Vous êtes sur la page 1sur 11

LAPORAN PJBL

ATRESIA ANI
Sebagai tugas blok Gastrointestinal

Disusun oleh:
FITRIYAWATI
145070200111022
Kelas 2/ kelompok 2B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
1. Definisi Atresia Ani
2. Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang seharusnya
berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang
pada anus (Nurarif dan Kusuma, 2013)
Atresia ani yang dikenal dengan istilah imperforasi ani merupakan
kelainan kongenital dimana tidak terbentuk anus secara sempurna
dengan atau tanpa fistula (Donna L., 2005).
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus
tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis
rektum dan atresia rectum (Faradilla, 2009).

3. Klasifikasi Atresia Ani


Melboum (2013) mengklasifikasikan atresia ani berdasarkan, jenisnya
dan berdasarkan anatominya.
Klasifikasi berdasarkan jenisnya:
Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga
feses tidak dapat keluar
Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus
Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara
rectum dengan anus
Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum
Klasifikasi berdasarkan kelompok anatominya:
Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani
(muskuluspubokoksigeus).Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan
Supralevator). Kelainan tinggi mempunyai beberapa tipe antara
lain: laki-laki ada anorektal agenesis, rektouretral fistula yaitu
rektum buntu tidak ada hubungan dengan saluran urinary, fistula ke
prostatic uretra. Rektum berakhir diatas muskulus puborektal dan
muskulus levator ani, tidak ada sfingter internal. Perempuan ada
anorektal agenesis dengan fistula vaginal tinggi, yaitu fistula antara
rectum dan vagina posterior. Pada laki danperempuan biasanya
rectal atresia.
Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus
levator ani. Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate
Anomaly), ciri cirinya adalah ujung rektum mencapai tingkat
muskulus Levator ani tetapi tidak menembusnya, rektum turun
melewati otot puborektal sampai 1 cm atau tepat di otot puborektal,
ada lesung anal dan sfingter eksternal. Tipe kelainan intermediet
antara lain, untuk laki-laki bisa rektobulbar/rektouretral fistula yaitu
fistula kecil dari kantong rektal ke bulbar), dan anal agenesis tanpa
fistula.Sedangkan untuk perempuan bisa rektovagional fistula,
analgenesis tanpa fistula, danrektovestibular fistula.
Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus
levator ani. Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator),
ciri - cirinya adalah rektum turun sampai ke otot puborektal,
spingter ani eksternal dan internal berkembang sempurna dengan
fungsi yang normal, rektum menembus muskulus levator ani
sehingga jarak kulit dan rektum paling jauh 2 cm. Tipe dari kelainan
rendah antara lain adalah anal stenosis, imperforata membrane
anal, dan fistula ( untuk laki-laki fistula ke perineum, skrotum atau
permukaan penis, dan untuk perempuan anterior ektopik anus atau
anocutaneus fistulamerupakan fistula ke perineal, vestibular atau
vaginal).
4. Epidemiologi Atresia Ani
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia
adalah 1 dalam 5000 kelahiran ( Grosfeld J, 2006). Secara umum,
atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling
banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal.
Sedangkan pada bayi perempuan, jenis atresia ani yang paling
banyak ditemui adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan
fistula perineal (Oldham K, 2005).
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran
hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 %
bayi yang menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian
tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata
dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum
vagina pada perempuan (Alpers, 2006).
5. Patofisiologi Atresia Ani
6. Faktor resiko Atresia Ani
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun
ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di
sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga
bayi lahir tanpa lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum,
sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis
anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian
beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif
yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan
dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai
sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital
lain juga beresiko untuk menderita atresia ani
Menurut Nurarif dan Kusuma (2013), atresia dapat disebabkan oleh
beberapa factor, antara lain :
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang anus.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di
daerah usus, rectum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan

Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh
kelainan kongenital saat lahir seperti:
a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral,
anal, jantung, trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).
b. Kelainan sistem pencernaan.
c. Kelainan sistem pekemihan.
d. Kelainan tulang belakang.
7. Manifestasi klinis Atresia Ani
Menurut Nurarif dan Kusuma (2013),
1. Meconium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
3. Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah
letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak
ada fistula)
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
6. Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya membrane anal
Perut kembung pada 4-8 jam setelah lahir
8. Pemeriksaan diagnostik Atresia Ani
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Sinar-X
Abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan
bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum
dan sfingternya.
2. USG
USG abdomen dapat digunakan untuk melihat fungsi organ internal
terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible, seperti obstruksi oleh karena massa tumor. USG juga
bisa dilakukan transperineal atau infracoccygeal yang digunakan
untuk mengetahui jarak kantung perineal.
3. CT Scan/MRI
CT scan dan MRI pelvis dilakukan untuk memfisualisasikan secara
langsung otot sfingter. Pemeriksaan ini digunakan untuk evaluasi
struktural dari otot dasar pelvis dan hubungannya dengan kantung,
serta untuk evaluasi pre dan post operasi. Perneriksaan CT Scan
dapat menentukan anatomi yang jelas otot-otot sfingter ani dalam
hubungannya dengan usus dan jumlah massa yang ada.
Pemeriksaan ini berguna untuk rencana preoperatif dan
memperkirakan prognosa penderita.
4. Aspirasi Jarum
Digunakan untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan
jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak
keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut
dianggap defek derajat tinggi.
5. Pyelografi Intra Vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Rontgenogram Abdomen dan Pelvis
Digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
7. Foto Invertogram
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam
ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara
sampai keujung kantong rectal. Foto invertogram (Wangenstein
Rice) adalah foto yang:
Dikerjakan 8 10 jam postpartum, sehingga diharapkan udara
telah mencapai stom distal usus
Tekniknya: bayi diletakkan posisi kepala di bawah, atau posisi
pronasi, kemudian dengan sinar X horizontal diarahkan ke
trochanter mayor. Dari gambaran yang terbentuk, akan dapat
dinilai ujung udara yang ada di distal rektum ke marka anus.
Sedangkan penilaian foto invertogram, yaitu dengan cara
menarik garis imajiner pubococcigeal, bila kontras udara
proksimal dari garis ini berarti letak tinggi, bila tepat pada garis
letak intermediet, dan bila lebih distal dari garis ini berarti letak
rendah.

