinfeksi, kurang dari
10 persen yang terdiagnosis dan diobati. Sebanyak 90 persen lain tidak
menimbulkan gejala sehingga tidak terdiagnosis. Karena itu, pemeriksaan
menjadi penting.
Insiden hepatitis yang terus meningkat semakin menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Penyakit ini menjadi penting karena mudah ditularkan,
memiliki morbiditas yang tinggi dan menyebabkan penderitanya absen dari
sekolah atau pekerjaan untuk waktu yang lama. 60-90% dari kasus-kasus
hepatitis virus diperkirakan berlangsung tanpa dilaporkan. Keberadaan kasus-
kasus subklinis, ketidakberhasilan untuk mengenali kasus-kasus yang ringan
dan kesalahan diagnosis diperkirakan turut menjadi penyebab pelaporan yang
kurang dari keadaan sebenarnya. (Brunner & Sudarth, 2001 : 1169)
Pada umumnya klien yang menderita penyakit hepatitis ini mengalami
Anoreksia atau penurunan nafsu makan dimana gejala ini diperkirakan terjadi
akibat pelepasan toksin oleh hati yang rusak untuk melakukan detoksifikasi
produk yang abnormal sehingga klien ini haruslah mendapatkan nutrisi yang
cukup agar dapat memproduksi enegi metabolik sehingga klien tidak mudah
lelah. Secara khusus terapi nutrisi yang didesain dapat diberikan melalui rute
parenteral atau enteral bila penggunaan standar diet melalui rute oral tidak
adekuat atau tidak mungkin untuk mencegah/memperbaiki malnutrisi protein-
kalori. Nutrisi enteral lebih ditujukan pada pasien yang mempunyai fungsi GI
tetapi tidak mampu mengkonsumsi masukan nasogastrik. Nutrisi parenteral
dapat dipilih karena status perubahan metabolik atau bila abnormalitas
mekanik atau fungsi dari saluran gastrointestinal mencegah pemberian makan
enteral. Asam amino,karbohidrat, elemen renik, vitamin dan elektrolit dapat
diinfuskan melalui vena sentral atau perifer. (Marilyn E. Doengoes, 1999:
758)
Pentingnya mengetahui penyebab hepatitis bagi klien adalah apabila ada
anggota keluarga menderita penyakit yang sama, supaya anggota keluarga dan
klien siap menghadapi resiko terburuk dari penyakit hepatitis beserta
komplikasinya sehingga penderita mampu menyiapkan diri dengan
pencegahan dan pengobatan yaitu: penyediaan makanan dan air bersih yang
aman, sistem pembuangan sampah yang efektif, perhatikan higiene secara
umum, mencuci tangan, pemakaian kateter, jarum suntik dan spuit sekali
pakai serta selalu menjaga kondisi tubuh dengan sebaik-baiknya. Apabila hal
ini tidak dilakukan dengan benar dan teratur berarti keluarga dan penderita
harus siap menerima resiko komplikasi lainnya dan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan memerlukan asuhan
keperawatan yang tepat, disamping itu juga memerlukan pengetahuan dan
keterampilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, sehingga
akibat dan komplikasi dapat dihindari seperti memberi penjelasan tentang
Hepatitis antara lain: penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, perawatan,
penularan dan akibat yang didapat kalau pengobatan tidak dilakukan.
Dari data tersebut penyakit ini perlu penanganan dan pengobatan yang
tepat dan sesegera mungkin karena dapat mengakibatkan dampak yang lebih
buruk sampai dengan fatal dan dari data diatas maka penulis tertarik untuk
membahas tentang masalah hepatitis dengan judul Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah II Pada Pasien TnS Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal: Hepatitis B Di Rs. Rk Charitas Paviliun Yoseph I Kamar 4.3.
