Vous êtes sur la page 1sur 58

Kepada YTH :

Rencana Diajukan :

LAPORAN KASUS PANJANG

PEMANTAUAN SEORANG ANAK YANG MENGALAMI


GANGGUAN BICARA DAN BAHASA

Oleh :
Dhian Endarwati

Pembimbing :
dr. Fitri Hartanto, SpA(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ANAK - I


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RSUP. DR. KARIADI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

2015

0
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan perkembangan berbahasa adalah ketidakmampuan atau keterbatasan


dalam menggunakan simbol linguistik untuk berkomunikasi secara verbal atau
keterlambatan kemampuan perkembangan bicara dan bahasa anak sesuai kelompok
umur, jenis kelamin, adat istiadat, dan kecerdasannya.1 Gangguan komunikasi dan
gangguan kognitif merupakan bagian dari gangguan perkembangan anak, terjadi pada
sekitar 8%. Data dari RS Dr. Kariadi selama tahun 2007 di Poliklinik Tumbuh Kembang
Anak didapatkan 22,9% dari 436 kunjungan baru datang dengan keluhan terlambat
bicara, 13 (2,98%) di antaranya didapatkan gangguan perkembangan bahasa.
Perkembangan bahasa merupakan salah satu indikator perkembangan
menyeluruh dari kemampuan kognitif anak yang berhubungan dengan keberhasilan
Perkembangan bahasa merupakan salah satu indikator perkembangan menyeluruh dari
kemampuan kognitif anak yang berhubungan dengan keberhasilan. Perkembangan
bahasa merupakan salah satu indikator perkembangan menyeluruh dari kemampuan
kognitif anak yang berhubungan dengan keberhasilan di sekolah.4,5
Keterlambatan perkembangan pada awal kemampuan berbahasa dapat
mempengaruhi berbagai fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu mempengaruhi
kehidupan personal sosial, juga akan menimbulkan kesulitan belajar, bahkan
kemampuan hambatan dalam bekerja kelak. Identifikasi dan intervensi secara dini dapat
mencegah terjadinya gangguan dan hambatan tersebut.6,7,8

Laporan kasus ini akan melaporkan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan


seorang remaja laki-laki 13 tahun dengan Sindroma nefrotik resisten steroid. Tujuan
pembuatan laporan ini untuk meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan penderita
SNRS dengan segala permasalahan dalam terapi serta pengelolaan SNRS, komplikasi
yang timbul dari SN, efek samping pengobatan dan pemantauannya dalam jangka waktu
tertentu terutama dalam aspek tumbuh kembang.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun datang ke RSUP dr. Kariadi pada tanggal
14 Juni 2014 dengan keluhan belum lancar bicara. Alloanamnesis dengan ibu penderita
serta catatan medis nomor C483038.

Keluhan Utama : belum lancar bicara

Riwayat Penyakit Sekarang

Anak 2 tahun, baru bisa ngomong bapak, jajan tapi jarang, Cuma mengucapkan kata
belakang saja. Kalau ingin sesuatu menunjuk, komunikasi di rumah 2 bahasa (Indonesia
dan Jawa), diperintah (+), berjalan (+), berlari (+), dipanggil menoleh ke arah suara (+).
Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah sakit seperti ini

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga tidak ada yang pernah sakit seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah bekerja sebagai buruh pabrik. Ibu penderita sebagai ibu rumah tangga, dengan
penghasilan keluarga Rp.1.500.000/ bulan. Pasien adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara.
Orang tua menanggung 3 anak yang belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung
BPJS. Kesan sosial ekonomi kurang.
Riwayat kehamilan dan persalinan

Pasien merupakan ke-3 dari 3 bersaudara, lahir dari ibu G3P2A0, 31 tahun, cukup
bulan. Ante natal care baik. Riwayat sakit selama kehamilan disangkal. Lahir spontan di
Puskesmas, berat badan lahir 3300 gram dan panjang badan lahir tidak diukur, langsung
menangis, tidak didapatkan biru-biru atau kuning.

Post natal : kejang (-), dirawat 12 hari karena kaki tersiram air panas

2
Pohon keluarga

12 tahun 7 tahun

Riwayat Imunisasi

Sampai dengan usia 9 bulan anak sudah mendapatkan imunisasi dasar secara
lengkap sesuai jadwal di posyandu. Anak belum mendapatkan imunisasi booster. Kesan
imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan imunisasi.

Riwayat Nutrisi

Riwayat makan dan minum, anak mendapat ASI sejak lahir diberikan semau anak
tiap 2 jam lama menetek 15-20 menit, dihentikan sampai umur 6 bulan. Usia 6 bulan
diberikan bubur tepung beras+susu 2 kali sehari, diencerkan dengan air matang
sebanyak 50 75 cc tiap pemberian, habis. Usia 8 bulan diberikan nasi tim 2-3 kali
sehari satu piring kecil, ditambah wortel, bayam, ayam, tetapi tidak ditambahkan
minyak/mentega, habis. Usia satu tahun sampai sekarang mendapatkan makanan
keluarga, nasi 3 kali sehari dengan lauk (tahu, tempe, daging), habis. Kesan kuantitas
dan kualitas baik.

Riwayat Pertumbuhan

Anak laki-laki, usia 3 tahun dengan BBL 3300 gram, BBS 10,8 kg, PB 85 cm, LL 13
cm, LK 46 cm. BB ideal 29 Kg. BSA: 1,24. Perhitungan WHZ -0,78, WAZ -2,08, HAZ
-2,74 SD, HC -1,57.
Kesan pertumbuhan:

- Cross sectional : perawakan normal


- Longitudinal:
o Pola pertumbuhan : normal growth

3
o Arah garis pertumbuhan : T1

Riwayat Perkembangan

Perkembangan pasien yang diingat oleh ibu adalah saat anak dapat senyum usia 2
bulan, miring usia 4 bulan, tengkurap usia 6 bulan, duduk usia 10 bulan, berdiri sendiri
usia 14 bulan, dan berjalan usia 16 bulan. Menurut ibu perkembangan anak sama
dengan kakak-kakaknya dan teman-teman sebayanya, tidak ada keluhan.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik tanggal 14 Juni 2014, di ruang C1L2 RSDK, anak laki-laki, umur 3
tahun, berat badan 10 kg (berat badan ideal 31,6 kg), panjang badan 85 cm, lingkar
kepala 46 cm. Kesan umum anak sadar, aktif, nafas spontan (+) adekuat. Tanda vital
denyut jantung 96x/menit, nadi reguler isi dan tegangan cukup, frekuensi respirasi
20x/menit, suhu 36,5C, tekanan darah tidak diukur.

Kepala mesosefal, didapatkan konjungtiva anemis maupun sklera ikterik. Hidung tidak
ada nafas cuping dan mulut tidak sianosis. Pemeriksaan dada didapatkan simetris, tidak
didapatkan retraksi. Bunyi jantung I-II normal, tidak terdengar bising atau irama derap.
Suara nafas vesikuler dan tidak terdengar hantaran dan ronkhi. Abdomen datar, supel,
bising usus normal, Hati dan limpa tidak teraba. Genitalia tidak terdapat edema pada
skrotum. Ekstremitas bagian akral hangat, perfusi baik, tidak terdapat edema pada kedua
punggung kaki. Tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening.

Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan penunjang, BERA dalam batas normal. DDST MK sesuai usia, PS
sesuai usia, B sesuai usia 15 bulan, MH sesuai usia.

