Vous êtes sur la page 1sur 23

Aplikasi Standar Trotoar

Pengembangan fasilitas pejalan kaki di Indonesia masih belum menjadi prioritas dibandingkan
pengembangan jalur untuk moda transportasi lainnya terutama kendaraan bermotor, sehingga
pejalan kaki berada dalam posisi yang lemah dan cenderung menggunakan badan jalan atau
fasilitas yang seadanya. Kondisi tersebut sangat membahayakan keselamatan pejalan kaki, dan
mempengaruhi kelancaran lalu lintas akibat pejalan kaki yang menggunakan badan jalan. Untuk
itu diperlukan upaya mengaplikasikan fasilitas pejalan kaki yang memenuhi kebutuhan pejalan
kaki, antara lain keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan.

Fasilitas pejalan kaki yang diaplikasikan dalam kajian ini adalah trotoar. Puslitbang Jalan dan
Jembatan telah mengembangkan standar Trotoar yakni RSNI3 2443 : 2008 mengenai Spesifikasi
Trotoar, sehingga aplikasi skala penuh trotoar yang dilakukan mengacu pada standar tersebut dan
standar-standar lainnya yang berkaitan. Trotoar yang dikaji dibangun pada ruas Jalan Raya
Cipacing Km. 19+300 s/d 19+500 Kabupaten Sumedang.

Tata guna lahan sekitar ruas jalan merupakan areal yang berpotensi membangkitkan pejalan kaki.
Metode yang dipakai untuk menilai keefektifan pembangunan trotoar adalah menggunakan
before-after analysis. Dimana data before dikumpulkan sebelum pembangunan, dan data
after dikumpulkan setelah pembangunan trotoar. Analisa yang dilakukan pada kegiatan ini
hanya bersifat deskriptif. Mengacu pada perubahan yang dicatat pada lokasi pembangunan
trotoar, terlihat bahwa terjadi peningkatan volume pengguna trotoar, penurunan volume pejalan
kaki di badan jalan, dan peningkatan kecepatan rata-rata pejalan kaki, penurunan nilai hambatan
samping, dan pejalan kaki merasa lebih nyaman.

Kata kunci: pejalan kaki, trotoar.

APPLICATION OF SIDEWALK STANDARDS

Development of pedestrian facilities in Indonesia is still not a priority compared to the


development of other transportation modes lane, particularly motor vehicles, so that pedestrians
are in a weak position and tend to use the carriageway or makeshift facilities. This condition is
very dangerous to pedestrian safety, and affects traffic flow due to pedestrians using the
carriageway. It required effort to apply the pedestrian facilities that meet the needs of
pedestrians, including safety, continuity, and convenience.

Pedestrian facility, applied in this study, is the sidewalk. Research and Development Centre of
Road and Bridge (RDCRD) has developed standards of sidewalk, RSNI3 2443: 2008 regarding
sidewalk specifications, so that full-scaled application of sidewalks accomplished refer to these
standards and other related standards. Researched sidewalk is constructed on Cipacing Road Km.
19 +300 up to 19 +500, Kabupaten Sumedang.
Surrounding land use area roads is potential to generate pedestrians. The method used to assess
the effectiveness of the sidewalk construction was using "before-after analysis", whereas
"before" data were collected before the construction and after" data were collected after the
construction of sidewalk.

Referring to the changes recorded on the sidewalk of the constructed sidewalk, showing
increased volume sidewalk user, decreased pedestrian volume on the road, and increased
pedestrian average speed, decreased value of the side friction, and making pedestrian more
convenience.

Keywords : pedestrian, sidewalk

1. PENDAHULUAN

Transportasi merupakan perpindahan barang dan atau manusia dari suatu tempat ke tempat yang
lain. Transportasi manusia dapat dilakukan dengan berbagai cara; selain dengan menggunakan
kendaraan perpindahan ke suatu tempat dapat dilakukan dengan berjalan kaki, dimana terdapat
berbagai macam fasilitas untuk para pejalan kaki, diantaranya: trotoar, jembatan penyeberangan,
zebra cross, dan sebagainya.

Pada kenyataannya, pengembangan fasilitas pejalan kaki di Indonesia kurang menjadi prioritas
dibandingkan pengembangan jalur untuk moda transportasi lainnya terutama kendaraan
bermotor, sehingga pejalan kaki berada dalam posisi yang lemah. Menurut hasil penelitian yang
dilakukan di DKI Jakarta oleh Lembaga Swadaya Masyarakat bidang perkotaan Pelangi bersama
Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) dan Institut Transportasi (Intrans)
bahwa keselamatan pejalan kaki terancam akibat minimnya fasilitas untuk pedestarian. 65 persen
korban kecelakaan lalu lintas berakibat kematian, adalah pejalan kaki, yang mana 35 persen
diantara korbannya adalah anak-anak (diunduh dari
http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/20031022-07,id.html)

Untuk itu diperlukan upaya mengaplikasikan fasilitas pejalan kaki yang memenuhi kebutuhan
pejalan kaki, antara lain keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan.