Berdasarkan pemeriksaan penunjang Foto Wangenstein Rice ini,


dapat dibedakan beberapa jenis atresia ani, sebagai berikut:
Atresia Ani membranosa
Atresia Ani Letak Rendah (< 1 cm)
Atresia Ani Letak Sedang (1 1,5 cm)
Atresia Ani Letak Tinggi (> 1,5 cm) dengan atau tanpa fistel
8. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan:
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. Pada
pemeriksaan radiologis, dapat ditemukan:
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi
di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian
baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan
atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus
impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid,
kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan
kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-
opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak
dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
9. Penatalaksanaan medis Atresia Ani
Menurut Stark dalam Hockenberry (2009) penatalaksanaan dalam
tidakan atresia ani yaitu ada Medis dan Non medis:
Medis:
Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter
ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses.
Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen dari usus
besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi
beberapa hari setelah lahir.
PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai
12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis
untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan
ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan
bertambah baik status nutrisinya.
Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari
setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB
akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang
frekuensinya dan agak padat.
Badah laparoskopi atau bedah terbuka tradisional
Pembedahan ini dilakukan dengan menarik rectum ke pembukaan
anus
Non Medis:
Toilet training
Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan strategi
yang sama dengan anak normal,misalnya pemilihan tempat duduk
berlubang untuk eliminasi dan atau penggunaan toilet. Tempat
duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda
lain memungkinkan anak merasa aman. Menjejakkan kaki le lantai
juga memfasilitasi defekasi
Bowel management
Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan
kolon
Diet konstipasi
Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan
terlalu panas/dingin. Sayuran dimasak dengan benar. Menghindari
buah-buahan dan sayuran mentah. Menghindari makanan yang
memproduksi gas/menyebabkan kram, seperti minuman karbonat,
permen karet, buncis, kol, makanan pedas, pemakaian sedotan
Diet laksatif atau tinggi serat
Diet laksatif/tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsi
makanan seperti ASI, buah-buahan, sayuran, jus apel dan apricot,
buah kering, makanan tinggi lemak, coklat, dan kafein.
Penatalaksanaan Atresia Ani
1. Penanganan secara preventif
Ibu hamil hingga usia usia gestasi tiga bulan dianjurkan untuk
berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan, dan alkohol
yang dapat menyebabkan atresia ani.
Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya
terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani
karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun
hingga mendesak paru-parunya.
Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk
menghindari konstipasi.
2. Rehabilitasi dan pengobatan
Melakukan pemeriksaan colok dubur
Melakukan pemeriksaan radiologik.
Pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan
letak ujung rektum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus
diletakkan dalam keadaan posisi terbalik selama tiga menit, sendi
panggul dalam keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto
pandangan antero-posterior dan lateral setelah petanda diletakkan
pada daerah lekukan anus
Melakukan tindakan kolostomi neonatus, tindakan ini harus segera
diambil jika tidak ada evakuasi mekonium.
Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari
dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung
berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi
sendiri di rumah dengan jari tangan yang dilakukan selama 6 bulan
sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai
keadaan normal
Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian
dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan
adanya membran tipis yang menutupi anus
Pada kelainan anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai
suatu suatu kantung yang buntu dilakukan pembedahan
rekonstruktif melalui ano-proktoplasti pada masa neonates
Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:
a. Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)
b. Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-12 bulan)
c. Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
Penanganan pada saluran anus dan rektum bagian bawahyang
membentuk suatu kantung buntu yang terpisah dilakukan dengan
kolostomi, kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominalpull-
through"
3. Prosedur operasi
Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero
Sagital Ano Recto Plasty (PSARP).Teknik ini punya akurasi tinggi
untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan
pengganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through
(APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus
membuka dinding perut
DAFTAR PUSTAKA

Buonocore, et al. 2012. Neonatology: A Practical Approach to Neonatal


Disease. Italia: Springer
Sadler TW. Langmans Medical Embryology. 11th ed. Lippincott Williams
and Wilkins Inc. 2011. p.302-16
The Digestive System. In: Moore KL, Persaud TVN. The Developing
Human. 9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2013
Pena A, Levitt MA. Anorectal Malformations. In .Grosfeld JL,ONeill JA,
Fonkalsrud EW, Coran AG. Pediatric Surgery.6th ed. Mosby Elsevier
Inc. 2006. p1566-73
Pena A, Levitt MA. Imperforate Anus and Cloacal Malformations. In
Holcomb GW, Murphy JP. Ashcrafts Pediatric Surgery. 5th ed. Elsevier
Inc. 2010. p468-84
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC.
Yogyakarta : Med Action.

Vous aimerez peut-être aussi