Anak didiagnosis dengan :

1. Diagnosis Utama Speech delayed


2. Diagnosis Komorbiditas -
3. Diagnosis Komplikasi -
4. Diagnosis Imunisasi Imunisasi dasar lengkap sesuai umur
5. Diagnosis Pertumbuhan - Cross sectional : perawakan normal

4
- Longitudinal:
o Pola pertumbuhan : normal
growth
o Arah garis pertumbuhan : T1

6. Diagnosis Perkembangan Susp. delayed bahasa


Gangguan disosiasi
7. Diagnosis Sosial Sosial ekonomi kurang
Ekonomi

Perjalanan Penyakit Selama Perawatan

5
BAGAN PERMASALAHAN DAN PEMANTAUAN

Anak Laki-laki 3 tahun Speech delayed, Gizi baik

Promotif
Kuratif Preventif Pengaturan diit Rehabilitatif
Penilaian respon terapi dan penyesuaian dosis Pencegahan infeksi Dukungan pikologis orang tua,
Pengendalian hipertensi
Efek samping terapi Pengaturan diit keluarga, teman dan pihak
Penatalksanaan komplikasi Pemberian imunisasi Interaksi social sekolah
Terapi komorbiditas Pendidikan yang baik

Karakteristik Pejamu
Lingkungan Perilaku

Sumber Enabling Penggunaan pelayanan kesehatan

Mikro Mini Meso Makro


Dukungan Nutrisi Dukungan dari Ayah, anggota keluarga Pendidikan sekolah Kebijakan pemerintah
Edukasi ibu dan keluarga dan saudara kandung Pelayanan kesehatan di RS, puskesmas atau dokter umum Sumbangan swadaya
pendukung Meningkatkan suasana rumah yang Menciptakan lingkungan tetangga yang mendukung
nyaman dan mendukung Memberikan sarana dan prasarana untuk bermain

Tumbuh kembang optimal sesuai potensi genetik

6
BAB III

KAJIAN PUSTAKA KASUS

A. ASPEK PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Sindroma nefrotik merupakan suatu sindroma klinik yang ditandai oleh edema,
proteinuria berat ( 40 mg/m2atau rasio protein /kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg
atau dipstick 2+), hipoalbuminemia 2,5 g/dL, dan dapat disertai hiperlipidemia.1,2,4
Sebagian besar pasien sindroma nefrotik responsive terhadap terapi kortikosteroid dan
sekitar 20% resisten terhadap steroid, yaitu gagal untuk mencapai remisi sempurna
setelah terapi inisial dengan kortikosteroid.8,1

Terdapat beberapa varian gambaran histologis yang berbeda pada SN idiopatik primer,
yaitu minimal-change nephrotic syndrome (MCNS) sebanyak 77.1% kasus, focal
segmental glomerulosclerosis (FSGS )sebanyak 7,9% kasus, Membranoproliferative
Glomerulonephritis (MGPN) sebanyak 6,2% kasus, dan lainnya sebanyak 8,8%. FSGS
ditandai adanya minimal 1 glomerulus yang menunjukkan area sklerosis segmental
dengan atau tanpa adanya tubular atrofi dan fibrosis intersisial. Mesangial proliferative
glomerulonefritis (MPGN) ditandai adanya peningkatan matrix mesangial dan
proliferasi sel mesangial yang moderate hingga prominen (lebih dari 4 sel per area
mesangial)tanpa adanya sklerosis glomerular segmental.5,2

Pada anak-anak dengan SNRS yang berusia lebih dari 1 tahun, mutasi podocin telah
dilaporkan pada 0-30% kasus. Prevalensi SNRS yang terkait mutasi bervariasi di antara
kelompok etnis, dengan tidak ditemukan mutasi podosin pada studi kohort yang
dilakukan pada 18 anak Afrika Amerika3 dibandingkan dengan 28% prevalensi yang
terjadi pada studi kohort 25 anak Eropa.4

Sekitar 75% anak dan remaja dengan SNRS menunjukkan gambaran histology FSGS
dan 50%-70% pasien akan berkembang menjadi penyakit gagal ginjal terminal. Mutasi
gen-gen yang mengkode protein podosit telah diidentifikasi pada SNRS. Podosin adalah
383-amino acid lipid-raftassociated protein yang terletak di slit diafragma podosit.
Molekul-molekul esensial yang mempertahankan slit diafragma podosit yaitu nephrin

7
(NPHS1), podocin (NPHS2), a-actinin-4 (ACTN4), CD2-associated protein (CD2AP),
transient receptor potential channel 6 (TRPC6), dan phospholipase C epsilon (PLCE1).
Podosin dibutuhkan untuk structural organisasi dan regulasi barier filtrasi
glomerulus.Interaksi podosin dengan nephrin, NEPH1, CD2AP, dan TRPC6 mengatur
pensinyalan, ketahanan podosit, polaritas sel, dan organisasi sitoskeletal.5

Mutasi NPHS2 yang mengkode podosin menyebabkan terjadinya SNRS yang terjadi
pada anak yang bersifat autosomal resesive. Mutasi gen tersebut juga dapat menjadi
penyebab terjadinya FSGS awitan lambat. Tes genetic untuk semua gen-gen podosit
sangat mahal. Adanya riwayat keluarga dengan SN dan terjadinya SN awitan dini
merupakan marker kuat adanya mutasi genetic. Gen yang perlu diperiksa pada bentuk
congenital adalah NPHS1 dan NPHS2. Gen R229Q polymorphism NPHS2 dikaitkan
dengan terjadinya SNRS yang terjadi pada remaja atau onset dewasa, terutama pada
pasien-pasien di Eropa da Amerika Selatan.6,7

Seorang pasien terdiagnosis mengalami sindroma nefrotik resisten steroid (SNRS)


apabila tidak mengalami remisi setelah mendapatkan terapi kortikosteroid 60
mg/m2/hari selama 4 minggu. Remisi pada penderita sindrom nefrotik ditandai dengan
tidak ditemukannya proteinuria (protein urin negative atau trace selama pemeriksaan 3
hari berturut-turut dengan menggunakan dipstick atau boiling tes).1,3

Rekomendasi untuk evaluasi awal pada pasien dengan sindroma nefrotik meliputi:5
- Urinalisis
- Rasio protein urin/creatinin (Up/c) pada specimen pagi yang pertama
- Elektrolit serum, serum urea nitrogen (BUN), creatinin, dan glukosa
- Kadar kolesterol
- Kadar albumin serum
- Kadar C3
- Kadar antinuclear antibody (untuk anak berusia > 10 tahun atau dengan gejala
SLE)
- Serologi Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV pada populasi yang berisiko
- Kadar purified protein derivative, dan
- Biopsi ginjal untuk anak berusia > 12 tahun
Urinalisis dengan pemeriksaan mikroskopis direkomendasikan untuk mengidentifikasi
hematuria, cellular cast, atau bukti lainnya adanya nefritis. First morning Up/c akan
menentukan derajat proteinuria tanpa kontribusi peningkatan ortostatik benigna pada

8
ekskresi protein urin. Pemeriksaan complement 3 dan antinuclear antibody dilakukan
untuk menapis adanya penyakit yang terkait dengan hipokomplementemia, yaitu
membranoproliferative glomerulonephritis dan systemic lupus erythematosus (SLE)
yang membutuhkan pemeriksaan tambahan dengan tes laboratorium dan biopsi ginjal.5

Biopsi ginjal tidak selalu dilakukan pada sindrom nefrotik. Biopsi ginjal dilakukan pada
SNRS, atau sindrom nefrotik yang disertai hematuria, hipertensi berat, gagal ginjal
menetap dan komplemen serum yang rendah, anak dengan awitan SN kurang dari 1
tahun atau lebih dari 11 tahun.8 Biopsi ginjal pada anak berusia lebih dari 12 tahun
direkomendasikan karena diagnosis lebih sering disebabkan oleh selain minimal-change
disease.5