Fasilitas pejalan kaki yang akan diaplikasikan dalam kajian ini adalah trotoar. Puslitbang jalan
telah mengembangkan standar Trotoar yakni RSNI3 2443 : 2008 mengenai Spesifikasi Trotoar.
Sehingga aplikasi skala penuh trotoar akan mengacu pada standar tersebut dan standar-standar
lainnya yang berkaitan.

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk : Mengaplikasikan standar Jalur Pejalan
Kaki, berupa pembuatan trotoar serta mengkaji efektifitas hasil penerapannya.

2. KAJIAN LITERATUR
2.1 Jalur Pejalan Kaki

Jalur pejalan kaki didefinisikan sebagai lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat
berupa Trotoar, Penyeberangan Sebidang, dan Penyeberangan Tak Sebidang.

Dalam perencanaan jalur pejalan kaki yang perlu diperhatikan adalah kebebasan berjalan untuk
mendahului serta kebebasan waktu berpapasan dengan pejalan kaki lainnya tanpa bersinggungan,
dan kemampuan untuk memotong pejalan kaki lainnya. Keamanan terhadap kemungkinan
terjadinya benturan dengan pengguna jalan yang lain (lalu lintas kendaraan) serta tingkat
kenyamanan pejalan kaki yang optimal seperti faktor kelandaian dan jarak tempuh serta rambu-
rambu petunjuk pejalan kaki.

2.1.1 Trotoar

Trotoar adalah merupakan jalur Pejalan Kaki yang terletak pada Daerah Milik Jalan yang diberi
lapisan permukaaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada
umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan (Perencanaan Trotoar, 1990). Fungsi utama
trotoar adalah memfasilitasi pejalan kaki berupa jalur yang diperkeras untuk melakukan
perjalanannya dengan selamat dan nyaman. Fungsi trotoar lainnya antara lain:

1) meningkatkan kelancaran lalu lintas baik lalu lintas kendaraan maupun pejalan kaki;

2) memberikan ruang di bawah trotoar untuk menempatkan utilitas kelengkapan jalan seperti
saluran air buangan muka jalan, penempatan rambu lalu lintas, dan lain-lain.

a. Penempatan trotoar.

Trotoar ditempatkan sejajar dengan lajur lalu lintas dan terletak pada rumaja. Pada tempat-tempat
tertentu, Trotoar dapat juga tidak sejajar dengan lajur lalu lintas misalnya karena topographinya
atau pada pertemuan-pertemuan dengan fasilitas jalan yang lain. Trotoar dapat juga terletak di
luar Rumaja namun masih di dalam Rumija.

b. Perhitungan Dimensi Trotoar

Kebutuhan lebar trotoar terdiri atas jalur hijau, lahan pejalan kaki, jalur fasilitas, dan kebebasan
samping. Lebar trotoar dihitung berdasarkan volume pejalan kaki rencana (V). Volume pejalan
kaki rencana (V) adalah volume rata-rata per menit pada interval puncak (Spesifikasi Trotoar,
2008). V dihitung berdasarkan survey penghitungan pejalan kaki yang dilakukan setiap interval
15 menit selama jam sibuk dalam satu hari untuk 2 (dua) arah. Lebar trotoar dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Keterangan: W= Lebar trotoar (m) V = Volume pejalan kaki rencana/dua arah
(orang/meter/menit) N = Lebar tambahan sesuai dengan keadaan setempat (m). Nilai N
ditentukan dalam Tabel berikut:

c. Permukaan Trotoar

Permukaan trotoar harus stabil, berwarna yang berbeda dengan lajur kendaraan, kuat, tahan
cuaca, dan tidak licin. Permukaan trotoar harus dilengkapi dengan ubin yang memiliki informasi
khusus untuk pengguna yang mengalami gangguan penglihatan atau tuna netra. Ubin peringatan
dan pengarah dapat terbuat dari slab beton atau paving block. Permukaan trotoar yang
memberikan informasi untuk kalangan tuna netra atau kesulitan penglihatan adalah:

1) ubin kubah sebagai peringatan;

2) ubin garis sebagai pengarah.

Warna ubin informasi untuk kalangan tuna netra adalah berwarna kuning sehingga mudah
terlihat (FHWA). Permukaan ubin kubah adalah terdapat kubah yang timbul. Ubin ini berfungsi
sebagai peringatan atas adanya perubahan situasi trotoar.

