Vous êtes sur la page 1sur 27

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster atau shingles merupakan manifestasi klinis karena


reaktivasi virus varisela zoster (VZV).1 Selama terjadi infeksi varisela, VZV
meninggalkan lesi di kulit dan permukaan mukosa menuju ujung saraf
sensorik. Kemudian menuju ganglion dorsalis. Dalam ganglion, virus
memasuki masa laten dan tidak mengadakan multiplikasi lagi. Reaktivasi
terjadi jika sistem imun tubuh menurun. Karakteristik penyakit ini ditandai
dengan adanya ruam vesikular unilateral yang berkelompok dengan nyeri yang
radikular sekitar dermatom. Virus varicella zoster dapat menyebabkan infeksi
klinis utama pada manusia yaitu varisela dan herpes zoster. Varisela
merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang
berkontak dengan virus varicella zoster. Varisela zoster mengalami reaktivasi,
menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama herpes zoster.2

Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan


umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Di Amerika Serikat lebih dari
1 juta kasus herpes zoster setiap tahun dan lebih dari 90 persen orang
dewasa memiliki bukti serologi infeksi virus varicella zoster dan beresiko
menjadi herpes zoster. Insiden herpes zoster sekitar 3 - 4 kasus per 1000
orang. Orang yang berusia diatas 85 tahun dan tidak mendapatkan vaksinasi
beresiko 50% menderita herpes zoster dan 3 % pasien memerlukan perawatan
di rumah sakit. Frekuensi untuk terjadinya herpes zoster akan meningkat jika
seseorang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV), mengalami
keganasan hematologi, melakukan transplantasi organ atau tulang belakang,
menderita lupus eritematosus dan sedang melakukan terapi immunosupresif.
Herpes zoster terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi pada orang yang
seropositif HIV daripada mereka yang seronegatif. Pada orang yang seropositif
HIV terjadi insiden kasus 29,4% herpes zoster per 1000 orang setahun
dibandingkan dengan 2,0% kasus per 1000 orang setahun dengan HIV
seronegatif.2,3

1
Faktor risiko utama untuk herpes zoster adalah bertambahnya usia.
Dengan meningkatnya waktu setelah infeksi virus varicella, ada penurunan
tingkat kekebalan sel T terhadap virus varisella zoster. Orang dengan riwayat
keluarga menderita herpes zoster akan lebih besar terkena herpes zoster
daripada orang yang tidak ada riwayat keluarga herpes zoster. Varisela yang
terjadi saat dalam masa kandungan atau awal masa kanak-kanak, dimana ketika
sistem kekebalan selular tidak sepenuhnya matang, berhubungan dengan
herpes zoster di masa kanak-kanak. Risiko terjadinya herpes zoster sama
untuk perempuan dan laki-laki.2,4
Komplikasi herpes zoster yaitu neuralgia postherpetik (PHN) dan
masalah oftalmik. Neuralgia postherpetik biasanya didefinisikan sebagai rasa
sakit pada dermatom yang masih ada selama satu bulan setelah onset ruam,
kadang-kadang bisa terjadi selama tiga bulan. Meskipun PHN dapat hilang
setelah beberapa bulan, juga dapat berkembang menjadi sindrom sakit terus-
menerus. Komplikasi yang lain pneumonitis dan ensefalitis.1,2,5
Laporan kasus ini membahas herpes zoster, yang merupakan kasus
dermatofitosis yang sangat sering terjadi pada masyarakat di Indonesia.
Penentuan diagnosis yang tepat serta edukasi terhadap masyarakat sangatlah
penting untuk mencegah penyebaran penyakit ini.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. Soleha Hanafi


Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 72 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jln. Dr. Siwabesy RT 07 Buluran, Kenali
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Indonesia

2.2 Anamnesis : autoanamnesis dilakukan pada tanggal 02 desember 2015


Keluhan Utama
Timbul bintil-bintil di lengan, ketiak dan bahu kanan sejak sejak 10 hari
yang lalu.
Keluhan Tambahan : (-)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan timbul bintil-bintil berair di lengan, ketiak
dan bahu kanan. Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan bintil-bintil
berair ini sejak 10 hari sebelum ke RS, tidak ada rasa gatal, terasa nyeri
dan panas. Bintil-bintil awalnya sedikit dan berukuran kecil, lama
kelamaan semakin banyak dan membesar. Riwayat demam sebelumnya (-).
Riwayat pengobatan sebelumnya (+), pasien berobat ke Pukesmas dan
mendapatkan salep dipakai selama 2 hari tetapi tidak ada perbaikan.
Pasien tidak mengeluhkan adanya keluhan kulit dibagian lain.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat
alergi disangkal. Riwayat konsumsi obat sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga memiliki penyakit yang sama di sangkal.

