Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Faktor risiko utama untuk herpes zoster adalah bertambahnya usia.
Dengan meningkatnya waktu setelah infeksi virus varicella, ada penurunan
tingkat kekebalan sel T terhadap virus varisella zoster. Orang dengan riwayat
keluarga menderita herpes zoster akan lebih besar terkena herpes zoster
daripada orang yang tidak ada riwayat keluarga herpes zoster. Varisela yang
terjadi saat dalam masa kandungan atau awal masa kanak-kanak, dimana ketika
sistem kekebalan selular tidak sepenuhnya matang, berhubungan dengan
herpes zoster di masa kanak-kanak. Risiko terjadinya herpes zoster sama
untuk perempuan dan laki-laki.2,4
Komplikasi herpes zoster yaitu neuralgia postherpetik (PHN) dan
masalah oftalmik. Neuralgia postherpetik biasanya didefinisikan sebagai rasa
sakit pada dermatom yang masih ada selama satu bulan setelah onset ruam,
kadang-kadang bisa terjadi selama tiga bulan. Meskipun PHN dapat hilang
setelah beberapa bulan, juga dapat berkembang menjadi sindrom sakit terus-
menerus. Komplikasi yang lain pneumonitis dan ensefalitis.1,2,5
Laporan kasus ini membahas herpes zoster, yang merupakan kasus
dermatofitosis yang sangat sering terjadi pada masyarakat di Indonesia.
Penentuan diagnosis yang tepat serta edukasi terhadap masyarakat sangatlah
penting untuk mencegah penyebaran penyakit ini.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
3
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 78x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : Afebris
Pemeriksaan Organ
Ekspresi : Biasa
Simetris : Simetris
Pupil : isokor
7. Thoraks
4
Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
5
Pada asien ini tidak dilakukan pemeriksaan enunjang, namun pada
keadaan yang meragukan, diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:
1. Polymerase Chain Reaction (PCR)
3. Tes Tzank
2.7 Penatalaksanaan
acyclovir tablet 5x800 mg selama 7 hari
neurodex tablet 3x/hari
gentamisin cream dioleskan pada lesi
PEKA cristal dilarutkan, dicampur dengan air mandi bilasan teralkhir,
hanyapada bagian tubuh yang ada lesi.
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela
zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Herpes zoster merupak reaktivasi
infeksi VZV yanglaten yangtimbul pada kurang lebih 20% orang dewasa sehat,
dan 50% orang imunokompromais.1,5,6
Herpes zoster (HZ) adalah infeksi akut dermatom terkait dengan reaktivasi
VZV dan ditandai dengan nyeri unilateral dan erupsi vesikular atau bulosa
terbatas pada dermatom yang dipersarafi oleh ganglion sensorik yang sesuai.
Morbiditas utama adalah postherpetic neuralgia (PHN).2
3.2 EPIDEMIOLOGI
7
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi
oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Lebih dari 66% terjadi pada usia > 50 tahun; 5% kasus pada
anak-anak <15 tahun.2 Penelitian di RSUP Dr. M. Hoesin Palembang, dari 20
pasien yang dipilih diatas 40 tahun ternyata yang terbanyak adalahusia antara 40-
49 tahun sebanyak 10 pasien (50%), usia 50-59 tahun sebanyak 3 pasien, usia 60-
69 tahun sebanyak 5 pasien (25%) dan usia 70-79 tahun sebanyak 2 pasien
(10%).5 Infeksi virus ini jarang menyerang pada anak-anak dan dewasa muda,
kecuali mereka dengan infeksi varisela sebelumnya dan berhubungan dengan
penurunan daya tahan imun seperti AIDS, lymphoma, keganasan atau penyakit
defisiensi imun yang lain.
3.4 PATOGENESIS
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten
di dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi
ganglion spinal atau ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten. Varicella
zoster merupakan virus rantai ganda DNA, anggota famili virus herpes yang
tergolong virus neuropatik atau neurodermatotropik.1
Pada varicella, VZV diduga masuk melalui mukosa dari saluran
pernapasan bagian atas dan orofaring, diikuti oleh replikasi lokal dan viremia
primer; VZV kemudian bereplikasi dalam sel-sel sistem retikuloendotelial
8
kemudian terjadi viremia sekunder dan menyebar ke kulit dan selaput lendir.