Permukaan ubin garis adalah terdapat garis yang timbul. Ubin ini berfungsi sebagai pengarah
yang aman pada trotoar.
2.2 Kebutuhan Ruang Berjalan

Tujuan utama pengembangan fasilitas jalur berjalan adalah keamanan/keselamatan, dan untuk
meningkatkan kenyamanan, keamanan, kesenangan, kesinambungan, kelengkapan, dan daya
tarik (Fruin, 1979:190). Untuk itu, dalam merencanakan jalur berjalan yang efektif tidak hanya
memerlukan satu pengertian dasar karakteristik arus pergerakan pejalan seperti halnya arus
kendaraan, tetapi juga memerlukan informasi-informasi tentang calon pemakai. Informasi
tersebut diantaranya adalah karakteristik pejalan yang terdiri dari karakteristik umum, yang
menyangkut karakteristik fisik dan psikis manusia, serta karakteristik khusus, yang menunjukkan
sifat-sifat khusus pejalan pada tiap-tiap aktivitas perkotaan. Karakteristik pejalan ini berkaitan
dengan kebutuhan ruangnya.

2.3 Konsep Tingkat Pelayanan Trotoar

Konsep tingkat pelayanan jalur berjalan pada dasarnya sama dengan konsep tingkat pelayanan
yang digunakan untuk menentukan tingkat kenyamanan jalan raya. Pada konsep ini, faktor-faktor
kenyamanan seperti kemampuan untuk memilih kecepatan berjalan, mendahului dan mencegah
konflik dengan pejalan lain berkaitan dengan kepadatan dan volume pejalan (Highway Capacity
Manual, 1985).

2.3.1 Prinsip Arus Pejalan Kaki

Pola arus dari pejalan kaki hampir sama dengan pola arus kendaraan bermotor. Apabila arus
meningkat, maka kecepatan berjalan semakin menurun. Apabila arus telah mencapai maksimum,
kecepatan berjalan akan mendekati nilai nol. Ukuran kualitatif arus pejalan kaki serupa dengan
yang digunakan untuk arus kendaraan, yaitu kebebasan untuk memilih kecepatan yang
diinginkan untuk mendahului pejalan lain. Selain itu digunakan juga ukuran yang khusus untuk
arus pejalan, yaitu kemampuan untuk memotong arus lalu lintas pejalan, berjalan pada arah yang
berlawanan dengan arus mayoritas, serta bergerak tanpa konflik dan mengubah kecepatan
berjalan.

Kriteria atau standar tingkat pelayanan dikembangkan dengan berdasarkan pada rata-rata
pemilikan ruang tiap pejalan dan beberapa faktor kualitatif, seperti kemampuan untuk memilih
kecepatan bergerak, serta kemampuan untuk mendahului dan mencegah konflik dengan pejalan
lain. Standar ini dikalsifikasikan kedalam berbagai tingkat pelayanan, yaitu tingkat pelayanan
yang lebih tinggi menyediakan ruang pejalan yang lebih besar.

2.3.2 Level Of Service (Tingkat Pelayanan)


Secara umum, LOS ditentukan kebebasan para pejalan kaki untuk memilih kecepatan berjalan
yang diinginkan, atau untuk mendahului pejalan kaki lain yang berjalan lebih lambat. Standar
pengukuran yang lain terkait pada kemampuan seorang pejalan kaki untuk menyeberangi atau
memotong arus pejalan kaki, berjalan dalam arah yang berlainan dengan arus pejalan kaki
mayoritas, dapat melakukan manuver tanpa mengakibatkan konflik, dan mengubah kecepatan
berjalan atau kecepatan melangkah. Tabel 2.3 memperlihatkan LOS untuk trotoar berdasarkan
Highway Capacity Manual.

2.4 Aktivitas Samping Jalan (Hambatan Samping)

Banyak aktivitas samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik, kadang-kadang besar
pengaruhnya terhadap arus lalu lintas. Hambatan samping yang terutama berpengaruh pada
kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah:

Pejalan kaki yang menggunakan badan jalan

Angkutan umum dan kendaraan lain yang berhenti

Kendaraan lambat (mis: becak, kereta kuda)

Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan

Untuk menyederhanakan perannya dalam prosedur perhitungan, tingkat hambatan samping telah
dikelompokkan dalam 5 kelas dari sangat rendah sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari
frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang segmen jalan yang diamati: sangat rendah,
rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi.

2.5 Aturan Penyelenggaraan Jalan Yang Terkait Dengan Trotoar


2.5.1 Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan

a. Dalam Pasal 34 ayat (3) disebutkan bahwa Ruang manfaat jalan hanya diperuntukkan bagi
median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang
pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap
lainnya. Lebih jauh dijelaskan dalam ayat (4) bahwa trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.

b. Dalam Pasal 86 ayat (5) mengenai Perencanaan Teknis disebutkan bahwa Rencana teknis jalan
wajib memperhitungkan kebutuhan fasilitas pejalan kaki dan penyandang cacat. Dimana dalam
Penjelasan dijabarkan bahwa Pejalan kaki dan penyandang cacat perlu diperhitungkan karena
merupakan bagian dari lalu lintas. Fasilitas pejalan kaki dan penyandang cacat merupakan
prasarana moda transportasi yang penting antara lain dapat berupa trotoar dan penyeberangan
jalan di atas jalan, pada permukaan jalan, dan di bawah jalan.