3
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 78x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : Afebris

Pemeriksaan Organ

1. Kepala Bentuk : Normocephal

Ekspresi : Biasa

Simetris : Simetris

2. Mata Exopthalmus : (-)

Conjungtiva : anemis (-/-)

Skelera : ikterik (-/-)

Pupil : isokor

3. Hidung : tidak ada kelainan

4. Telinga : tidak ada kelainan

5. Mulut Bibir : lembab

6. Leher KGB : tidak ada pembesaran, JVP 5-2 cmH2O

7. Thoraks

Paru : vesikuler (+) normal ka/ki, ronkhi (-/-),


wheezing (-/-)

4
Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

8. Abdomen : Supel, nyeri tekan (-)

9. Ekstremitas atas : akral hangat, edema (-), sianosis (-)

Kanan: pada status dermatologis

10. Ekstremitas bawah : akral hangat, edema (-), sianosis (-)


Status Dermatologis :
Regio: bahu, aksila dan lengan kanan (setinggi dermatoma C5, C6,C7, C8).
Tanggal 02 Desember 2015 (sebelum mendapatpengobatan)

Eflororesensi: tampak vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar


eritematosa, multiple, sirkumskripta, tepi irreguler, distribusi regional,
permukaan lebih tinggi dari kulit sekitar, nyeri (+).
Tanggal 11 Desember 2015 (setelah mendapat engobatan)

Eflororesensi: tampak krusta kehitaman, multiple, batas tidak tegas, tepi


ireguler, distribusi regional, permukaan lebih tinggi dari kulit sekitar, nyeri
(+).
2.4 Pemeriksaan Penunjang

5
Pada asien ini tidak dilakukan pemeriksaan enunjang, namun pada
keadaan yang meragukan, diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:
1. Polymerase Chain Reaction (PCR)

2. Direct Fluorescent Assay (DFA)

3. Tes Tzank

2.5 Diagnosis Banding


a) Herpes simplex
b) Trauma termik
2.6 Diagnosis Kerja
Herpes Zoster Thoracalis Dextra

2.7 Penatalaksanaan
acyclovir tablet 5x800 mg selama 7 hari
neurodex tablet 3x/hari
gentamisin cream dioleskan pada lesi
PEKA cristal dilarutkan, dicampur dengan air mandi bilasan teralkhir,
hanyapada bagian tubuh yang ada lesi.

Pasien harus diberitahu tentang perkembangan alami dari herpes zoster


dan potensi komplikasinya. Selama fase akut, pasien dapat menularkan
infeksi kepada orang lain dan harus diinstruksikan untuk menghindari
kontak dengan orang-orang tua, orang-orang yang immunocompromised,
wanita hamil, atau orang-orang yang tidak memiliki riwayat infeksi cacar.
Dalam hal pengobatan, pasien harus diinstruksikan bahwa pengobatan
harus dimulai dalam waktu 72 jam dari onset jika mungkin, tidak hanya
untuk mempercepat resolusi herpes zoster sendiri tetapi juga untuk
mencegah PHN. Setelah terjadi PHN, pengobatan jauh lebih sulit dan
sering tidak berhasil. Pasien juga harus diberitahu untuk tidak menggaruk
lesi; karena dapat menimbulkan infeksi sekunder.

