Vous êtes sur la page 1sur 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster adalah infeksi
virus pada kulit. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu
virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta
timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal
maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Tercatat ada tujuh jenis virus
yang dapat menyebabkan penyakit herpes pada manusia yaitu, herpes simpleks, Varizolla
zoster (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein Barr (EBV) dan human herpes virus tipe
6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe 8 (HHV-8). Semua virus herpes memiliki ukuran dan
morfologi yang sama dan semuanya melakukan replikasi pada inti sel. (Bruner dan
Suddart. 2002)

Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia.
Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia
di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun. (Bruner dan
Suddart. 2002)

Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus
varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik
dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris.
Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi,
tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada
umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi
virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan
imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu
terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak
adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas.
Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada

1
usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran
darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek
imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.
Pada pasien mungkin muncul dengan iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing
dan kekuningan pada kulit (jaudince) dan kesulitan bernafas atau kejang. Lesi biasanya hilang
dalam dua minggu. Pengaktifan virus yang berdormansi tersebut dapat disebabkan penurunan
daya tahan tubuh, stress, depresi, alergi pada makanan, demam, trauma pada mukosa genital,
menstruasi, kurang tidur dan sinar ultraviolet. (Bruner dan Suddart. 2002)
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu dengan
mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.
Dari Latar belakang diatas maka penulis dapat meyimpulkan bahwa herpes zoster
adalah penyakit kulit disebabkan karena virus varisela zoster yang ditandai dengan adanya
nyeri hebat dan lesi pada kulit.

1.2. Rumusan Masalah.

1.2.1. Apa definisi dari herpes zoster?

1.2.2. Bagaimana klasifikasi dari herpes zoster?

1.2.3. Bagaimana etiologi dari herpes zoster?

1.2.4. Bagaimana manifestasi klinis dari herpes zoster?

1.2.5. Bagaimana patofisiologi dari herpes zoster?

1.2.6. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada herpes zoster?

1.2.7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari herpes zoster?

1.2.8. Apa komplikasi dari herpes zoster?

1.2.9. Bagaimana prognosis dari herpes zoster?

1.2.10. Bagaimana asuhan keperawatan dari herpes zoster?

2
1.3. Tujuan.

1.3.1. Untuk memahami definisi dari herpes zoster.

1.3.2. Untuk memahami klasifikasi dari herpes zoster.

1.3.3. Untuk memahami etiologi dari herpes zoster.

1.3.4. Untuk memahami manifestasi klinis dari herpes zoster

1.3.5. Untuk memahami patofisiologi dari herpes zoster.

1.3.6. Untuk memahami pemeriksaan penunjang dari herpes zoster.

1.3.7. Untuk memahami penatalaksanaan dari herpes zoster.

1.3.8. Untuk memahami komplikasi dari herpes zoster.

1.3.9. Untuk memahami prognosis dari herpes zoster.

1.3.10. Untuk memahami asuhan keperawatan dari herpes zoster.

1.4. Manfaat

1.4.1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi dari herpes zoster.

1.4.2. Agar mahasiswa dapat mengetahuiklasifikasi dari herpes zoster.

1.4.3. Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari herpes zoster.

1.4.4. Agar mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari herpes zoster.

1.4.5. Agar mahasiswa dapat mengetahuipatofisiologi dari herpes zoster.

1.4.6. Agar mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang dari herpes zoster.

1.4.7. Agar mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari herpes zoster.

3
1.4.8. Agar mahasiswa dapat mengetahuikomplikasi dari herpes zoster.