2.5.2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan

a. Pasal 25 ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum
wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:

a. Rambu Lalu Lintas;

b. Marka Jalan;

c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;

d. alat penerangan Jalan;

e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;

f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;

g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan

h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di luar
badan Jalan
b. Dalam Pasal 45 ayat (1) disebutkan bahwa Fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan meliputi trotoar, lajur sepeda, tempat penyeberangan Pejalan Kaki, Halte,
dan/atau fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut.

3. METODOLOGI

3.1 Tahap Kegiatan

Secara umum, pelaksanaan kegiatan ini menggunakan metode before-after analysis. Dimana
kegiatan pengumpulan data before telah dilaksanakan sebelum pembangunan trotoar. Dan data
after dikumpulkan setelah trotoar beroperasi. Analisa data yang dilakukan hanya bersifat
deskriptif. Tahapan kegiatan yang dikembangkan terlihat seperti pada Gambar 1

3.2 Lokasi Penelitian

Kriteria lokasi studi yang dipilih agar dapat mendukung studi penelitian adalah:
1. Lokasi berada pada jalan strategis seperti jalan arteri antar kota

2. Lokasi memiliki demand pejalan kaki yang tinggi, yang dapat diindikasikan dari jenis
pemanfaatan tata guna lahan di sekitarnya.

3. Lokasi merupakan sebuah ruas

4. Lokasi tidak memiliki fasilitas pejalan kaki (trotoar) yang memadai, sehingga pejalan kaki
cenderung menggunakan badan jalan untuk berjalan

5. Daerah sekitar lokasi masih memiliki cukup daerah kosong untuk aplikasi fasilitas pejalan
kaki (trotoar)

6. Kecepatan kendaraan pada jalan utama cukup tinggi sehingga berpotensi terhadap terjadinya
kecelakaan.

Dari kriteria tersebut, dipilih lokasi Jl. Raya Cipacing. Tata guna lahan sekitar ruas jalan yang
terpilih merupakan areal yang berpotensi membangkitkan pejalan kaki.
3.3 Metode Pengambilan dan Analisa Data

3.3.1 Kebutuhan Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia dari hasil pengumpulan data yang dilakukan
oleh orang lain yang biasanya diperoleh dalam bentuk tabel, grafik maupun dalam bentuk data-
data statistik.

Secara keseluruhan pengumpulan data jenis, sumber, dan kegunaan data yang dibutuhkan, antara
lain dapat ditunjukkan pada tabel berikut:

3.3.2 Kebutuhan Data Primer

Data primer diperoleh melalui pengukuran, penghitungan, pengamatan, serta wawancara


langsung di lapangan. Adapun data-data primer yang akan dikumpulkan adalah:

- Data Volume Lalu Lintas

- Data Perilaku pengguna jalan

- Data Volume Pejalan Kaki

- Wawancara

- Data kecepatan kendaraan

- Data Geometrik

- Data kecepatan pejalan kaki

- Data Hambatan Samping


3.3.3 Pengumpulan dan Analisa Data Volume Lalulintas

Variabel lalu-lintas yang akan dihitung ditentukan oleh jenis kendaraan yang melewati ruas jalan
yang akan diobservasi. Penghitungan dilakukan pada periode jam puncak.

Pengumpulan data volume lalulintas mengacu pada Pedoman Survey Pencacahan Lalulintas
Manual (Pd.T-19-2004-B). Klasifikasi kendaraan sebagaimana yang terdapat di dalam MKJI
(MKJI, 1997) terbagi dalam empat kategori, yaitu kendaraan ringan, kendaraan berat, sepeda
motor, dan kendaraan tidak-bermotor. Nilai ekivalen mobil penumpang untuk kendaraan ringan
(LV), kendaraan berat (HV), dan sepeda motor (MC) dapat dilihat pada tabel berikut:

3.3.4 Pengumpulan dan Analisa Data Volume Pejalan Kaki

Data volume pejalan kaki digunakan sebagai dasar penentuan kebutuhan lebar trotoar. Lebar
trotoar dihitung berdasarkan volume pejalan kaki rencana (V) yang dihitung berdasarkan survey
penghitungan pejalan kaki yang dilakukan setiap interval 15 menit selama jam sibuk dalam satu
hari untuk 2 (dua) arah.

Untuk penentuan lebar, menggunakan persamaan (1). Metode pengumpulan dan analisa data
volume Pejalan Kaki mengacu pada Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum
Pd. No.032/T/BM/1999.

3.3.5 Pengumpulan dan Analisa Data Perilaku Pengguna Jalan

Data perilaku pengguna jalan digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan aplikasi skala
penuh jalur pejalan kaki (trotoar). Data perilaku yang dikumpulkan adalah perilaku pejalan kaki,
perilaku pengemudi, dan perilaku pengguna lainnya (PKL). Analisa yang dilakukan berupa
analisa deskriptif.

3.3.6 Pengumpulan dan Analisa Data Kecepatan Kendaraan


Teknik pengambilan sampel kecepatan setempat yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan radar meter dengan pendekatan teknik sampling acak.