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Varicella-zoster virus (VZV) merupakan virus herpes manusia yang


menginfeksi 98% dari populasi orang dewasa. Infeksi VZV primer (varicella atau
cacar) hampir selalu menimbulkan gejala dan ditandai dengan vesikel yang
menyebar luas disertai pruritus. Setelah infeksi primer, VZV menetap seumur
hidup di ganglia sensoris.2,3

Ketika kekebalan terhadap VZV menurun, VZV mengalami reaktivasi dalam


sel saraf, masuk ke neuron, ke kulit, di mana ia meletus sesuai dengan pola
dermatom (herpes zoster/HZ). Pada host yang immunocompromised, infeksi VZV
primer akan diaktifkan kembali dan sering lebih parah, dikaitkan dengan tingkat
morbiditas yang lebih tinggi dan beberapa diantaranya menyebabkan kematian.2

3.1 DEFINISI

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela
zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Herpes zoster merupak reaktivasi
infeksi VZV yanglaten yangtimbul pada kurang lebih 20% orang dewasa sehat,
dan 50% orang imunokompromais.1,5,6
Herpes zoster (HZ) adalah infeksi akut dermatom terkait dengan reaktivasi
VZV dan ditandai dengan nyeri unilateral dan erupsi vesikular atau bulosa
terbatas pada dermatom yang dipersarafi oleh ganglion sensorik yang sesuai.
Morbiditas utama adalah postherpetic neuralgia (PHN).2

3.2 EPIDEMIOLOGI

7
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi
oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Lebih dari 66% terjadi pada usia > 50 tahun; 5% kasus pada
anak-anak <15 tahun.2 Penelitian di RSUP Dr. M. Hoesin Palembang, dari 20
pasien yang dipilih diatas 40 tahun ternyata yang terbanyak adalahusia antara 40-
49 tahun sebanyak 10 pasien (50%), usia 50-59 tahun sebanyak 3 pasien, usia 60-
69 tahun sebanyak 5 pasien (25%) dan usia 70-79 tahun sebanyak 2 pasien
(10%).5 Infeksi virus ini jarang menyerang pada anak-anak dan dewasa muda,
kecuali mereka dengan infeksi varisela sebelumnya dan berhubungan dengan
penurunan daya tahan imun seperti AIDS, lymphoma, keganasan atau penyakit
defisiensi imun yang lain.

3.3 FAKTOR RISIKO


Faktor yang paling umum adalah menurunnya kekebalan terhadap VZV
dan usia lanjut, dengan sebagian besar kasus terjadi pada mereka 55 tahun.
Namun, dalam banyak kasus faktor pemicu tidak diketahui. Keganasan,
imunosupresi, keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, terutama dari
gangguan limfoproliferatif, pembedahan, penyinaran, dan kemoterapi,
radioterapi, atau menderita penyakit sistemik. Orang yang terinfeksi HIV
memiliki peningkatan kejadian delapan kali lipat menderita HZ.2,6

3.4 PATOGENESIS

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten
di dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi
ganglion spinal atau ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten. Varicella
zoster merupakan virus rantai ganda DNA, anggota famili virus herpes yang
tergolong virus neuropatik atau neurodermatotropik.1
Pada varicella, VZV diduga masuk melalui mukosa dari saluran
pernapasan bagian atas dan orofaring, diikuti oleh replikasi lokal dan viremia
primer; VZV kemudian bereplikasi dalam sel-sel sistem retikuloendotelial

8
kemudian terjadi viremia sekunder dan menyebar ke kulit dan selaput lendir.
Lokalisasi VZV pada lapisan sel basal diikuti oleh replikasi virus, pembentukan
vakuola, degenerasi balon sel epitel, dan akumulasi cairan edema. Selama
varicella, VZV melewati lesi di kulit menuju saraf sensorik, berjalan ke ganglia
sensorik, dan menetapkan sebagai infeksi laten.2,3

Patogenesis infeksi herpes zoster


Reaktivasi virus varicella zoster dapat dipicu oleh berbagai faktor. Jika
virus ini menyerang ganglion anterior, maka menimbulkan gejala gangguan
motorik. Dalam HZ, dibentuk imunitas humoral dan seluler untuk VZV setelah
infeksi primer mereda secara alami atau karena adanya penyebab yang mendasari
seperti immunocompromised, mengakibatkan replikasi VZV di ganglia sensoris.
VZV kemudian perjalanan menuruni saraf sensorik, yang awalnya mengakibatkan
rasa sakit sesuai dengan dermatom kemudian diikuti oleh timbulnya lesi kulit.
Karena neuritis mendahului keterlibatan kulit, nyeri muncul sebelum lesi kulit
terlihat. Lokasi nyeri bervariasi dan berhubungan langsung dengan ganglion mana