B. Ruang Lingkup
Penulisan Asuhan Keperawatan ini difokuskan dengan mengingat
keterbatasan waktu yang ada pada penulis, maka dalam penulisan makalah ini penulis
membatasi ruang lingkup masalah hanya pada asuhan keperawatan medikal bedah
dengan gangguan sistem Dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal: Hepatitis B
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami, dan mengaplikasikan asuhan keperawatan
medikal bedah II dengan gangguan sistem Sistem Gastrointestinal: Hepatitis B
2. Tujuan Khusus
1. menjelaskan tentang pengkajian hepatitis
2. Menjelaskan tentang diagnosa keperawatan hepatitis
3. Menjelaskan tentang intervensi keperawatan hepatitis
4. Menjelaskan tentang implementasi keperawatan hepatitis
5. Menjelaskan tentang evaluasi hepatitis
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif yaitu
menggambarkan keadaan yang sedang terjadi (Juhari, 1995). Penulis
menggambarkan suatu keadaan yang terjadi pada saat melakukan perawatan pada
Pada Pasien TnS Dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal: Hepatitis B Di Rs.
Rk Charitas Paviliun Yoseph I Kamar 4.3.
Tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengadakan tanya jawab dengan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain
untuk mendapatkan keterangan (Juhari, 1995). Penulis melakukan wawancara
pada pasien, keluarga, perawat, ruangan dan tim kesehatan lain mengenai teori
tentang keadaan Pada Pasien TnS Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal: Hepatitis B Di Rs. Rk Charitas Paviliun Yoseph I Kamar 4.3.
b. Observasi partisipatif
Observasi partisipatif adalah suatu tehnik pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengadakan pengamatan dan melakukan asuhan keperawatan pada
pasien lebih objektif yaitu dengan melihat pasien setelah melakukan tindakan
(Juhari, 1995)
c. Studi Dokumenter
Studi dokumenter adalah suatu tekhnik yang diperoleh dengan mempelajari
buku laporan catatan medis serta hasil pemeriksaan yang ada.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah tehnik pengumpulan data dengan melakukan
pemeriksaan mulai dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi untuk
mendapatkan data fisik pasien untuk mendapatkan data fisik pasien secara
keseluruhan (Patricia, A Potter, 1996).
E. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang, ruang lingkup, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini terdiri dari dua sub bab yaitu, konsep dasar medis yang membahas
tentang pengertian, anatomi fisiologi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan.
Sedangkan sub bab konsep dasar keperawatan membahas tentang pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi, discharge planning dan
patoflow diagram teori.
BAB III Tinjauan Kasus
Bab ini terdiri dari pengkajian keperawatan, analisa data, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan dan
patoflow diagram kasus.
BAB IV Pembahasan
Bab ini membandingkan persamaan atau kesenjangan antara apa yang ada di
teori dengan realisasi atau kenyataan yang ada di tempat praktik.
BAB V Penutup
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Anatomi Fisiologi
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh
dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan
atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan
dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri.
Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari
sistem porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus.
Sistem porta terletak di depan vena kava dan dibalik kandung empedu.
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya
perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran
kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda.
Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena cava sampai kandung
empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya
daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas
reseksi. Secara mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000
lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk
kubus yang tersusun radialmengelilingi vena sentralis.
Hati adalah organ terbesar dan terpenting di dalam tubuh. Organ ini
penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi lain antara lain :
1. Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari saluran
pencernaan.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa
asing lainya.
3. Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan darah
dan untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin.
Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagi lobulus
yaitu susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral. Hati
memiliki bagian terkecil yang melakukan tugas diatas disebut sel hati (hepatosit),
sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel
parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel kupffer dan sel stellata
yang berbentuk seperti bintang. Tugas aktifitas fagositik dilakukan oleh
makrofag residen yang disebut sel kupffer. Setiap hepatosit berkontak langsung
dengan darah dari dua sumber. Darah vena yang langsung datang dari saluran
pecernaan dan darah arteri yang datang dari aorta. Darah dari cabang-cabang
arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang
kapiler yang melebar disebut sinusoid.
Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan
kompleks yang dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari
saluran cerna tidak secara langsung menyatu pada vena cava inferior akan tetapi
vena vena dari lambung dan usus terlebih dahulu memasuki sistem vena porta.
Pada sistem ini produk-produk yang diserap dari saluran cerna untuk diolah,
disimpan, dan didetoksifikasi sebelum produk produk tersebut kembali ke
sirkulasi besar.