Evaluasi yang diperlukan pada pasien dengan SNRS meliputi:14


1. Biopsi ginjal
2. Evaluasi fungsi ginjal dengan menghitung glomerular filtration rate (GFR) atau
estimated GFR (eGFR)
3. Evaluasi protein urin

Biopsi ginjal direkomendasikan untuk mengevaluasi SNRS untuk menentukan patologi


yang mendasarinya dan menentukan terapi. Namun demikian, lesi FSGS dapat
terlewatkan jika spesimen biopsi<20 glomeruli. Biopsi juga memberikan informasi
tentang derajat fibrosis interstitial dan glomerular sehingga membantu dalam menilai
prognosis.14,9Biopsi ginjal juga perlu dilakukan sebelum memulai terapi dengan agen
yang secara potensial bersifat nefrotoksik seperti siklosporin atau takrolimus.10

Fungsi ginjal yang diukur pada saat waktu diagnosis merupakan predictor risiko jangka
panjang terjadinya gagal ginjal. Proteinuria harus dinilai saat diagnosis dan selama
terapi untuk menilai respon terapi apakah termasuk kategori remisi parsial, remisi
sempurna, atau tidak remisi.14 (Level of evidence 3)

B. ASPEK PENATALAKSANAAN

Manajemen yang optimal pada SNRS masih menjadi tantangan medis.Tujuan terapi
pada sindroma nefrotik adalah menginduksi remisi, memelihara fungsi ginjal, dan

9
mencegah toksisitas yang berkaitan dengan pengobatan. Kegagalan terapi berkaitan
dengan prognosis jangka panjang yang buruk untuk fungsi ginjal.Pengelolaannya
memerlukan penanganan komprehensif dan multi faktorial.3,5

1. Aspek Penatalaksanaan Medikamentosa


Terapi inisial untuk pasien dengan sindroma nefrotik yaitu dengan menggunakan
prednisonefull-dose 60 mg/m2/hari selama 4 minggu kemudian jika pada evaluasi
mengalami remisi maka dilanjutkan dengan prednisone alternate dose 40 mg/m 2/hari
selama 4 minggu.Pasien yang tidak mencapai remisi setelah pemberian prednison full-
dose 60 mg/m2/hari selama 4 minggu disebut dengan sindrom nefrotik resisten steroid
(SNRS).1,5

Terdapat 3 kategori utama terapi SNRS, yaitu:1) immunosupresif, 2) immunostimulator,


dan 3) nonimmunosupresif. Terapi immunosupresif yang sering digunakan yaitu
calcineurin inhibitor, mycophenolate mofetil, methylprednisolone pulse intravena, dan
agen-agen sitotoksik. Terapi immunosupresif lain yang jarang digunakan dan bersifat
controversial adalah plasma exchange dan immunoabsorpsi. Beberapa novel agent
masih dalam penelitian, tetapi keamanan dan efikasi masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Satu-satunya agen immunostimulator yang digunakan adalah levamisole. Namun
demikian, agen ini tidak tersedia secara universal. Terapi nonimmunosupresif pada
umumnya dianggap sebagai terapi konservatif yaitu angiotensin-converting enzyme
inhibitors (ACE-Inhibitor), angiotensin receptor blockers (ARBs), dan vitamin E.5

Berikut ini merupakan regimen yang digunakan pada pasien SNRS:

Tabel 1. Regimen Terapi pada Pasien SNRS3

10
Sumber: Indian Society of Pediatric Nephrology. Management of Steroid Resistant Nephrotic
Syndrome.Indian Pediatrics. 2009; 46 (17): 35-48

Berdasarkan Guideline Praktis KDIGO, rekomendasi terapi SNRS adalah: 1)


Calcineurin inhibitor (CsA dan tacrolimus) ditambah steroid menjadi obat lini pertama
pasien dengan SNRS, 2) Mycophenolate mofetil (MMF) diindikasikan pada anak-anak
yang tidak berespon terhadap CsA, 3) Siklofosfamid (CP) tidak dianjurkan untuk terapi
pada pasien SNRS, 4) Rituximab masih belum direkomendasikan sebagai pilihan terapi
SNRS karena masih kurangnya RCT dan risiko efek samping penggunaannya, 5)
Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACE-i) dan angiotensin receptor blockers
(ARB) direkomendasikan untuk terapi.11

Calcineurin inhibitor bekerja di intraseluler yang mengikat protein dan menghambat


calcium dependent signaling pathways yang terlibat dalam transkripsi gen IL-2.
Berkurangnya sintesis IL-2 menyebabkan inhibisi proliferasi sel T limfosit dan
melemahkan respon imun.Contoh calcineurin inhibitor yaitu cyclosporine dan
tacrolimus. Agen inhibitor calcineurin seperti cyclosporine berfungsi menekan respon
imun dengan mengatur penurunan transkripsi gen sitokin. Cyclosporine bekerja dengan
cara menghambat produksi sitokin sel T helper (Th1 dan Th2) dan menghambat
antigen-presenting cells (sel langerhans dan sel dendritik) yang merupakan agen utama

11
dari stimulasi T-sel. Efek yang lebih lanjut adalah pengurangan aktivasi sel B dan
produksi antibodi selanjutnya.12

Guideline KDIGO merekomendasikan penggunaan calcineurin inhibitor sebagai terapi


lini pertama pada anak dengan SNRS. Namun, obat-obat tersebut bersifat nefrotoksik,
terutama pada anak yang berusia muda. Berbeda dengan siklosporin, MMF tidak
menyebabkan efek samping nefrotoksik sehingga direkomendasikan sebagai pilihan
pertama jika tidak berespon terhadap terapi konvensional.13

Studi retrospektif Tahar G et al yang menilai respon kombinasi terapi dengan CsA dan
prednisolon pada pasien anak Tunisia dengan SNRS menunjukkan bahwa CsA masih
menjadi terapi sitotoksik utama untuk anak dengan SNRS. Kombinasi dengan
kortikosteroid memberikan efisiensi yang optimum tanpa risiko yang tinggi terjadinya
nefrotoksisitas.14 (Level of evidence 3)

Tacrolimus (TAC) merupakan calcineurin inhibitor yang lebih poten dalam supresi
sitokin dibanding siklosporin. TAC juga mempunyai efek nefrotoksik yang lebih kecil
jika dibandingkan dengan siklosporin. Penelitian Gulati et al yang menilai terapi
tacrolimus pada anak SNRS menunjukkan bahwa TAC merupakan modalitas terapetik
yang efektif bagia pasien SNRS.15 (Level of evidence 2)

Choudhry et al membandingkan efektivitas tacrolimus dan siklosporin pada pasien


SNRS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tacrolimus atau CsA yang dikombinasikan
dengan steroid dosis rendah mempunyai efikasi yang sama dalam menginduksi remisi
pada pasien dengan SNRS. Terapi dengan tacrolimus memberikan risiko terjadinya
relaps yang lebih rendah disbanding CsA dan efek samping kosmetik yang lebih sedikit.
Efek samping kosmetik seperti hipertrikosis dan hipertrofi ginggiva lebih sering terjadi
pada pasien yang diterapi dengan CsA (p<0,001).16 (Level of evidence 2)

Apabila CsA tidak mungkin dilanjutkan akibat efek samping nefrotoksisitasnya maka
bisa diganti dengan MMF. Agen ini dapat mempertahankan remisi dengan perbaikan
fungsi renal yang cepat.17 MMF telah digunakan pada anak dengan SNRS dan Sindroma