9
VZV muncul setelah infeksi laten aktif. Gejala prodromal dapat muncul awalnya
di trigeminal, leher, toraks, lumbar, atau dermatom sakral. Postherpetic neuralgia
(PHN) disebabkan oleh distrofi refleks simpatis.1,2,4

3.5 MANIFESTASI KLINIS


Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran
mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-
4 hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang,
gatal, pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel
berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut
berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta.
Jika mengandung darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika disertai
dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi sekunder.1
Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru
yang tetap timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2
minggu. Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar.
Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf
yang paling sering terkena adalah nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5,
L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan
pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan motorik akibat struktur
anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah hipestesi pada daerah yang terkena.1,2,3

Gambaran klinis herpes zoster

10
3.6 DISTRIBUSI

Herpes zoster bersifat Unilateral dan sesuai dengan dermatom. Dua atau
lebih dermatom bersebelahan mungkin terlibat. Jarang terjadi noncontiguous
dermatomal zoster. Diseminasi hematogen ke situs lain di kulit 10% dari orang
yang sehat.
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf
spinalis. Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang
dipersarafinya ke otak. Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan cakram
yang dipersarafi oleh saraf spinal yang berbeda, sedangkan sepanjang lengan dan
kaki, dermatom berjalan secara longitudinal sepanjang anggota badan. Dermatom
sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan tempat
kerusakan saraf saraf spinalis. Virus yang menginfeksi saraf tulang belakang
seperti infeksi herpes zoster (shingles), dapat mengungkapkan sumbernya dengan
muncul sebagai lesi pada dermatom tertentu.7

11
Gambaran dermatom sensorik tubuh manusia

Predileksi
Thoracic (> 50%), trigeminal (10 sampai 20%), lumbosakral dan servikal
(10 sampai 20%). Membran mukosa: Vesikel dan erosi terjadi di mulut, vagina,
dan kandung kemih tergantung pada dermatom yang terlibat.
1. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Herpes zoster torakalis


2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai

12
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Herpes zoster facialis dekstra

3. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang
ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah
disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal
berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia,
banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

Herpes zoster oftalmikus

4. Herpes zoster lumbalis

Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang

13
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

5. Herpes zoster sakralis

Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Herpes zoster sakralis

3.7 DIAGNOSIS

Pada herpes zoster stadium pre eruptif, gejala prodormal sering


dikelirukan dengan penyebab nyeri lokalisata yang lain, seperti infark miokard
(nyeri prodormal di dada kiri), apendisitis (nyeri prodormal di perut kanan bawah)
dan kolelitiasis (nyeri prodormal di dada kanan) tergantung lokasinya. Apabila
erupsi sidah timbul, diagnosis umumnya dibuat secara klinis saja yaitu dengan
melihat adanya vesikel berkelompok diatas permukaan kulit eritem yang
unilateral.4,5 Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya (1)
gejala prodromal berupa nyeri, (2) distribusi yang khas dermatomal, (3) vesikel
berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul, (4) beberapa
kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus sensorik, (5)
tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkan herpes
simpleks zosteriformis), (6) nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan
stimulus yang secara normal tidak menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.3,6

14
Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi
rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul
verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus
varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi krusta, imunoflouresensi direk dari
spesimen lesi vesikular, dan kultur virus yang tidak efektif karena membutuhkan
waktu 1-2 minggu.

Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel giant multinuklear;


sedangkan pada imunofluoresensi direk pendaran warna hijau mengindikasikan
terdapatnya antigen virus varisela zoster

3.8 DIAGNOSIS BANDING

a. Fase predormal

Migrain, acute abdomen, atau penyakit tulang belakang. Angina pektoris


atau penyakit reumatik, penyakit jantung atau pleura, bila nyeri sebagai gejala
prodrormal terdapat di daerah setinggi jantung.

b. Fase Erupsi kulit

Dermatitis kontak, erisipelas, impetigo bulosa, necrotizing fasciitis,


Herpes simpleks.
Herpes simpleks (bersinonim dengan cold sore, herpes febrilis, herpes
labialis, herpes gladiatorium, scrum pox, herpes genitalis).