1.4.9. Agar mahasiswa dapat mengetahuiprognosis dari herpes zoster.

1.4.10. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan dari herpes zoster

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela yg
menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan virus yang terjadi setelah
infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin). Herpes zoster adalah radang kulit akut
yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya
(persyarafannya). Infeksi ini dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan
terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella
dalam bentuk cacar air). (Smeitzer, Suzanne C.2001)

Menurut Purrawan Juradi, dkk (1982) herpes zoster adalah radang kulit dengan sifat
khasnya yaitu terdapat vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persyarafan sensorik
sesuai dengan dermatomnya dan biasanya unilateral.
Menurut Arif Mansyur, herpes zoster (campak, cacar ular) adalah penyakit yang
disebabkan infeksi virus varicella. Zoster yang menyerang kulit dan mukosa infeksi ini
merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi primer kadang-kadang infeksi
berlangsung sub kronis.
Menurut Jewerz .E. dkk (1984) herpes zoster adalah suatu penyakit sporadik yang
melemahkan pada orang dewasa yang ditandai oleh reaksi peradangan radiks posterior syaraf
dan ganglia. Diikuti oleh kelompok vesikel di atas kulit yang dipersyarafi oleh syaraf sensorik
yang terkena.
Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang disebabkan oleh virus
Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun sepanjang persyarafan sensorik.
Kesimpulan dari penulis tentang Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Herpes zoster disebut juga shingles.
Dikalangan awam popular atau lebih dikenal dengan sebutan dampa atau cacar air.

2.2 Klasifikasi

5
Klasifikasi herpes zoster menurut Harahap,Marwali. 2000 adalah sebagai
berikut:

1. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf
trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan
nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu,
demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra

2. Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis

6
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra

4. Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra

5. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

7
Gambar 5. Herpes zoster lumbalis

6. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 6. Herpes zoster sakralis dekstra.

2.3 Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes
viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik
dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan
gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer
pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi
oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion.
Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara
in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus
pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi
virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang
disintesis di dalam sel yang terinfeksi. (Harahap,Marwali. 2000)

8
2.4 Manifestasi klinis
1. Gejala prodromal sistematik (demam, pusing, malese) maupun gejala prodomal lokal
(nyeri otot tulang, gatal, pegal).
2. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok, vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh (berwarna
abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. (Prof. dr. Adhi Juwanda, 199:107).
3. Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir
selalu unilateral
Menurut daerah penyerangnya dikenal :
a) Herpes zosrter of oftalmikus : menyerang dahi dan sekitar mata
b) Herpes zosrter servikalis : menyerang pundak dan lengan
c) Herpes zosrter torakalis : menyerang dada dan perut
d) Herpes zosrter lumbalis : menyerang bokong dan paha.
e) Herpes zosrter sakralis : menyerang sekitar anus dan getalia
f) Herpes zosrter atikum : menyerang telinga.
(Prof.dr.Adhi Juwanda, 199:107)

2.5 Patofisiologi
Menurut (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

VIRUS VARISELA ZOESTER

Infeksi primer ,infeksi virus alfa menetap


dalam bentuk laten neuron dari ganglion

Presdisposisi pada klien pernah menderita cacar air,


sistem imun yang lemah dan yang menderita kelainan maglinitas

Reaksi virus varisela zoester

Vesikula tersebar

9
Respon inflamasi respon inflamasi Ganggilion posterior ganggilion
anterior
lokal sistemik susunan saraf tepi dan bagian
motorik ganggion kranilas
kranialis

kerusakan saraf perifer gangguan gejala prodomal


gastroinstestinal sistemik
terjadi lesi pada kulit nyeri otot

demam,
Kerusakan Integritas mual,anoreksia pusing
Kulit dan malasie
Nyeri Akut

Ketidakseimbangan reaksi inflamasi


nutrisiMK
kurang dari
kebutuhan tubuh
Hipertermi

Terjadinya garukan pada lesi

Port de entree kuman

Resiko infeksi

2.6 Pemeriksaan penunjang

Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps
simplex :

1. Tzanck Smear

- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai
dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsas, Wrights, toluidine blue
ataupun Papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai
multinucleated giant cells

- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.