Lokalisasi VZV pada lapisan sel basal diikuti oleh replikasi virus, pembentukan
vakuola, degenerasi balon sel epitel, dan akumulasi cairan edema. Selama
varicella, VZV melewati lesi di kulit menuju saraf sensorik, berjalan ke ganglia
sensorik, dan menetapkan sebagai infeksi laten.2,3
9
VZV muncul setelah infeksi laten aktif. Gejala prodromal dapat muncul awalnya
di trigeminal, leher, toraks, lumbar, atau dermatom sakral. Postherpetic neuralgia
(PHN) disebabkan oleh distrofi refleks simpatis.1,2,4
10
3.6 DISTRIBUSI
Herpes zoster bersifat Unilateral dan sesuai dengan dermatom. Dua atau
lebih dermatom bersebelahan mungkin terlibat. Jarang terjadi noncontiguous
dermatomal zoster. Diseminasi hematogen ke situs lain di kulit 10% dari orang
yang sehat.
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf
spinalis. Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang
dipersarafinya ke otak. Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan cakram
yang dipersarafi oleh saraf spinal yang berbeda, sedangkan sepanjang lengan dan
kaki, dermatom berjalan secara longitudinal sepanjang anggota badan. Dermatom
sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan tempat
kerusakan saraf saraf spinalis. Virus yang menginfeksi saraf tulang belakang
seperti infeksi herpes zoster (shingles), dapat mengungkapkan sumbernya dengan
muncul sebagai lesi pada dermatom tertentu.7
11
Gambaran dermatom sensorik tubuh manusia
Predileksi
Thoracic (> 50%), trigeminal (10 sampai 20%), lumbosakral dan servikal
(10 sampai 20%). Membran mukosa: Vesikel dan erosi terjadi di mulut, vagina,
dan kandung kemih tergantung pada dermatom yang terlibat.
1. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
12
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
13
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
3.7 DIAGNOSIS
14
Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi
rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul
verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus
varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi krusta, imunoflouresensi direk dari
spesimen lesi vesikular, dan kultur virus yang tidak efektif karena membutuhkan
waktu 1-2 minggu.
a. Fase predormal
15
Penyebabnya satu golongan (famili Herpesviridae). Umumnya infeksi
awal HHV asimptomatik kecuali pada virus golongan VZV yang simptomatik
berupa varicella. HHV akan laten di neuron atau sel limfoid, mengalami
reaktivasi jika sisstem imun tidak adekuat. Infeksi herpes simpleks umumnya
melalui kontak langsung kulit dan mukosa, jarang yang menyebar melalui
aerosol. Untuk herpes simpleks sendiri (HSV), bentuknya pada umumnya
atipik berbentuk plakat eritematosa, maupun erosi kecil. Herpes primer
umumnya asimptomatik atau gejala yang tidak khas, berupa vesikel serta
limfadenopati regional. Gejala prodromal berupa demam, sakit kepala,
malaise, dan mialgia yang terjadi 3-4 hari setelah lesi timbul, membaik dalam
3-4 hari kemudian.
Virus HSV diklasifikasikan secara biologis menjadi HSV-1 yang sering
ditemukan di wajah dan bibir serta jarang di mukosa; serta HSV-2 yang sering
bermanifestasi sebagai gingivostomatitis, vulvovaginitis, uretritis dan
cenderung ditransmisikan secara seksual. Erupsi yang berbentuk zosteriform
dapat terjadi pada HSV zosteriform yang pada umumnya jarang terjadi.