15
Penyebabnya satu golongan (famili Herpesviridae). Umumnya infeksi
awal HHV asimptomatik kecuali pada virus golongan VZV yang simptomatik
berupa varicella. HHV akan laten di neuron atau sel limfoid, mengalami
reaktivasi jika sisstem imun tidak adekuat. Infeksi herpes simpleks umumnya
melalui kontak langsung kulit dan mukosa, jarang yang menyebar melalui
aerosol. Untuk herpes simpleks sendiri (HSV), bentuknya pada umumnya
atipik berbentuk plakat eritematosa, maupun erosi kecil. Herpes primer
umumnya asimptomatik atau gejala yang tidak khas, berupa vesikel serta
limfadenopati regional. Gejala prodromal berupa demam, sakit kepala,
malaise, dan mialgia yang terjadi 3-4 hari setelah lesi timbul, membaik dalam
3-4 hari kemudian.
Virus HSV diklasifikasikan secara biologis menjadi HSV-1 yang sering
ditemukan di wajah dan bibir serta jarang di mukosa; serta HSV-2 yang sering
bermanifestasi sebagai gingivostomatitis, vulvovaginitis, uretritis dan
cenderung ditransmisikan secara seksual. Erupsi yang berbentuk zosteriform
dapat terjadi pada HSV zosteriform yang pada umumnya jarang terjadi.

3.9 KOMPLIKASI

Postherpetic neuralgia
Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling
sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien herpes
zoster dan merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan
dengan usia. Postherpetic neuralgia didefenisikan sebagai gejala sensoris,
biasanya sakit dan mati rasa. Rasa nyeri akan menetap setelah penyakit
tersebut sembuh dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak
baik pada penderita usia lanjut. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang
dapat berlangsung lama bahkan menetap setelah erupsi akut herpes zoster
menghilang.1,2,5

16
Jaras sensorik nyeri
Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang
muncul oleh karena penyakit atau luka pada sistem saraf pusat atau tepi, nyeri
menetap dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster.
Penyebab paling umum timbulnya peningkatan virus ialah penurunan sel
imunitas yang terkait dengan pertambahan umur. Berkurangnya imunitas di
kaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya seperti limfoma, kemoterapi atau
radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan obat immunesuppressan setelah
operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit (seperti
kortikoteroid) juga menjadi faktor risiko.
Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik
akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut
(30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), dan postherpetic neuralgia
(di defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah
timbulnya ruam pada kulit).
Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri
herpes zoster akut, dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes zoster yang
disebabkan oleh replikasi jumlah virus varicella zoster yang besar dalam
ganglia yang ditemukan selama masa laten. Oleh karena itu, mengakibatkan
inflamasi atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan,
hilang dan rusaknya serabut-serabut syaraf atau impuls abnormal, serabut
saraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak dan
mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke medulla spinalis
meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat.

17
Herpes Zoster Oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus


trigeminus sehingga manifestasinya pada mata, selain itu juga memengaruhi
cabang kedua dan ketiga. Jika cabang nasosiliar bagian luar terlibat, dengan
vesikel pada ujung dan tepi hidung (Hutchinsons sign), maka keterlibatan
mata dapat jelas terlihat. Vesikel pada margo palpebra juga harus
diperhatikan. Kelainan pada mata yang sering terjadi adalah uveitis dan
keratitis, akan tetapi dapat pula terjadi glaukoma, neuritis optik, ensefalitis,
hemiplegia, dan nekrosis retina akut.1,2
Infeksi sekunder

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.


Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan,
atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus
dengan jaringan nekrotik.6

Sindrom Ramsay Hunt

Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.1,4
Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf
yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma,
batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh
spontan.