12
nefrotik dependen steroid (SNDS). Walaupun efikasinya sebagai steroid-sparing agent
dan menurunkan angka kejadian relaps setelah penggunaan MMF, namun hasilnya pada
beberapa studi masih belum konsisten.18 (Level of evidence 2)

MMF menghambat proliferasi mesangial dan menurunkan expresi IL-2 dan IL-4.
Mekanisme kerjanya pada penyakit glomerular belum jelas tetapi diyakini ketika MMF
menekan proliferasi limfosit maka akan mengurangi produksi antibodi dan substansi
lain yang terlibat dalam sindroma nefrotik. Tidak seperti immunosupresan lain, MMF
tidak mengubah metabolisme karbohidrat dan lipid. MMF tidak menyebabkan efek
samping nefrotoksisitas.19

Studi retrospektif yang dilakukan oleh Echeverry et al menunjukkan bahwa terapi


dengan MMF dapat mengurangi frekuensi relaps, mengurangi proteinuria, dan
mengurangi dosis pemberian steroid tanpa menurunkan laju filtrasi glomerulus.20 (Level
of evidence 3)

Penelitian single center study Gargah dan Lakhoua menggunakan MMF dan
prednisolon selama 12 minggu pada 6 pasien SNRS menunjukkan bahwa 1 pasien
mengalami remisi sempurna dan pasien lainnya mengalami penurunan proteinuria dan
peningkatan kadar albumin serum.21 (Level of evidence 2)

Siklofosfamid (CPA) merupakan antineoplastic alkylating agent yang memiliki efek


imunosupresan kuat.22 Penelitian menunjukkan bahwa siklofosfamid pulse memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan oral. Dosis kumulatif siklofosfamid pulse lebih kecil
sehingga efek samping lebih sedikit.23,24(Level of evidence 2)

Studi yang dilakukan Martinelli et al menunjukkan bahwa pengobatan dengan


siklofosfamid memberikan hasil baik bila hasil biopsi ginjal menunjukkan SN kelainan
minimal dibandingkan focal segmental glomerulosclerosis.25 (Level of evidence 2)

Studi prospektif yang dilakukan Nammalwar pada anak dengan SNRS yang diterapi
dengan injeksi methyl prednisolon plus prednisolone oral selama 1 tahun dengan 6
injeksi siklofosfamid pulse setiap bulan menunjukkan tingkat remisi yang lebih baik

13
pada pasien dengan MCD dan DMP disbanding pasien FSGS (masing-masing 81,8%,
66,7%, dan 16,7%) pada akhir 3 tahun penelitian.26 (level of evidence 2)

Berikut ini merupakan kontraindikasi absolut pemberian siklofosfamid untuk anak:31


1. Pasien yang telah diketahui sebelumnya hipersensitif terhadap CPA
2. Pasien yang mengalami depresi sumsum tulang belakang derajat berat
3. Pasien yang memiliki riwayat kanker kandung kemih atau cystitis hemorrhagic

Kontraindikasi Relatif pemberian siklofosfamid pada anak yaitu:31


1. Gangguan fungsi ginjal atau hepar
2. Infeksi yang sedang berjalan/aktif
3. Riwayat keganasan atau kemoterapi sebelumnya
4. Kondisi imunosupresi akibat kondisi medis lain atau akibat pengobatan
5. Adanya leukopenia or trombositopenia.
6. Penggunaan bersamaan dengan allopurinol menyebabkan peningkatan kadar
siklofosfamiddan pemanjangan waktu paruh.
7. Vaksinasi dengan vaksin hidup pada pasien dengan immunocompromised karena
agen kemoterapeutik dapat menyebabkan infeksi yang berat.

Protokol Mendoza dengan menggunakan terapi metilprednison pulse dosis tinggi pada
pasien SNRS dan jangka panjang merupakan pilihan pengobatan yang baik untuk
FSGS. Namun demikian, terdapat beberapa laporan efek dari terapi ini terhadap SNRS,
diantaranya hipertensi yang bersifat sementara.27,28(Level of evidence 2)

Penelitian retrospektif yang menilai karakteristik klinis dan temuan patologis pada
FSGS yang menerima terapi dengan yang rendah dan sebagian besar pasien
berkembang menjadi gagal ginjal terminal.29(Level of evidence 2)

14
Tabel 2.Protokol Methyl Prednison (M-P) Pulse Intravenous 35
Minggu M-P Prednison
1 sampai 2 30 mg/kg 3x/minggu Tidak diberikan
3 sampai 10 30 mg/kg tiap minggu 2 mg/kg
11 sampai 18 30 mg/kg tiap 2 minggu Dengan atau tanpa tappering
19 sampai 50 30 mg/kg tiap 4 minggu Tappering lambat
51 sampai 82 30 mg/kg tiap 8 minggu Tappering lambat
M-P : maksimum dose 1000 mg
Prednison : maksimum dose 60 mg/hari.

Penelitian Opastirakul et al pada anak dengan FSGS yang diberikan protocol Mendoza
36 bulan,antara tahun 1987 sampai 2005, menunjukkan bahwa metilprednisolon efektif
dan aman untuk anak FSGS dengan gangguan fungsi ginjal ringan. 36 (Level of evidence
2)

Berikut ini merupakan efek samping obat-obatan pada terapi SNRS:

Tabel 3. Efek samping terapi sindroma nefrotik.32

Tabel 4. Rekomendasi Monitoring pada Pasien SN5

15
Sumber: Gipson DS, Massengill SF, Yao L, Nagaraj S, Smoyer WE, Mahan JD, et al.
Management of Childhood Onset Nephrotic Syndrome. Pediatrics 2009;124;747-60

2. Aspek Penatalaksanaan Non Medikamentosa


a. Dietetik

Diet yang seimbang antara protein dan kalori yang adekuat direkomendasikan pada
pasiensindroma nefrotik. Kebutuhan protein anak normal berkisar 1,5 -2 g/kgbb. Anak
dengan proteinuria menetap dapat diberikan 130-140% kebutuhan normal, yaitu sampai
2-2,5 g/kg/hari.Retriksi garam diperlukan untuk mencegah dan mengobati edema.
Retriksi cairan dianjurkan pada kasus dengan hiponatremia sedang atau berat (kadar
natrium plasma <125 mg/dl). Diet tinggi protein tidak diperlukan pada pasien SN
bahkan dianggap kontraindikasi. Hal ini akan memberi beban pada glomerulus untuk
mengeluarkan sisa metabolisme protein dan dapat menyebabkan sklerosis glomerulus.1

b. Vaksinasi

Pemberian vaksinasi penting bagi anak-anak dengan sindrom nefrotik. Pasien tersebut
berisiko terkena infeksi yang lebih berat akibat dampak sindrom nefrotik dan efek
imunosupresi pemberian terapi untuk SNRS. Pasien SN perlu melengkapi imunisasi
primer maupun ulangannya.5

Anak dengan SN rentan terkena infeksi pneumococcal.5 IDAI sudah merekomendasikan


pemberian vaksin pneumococcus pada pasien SN dan memasukkan SN sebagai
presumed high risk terjangkit invasive pneumococcal diseases (IPD) dengan strength of

16
evident B.30Infeksi varicella dapat mengancam jiwa pada anak-anak yang mendapat
terapi immunosupresi. Vaksinasi varicella yang terbukti aman dan efektif pada anak
dengan SN harus diberikan sesuai dengan panduan yang direkomendasikan untuk
vaksin hidup.5