3.9 KOMPLIKASI
Postherpetic neuralgia
Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling
sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien herpes
zoster dan merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan
dengan usia. Postherpetic neuralgia didefenisikan sebagai gejala sensoris,
biasanya sakit dan mati rasa. Rasa nyeri akan menetap setelah penyakit
tersebut sembuh dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak
baik pada penderita usia lanjut. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang
dapat berlangsung lama bahkan menetap setelah erupsi akut herpes zoster
menghilang.1,2,5
16
Jaras sensorik nyeri
Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang
muncul oleh karena penyakit atau luka pada sistem saraf pusat atau tepi, nyeri
menetap dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster.
Penyebab paling umum timbulnya peningkatan virus ialah penurunan sel
imunitas yang terkait dengan pertambahan umur. Berkurangnya imunitas di
kaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya seperti limfoma, kemoterapi atau
radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan obat immunesuppressan setelah
operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit (seperti
kortikoteroid) juga menjadi faktor risiko.
Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik
akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut
(30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), dan postherpetic neuralgia
(di defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah
timbulnya ruam pada kulit).
Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri
herpes zoster akut, dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes zoster yang
disebabkan oleh replikasi jumlah virus varicella zoster yang besar dalam
ganglia yang ditemukan selama masa laten. Oleh karena itu, mengakibatkan
inflamasi atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan,
hilang dan rusaknya serabut-serabut syaraf atau impuls abnormal, serabut
saraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak dan
mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke medulla spinalis
meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat.
17
Herpes Zoster Oftalmikus
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.1,4
Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf
yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma,
batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh
spontan.
3.10 TATALAKSANA
18
Preventif
Imunisasi dengan vaksin VZV dapat meningkatkan kekebalan tubuh
humoral dan sel-dimediasi dan menurunkan kejadian zoster pada populasi dengan
menurunnya kekebalan-VZV spesifik.2,5
Tujuan Terapi
Terapi Antiviral
19
ada komplikasi kulit, motor, neurologik, mata, usia tua, nyeri yang hebat yang
merupakan faktor risiko terjadinya NPH.
Acyclovir
800 mg PO limakali sehari selama 7-10 hari. 50% konsentrasi virus
dihambat oleh asiklovir adalah tiga sampai enam kali lebih tinggi untuk VZV
daripada HSV in vitro, dan dosis obat harus ditingkatkan secara tepat.
Bioavailabilitas asiklovir hanya 15 sampai 30% dari dosis oral. Untuk ophthalmic
zoster dan HZ pada pasien dengan immunocompromised, asiklovir harus
diberikan secara intravena. Asiklovir mempercepat penyembuhan dan mengurangi
nyeri akut jika diberikan dalam waktu 48 jam sejak timbulnya ruam.
Valacyclovir
1000 mg PO tiga kali perhari selama 7 hari, bioavailabilitasnya 70 to 80%.
Penciclovir
500 mg PO tigakali perhari selama 7 hari, bioavailabilitasnya 77%. Dosis
dikurangi pada individu dengan fungsi ginjal yang sudah menurun.
Pasien yang resisten terhadap asiklovir
Pasien ini umumnya adalah pasien HIV, baik pada anak maupun dewasa
biasanya manifestasi menjadi lesi-lesi hiperkeratotik kronik atau lesi verukosa.
Pengobatannya adalah dengan foscarnet intravena atau cidofovir.
Pasien Imunosupresi
Asiklovir IV dan rekombinan interferon -2a untuk mencegah penyebaran
HZ.
Terapi supportif untuk HZ akut
Gejala konstitusional
Bed rest, untuk terapi simtomatik terhadap keluhan nyeri dapat diberikan
analgetik golongan NSAID seperti asam mefenamat 3 x 500mg per hari,
indometasin 3 x 25 mg per hari, atau ibuprofen 3 x 400 mg per hari.
Sedasi
Nyeri sering mengganggu tidur. Kurang tidur dan sakit umum
mengakibatkan depresi. Diberikan Doxepin 10 sampai 100 mg, merupakan agen
yang efektif.
20
Glucocorticoids Oral
Prednison diberikan di awal perjalanan dari HZ mengurangi gejala
konstitusional namun belum terbukti mengurangi PHN.