3.10 TATALAKSANA

18
Preventif
Imunisasi dengan vaksin VZV dapat meningkatkan kekebalan tubuh
humoral dan sel-dimediasi dan menurunkan kejadian zoster pada populasi dengan
menurunnya kekebalan-VZV spesifik.2,5

Tujuan Terapi

Tujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah mempercepat proses


penyembuhan, meredakan gejala konstitusional; meminimalkan rasa sakit;
mengurangi pelepasan virus; mencegah infeksi bakteri sekunder; kecepatan
pengerasan kulit dari lesi dan penyembuhan; meringankan fisik, psikologis,
emosional ketidaknyamanan; mencegah penyebaran virus atau komplikasi lain;
mencegah atau meminimalkan PHN.1,5,6

Terapi Antiviral

Pemberian antiviral sistemik direkomendasikan untuk pasien berikut:


1. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata
(herpes zoster oftalmikus). Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat
mengalami keratitis yang akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan
dan komplikasi ocular lainnya
2. Pasien berusia lebih dari 50 tahun
3. Herpes zoster diseminata (dermatom yang terlibat multipel)
direkomendasikan pemberian antiviral intravena
4. Pasien yag imunokompromais seperti koinfeksi HIV, pasien
kemoterapi, dan pasca transplantasi organ atau bone marrow. Pada pasien
HIV, terapi dilanjutkan hingga seluruh krusta hilang untuk mengurangi
risiko relaps; dan
5. Pasien dengan dermatitis atopik berat

Pengobatan sebaiknya diberikan dalam kurun waktu 72 jam sejak onset.


Pada asien yang datang lebih dari 72 jam timbulnya rash, pemberian obat
dianjurkan ada pasien yang pembentukan vesikelnya masih berlangsug atau jika

19
ada komplikasi kulit, motor, neurologik, mata, usia tua, nyeri yang hebat yang
merupakan faktor risiko terjadinya NPH.
Acyclovir
800 mg PO limakali sehari selama 7-10 hari. 50% konsentrasi virus
dihambat oleh asiklovir adalah tiga sampai enam kali lebih tinggi untuk VZV
daripada HSV in vitro, dan dosis obat harus ditingkatkan secara tepat.
Bioavailabilitas asiklovir hanya 15 sampai 30% dari dosis oral. Untuk ophthalmic
zoster dan HZ pada pasien dengan immunocompromised, asiklovir harus
diberikan secara intravena. Asiklovir mempercepat penyembuhan dan mengurangi
nyeri akut jika diberikan dalam waktu 48 jam sejak timbulnya ruam.
Valacyclovir
1000 mg PO tiga kali perhari selama 7 hari, bioavailabilitasnya 70 to 80%.
Penciclovir
500 mg PO tigakali perhari selama 7 hari, bioavailabilitasnya 77%. Dosis
dikurangi pada individu dengan fungsi ginjal yang sudah menurun.
Pasien yang resisten terhadap asiklovir
Pasien ini umumnya adalah pasien HIV, baik pada anak maupun dewasa
biasanya manifestasi menjadi lesi-lesi hiperkeratotik kronik atau lesi verukosa.
Pengobatannya adalah dengan foscarnet intravena atau cidofovir.
Pasien Imunosupresi
Asiklovir IV dan rekombinan interferon -2a untuk mencegah penyebaran
HZ.
Terapi supportif untuk HZ akut
Gejala konstitusional
Bed rest, untuk terapi simtomatik terhadap keluhan nyeri dapat diberikan
analgetik golongan NSAID seperti asam mefenamat 3 x 500mg per hari,
indometasin 3 x 25 mg per hari, atau ibuprofen 3 x 400 mg per hari.
Sedasi
Nyeri sering mengganggu tidur. Kurang tidur dan sakit umum
mengakibatkan depresi. Diberikan Doxepin 10 sampai 100 mg, merupakan agen
yang efektif.

20
Glucocorticoids Oral
Prednison diberikan di awal perjalanan dari HZ mengurangi gejala
konstitusional namun belum terbukti mengurangi PHN.
Pada herpes zoster otikus (sindroma Ramsay Hunt) diindikasikan
pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid oral diberikan sedini mungkin untuk
mencegah paralisis dari nervus kranialis VII. Dosis prednisone 3 x 20 mg per
hari, kemudian perlu dilakukan tapering off setelah satu minggu. Pemberiannya
dikombinasikan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion karena
kortikosteroid menekan imunitas. Namun perlu diingat kontraindikasi relatif atau
absolut kortikosteroid seperti diabetes mellitus.Pada komplikasi seperti ini,
rujukan kepada spesialis terkait sangat dianjurkan.