Pasien yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid atau dalam 6 minggu setelah
steroid dihentikan hanya boleh mendapatkan vaksin mati. Setelah lebih dari 6 minggu
penghentian steroid, pasien baru boleh mendapatkan vaksin hidup. 31 Imunisasi dengan
vaksin hidup ditunda sampai dosis prednison 2mg/kgperhari (maksimum: 20mg),
selama 3 bulan sejak selesainya terapi dengan agen sitotoksik; atau selama 1 bulan dari
selesainya terapi imunosupressan.5

C. GANGGUAN PERILAKU PADA SINDROMA NEFROTIK

Penyakit kronis merupakan suatu kondisi penyakit yang bersifat membutuhkan


perawatan medis secara berkelanjutan minimal 6 bulan, menyebabkan perubahan gaya
hidup permanen, dan memerlukan adaptasi perilaku yang terus-menerus. Setiap
penyakit kronis mempunyai akibat biologis, social, dan perilaku yang mempengaruhi
perkembangan psikososial pada anak dan keluarganya. Risiko terjadinya psikopatologi
sekitar 2,5 kali lebih besar pada anak dengan kondisi kronik dibandingkan populasi
umum. Dampak psikologis dan hambatan akademis dapat menjadi masalah yang lebih
serius disbanding penyakitnya sendiri.32

Pasien dengan sindrom nefrotik berisiko mengalami gangguan psikologis akibat


penyakit kronis yang diderita dan efek terapi kortikosteroid jangka lama.Pemakaian
steroid jangka panjang dapat menyebabkan efek samping seperti imunosupresi,
osteoporosis, perawakan pendek, dan perubahan yang nyata dalam komposisi lemak
tubuh dan kulit.obesitas, hirsutisme, dan katarak.47,33Reseptor kortikosteroid terletak
sepanjang hipokampus dan amigdala, yaitu area otak yang berperan dalam regulasi
perilaku, mood, dan memori. Kehilangan sel hippocampal pernah dilaporkan dalam
penelitian yang dilakukan pada tikus dan primate yang mendapatkan glukokortikoid.
Akumulasi kortikosteroid yang tinggi pada neuron hipocampal dapat menyebabkan
gangguan metabolic.44

17
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya gangguan perilaku pada pasien dengan
berupa gangguan fungsi aktivitas sehari-hari, terjadinya abnormalitas penampilan fisik
akibat penyakit, dan luaran yang belum pasti. Perhatian orangtua yang berlebihan juga
dapat menghambat sekolah dan aktivitas harian.47

Penelitian Boraey et al menunjukkan bahwa pasien sindrom nefrotik dapat mengalami


gangguan perilaku psikososial. Total skor gangguan perilaku psikososial secara
bermakna lebih tinggi pada kelompok pasien sindrom nefrotik (p<0,0001). Usia yang
lebih tua, durasi penyakit yang lama, jenis kelamin perempuan, dan penggunaan
kortikosteroid secara bermakna berkaitan dengan adanya masalah perilaku pada pasien-
pasien tersebut.43(Level of evidence 3)

Penelitian Mishra et al menunjukkan bahwa terjadi abnormalitas perilaku pada


kelompok pasien sindroma nefrotik terutama pada kelompok pasien dengan terapi
steroid jangka lama.44 (Level of evidence 3)

Studi Manti et al yang meneliti perbedaan dalam masalah emosional atau perilaku dan
fungsi kognitif pada pasien SN dengan rentang usia 4,4 sampai 15,2 tahun menunjukkan
bahwa pasien SN mempunyai tingkat gangguan emosi dan perilaku akibat penyakit dan
terapi yang lebih tinggi. Pasien-pasien dengan SN banyak mengalami masalah
internalisasi (p=0,015), berupa gejala withdrawl (p=0,012) dan keluhan somatic
(p=0,011). Terdapat hubungan yang bermakna antara beratnya penyakit dengan keluhan
somatic (p=0,017) dan masalah eksternalisasi (p=0,03). Lamanya sakit secara bermakna
lebih banyak terjadi pada anak-anak dengan kecemasan/depresi (p=0,011). Durasi
pemberian steroid juga secara bermakna lebih tinggi pada anak-anak dengan
kecemasan/depresi yang abnormal (p=0,011) dan masalah eksternalisasi (p=0,039).
(level of evidence 3)10

Anak dengan kondisi kronis perkembangan psikososialnya lebih rendah daripada anak
normal. Kedekatan keluarga sangat penting dalam perkembangan emosi anak. Penderita
dengan masalah psikologi harus dievaluasi dan dipantau, dengan melibatkan tenaga
profesional dalam kesehatan mental sperti psikiater dan psikolog.42

18
D. KUALITAS HIDUP PASIEN DENGAN KONDISI PENYAKIT KRONIS
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kualitas hidup pada keadaan sakit
adalah suatu keadaan tercukupinya keadaan fisik, mental dan sosial. Kondisi penyakit
kronis menurut American Academy of Pediatrics yaitu penyakit atau cacat yang diderita
dalam waktu lama dan memerlukan perhatian dalam bidang kesehatan dan perawatan
khusus dibandingkan dengan anak normal seusianya, baik dalam perawatan di rumah
sakit, maupun perawatan kesehatan di rumah.34

Terdapat suatu pendekatan non kategori untuk menentukan kondisi penyakit kronis yang
terdiri dari 3 konsep yang harus terpenuhi, yaitu:35

a. Kelainan yang merupakan penyakit biologis, psikososial atau kognitif


b. Durasi penyakit > 12 bulan
c. Konsekuensi dari kelainan tersebut menyebabkan :
- keterbatasan fungsional dibandingkan kelompok sehat yang seumur
- bergantung pada jenis pelayanan yang dibutuhkan meisalnya : medikasi
atau pengobatan, diet khusus, teknologi medis, alat bantu atau bantuan
personal.

Dampak penyakit kronis bergantung cara pandang anak terhadap organ tubuhnya,
penyakitnya, pengobatan yang diterima dan pandangan terhadap kematian. Anak dengan
penyakit kronis dapat mengalami keterlambatan dalam perkembangan kognitif,
komunikasi, motorik, adaptif atau sosialisasi dibandingkan anak-anak yang normal.
Dampak jangka panjang pada anak tercermin pada perkembangan psikososialnya,
keterlibatan dengan teman sebaya serta prestasi di sekolah. Sedangkan dampak pada
keluarga adalah status psikososial orang tua, aktivitas dan status ekonomi keluarga serta
peran keluarga di masyarakat.36

1. Dampak terhadap Pertumbuhan

19
Gangguan pertumbuhan merupakan komplikasi yang tidak diharapkan pada penderita
SN. Penderita SN yang tidak terkontrol dapat terjadi gangguan pertumbuhan badan
bahkan dapat berhenti sama sekali. Namun pada penderita SN yang pengobatannya
terkontrol dan mengalami remisi, maka laju pertumbuhan akan kembali seperti semula.
Penyebab gangguan pertumbuhan pada SN yang tidak mendapat pengobatan steroid
adalah karena kekurangan kalori dan protein, nafsu makan yang hilang, proteinuria
persisten dan malabsorbsi karena edema saluran cerna. Penyebab utama gangguan
pertumbuhan pada penderita SN adalah karena pengobatan steroid yang terlalu lama dan
dosis tinggi yang dapat memperlambat proses pematangan tulang dan menyebabkan
terhentinya pertumbuhan linear.Madani dkk melaporkan pemberian prednisolone
berdasarkan ISKDC pada penderita sindrom nefrotik tidak akan mempengatuhi
pertumbuhan linear.37