10
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus

2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus

3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit

4. Pemerikasaan mikroskop electron

5. Kultur virus

6. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ

7. Deteksi antibody terhadap infeksi virus

8. Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal dengan


degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya
lymphocytic infiltrate. (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

2.7 Penatalaksanaan medis

Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik,


jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.Pada herpes zoster oftalmikus
mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral atau imunostimulator. Obat-obat ini
juga dapat diberikan pada penderita dengan defisiensi imunitas.Indikasi pemberian
kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk
mencegah terjadinya parasialis. ( Judith M. Wilkinson. 2006)
Terapi serng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis
ganglion.Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak
terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat
diberikan salep antibiotik.( Judith M. Wilkinson. 2006)
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk
mengendalikan gejala dan me nurunkan pengeluaran virus. Obat antivirus
analognukleosida merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan

11
menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polymerase HSV yang pada
gilirannya menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus.( Judith M. Wilkinson.
2006)
Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak asiklovir,
famsiklovir, dan valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda
kekambuhan untuk mengurangi dan mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda
sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari. Pasien yang
mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif
setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%. Terapi
topical dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif. Terapi supresif atau
profilaksis dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi perinatal dan keharusan
melakukan seksioses area pada wanita yang positif HSV. Vaksin untuk mencegah
infeksi HSV-2 sekarang sedang diteliti.

2.8 Komplikasi

Komplikasi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2002 adalah sebagai berikut:

1) Neuralgia paska herpetik


Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2) Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan
jaringan nekrotik.
3) Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.
4) Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang
12
sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
nausea, dan gangguan pengecapan.
5) Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis
dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria
dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

2.9 Prognosis

Herpes zoster merupakan penyakit self limiting atau dapat sembuh sendiri dan biasanya
sembuh dalam waktu 10:15 hari. Prognosis untuk pasien usia muda dan sehat sangat baik
karena Pada orang tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya komplikasi herpes
zoster seperti neualgia pascaherpes, infeksi sekunder dan timbulnya jaringan parut.
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai komplikasi
prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak imunokompromais, angka morbiditas
dan mortalitasnya signifikan. (Blackwell Science, 2000)

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Biodata

A. Identitas Pasien

Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat
pasien, umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak
sampai dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk di kaji untuk melihat
perkembangan dari pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di
lakukan dengan persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan.

2. Riwayat Kesehatan

A. Keluhan Utama

Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan


kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang
terkena pada fase-fase awal baik pada herpes zoster maupun simpleks.

B. Riwayat penyakit sekarang

Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang
mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat
lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga mengalami demam.

C. Riwayat penyakit keluarga

Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman
dekat yang terinfeksi virus ini.

D. Riwayat penyakit dahulu

diderita kembali oleh pasien yang pernah mengalami penyakit herpes


simplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini
14
E. Riwayat psikososial.

Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran dalam
keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.

3. Pola Kehidupan

A. Aktivitas dan Istirahat

Pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.

B. Pola Nutrisi dan Metabolik

Pada Herpes Zoster oftalmik , pasien mengalami penurunanan nafsu


makan , karena mengeluh nyeri pada daerah wajah dan pipi sehingga pasien tidak
dapat mengunyah makanan dengan baik karena disebabkan oleh rasa nyeri

C. Pola Aktifitas dan Latihan

Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola saat
aktifitas berlebih ,sehingga pasien akan membatasi pergerakan aktivitas .

D. Pola Hubungan dan peran

Pasien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya


gangguan citra tubuh.

4. Pengkajian fisik
1) Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran
b. TTV
2) Head To Toe
a. Kepala
wajah : ada lesi (ukuran > 1 , bentuk :benjolan berisi air , penyebaran :
merata dengan kulit )
b. Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
c. Mata (Penglihatan)
Adanya Nyeri tekan, ada penurunan penglihatan.
d. Hidung (Penciuman)
septum nasi tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan tidak
terdapat hiposmia.
e. Telinga (Pendengaran)
15
Inspeksi
Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid
Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.
Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan
mastoidius.
f. Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak
terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : normal simetris
Benjolan : tidak terdapat lesi
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
Tidak terdapat massa / benjolan
Tidak terdapat tanda tanda asites
Tidak terdapat pembesaran hepar
h. Integument
- Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,
- edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
- akral hangat
- turgor kulit normal/ kembali <1 detik
- terdapat lesi pada permukaan kulit wajah
3.3 Diagnosa keperawatan herpes zooster.
1. Nyeri akut b.d proses peradangan

2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.

3. Kerusakan integritas kulit b.d proses peradangan


4. Hipertermi b.d proses inflamasi
5. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d kerusakan jaringan kulit akibat herpes

16

Vous aimerez peut-être aussi