Teknik penggunaan alat ini dapat secara langsung dengan memanfaatkan kedua tangan, dengan
cara menembakkan sinar inframerah dengan menggunakan speedgun kepada setiap kendaraan
yang akan diukur.

Berdasarkan pengalaman, untuk mendapatkan data yang mendekati kenyataan yang sebenarnya
memerlukan besar sudut pengambilan data terhadap posisi kendaraan. Ukuran sudut yang lebih
kecil dan semakin mendekati 0o akan menghasilkan data yang semakin akurat (ITE, 1994).

Untuk menganalisa data kecepatan kendaraan, data kecepatan kendaraan (km/jam)


dikompilasikan dalam sistem tabulasi dan dibuat grafik distribusi untuk mendapat kecepatan
yang mewakili. Kecepatan yang mewakili adalah kecepatan pada persentil 85%-tile.

3.3.7 Pengumpulan dan Analisa Data Kecepatan Pejalan Kaki

Pengumpulan data kecepatan dilakukan secara manual, dimana telah ditentukan segmen
sepanjang 5m. Pedestrian yang melewati segmen tersebut secara acak diukur kecepatannya.
Pengumpulan data kecepatan pejalan kaki berbarengan dengan pengumpulan data volume
pejalan kaki. Selanjutnya data kecepatan pejalan kaki dianalisa dengan dikompilasikan dalam
sistem tabulasi dan dibuat grafik distribusi untuk mendapat kecepatan yang mewakili.

Kecepatan yang mewakili kecepatan pejalan kaki pada setiap peak time adalah kecepatan pada
persentil 85%-tile.

3.3.8 Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap para pengguna jalan (pejalan kaki, pengemudi, dan pengguna
lainnya). Wawancara untuk setiap tahap (pra dan pasca aplikasi) dilakukan terhadap responden
yang dipilih secara acak. Data hasil wawancara selanjutnya dikodifikasi dan diolah menjadi
grafik (baik histogram, pie-chart, maupun line-chart.

3.3.9 Pengukuran Geometrik

Lokasi Pengukuran geometrik dilakukan dengan menggunakan pengukuran teodolit. Dari


pengukuran ini diharapkan diperoleh peta situasi lokasi studi tempat pengaplikasian skala penuh
trotoar untuk membantu penyusunan DED.
3.3.10 Pengumpulan dan Analisa Data Aktivitas Samping Jalan

Data aktivitas samping jalan dikumpulkan untuk menentukan besarnya nilai Faktor Hambatan
Samping FCSF. Bila data rinci tersedia, Tabel 7 digunakan untuk menentukan frekuensi berbobot
kejadian, dan selanjutnya gunakan tabel kedua. Bila tidak hanya menggunakan tabel 8. Metode
dan analisa pengumpulan data aktivitas samping jalan mengacu pada MKJI 1997.

Setelah diperoleh kelas hambatan samping, maka tabel Faktor penyesuaian untuk hambatan
samping dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10
3.4 Pengukuran Indikator Kinerja

Dalam studi ini, didefinisikan beberapa parameter yang akan diukur untuk mengetahui efektifitas
pembangunan trotoar. Parameter tersebut yakni:

a. Kelancaran pejalan kaki dan lalulintas

Untuk tingkat kelancaran arus pejalan kaki ditentukan dari kecepatan rata-rata pejalan
kaki. (m/det). Apabila ada peningkatan kecepatan rata-rata setelah pembangunan, maka
dapat dikatakan bahwa pembangunan trotoar dapat meningkatkan kelancaran pejalan kaki

Untuk kelancaran arus lalulintas dicoba didekati dari perubahan nilai faktor penyesuaian
kapasitas untuk pengaruh hambatan samping (khususnya yang disebabkan adanya
pedestrian yang menggunakan badan jalan untuk beraktivitas). Semakin besar nilai faktor
tersebut, akan berimplikasi pada peningkatan kapasitas aktual dari ruas jalan tersebut.

b. Kenyamanan pejalan kaki

Beberapa referensi menyatakan tingkat kenyamana jalur pejalan kaki melalui penyediaan
fasilitas meliputi pelindung cuaca pengendali iklim, arkade, halte, dan kelengkapan pejalan
lainnya. Namun hal ini sangat kualitatif, sehingga dalam studi ini dicoba mendefinisikan tingkat
kenyamanan pejalan kaki melalui nilai LOS (Level of Service) yang diadopsi dari HCM 2000,
dimana LOS trotoar dihitung berdasarkan besarnya arus pejalan kaki.