2. Dampak terhadap Penampilan

Bentuk fisik yang berbeda dibandingkan dengan teman sebayanya juga menimbulkan
kecemasan dan depresi. Penampilan yang tidak normal, dapat mengakibatkan rendah
diri, menyendiri, sering absen, gangguan makan, depresi dan pemarah.41

3. Dampak terhadap Pendidikan

Masalah yang sering dihadapi anak dengan kondisi kesehatan kronis adalah sering tidak
masuk sekolah, kesulitan naik kelas, berkurangnya fungsi kognitif karena obat-obatan,
meningkatnya resiko kumat karena ketidakteraturan minum obat. Keharusan kontrol
teratur dan terkadang menjalani perawatan di rumah sakit menyebabkan mereka tidak
masuk sekolah dan tertinggal pelajaran.12

4. Dampak terhadap Keluarga

Kondisi penyakit kronis menyebabkan penderita bergantung kepada orang tua dan
keluarganya. Waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk merawat anak dengan penyakit
kronis lebih banyak sehingga seringkali menimbulkan masalah ekonomi. Orang tua
menjadi merasa bersalah, frustasi, cemas dan depresi terhadap penyakit yang diderita
anaknya. Bagi anak yang lain, waktu kebersamaan dengan orang tua akan berkurang.41

20
Penyakit kronis dapat mempengaruhi bukan hanya penderita namun seluruh
anggota keluarga. Penyakit kronik pada anak melibatkan keluarga, penderita dan tenaga
kesehatan. Beberapa prinsip penatalaksanaan dengan kondisi kronis adalah sebagai
berikut: pendidikan kesehatan, merespon terhadap emosi, melibatkan keluarga,
penderita dan tim multidisiplin, menyediakan perawatan yang berkelanjutan,
menyediakan pelayanan rawat jalan yang komprehensif, merujuk ke kelompok
pendukung (kelompok penyakit sejenis atau kelompok sebaya), mengembangkan tehnik
menolong diri sendiri, pembatasan dan perawatan di rumah sakit.41,38

E. PROGNOSIS
Pasien dengan SNRS berisiko tinggi terjadi ESRD. Sekitar 34-64% pasien akan
berkembang menjadi ESRD dalam 10 tahun. Usia yang lebih tua saat onset, FSGS,
resistensi steroid yang lebih dini, resistensi terhadap agen immunosupresan, hematuria,
dan hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya ESRD.8 (Level of evidence 3)

Pasien SN dengan gambaran histologis ginjal FSGS memiliki prognosis yang lebih
buruk. Sekitar 21,8% pasien akan mengalami penurunan fungsi ginjal dan sebesar 8%
pasien dapat berkembang menjadi penyakit ginjal kronis dalam 5 tahun setelah onset
pertama gejala sindrom nefrotik.7 (Level of evidence 3)

Respon terhadap terapi ditentukan oleh biopsy ginjal. Pasien-pasien dengan SN minimal
change menunjukkan respon terapi yang memuaskan sedangkan FSGS atau chronic
tubulointerstitial changes dikaitkan dengan luaran yang buruk.3 Studi Gipson et al
menunjukkan bahwa respon terhadap obat terapeutik merupakan predictor yang baik
terjadinya renal survival jangka panjang pada anak dengan FSGS. 39 (Level of ecidence
2)

Penelitian Zagury et al menunjukkan bahwa resintensi terhadap CsA dan gambaran


FSGS pada biopsy ginjal merupakan faktor risiko terjadinya ESRD. 8 (Level of evidence
3)
Penelitian Ghiggeri et al yang melibatkan 139 pasien dengan FSGS SNRS tanpa mutasi
genetic menunjukkan bahwa progresi menjadi ESRD terjadi pada 10% pasien yang

21
respon terhadap CsA dibandingkan 60% terjadi pada pasien yang resisten CsA dan 62%
pasien yang tidak diterapi dengan CsA (p=0,002).40 (Level of evidence 2)

22
BAB IV

RENCANA PEMANTAUAN

No Hal yang dipantau Tools Hasil yang diharapkan Rencana Intervensi

1. Klinis Pemerikaan fisik saat kontrol Klinis dalam batas normal dan Intervensi disesuaikan gejala
idak didapatkan perburukan abnormalitas klinis

2. Pertumbuhan (BB, TB, Data pengukuran BB dan TB saat Tumbuh kejar sampai bisa Jika didapatkan gangguan pertumbuhan
WAZ, HAZ, BMI for kontrol dan kunjungan rumah tumbuh normal dilakukan edukasi gizi dan mencari
Age) penyebabnya, dikonsulkan ke sub bag
nutrisi metabolik. Bila didapatkan
perawakan pendek, hitung mid parental
height, bila perlu dilakukan pemeriksaan
bone age dan konsultasi dengan bagian
endokrin.

3. Perkembangan dan Peds QL dan Skor gangguan Perkembangan sesuai umur Intervensi jika ada gangguan
gangguan perilaku perilaku ( PSC- 17, SDQ) perkembangan. Bila didapatkan
Tidak didapatkan gangguan gangguan perilaku, diberikan edukasi
perilaku kepada orang tua dan dikonsulkan ke
psikolog atau psikiater.

4. Kepatuhan terapi Jadwal kontrol bulanan Terapi patuh Mengingatkan jadwal kontrol via
telepon seluler

5. Respon Terapi Menentukan remisi parsial atau Remisi Mencari penyebab resistensi salah
komplit satunya dengan biopsi ginjal dan
mencari penyesuaian obat bila tidak
Pemeriksaan urin rutin proteinuria didapatkan perbaikan pemberian terapi
tiap bulan sindroma nefrotik

6. Efek samping steroid Pemeriksaan fisik saat kontrol dan Tidak didapatkan efek samping Penyesuaian/pengurangan dosis
jangka panjang kunjungan rumah, pemeriksaan steroid jangka panjang kortikosteroid.
laboratorium dan radiologi sesuai

23
indikasi. Intervensi sesuai dengan system organ
yang terkena.
Pemantauan multiorgan, hirsutisme,
striae, penutupuan epifise,
penekanan adrenal, gagal tumbuh,
gambaran cushingoid, hipertensi,
obesitas, diabetes melitus, katarak,
osteoporosis, nekrosis tulang, iritasi
lambung, psedotumor serebri, atrofi
otak, gangguan tingkah laku,
perubahan nafsu makan dan
miopati.

7. Fungsi ginjal ureum, kreatinin setiap 6 bulan. Tidak terjadi penurunan LFG Menghindari konsumsi obat-obat
(Ureum,kreatinin) Menghitung LFG dan kriteria nefrotoksik
pRIFL
Penyesuaian dosis obat sesuai dengan
LFG

8. Komplikasi metabolik Pemeriksaan laboratorium darah Tidak didapatkan Intervensi sesuai dengan komplikasi
(Anemia, rutin dan setiap 6 bulan untuk profil yang menyertai
hiperurecemia, metabolik
hipertensi,
hiperparatiroidisme,
gangguan keseimbangan
elektrolit)

9. Komorbid lain selama Pemeriksaan fisik saat kontrol dan Tidak didapatkan penyakit Bila didapatkan penyakit penyerta maka
pemantauan kunjungan rumah penyerta dilakukan konsul ke sub bagian yang
terkait

Jika anak sakit ke SpA di RSUD


Slawi/Tegal.