Fase kronis (PHN)

Nyeri prodromal yang berat atau sakit berat pada hari pertama timbulnya
ruam adalah prediksi untuk terjadinya PHN parah. Gabapentin: 300 mg tiga kali
perhari, Antidepresan trisiklik seperti doxepin, 10 sampai 100 mg PO. Krim
capsaicin setiap 4 jam. Anestesi topikal seperti EMLA atau lidocaine 5% jangka
pendek patch untuk allodynia. blok Saraf ke daerah allodynia. Analgesik.

2.11 PROGNOSIS
Herpes zoster jarang menyebabkan kematian pada pasien yang
imunokompeten, tetapi bisa mengancam jiwa pada pasien dengan
immunocompromised. Penyebaran virus pada pasien immunocompromised dapat
menyebabkan kematian karena ensefalitis, hepatitis, atau pneumonitis. Pasien
dengan keganasan herpes zoster yang menyebar luas adalah antara 5% dan 15%.3,6

21
BAB IV
ANALISA KASUS

Seorang wanita 72 tahun datang ke RS dengan keluhan timbul bintil-bintil


berair di lengan, ketiak dan bahu kanan sejak 10 hari sebelum ke RS, tidak ada
rasa gatal, terasa nyeri dan panas. Bintil-bintil awalnya sedikit dan berukuran
kecil, lama kelamaan semakin banyak dan membesar. Pasien tidak
mengeluhkan adanya keluhan kulit dibagian lain. Dengan timbulnya lesi seperti
ini, perlu dipikirkan terjadinya kelainan kulit yang manifestasinya merupakan
lenting disertai dengan nyeri yang cukup hebat. Dengan melihat lesi, tampak pada
regio bahu, aksila dan lengan kanan, terdapat vesikel multipel bergerombol yang
tersebar secara dermatomal, dengan ukuran lentikular, terletak di atas kulit yang
eritematosa. Pada palpasi teraba kulit yang hangat, vesikel teraba lunak dengan
permukaan yang licin.

Lesi yang terlihat cukup karakteristik untuk herpes zoster, yang mana
timbul gejala kulit yang unilateral, bersifat dermatomal sesuai dengan persarafan.
Lesi yang timbul juga khas berupa vesikel yang berkelompok, dengan dasar
berupa kulit yang eritematosa (kemerahan). Keseluruhan penampakan kulit
maupun gejala subjektif berupa nyeri sangat menyokong ke arah herpes zoster,
mengingat penyakit ini memiliki perjalanan berupa masa tunas 7-12 hari, dengan
timbulnya lesi dalam 1 minggu berikutnya, kemudian masa penyembuhan sendiri

22
selama 1-2 minggu berikutnya. Pada pasien ini, keterlibatan dermatomal yang
terlibat adalah C5 hingga C7.

Pada reaktivasi herpes zoster, perlu ditanyakan gejala prodromal. Gejala


prodromal berupa demam disangkal, namun pasien mengeluhkan timbulnya nyeri
pada otot lengan yang terjadi kurang lebih bersamaan dengan timbulnya lesi pada
kulit. Mialgia yang terjadi dapat merupakan gejala prodromal dari reaktivasi
herpes zoster. Gejala prodromal lainnya berupa pusing dan malaise disangkal oleh
pasien.

Setelah yakin bahwa terjadi reaktivasi herpes zoster, perlu dipikirkan


mengapa terjadi reaktivasi. Pada literatur dikatakan bahwa tidak jelas sebetulnya
pemicu reaktivasi, namun herpes zoster dapat terjadi akibat penurunan fungsi
sistem imun, seperti yang ditemui pada seorang berusia di atas 50 tahun.
Penelitian oleh Schmader, et.al 15 mengungkapkan bahwa herpes zoster sering
terjadi pada orang yang baru-baru ini mengalami stressful recent events.

Herpes zoster merupakan suatu reaktivasi akibat infeksi awal yang


bermanifestasi sebagai varicella zoster (cacar air). Pada pasien tidak diketahui
riwayat cacar air sebelumnya.