Pada herpes zoster otikus (sindroma Ramsay Hunt) diindikasikan
pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid oral diberikan sedini mungkin untuk
mencegah paralisis dari nervus kranialis VII. Dosis prednisone 3 x 20 mg per
hari, kemudian perlu dilakukan tapering off setelah satu minggu. Pemberiannya
dikombinasikan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion karena
kortikosteroid menekan imunitas. Namun perlu diingat kontraindikasi relatif atau
absolut kortikosteroid seperti diabetes mellitus.Pada komplikasi seperti ini,
rujukan kepada spesialis terkait sangat dianjurkan.
Nyeri prodromal yang berat atau sakit berat pada hari pertama timbulnya
ruam adalah prediksi untuk terjadinya PHN parah. Gabapentin: 300 mg tiga kali
perhari, Antidepresan trisiklik seperti doxepin, 10 sampai 100 mg PO. Krim
capsaicin setiap 4 jam. Anestesi topikal seperti EMLA atau lidocaine 5% jangka
pendek patch untuk allodynia. blok Saraf ke daerah allodynia. Analgesik.
2.11 PROGNOSIS
Herpes zoster jarang menyebabkan kematian pada pasien yang
imunokompeten, tetapi bisa mengancam jiwa pada pasien dengan
immunocompromised. Penyebaran virus pada pasien immunocompromised dapat
menyebabkan kematian karena ensefalitis, hepatitis, atau pneumonitis. Pasien
dengan keganasan herpes zoster yang menyebar luas adalah antara 5% dan 15%.3,6
21
BAB IV
ANALISA KASUS
Lesi yang terlihat cukup karakteristik untuk herpes zoster, yang mana
timbul gejala kulit yang unilateral, bersifat dermatomal sesuai dengan persarafan.
Lesi yang timbul juga khas berupa vesikel yang berkelompok, dengan dasar
berupa kulit yang eritematosa (kemerahan). Keseluruhan penampakan kulit
maupun gejala subjektif berupa nyeri sangat menyokong ke arah herpes zoster,
mengingat penyakit ini memiliki perjalanan berupa masa tunas 7-12 hari, dengan
timbulnya lesi dalam 1 minggu berikutnya, kemudian masa penyembuhan sendiri
22
selama 1-2 minggu berikutnya. Pada pasien ini, keterlibatan dermatomal yang
terlibat adalah C5 hingga C7.
23
Terapi medikamentosa yang diberikan berupa asiklovir 5 x 800 mg. Terapi
dapat diberikan secara efektif maksimal 72 jam setelah lesi terakhir muncul, yang
pada pasien ini sudah tidak terpenuhi (onset hari ke-10). Karena pada pasien ini
masih terbentuk vesikel, maka asiklovir tetap diberikan. Perlu diingat pula bahwa
konsumsi obat harus teratur, termasuk jam-jamnya, sebab pemberian asiklovir
sebanyak 5 hari dalam sehari. Dengan demikian perlu digunakan alarm jika
diperlukan untuk membangunkan pasien atau mengingatkan pasien untuk
mengonsumsi obat. Asiklovir diberikan selama tujuh hari.
Pasien juga diberikan neurodex. Neurodex mengandung vit B1, vit B6,
dan vit B12. Viatamin ini dimaksudkan untuk memerangi stres untuk lansia dan
dewasa, juga dapat memperbaiki kerusakan jaringan saraf (nyeri neurologis).
Vitamin tersebut gunanya sebagai neurotransmitter (sebagai penghubung kerja
syaraf yang akan mengirimkan sinyal rangsangan dari saraf ke otot).
24
Pasien diberikan cairan komres dengan NaCl 0,9% dan kassa steril,
analgetik paracetamol 500 mg (jika tangan masih terasa nyeri), amitriptilin 25 mg
dua kali perhari, neurodex dan metilkobalamin.
BAB V
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26
7. Baehr M, Frotscher M. Duus topical diagnosis in neurology. 4th ed. New
York: Thieme; 2005.
27