24
10. Imunisasi Kelengkapan imunisasi dasar dan Imunisasi dasar lengkap Catch up imunisasi jika terlambat/tak
vaksinasi influenza dan pneumonia (Depkes), booster sesuai jadwal ada kontraindikasi
pneumococal rekomendasi IDAI dan vaksinasi
influenza serta pneumonia
pneumococal

25
JADWAL PEMANTAUAN

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kunjungan pasien 1 bl
Klinis 1 bl
Edema/ascites 1 bl
Tekanan darah 1 bl
Antropometri 1 bl
Perkembangan 6 bl
Mental emosional 6 bl
Psikososial 6 bl
Laboratorium darah 1 bl
Urin Rutin 1 bl
Terapi 1 bl
Kepatuhan pengobatan 1 bl
Komplikasi 1 bl
Efek samping Terapi 1 bl
Resistensi Terapi 1 bl
Komorbiditas 1 bl
Kunjungan rumah 1 th

26
BAB V

HASIL PEMANTAUAN

Kontrol ke-1 Kontrol ke-2 Kontrol ke-3 Kontrol ke-4 Kontrol ke-5 Kontrol ke-6
Bulan Februari Maret April Mei Juni Juli
Tahun 2013 2013 2013 2013 2013 2013
Umur 11 tahun 3 bulan 11 tahun 4 bulan 11 tahun 5 bulan 11 tahun 6 bulan 11 tahun 7 bulan 11 tahun 8 bulan
Keluhan Edema Kontrol rutin Kontrol rutin Kontrol rutin Kontrol rutin Kontrol rutin
Klinis Edema (+) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Antropometri
Berat badan 41 40 37,2 34.5 35 37
Tinggi badan 136 138 138 138,5 138,5 139
HAZ -1,36 SD -1,14 SD -1,21 SD -1,20 SD -1,27 SD -1,27 SD
BMI for Age - 1,48 SD 0,98 SD 0.32 SD 0.42 SD 0.76 SD
Pemeriksaan Fisik
Wajah Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+)
Palpebra Edema (+) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Tekanan darah 140/110 (>P99) 120/60 (P95) 130/90 (P99) 115/65 (P90) 110/70 (P50) 120/70 (P95)
Abdomen Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-)
Genital Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Ekstremitas Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Laboratorium
Ureum 45 64 43 24 37 23
Kreatinin 1,2 1,2 0.41 0.9 0.45 0.68
Asam urat 7,5 3,6 - 4,4 4.80 4.70
Albumin 2,9 2,3 3 2,9 2.4 4,2
Kolesterol 223 - - - - -
Kontrol ke-1 Kontrol ke-2 Kontrol ke-3 Kontrol ke-4 Kontrol ke-5 Kontrol ke-6

27
Proteinuria >300 >300 >300 >300 500 ++/Pos 2
Problem Proteinuria + Proteinuria + Proteinuria + Proteinuria + Proteinuria + Proteinuria +
Komplikasi Hipertensi stage II Hipertensi stage I Hipertensi stage II - - Hipertensi stage I
Assessment Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik
resisten steroid resisten steroid resisten steroid resisten steroid resisten steroid resisten steroid
Hipertensi stage II Hipertensi stage I Hipertensi stage II Hipertensi stage I
Terapi Inj CPA 600 mg iv Inj CPA 600 mg iv Inj CPA 600 mg iv Inj CPA 600 mg iv Inj CPA 600 mg iv Inj CPA 600 mg iv
& intervensi (I) (II) (III) (IV) (V) (VI)
Prednison AD 10-0- Prednison AD 10- Prednison AD 10- Prednison AD 10- Prednison AD 9-0-0 Prednison AD 9-0-0
0 0-0 0-0 0-0 Captopril 12,5 mg/8 Captopril 12,5 mg/8
Captopril 12,5 mg/8 Captopril 12,5 Captopril 12,5 Captopril 12,5 jam jam
jam mg/8 jam mg/8 jam mg/8 jam Kalk 1 tab/24 jam
furosemide 2x20 mg furosemide 2x20 furosemide 2x20
Allopurinol 2x200 mg mg
mg

28
Kontrol ke-7 Kontrol ke-8 Kontrol ke-9 Kontrol ke-10 Kontrol ke-11 Kontrol ke-12
Bulan Agustus September Oktober November Desember Januari
Tahun 2013 2013 2013 2013 2014 2014
Umur 11 tahun 9 bulan 11 tahun 10 bulan 11 tahun 11 bulan 12 tahun 12 tahun 1 bulan 12 tahun 2 bulan
Keluhan Kontrol rutin Kontrol rutin Kontrol rutin Kontrol rutin Kontrol rutin Kontrol rutin
Klinis Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Antropometri
Berat badan 35,5 36 35 36 39 38
Tinggi badan 140 140 140 140 140,5 141
HAZ -1,27 SD -1,41 SD -1,49 SD -1.41 SD -1,64SD -1,57 SD
BMI for Age 0.49 SD 0.34 SD 0.08 SD 0.34 SD 0.25 SD 0.54 SD
Pemeriksaan Fisik
Wajah Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+)
Palpebra Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Tekanan darah 125/80 (P 95) 120/80 (P95) 130/80 (>P95) 120/70 130/80 (>P95) 105/70 (<P90)
Abdomen Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-)
Genital Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Ekstremitas Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Laboratorium
Ureum 15 19 32 18 13 53
Kreatinin 0.73 0.76 1.15 0.91 0.74 0.92
Albumin 1.9 2,8 1.7 1.7 2.4 3.0
Asam urat 5,4 - 8.20 4.45 5.59 -
Kolesterol - - - - - -
Proteinuria 500 150 >300 300 >300 +

29
Kontrol ke-7 Kontrol ke-8 Kontrol ke-9 Kontrol ke-10 Kontrol ke-11 Kontrol ke-12
Problem Proteinuria + Proteinuria + Proteinuria + Proteinuria + Proteinuria + Proteinuria +
Komplikasi Hipertensi stage I Hipertensi stage I Hipertensi stage I - Hipertensi stage I -
Assessment Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik
resisten steroid resisten steroid resisten steroid resisten steroid resisten steroid resisten steroid
Hipertensi stage I Hipertensi stage I Hipertensi stage I Hipertensi stage I
Terapi Inj CPA 600 mg iv Prednison AD 9-0- Prednison AD 9-0- Prednison FD 6-5- Prednison FD 6-5- Prednison AD 9-0-0
& intervensi (VII) 0 0 3 3 Captopril 12,5 mg/8
Prednison AD 9-0-0 Captopril 12,5 Captopril 12,5 Captopril 12,5 Captopril 12,5 jam
Captopril 12,5 mg/8 mg/8 jam mg/8 jam mg/8 jam mg/8 jam Losartan 25 mg/24
jam Losartan 25 mg/24 Losartan 25 mg/24 Losartan 25 Losartan 25 mg/24 jam
Kalk 1 tab/24 jam jam jam mg/24 jam jam Kalk 1 tab/24 jam
KCl tab 500 mg/12 Kalk 1 tab/24 jam Kalk 1 tab/24 jam Kalk 1 tab/24 jam Kalk 1 tab/24 jam
jam Allopurinol 2x200
mg
Kontrol ke-13 Kontrol ke-14 Kontrol ke-15 Kontrol ke-16 Kontrol ke-17 Kontrol ke-18
Bulan Februari Maret April Mei Juni Juli
Tahun 2014 2014 2014 2014 2014 2014
Umur 12 tahun 3 bulan 12 tahun 4 bulan 12 tahun 5 bulan 12 tahun 6 bulan 12 tahun 7 bulan 12 tahun 8 bulan
Keluhan Kontrol rutin Kontrol rutin Kontrol rutin Tidak kontrol (via Kontrol rutin Kontrol rutin
Telepon)
Klinis Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Antropometri
Berat badan 37.4 37 36 37 38,5 39
Tinggi badan 139 140 140 141 141 141
HAZ -1.76 SD -1,56 SD -1,63SD -1,71 SD -1,78 SD -1,93 SD
BMI for Age 0.67 SD 0.34SD 0,09SD 0.29 SD 0.93 SD 0.78SD
Pemeriksaan Fisik
Wajah Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+)
Palpebra Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Tekanan darah 110/70 150/95 (>P95) 125/90 (P99) - 120/80 (P95) 100/60 (P50)

