Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ATRESIA ANI
Sebagai tugas blok Gastrointestinal
Disusun oleh:
FITRIYAWATI
145070200111022
Kelas 2/ kelompok 2B
Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh
kelainan kongenital saat lahir seperti:
a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral,
anal, jantung, trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).
b. Kelainan sistem pencernaan.
c. Kelainan sistem pekemihan.
d. Kelainan tulang belakang.
7. Manifestasi klinis Atresia Ani
Menurut Nurarif dan Kusuma (2013),
1. Meconium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
3. Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah
letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak
ada fistula)
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
6. Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya membrane anal
Perut kembung pada 4-8 jam setelah lahir
8. Pemeriksaan diagnostik Atresia Ani
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Sinar-X
Abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan
bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum
dan sfingternya.
2. USG
USG abdomen dapat digunakan untuk melihat fungsi organ internal
terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor
reversible, seperti obstruksi oleh karena massa tumor. USG juga
bisa dilakukan transperineal atau infracoccygeal yang digunakan
untuk mengetahui jarak kantung perineal.
3. CT Scan/MRI
CT scan dan MRI pelvis dilakukan untuk memfisualisasikan secara
langsung otot sfingter. Pemeriksaan ini digunakan untuk evaluasi
struktural dari otot dasar pelvis dan hubungannya dengan kantung,
serta untuk evaluasi pre dan post operasi. Perneriksaan CT Scan
dapat menentukan anatomi yang jelas otot-otot sfingter ani dalam
hubungannya dengan usus dan jumlah massa yang ada.
Pemeriksaan ini berguna untuk rencana preoperatif dan
memperkirakan prognosa penderita.
4. Aspirasi Jarum
Digunakan untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan
jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak
keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut
dianggap defek derajat tinggi.
5. Pyelografi Intra Vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Rontgenogram Abdomen dan Pelvis
Digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
7. Foto Invertogram
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam
ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara
sampai keujung kantong rectal. Foto invertogram (Wangenstein
Rice) adalah foto yang:
Dikerjakan 8 10 jam postpartum, sehingga diharapkan udara
telah mencapai stom distal usus
Tekniknya: bayi diletakkan posisi kepala di bawah, atau posisi
pronasi, kemudian dengan sinar X horizontal diarahkan ke
trochanter mayor. Dari gambaran yang terbentuk, akan dapat
dinilai ujung udara yang ada di distal rektum ke marka anus.
Sedangkan penilaian foto invertogram, yaitu dengan cara
menarik garis imajiner pubococcigeal, bila kontras udara
proksimal dari garis ini berarti letak tinggi, bila tepat pada garis
letak intermediet, dan bila lebih distal dari garis ini berarti letak
rendah.