3.5 Desain dan Pembangunan Trotoar

Kebutuhan lebar trotoar dihitung berdasarkan volume pejalan kaki rencana (V). Volume pejalan
kaki rencana (V) adalah volume rata-rata per menit pada interval puncak. V dihitung berdasarkan
survey penghitungan pejalan kaki yang dilakukan setiap interval 15 menit selama jam sibuk
dalam satu hari untuk 2 (dua) arah. Dari hasil survey dan ketentuan standar diperoleh nilai:

V = Volume pejalan kaki rencana/dua arah (orang/meter/menit) = 6,2 org/m/menit

N = Lebar tambahan sesuai dengan keadaan setempat (m) = 1,0

Maka lebar trotoar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.1) yakni:

Bila dibandingkan dengan Tabel 1 maka nilai yang diperoleh dari persamaan di atas W=1,2 m
memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai dalam Tabel 1 tersebut, dimana dinyatakan bahwa jalan
antar kota sub-urban harus memiliki lebar trotoar minimal 1,5m. Untuk itu dibuat desain dengan
lebar trotoar 1,8m. Dimana lebar tersebut berupa lebar bersih trotoar (ditambah dengan lebar
kereb dan tembok pembatas). Permukaan trotoar menggunakan beton dengan variasi batu sikat.
Warna batu sikat yang dipilih adalah warna merah dan kuning. Dasar pemilihan warna tersebut
adalah untuk memberi kemudahan bagi pengguna jalan yang terganggu penglihatan (mis: mata
rabun) untuk mengidentifikasi jalur yang dapat dilaluinya. Tampak depan dan tampak atas trotoar
dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6 berikut:
4. ANALISA

Untuk penentuan lokasi pembangunan trotoar, site yang terpilih dibagi menjadi 4 (empat) titik.
Pembagian keempat titik tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pengumpulan data serta
penentuan lokasi pembangunan.
4.1 Analisa Data Volume Lalu Lintas

Berdasarkan hasil survey lalu lintas pada lokasi memperlihatkan bahwa volume lalu lintas
sebelum pembangunan trotoar pada ruas tersebut untuk arah Nagreg mencapai:

- 1432 smp/jam pada waktu peak time pagi (06.45-07.45)

- 1918 smp/jam pada waktu peak time siang (12.45-13.45)

- 2243 smp/jam pada waktu peak time sore (16.45-17.45)

Setelah pembangunan trotoar, kembali dilakukan penghitungan volume lalulintas . Hasil survey
memperlihatkan bahwa setelah pembangunan trotoar, volume lalu lintas pada ruas tersebut untuk
lalulintas arah ke Nagreg mencapai:

- 2239 smp/jam pada waktu peak time pagi (07.45-08.45)

- 2229 smp/jam pada waktu peak time siang (12.45-13.45)

- 2107 smp/jam pada waktu peak time sore (16.45-17.45)

Dari data tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan volume lalulintas yang melalui ruas tersebut
sebesar 22,1 %.

4.2 Analisa Data Volume Pejalan Kaki

Fluktuatif volume pejalan kaki per-15 menitan sebelum pelaksanaan pembangunan berdasarkan
hasil survey yang dilakukan saat jam sibuk pagi, siang dan sore pada 4 titik, dapat dilihat pada
Gambar 8 .
Sedangkan fluktuatif volume pejalan kaki per-15 menitan setelah pelaksanaan pembangunan
berdasarkan hasil survey yang dilakukan saat jam sibuk pagi, siang dan sore pada 4 titik, dapat
dilihat pada Gambar 9.

Dari hasil analisa tersebut, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan volume pejalan kaki yang
melalui lokasi 4 tersebut sebesar 13,2%

4.3 Analisa Data Hambatan Samping

Hasil perhitungan frekuensi berbobot kejadian per jam per 200m dari segmen jalan yang diamati
sebelum pelaksanaan pembangunan pada kedua sisi jalan adalah sebesar 419. Dari hasil
penghitungan nilai frekuensi berbobot, selanjutnya dapat ditentukan kelas hambatan samping
karena adanya aktivitas pedestrian yang menggunakan badan jalan. Dari kedua proses tersebut,
terlihat bahwa ruas jalan lokasi studi merupakan segmen dengan kelas hambatan samping
sedang akibat pejalan kaki yang menggunakan badan jalan untuk beraktivitas (berjalan
maupun menyeberang). Setelah pembangunan trotoar dilaksanakan, kembali dihitung potensi
hambatan samping akibat pedestrian yang menggunakan badan jalan untuk beraktivitas (berjalan
ataupun menyeberang). Maka berdasarkan perhitungan frekuensi berbobot kejadian per jam per
200m dari segmen jalan yang diamati, pada kedua sisi jalan diperoleh besarnya nilai frekuensi
berbobot adalah sebesal 291,5. Berdasarkan nilai frekuensi berbobot, dapat ditentukan kelas
hambatan samping ruas jalan tersebut pasca konstruksi trotoar. Dengan nilai 291,5 berarti ruas
jalan tersebut merupakan segmen dengan kelas hambatan samping rendah akibat aktivitas
pejalan kaki yang menggunakan badan jalan baik untuk berjalan maupun untuk menyeberang.