Pasien kemudian diberikan pengobatan, berupa edukasi dan


medikamentosa. Lenting yang timbul jangan digaruk sebab dapat menimbulkan
infeksi sekunder. Pasien juga dianjurkan mengurangi sementara aktivitas fisik
sebab saat ini pasien sedang mengalami nyeri dan tingginya aktivitas fisik dapat
meningkatkan gesekan maupun trauma pada lengan yang dapat menjadi penyebab
pecahnya lenting. Pasien perlu diedukasi bahwa pada orang yang belum pernah
mengalami cacar air, dapat terjadi penyebaran virus VZV ke pejamu lain, yang
dapat menimbulkan varicela pada orang lain. Dengan demikian dalam fase ini
sebaiknya pasien tidak membiarkan anak-anak ataupun orang yang belum pernah
mengalami varicela sebelumnya untuk bermain atau berdekatan dengan pasien.

23
Terapi medikamentosa yang diberikan berupa asiklovir 5 x 800 mg. Terapi
dapat diberikan secara efektif maksimal 72 jam setelah lesi terakhir muncul, yang
pada pasien ini sudah tidak terpenuhi (onset hari ke-10). Karena pada pasien ini
masih terbentuk vesikel, maka asiklovir tetap diberikan. Perlu diingat pula bahwa
konsumsi obat harus teratur, termasuk jam-jamnya, sebab pemberian asiklovir
sebanyak 5 hari dalam sehari. Dengan demikian perlu digunakan alarm jika
diperlukan untuk membangunkan pasien atau mengingatkan pasien untuk
mengonsumsi obat. Asiklovir diberikan selama tujuh hari.

Pasien juga diberikan neurodex. Neurodex mengandung vit B1, vit B6,
dan vit B12. Viatamin ini dimaksudkan untuk memerangi stres untuk lansia dan
dewasa, juga dapat memperbaiki kerusakan jaringan saraf (nyeri neurologis).
Vitamin tersebut gunanya sebagai neurotransmitter (sebagai penghubung kerja
syaraf yang akan mengirimkan sinyal rangsangan dari saraf ke otot).

Diberikan juga kalium permanganat (KMnO4) Kalium Permanganat


termasuk golongan peroksidan yang dapat melepaskan oksigen (proses oksidasi)
sehingga dapat membunuh kuman (bakterisid). Kalium permanganat berupa
kristal ungu, mudah larut dalam air. Dalam larutan encer merupakan peroksidan.
Pelepasan Oksigen terjadi bila zat ini bersentuhan dengan zat organik. Inaktivasi
menyebabkan perubahan warna larutan dari ungu menjadi biru. Zat ini bekerja
sebagai iritan, deodoran dan astringen.

Pasien juga diberikan gentamisin cream untuk mencegah terjadinya infeksi


sekunder olehbakteri. Pasien kemudian dianjurkan untuk kontrol selama 7 hari
kemudian kepada dokter, untuk melihat perbaikan pada pasien.

Pasien kontrol ulang pada tanggal 11 desember 2015 dengan keluhan


tangan masuh terasa nyeri, lesi sudah mengering dan obat habis.

24
Pasien diberikan cairan komres dengan NaCl 0,9% dan kassa steril,
analgetik paracetamol 500 mg (jika tangan masih terasa nyeri), amitriptilin 25 mg
dua kali perhari, neurodex dan metilkobalamin.

BAB V
KESIMPULAN

1. Herpes zoster atau shingles merupakan manifestasi klinis karena


reaktivasi virus varisela zoster (VZV).

2. Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan


umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak.

3. Faktor risiko utama untuk herpes zoster adalah bertambahnya usia.


Dengan meningkatnya waktu setelah infeksi virus varicella, ada
penurunan tingkat kekebalan sel T terhadap virus varisella zoster.
Orang dengan riwayat

4. Komplikasi herpes zoster yaitu neuralgia postherpetik (PHN) dan


masalah oftalmik.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko R. Penyakit virus. dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,


editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editors. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatologi. 5th
ed.
3. Janniger CK, Elston DM. Herpes Zoster. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/. Diakses tanggal 10 Desember 2015.
4. Laporan Kasus Herpes Zoster. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id.
Diakses tanggal 10 Desember 2015.
5. Kartowigno S. 10 besar kelompok penyakit kulit. Edisi pertama.
Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2011.
6. Varicella dan herpeszoster. Diunduh dari http:// ojs.unud.ac.id. Diakses
tanggal 10 Desember 2015.

26
7. Baehr M, Frotscher M. Duus topical diagnosis in neurology. 4th ed. New
York: Thieme; 2005.

27

Vous aimerez peut-être aussi