Hepar merupakan kelenjar terbesar pada tubuh yang berbentuk baji yang
dibungkus oleh jaringan ikat (Glissons Capsule), beratnya 1500 gram (1200-
1600 gram dan menerima darah 1500 ml permenit, serta mempunyai fungsi yang
sangat banyak. Fungsi hepar terutama dapat dibagi menjadi tiga diantara lain
dapat memproduksi dan sekresi empedu, berperan dalam metabolisme
karbohidrat, lemak, protein, serta berperan dalam filtrasi darah, mengeliminasi
bakteri dan benda asing yang masuk peredaran darah dari saluran pencernaan.
Hepar merupakan satu-satunya organ yang bisa meregenerasi sendiri, jika salah
satu bagian diangkat maka sisanya dapat tumbuh kembali ke besar dan bentuk
semula. Hepar mempunyai dua facies (permukaan) yaitu :
1. Facies diaphragmatica
Facies diaphragmatica berbentuk konveks, menempel dipermukaan
bawah diaphragma dan dibagi lagi menjadi facies anterior, superior, posterior
dan dekstra yang batasan satu sama lainnya tidak jelas, kecuali dimana margo
inferior yang tajam terbentuk. Facies visceralis agak datar dan melandai
kebawah, kedepan dan ke sebelah kanan dari facies posterior tanpa batas
yang jelas. Perbatasan facies anterior dan viseral membentuk margo inferior
yang tajam, menyusuri lengkung arkus aortae melintasi epigastrium.
Umumnya pembuluh darah besar dan duktus masuk keluar porta hepatis yang
terletak di facies visceralis, kecuali v. hepatika yang muncul dari facies
posterior.
Dari facies diaphragmatica dan visceralis, lipatan peritoneum
menyeberang berturut-turut ke diaphragma lalu turun ke lambung, hal ini
menetap dari mesogastrium ventralis dimana bakal hepar berasal dan
berkembang.
Sebagian besar facies diaphragma terbungkus oleh peritoneum.
Facies anterior dilihat dari depan berbentuk segitiga serta berhubunga dengan
diaphragma, paru-paru dan pleura kanan dengan batas :
Superior : diaphragm
Inferior : kartilago kosta ke 6-10 pada sisi kanan dan 6-7 pada sisi kiri.
Sebagian facies ini berada dibelakang angulus kosta dan ditutupi
oleh dinding abdomen anterior daerah epigastrium.
Facies superior berbatasan dengan diaphragma bawah jantung dan
perikardium pada bagian tengahnya dan bawah pleura dan paru pada sisi-
sisinya. Pada lengkung anterior, ligamentum falsiformis terikat pada hepar
bagian tengah menuju pada titik dimana ligamentum teres terletak di tepi
bebasnya. Titik ini terdapat di sebelah kiri fundus vesika felea. Perlekatan di
bagian atas ligamentum falsiformis berjalan kekiri sepanjang permukaan
superior sebagai ligamentum triangularis. Lembar ligamentum falsiformis
yang kanan berjalan didepan vena kava inferior, dan akan menjadi lapisan
atas ligamentum koronarius yang tidak akan terlihat dari depan.
Facies dekstra meluas dari iga ke -7 ke iga ke-11 dengan struktur
sebagai berikut :
1. Sepertiga bawah berbatasan dengan iga dan diaphragma
2. Sepertiga tengah dengan iga, pleura dan diaphragm
3. Sepertiga atas dengan iga, pleura dan diaphragma.
Facies posterior merupakan kelanjutan permukaan konveksitas superior
dan dekstra, yang berlanjut kebawah menjadi facies viseralis atau facies
inferior. Struktur yang terdapat pada permukaan ini adalah area nuda,
impresio supra renal kanan, alur v. kava inferior, lobus caudatus dan
prosesus kaudatus, fisura lig. Venosum, impresio esophagus dan bagian
atas gaster, serta tuber omentalis pankreas.