4.4 Analisa Data Kecepatan Kendaraan

Hasil analisis kecepatan kendaraan sebelum pembangunan pada waktu sibuk pagi, siang dan sore
untuk kendaraan yang menuju arah Bandung maupun Nagreg dapat dilihat pada Tabel berikut:

Kondisi kecepatan kendaraan pasca konstruksi pada waktu sibuk pagi, siang dan sore dapat
dilihat pada Tabel berikut:
Dari hasil analisa di atas, memperlihatkan bahwa tidak terdapat perubahan kecepatan yang
signifikan sebelum dan setelah pembangunan. Hanya kecepatan sepeda motor saja yang
mengalami peningkatan kecepatan sebesar 6,6%.

4.5 Analisa Data Kecepatan Pejalan Kaki

Berdasarkan hasil analisa data kecepatan pejalan kaki yang dikompilasi dalam sistem tabulasi
dan dibuat dibuat grafik distribusi untuk mendapat kecepatan yang mewakili, maka diperoleh
kecepatan pejalan kaki (diambil pada kecepatan persentil 85%-tile) pada setiap peak time baik
sebelum dan setelah pembangunan trotoar sebagai berikut:

Setelah pembangunan trotoar, terdapat peningkatan kecepatan pejalan kaki sebesar 22,6% pada
waktu peak pagi; 17,4% pada waktu peak siang; dan 24,7% pada waktu peak sore .

5. PEMBAHASAN

Setelah selesainya pengumpulan data pra dan pasca pembangunan, dapat dilakukan beberapa
evaluasi terhadap aplikasi serta proses pembanguan trotoar.

i) Sebelum pelaksanaan pembangunan, sangat perlu dilakukan sosialisasi serta meminta


pandangan dari masyarakat mengenai harapan mereka. Tanpa sosialisasi serta pelibatan pendapat
masyarakat sekitar, akan mengakibatkan kurang dirasakannya keberadaan serta manfaat trotoar
tersebut. Dalam proses sosialisasi ini, seringkali berbenturan antara keinginan masyarakat
dengan standar yang ada. Untuk itu perlu dicari jalan tengah win-win solution sehingga
kepentingan masyarakat dapat diakomodir, dan dilain pihak pembangunan tetap tidak melenceng
dari standar yang ada.

ii) Beberapa perubahan yang dicatat pada lokasi pembangunan trotoar (Lokasi 4, arah Nagreg)
sebelum dan setelah pembangunan dilaksanakan: o Terjadi peningkatan volume lalulintas yang
melalui ruas tersebut sebesar 22,1 %.

Tidak terdapat perubahan kecepatan yang signifikan sebelum dan setelah pembangunan.
Hanya kecepatan sepeda motor saja yang mengalami peningkatan kecepatan sebesar
6,6%.
Terjadi peningkatan volume pejalan kaki yang melalui lokasi 4 tersebut sebesar 13,2%

Sebelum dibangun trotoar, pada lokasi 4 volume pejalan kaki yang menggunakan badan
jalan jauh lebih besar daripada yang menggunakan trotoar (59,5%) Setelah pembangunan,
prosentase volume pejalan kaki yang menggunakan badan jalan mengalami penurunan
menjadi 23,8%.

Setelah pembangunan trotoar, terdapat peningkatan kecepatan pejalan kaki sebesar 22,6%
pada waktu peak pagi; 17,4% pada waktu peak siang; dan 24,7% pada waktu peak sore.

Secara umum terjadi penurunan frekuensi berbobot kejadian sebesar 43,7% untuk
hambatan samping yang diakibatkan adanya pedestrian yang beraktivitas di badan jalan
baik untuk berjalan maupun untuk menyeberang. Penurunan tersebut selain disebabkan
adanya pembangunan trotoar pada Lokasi 4, juga dipengaruhi oleh berfungsinya
jembatan penyeberangan.

Bila hanya difokuskan pada lokasi 4, maka dalam range penghitungan selama 12 jam,
terlihat penurunan jumlah pejalan kaki yang menggunakan badan jalan sebesar 24,2%

iii) Tinjauan terhadap parameter yang diuji setelah pelaksanaan pembangunan trotoar:

a. Kelancaran pejalan kaki dan lalulintas

Berdasarkan parameter yang digunakan bahwa untuk tingkat kelancaran arus pejalan kaki
ditentukan dari kecepatan rata-rata pejalan kaki. (m/det). Apabila ada peningkatan
kecepatan rata-rata setelah pembangunan, maka dapat dikatakan bahwa pembangunan
trotoar dapat meningkatkan kelancaran pejalan kaki. Dari hasil analisa terlihat bahwa
terjadi peningkatan kecepatan rata-rata pejalan kaki setelah adanya perbaikan trotoar.
Besarnya peningkatan dapat dilihat pada poin (ii) di atas.