2. Facies Viseralis
Gambaran utamanya adalah struktur-struktur yang tersusun
membentuk huruf H. Pada bagian tengahnya terletak porta hepatis (hilus
hepar). Sebelah kanannya terdapat v. kava inferior dan vesika fellea. Sebelah
kiri porta hepatis terbentuk dari kelanjutan fissura untuk ligamentum
venosum dan ligamentum teres. Vena kava terletak dalam sulkus yang dalam
atau kadang-kadang dalam canalis pada bagian cembung facies superior. Di
bagian v. kava terdapat area nuda yang berbentuk segitiga dengan v. kava
sebagai dasarnya dan sisi-sisinya terbentuk oleh lig. Koronarius bagian atas
dan bawah. Puncak segitiga ini (pertemuan lapisan atas dan bawah lig.
Koronarium), membentuk lig. Triangularis dekstra.
Lapisan bawah ligamentum koronarius terdapat pada batas tumpul
antara permukaan difragmatika dan viseral. Disini sebuah lapisan peritoneum
menyelimuti kebawah diatas hepatorenal pouch dan ruang paracollic gutter
kanan. Bila diikuti terus kekiri perlekatan, lapisan bawah lig. Koronarius
akan bertemu dengan lig. Falsiformis. Pertemuan ini ke posterior melalui
celah membentuk lig. Venosum. Ligamen-ligamen tersebut membatasi lobus
kaudatus hepar. Lobus kaudatus hepar merupakan bagian yang berada pada
bursa omentum. Lobus ini melalui diaphragma di sebelah depan aorta
thoracalis, disebelah kiri v. kava inferior dan sebelah kanan esophagus.
Porta hepatis adalah hilus hepar dan dilengkapi oleh kedua lapisan
omentum minus yang pada sebelah kirinya terikat dengan ligamentum
venosum. Porta ini ditempati oleh duktus hepatika dekstra dan sinistra, a.
hepatika dekstra dan sinistra serta v. porta. Susunannya dari belakang ke
depan adalah vena-arteri-duktus.
Duktus cystikus terletak pada sebelah kanan porta hepatis dan pada
tempat ini terdapat beberapa nodus limftikus. Nodus limfatikus ini bersama
saraf menempel diantara tepi bebas omentum minus. Di sebelah kanan porta
terdapat vesika fellea yang terletak dalam fossa. Leher vesika ini terletak
dalam tempat yang lebih tinggi dari fundusnya. Struktur yang ada pada
permukaan viseral adalah: porta hepatis, omentum minus yang berlanjut
hingga fissura lig. Venosum, impresio ginjal kanan dan glandula supra renal,
bagian kedua duodenum, fleksura kolli dekstra, vesika fellea, lobus
kuadratus, fissura ligamentum teres dan impresio gaster.
Stabilitas
Hepar dipertahankan pada tempatnya oleh :
Vena hepatica dan vena cava inferior. Seluruh vena hepatica terletak
intra hepatika terletak intra hepatik dan masuk kedalam vena cava inferior
ketika melewati sulkus di facies posterior hepar. Perlekatan lig. Triangularis
kiri dan lig. Teres.
Organ visera dibawahnya (gaster dan fleksura hepatika kolon).
Hepar dihubungkan dengan dinding abdomen dan diaphragma oleh 5 ligamen
yaitu :
1. Lig. Falsiformis
2. Lig. Koronarius
3. Lig. Triangularis kanan dan kiri
4. Lig. Fibrosa (terbentuk dari embriogenik vena umbilikalis)
C. Klasifikasi
Terdapat dua jenis virus yang menjadi penyebab yaitu RNA (Ribo Nucleic
Acid) dan DNA (Deoksi Nucleic Acid).
A. HepatitisA/Hepatitis infeksius
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala,
sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah,
demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan.
Penyakit ini ditularkan terutama melalui kontaminasi oral fekal akibat higyne
yang buruk atau makanan yang tercemar.Gejala hilang sama sekali setelah 6-
12 minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit
tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak berlanjut
ke hepatitis kronik. Masa inkubasi 30 hari.Penularan melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi feces pasien, misalnya makan buah-buahan,
sayur yang tidak dimasak atau makan kerang yang setengah matang. Minum
dengan es batu yang prosesnya terkontaminasi.
Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4
minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan
suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal,
termasuk homoseks merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A.
B. HepatitisB/hepatitis serum
Virus hepatitis B adalah suatu virus DNA untai ganda yang disebut partikel
dane. Virus ini memiliki sejumlah antigen inti dan antigen permukaan yang
telah diketahui secara rinci dapat diidentifikasikan dari sampel darah hasil
pemeriksaan lab.hepatitis B memiliki masa tunas yang lama, antara 1 7
bulan dengan awitan rata-rata 1-2 bulan. Sekitar 5-10% orang dewasa yang
terjangkit hepatitis B akan mengalami hepatitis kronis dan terus mengalami
peradangan hati selama lebih dari 6 bulan. Gejalanya mirip hepatitis A, mirip
flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah, mata kuning dan
muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum suntik atau pisau yang
terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia.
Pengobatan dengan interferon alfa-2b dan lamivudine, serta imunoglobulin
yang mengandung antibodi terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari
setelah paparan. Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak
beberapa tahun yang lalu. Yang merupakan risiko tertular hepatitis B adalah
pecandu narkotika, orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.
C. Hepatitis c
Hepatitis c diidentifikasi pada tahun 1989.cara penularan virus RNA tersebut
sama dengan hepatitis B dan terutama ditularkan melalui transfusi darah
dikalangan penduduk amerika serikat sebelum ada penapisan. Virus ini dapat
dijumpai dalam semen dan sekresi vagina tetapi jarang sekali pasangan
seksual cukup lama dari pembawa hepatitis C terinfeksi dengan virus ini.
Masa tunas hepatitis C berkisar dari 15 sampai 150 hari, dengan rata-rata 50
hari. Karena gejalanya cenderung lebih ringan dari hepatitis B, invidu mugkin
tidak menyadari mereka mengidap infeksi serius sehingga tidak datang ke
pelayanan kesehatan. Antibody terhadap virus hepatitis C dan virus itu sendiri
dapat di deteksi dalam darah, sehingga penapisan donor darah efektif. Adanya
antibody terhadap virus hepatitis C tidak berarti stadium kronis tidak terjadi.
saat ini belum tersedia vaksin hepatitis C.
D. Hepatitis D
Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak
lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B.
Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala
penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-
infeksi) atau amat progresif. agen hepatitis D ini meningkatkan resiko
timbulnya hepatitis Fulminan, kegagalan hati dan kematian. Pencegahan dapat
dilakukan dengan menghindari virus hepatitis B.
E. Hepatitis E
virus ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan melalui ingesti air
yang tercemar. Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu
makan dan sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri ( self-limited ),
keculai bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat
mematikan. Penularan melalui air yang terkontaminasi feces.
Tabel Virus Hepatitis Yang Dikenali Saat Ini
F. Etiologi
1. Hepatitis A
b. Ditularkan melalui jalur fekal oral, sanitasi yang jelek, kontak antara
manusia, dibawah oleh air dan makanan.
d. Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan sanitasi
yang buruk dengan penduduk yang sangat padat.
2. Hepatitis B (HBV)
d. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi,
perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis
serta onkologi laki-laki biseksual serta homoseksual yang aktif dalam
hubungan seksual dan para pemaki obat-obat IV juga beresiko.
3. Hepatitis C (HCV)
4. Hepatitis D (HDV)
c. Masa inkubasi dari virus ini 21 140 hari dengan rata rata 35 hari.
5. Hepatitis E (HEV)
G. Manifestasi Klinis
Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama.
Manifestasi klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium. Adapun manifestasi dari
masing masing stadium adalah sebagai berikut.
1. Stadium praicterik berlangsung selama 4 7 hari. Pasien mengeluh sakit
kepala, lemah, anoreksia, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri diperut
kanan atas urin menjadi lebih coklat.
H. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai
darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal
pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar
ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya,
sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan
digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar
klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya
rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran
dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat
dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih
berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-
gatal pada ikterus.