Untuk kelancaran arus lalulintas yang coba didekati dari perubahan nilai faktor
penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping (khususnya yang disebabkan
adanya pedestrian yang menggunakan badan jalan untuk beraktivitas). Terlihat bahwa ada
penurunan nilai frekuensi berbobot kejadian setelah adanya pembangunan. Penurunan
tersebut akan menghasilkan semakin besarnya nilai faktor penyesuaian terhadap
hambatan samping. Dengan semakin besar nilai faktor tersebut, akan berimplikasi pada
peningkatan kapasitas aktual dari ruas jalan tersebut.

b. Kenyamanan pejalan kaki

Tingkat kenyamanan pejalan kaki berusaha didekati melalui nilai LOS (Level of Service) yang
diadopsi dari HCM 2000, dimana LOS trotoar dihitung berdasarkan besarnya arus pejalan kaki.
Setelah pembangunan, LOS atau tingkat pelayanan trotoar adalah sebagai berikut:
iv) Dalam RSNI3 2443 : 2008 tentang Spesifikasi Trotoar, disebutkan bahwa pelandaian trotoar
maksimum adalah 1:10 (10%). Namun di lain pihak dalam SNI 03-2442 tentang Spesifikasi
Kereb Beton Untuk Jalan disebutkan beberapa jenis kereb standar yang digunakan di Indonesia.
Dengan menggunakan ukuran-ukuran kereb tersebut, kemiringan maksimum pelandaian trotoar
sulit dipenuhi. Dalam pelaksanaan pembangunan trotoar ini, dengan menggunakan ukuran kereb
standar diperoleh kemiringan pelandaian adalah 12,1%. Dengan demikian dirasa perlu dilakukan
penyelarasan antara standar yang saling berkaitan. Dalam RSNI3 2443 : 2008 tentang Spesifikasi
Trotoar disebutkan bahwa permukaan trotoar harus dilengkapi dengan ubin yang memiliki
informasi khusus untuk pengguna yang mengalami gangguan penglihatan atau tuna netra. Ubin
tersebut berupa ubin kubah dan ubin garis. Namun ternyata saat pelaksanaan di lapangan, jenis
ubin tersebut tidak tersedia di pasaran. Hal ini dapat segera diantisipasi dengan
mensosialisasikan standar yang ada kepada pelaku industri sebagai produsen sebelum dilempar
ke masyarakat sebagai pengguna.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Beberapa perubahan yang dicatat pada lokasi pembangunan trotoar (Lokasi 4, arah Nagreg)
sebelum dan setelah pembangunan dilaksanakan:

Terjadi peningkatan volume lalulintas sebesar 22,1 %.yang melalui ruas tersebut dan
peningkatan volume pejalan kaki yang melalui lokasi 4

Terjadi penurunan prosentase volume pejalan kaki yang menggunakan badan jalan
menjadi 23,8%

Terjadi peningkatan kecepatan pejalan kaki sebesar 22,6% pada waktu peak pagi; 17,4%
pada waktu peak siang; dan 24,7% pada waktu peak sore.

Secara umum terjadi penurunan frekuensi berbobot kejadian sebesar 43,7% untuk
hambatan samping yang diakibatkan adanya pedestrian yang beraktivitas di badan jalan
baik untuk berjalan maupun untuk menyeberang.

2. Ada beberapa hal yang perlu diselaraskan dalam standar yang berkaitan dengan jalur pejalan
kaki (trotoar) supaya tidak terjadi kebingungan bagi para pengguna standar tersebut
3. Dengan disediakannya fasilitas untuk pejalan kaki, dapat meningkatkan kenyamanan serta
kelancaran pejalan kaku dan lalulintas.

6.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya perlu dikembangkan aplikasi pengembangan standar jalur pejalan
kaki lainnya selain trotoar.

2. Ada baiknya nilai ekonomi dari setiap aplikasi diperhitungkan untuk mendapat gambaran
mengenai efisiensi pembangunan.

REFERENSI

Departemen Pekerjaan Umum , Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997


Departemen Pekerjaan Umum , Spesifikasi Trotoar, RSNI3 2443 : 2008, 2008
Departemen Pekerjaan Umum , Penyediaan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan
Kaki di Kawasan Perkotaan,
Departemen Pekerjaan Umum, Petunjuk Perencanaan Trotoar, No.007/T/BNKT/1990
Departemen Pekerjaan Umum, Manajemen Lalu Lintas Jalan Arteri Primer Perkotaan dan Sistem
Jaringan Pejalan Kaki, 1995
Fruin, J. John, Pedestrian Planning and Design, 1979
http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/20031022-07,id.html
Khisty, C.J. & Lall, B.K., Transportation Engineering An Introduction (3rd ed.) New Jersey:
Prentice Hall
Puskarev,B dan Zupan,J , Urban Space For Pedestrian, pp. 82 83.
Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2009, Aplikasi Pengembangan Standar Lajur Pejalan Kaki,
Bandung
Peraturan Pemerintah No.34 tahun 2006 tentang Jalan
Transportation Research Board, Highway Capacity Manual, Washington DC., National Research
Council, 1985.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan

Vous aimerez peut-être aussi