I. Pemeriksaan Diagnostik
a. Enzim-enzim serum AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH : meningkat pada
kerusakan sel hati dan pada keadaan lain terutama infark miokardium.
b. Bilirubin direk : meningkat pada gangguan eksresi bilirubin terkonyugasi.
c. Bilirubin indirek : meningkat pada gangguan hemolitik dan sindrom
gilbert.
d. Bilirubin serum total : meningkat pada penyakit hepatoseluler
e. Protein serum total : kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
f. Masa protrombin : meningkat pada penurunan sintetis protrombin akibat
kerusakan sel hati.
g. Kolesterol serum : menurun pada kerusakan sel hati, meningkat pada
obstruksi duktus biliaris
J. Komplikasi
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan
penyakit yang memanjang hingga 4 sampai 8 bulan. Keadaan ini dikenal
sebagai hepatitis kronis persisten. Sekitar 5 % dari pasien hepatitis virus akan
mengalami kekambuhan setelah serangan awal yang dapat dihubungkan
dengan alkohol atau aktivitas fisik yang berlebihan setelah hepatitis virus akut
sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis agresif atau kronik aktif
dimana terjadi kerusakan hati seperti digerogoti (picce meal). Akhirnya satu
komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah perkembangan
karsinoma hepatoseluler.
K. Penatalaksanaan Medik
Jika seseorang telah didiagnosis menderita hepatitis, maka ia perlu
mendapatkan perawatan. Pengobatan harus dipercepat supaya virus tidak
menyebar. Jika tindakan penanganan lamabat membuat kerusakan lebih besar
pada hati dan menyebabkan kanker.
1. Penanganan dan pengobatan hepatitis A
Penderita menunjukan gejala hepatitis A diharapkan untuk tidak banyak
beraktivitas serta segera mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan
terdekat untuk mendapatkan pengobatan dari gejala yang timbul. Dapat
diberikan pengobatan simptomatik seperti antipiretik dan analgetik serta
vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan nafsu makan serta
obat-batan yang mengurangi rasa mual dan muntah.
2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
hepatitis :
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan
tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme
pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar
yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
c. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder
terhadap inflamasi hepar .
d. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap
hepatitis.
e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan
pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu.
f. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular
dari agent virus.
3. Intervensi
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,
perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan mencapai
tujuandengan nilai laboratorium normal dan bebas
dari tanda-tanda malnutrisi.
1) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
Rasional : keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
2) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering
dan tawarkan pagi paling sering
Rasional : adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro
intestinal dan menurunkan kapasitasnya.
3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
Rasional : Resiko akumulasi partikel makanan di mulut dapat
menambah bau dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu
makan.
4) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
Rasional : menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat
meningkatkan pemasukan
5) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
Rasional : glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan
energi,sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme
sehingga akan membebani hepar.
Virus masuk
Defisiensi
Peradangan meluas, nekrosis kurang informasi
pengetahuan
Dan regenerasi sel-sel hati
Medula spinalis
TD: anoreksia, mual muntah
Ketidak efektifan Cortex cerebri
nutrisi dari kebutuhan
tubuh TD: Nyeri
Nyeri
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dalam pengkajiaan penulis
memperoleh data dengan menggunakan metode wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik dan melihat data-data penunjang melalui catatan keperawatan
dari status pasien. Pada pengkajian secara teoritis ditemukan adanya icteric pada
mata dan seluruh badan , berat badan menurun, mudah lelah, mual muntah,
terdapat virus di tinja, nyeri palpasi abdomen, urine gelap`
Setelah dilakukan pengkajian pada pasien di lapangan, didapatkan pengkajian
yang berupa pasien mengatakan badanya terasa lemas, mual muntah, berat badan
meurun, nafsu makan menurun, badan dan mata tampak icterik..
2. Diagnosa
Berdasarkan teori yang ada, perumusan diagnosa keperawatan merupakan proses
pemikiran melalui tanda dan gejala klinik menurut perubahan patofisiologi, respon
pasien maupun keluarga. Diagnosa secara teoritis yang mungkin ini timbul pada
kasus diabetes melitus adalah:
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan
tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme
pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar
yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
c. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder
terhadap inflamasi hepar .
d. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap
hepatitis.
e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan
pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu.
f. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular
dari agent virus.
3. Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, selanjutnya penulis menyusun
perencanaan yang meliputi prioritas masalah perumusan tujuan, penentuan kriteria
hasil dan rencana tindakan dalam memberikan pedoman tindakan yang akan
dilakukan untuk mengatasi masalah pasien berdasarkan tinjauan teoritis
perencanaan untuk mengatasi ketidak efektifan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, nyeri dan defisiensi pengetahuan.
Penulis banyak menganjurkan pasien untuk makan sedikit sedikit tapi sering,
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan memberi informasi edukasi tentang
penyakitnya serta pengawasan dalam mengkonsumsi obat-obatan.
4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari perencanaan keperawatan
yang telah disusun dalam rencana keperawatan, penulis tidak bekerja sendiri,
melainkan bekerja sama dengan perawat yang ada di ruangan dan juga pasien serta
dukungan adanya fasilitas yang memadai. Pelaksanaan secara teoritis dilakukan
bedasarkan kebutuhan, sedangkan dalam praktik, pelaksanaanya sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun berdasarkan keluhan pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan
bahwa hasil yang diberikan dan diharapkan pada pasien telah tercapai. Dalam
teori, evaluasi terdiri dari:
a. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b. Nyeri hilang.
c. Suhu tubuh normal
d. Keletihan menurun .
e. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
f. Transmisi infeksi tidak terjadi
Saat dilakukan pengkajian pada pasien sampai ke tahap evaluasi maka penulis
mendapatkan evaluasi sebagai berikut:
a. Nyeri teratasi
b. Nutrisi adekuat
c. Pengetahuan meningkat
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menganalisa kasus TnS dengan Hepatitis B, maka penulis menarik
kesimpulan:
1. Tanda dan gejala yang ditemukan secara langsung selama pengkajian ternyata
tidak selalu sama dibandingkan dengan teori yang ada, hal ini dapat terjadi
salah satunya karena adanya komplikasi dan berat ringannya kondisi pasien saat
sakit.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul secara teoritis dalam kenyataanya belum
tentu sama dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan langsung pada
pasien, hal ini terjadi karena pasien telah mendapatkan perawatan obat
sebelumnya dan telah mendapat terapi obat.
3. Dalam perencanaan yang terdapat pada teori tidak digunakan seluruhnya pada
saat penyusunan rencana pada kasus karena diselesaikan dengan keluhan pasien
dan digunakan sebagai pedoman pelaksanaan keperawatan.
4. Pelaksanaan keperawatan yang terdapat pada teori yang tidak begitu jelas
namun pada kasus dilakukan sesuai dengan rencana yang disusun sebelumnya.
5. Evaluasi keperawatan pada teori ada satu yang tidak muncul yaitu hambatan
mobilitas fisik
B. Saran
Dari hasil kesimpulan penulis memberikan saran kepada perawat, pasien dan
keluarga, antara lain:
1. Sebagai perawat harus mampu menggali lebih dalam pada saat melakukan
pengkajian keperawatan guna mengoptimalkan proses keperawatan dan
mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan yang memerlukan
penanganan segera.
2. Sebagai pasien diharapkan dapat bekerjasama dengan tim medis berkaitan
dengan proses keperawatan
3. Sebagai Keluarga pasien diharapkan dapat bekerjasama dengan tim medis
dan selalu mendampingi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Suzane, C, Smeltzer. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Cetakan 1, Volume 2, Ed 8. Jakarta: EGC
Syaifuddin.2013. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi
2.Jilid 1. Jakarta: Medika Salemba
Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC
Price, Sylvia, A.2006.Patifisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Cetakan 1,
Ed 6, Vol 2 . Jakarta:EGC.
Amin dkk.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan
Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Mediaction: Jogjakarta.
Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T. Heather. 2015. Nanda Internasional Inc. diagnosis keperawatan:
definisi & klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Reeves. J Charlane. dkk. 2001. keperawatan medikal bedal. jakarta:salemba medika