30
Abdomen Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-)
Genital Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Ekstremitas Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Laboratorium
Ureum 30 53 27 - 26 18
Kreatinin 0.9 0.92 0.79 - 1,1 1,23
Albumin 2.8 2,4 3,0 - 2,4 3,1
Asam urat 5,4 6.4 8,4 - 3.20 3.5
Kolesterol - - - - 291 -
Proteinuria 100 >300 ++ 300 (lab RSUD) >300 100

Kontrol ke-13 Kontrol ke-14 Kontrol ke-15 Kontrol ke-16 Kontrol ke-17 Kontrol ke-18
Problem Proteinuria + Proteinuria + Proteinuria + Proteinuria + - -
Komplikasi - Hipertensi stage II Hipertensi stage II Hipertensi stage Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 1
I terkontrol obat terkontrol obat
Assessment Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik Sindroma Sindroma nefrotik Sindroma nefrotik
resisten steroid resisten steroid resisten steroid nefrotik resisten resisten steroid resisten steroid
Hipertensi stage II Hipertensi stage II steroid Hipertensi stage I Hipertensi stage I
Hipertensi stage
I
Terapi Prednison AD 9-0-0 Prednison FD 6-5-3 Prednison FD 6-5- Prednison FD 6- Levamisol 100 Levamisol 100
& intervensi Captopril 12,5 mg/8 Captopril 12,5 mg/8 3 5-3 mg/24 jam mg/24 jam
jam jam Captopril 12,5 Captopril 12,5 Prednison AD 5-5- Prednison AD 5-5-0
Losartan 25 mg/24 Losartan 25 mg/24 mg/8 jam mg/8 jam 0 Captopril 25 mg/8
jam jam Losartan 25 mg/24 Losartan 25 Captopril 25 mg/8 jam
Kalk 1 tab/24 jam Kalk 1 tab/24 jam jam mg/24 jam jam Losartan 25
Kalk 1 tab/24 jam Kalk 1 tab/24 Losartan 25 mg/24jam
Allopurinol 2x200 jam mg/24jam Kalk 1 tab/24 jam
mg Kalk 1 tab/24 jam

31
Kontrol ke-19 Kontrol ke-20 Kontrol ke-21 Kontrol ke-22 Kontrol ke-23 Kontrol ke-24
Bulan Agustus September Oktober November Desember Januari
Tahun 2014 2014 2014 2014 2015 2015
Umur 12 tahun 9 bulan 12 tahun 10 bulan 12 tahun 11 bulan 13 tahun 13 tahun 1 bulan 13 tahun 2 bulan
Keluhan Penglihatan agak Mulai bosan minum
kurang jelas obat
Klinis Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Antropometri
Berat badan 40 39 40 40.8 39 38
Tinggi badan 141 141 141 141,5 142 142,5
HAZ -1,93 SD -2.01 SD -2.08 SD -2.09 SD -2.10 SD -2.11 SD
BMI for Age 0.74 SD 0.58 SD 0.74 SD 0.81 SD 0.4 SD 0.11 SD
Pemeriksaan Fisik

32
Wajah Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+) Monface(+)
Palpebra Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Tekanan darah 110/50 (P50-90) 130/70 (P99) 120/80 (P99) 120/70 110/70 110/80
Abdomen Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-) Ascites (-)
Genital Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Ekstremitas Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-) Edema (-)
Laboratorium
Ureum 24 17 12 12 12 16
Kreatinin 1,05 0.40 0.91 1.08 1,08 0.91
Albumin 3 1.5 3,8 2,5 2,5 3.2
Asam urat 2.9 3.3 - - - 2.90
Kolesterol - - - - 182 -
Proteinuria > 300 30 30 100 >300 300

Kontrol ke-19 Kontrol ke-20 Kontrol ke-21 Kontrol ke-22 Kontrol ke-23 Kontrol ke-24
Problem Proteinuria + - - - Proteinuria + Proteinuria +
Komplikasi - Hipertensi stage 1 - Hipertensi stage 2 - Hipertensi stage 2 - ODS katarak - ODS katarak - ODS katarak
terkontrol obat - Perawakan pendek - ODS katarak induced induced steroid induced steroid induced steroid
- Perawakan pendek steroid - Perawakan - Perawakan pendek - Perawakan pendek
- Perawakan pendek pendek
Assessment - Sindroma nefrotik - Sindroma nefrotik - Sindroma nefrotik - Sindroma nefrotik- Sindroma nefrotik - Sindroma nefrotik
resisten steroid resisten steroid resisten steroid resisten steroid resisten steroid resisten steroid
- Hipertensi stage I - Hipertensi stage 2 - Hipertensi stage I - Hipertensi stage I - Hipertensi stage I - ODS katarak
- Perawakan pendek - Perawakan pendek - ODS katarak induced - ODS katarak - ODS katarak induced steroid
steroid induced steroid induced steroid - Perawakan pendek
- Scabies - Perawakan - Perawakan pendek
- Perawakan pendek pendek

33
Terapi - Levamisol 100 - Levamisol 100 - Levamisol 100 mg/24 - Levamisol 100 - Levamisol 100 - Levamisol 100
& intervensi mg/24 jam mg/24 jam jam mg/24 jam mg/24 jam mg/24 jam
- Prednison AD 5-5-0 - Prednison AD 5-5-0 - Prednison AD 5-0-0 - Prednison AD 5- - Prednison AD 5-0- - Prednison AD 5-0-0
- Captopril 12,5 mg/8 - Captopril 12,5 mg/8 (30 mg/BSA) 0-0 (30 0 (30 mg/BSA) (30 mg/BSA)
jam jam - Captopril 25 mg/8 mg/BSA) - Captopril 25 mg/8 - Konsul psikologi
- Losartan 25 - Losartan 25 jam - Captopril 25 mg/8 jam - Captopril 25 mg/8
mg/24jam mg/24jam - Losartan 25 jam - Losartan 25 jam
- Kalk 1 tab/24 jam - Kalk 1 tab/24 jam mg/24jam - Losartan 25 mg/24jam - Losartan 25
- Kalk 1 tab/24 jam mg/24jam - Kalk 1 tab/24 jam mg/24jam
- Konsul mata ODS - Kalk 1 tab/24 jam - Kalk 1 tab/24 jam
katarak induced
steroid saran
dari bagian mata:
penggunaan
kacamata
- Permethrin 5% zalf

34
GRAFIK PEMANTAUAN PERTUMBUHAN

Gambar 1. Grafik pemantauan BMI for age

35
Gambar 2. Grafik pemantauan tinggi badan (HAZ)

36
PEMANTAUAN PERKEMBANGAN

Kunjungan Pertama Kunjungan Kedua


SDQ (Skor Kuesioner Total difficulties score : 9 Total difficulties score :14
Kekuatan dan Kesulitan Emotional symptoms scale: 2 (Borderline)
pada Anak) (N) Emotional symptoms scale: 8
Conduct problems scale :3 (abnormal)
(Borderline) Conduct problems scale : 2 (N)
Hyperactivity score :4 (N) Hyperactivity score :2 (N)
Peer problems score :4 Peer problems score :2 (N)
(Abnormal) Prosocial behaviour score : 7 (N)
Prosocial behaviour score : 9
(N)
PSC 17 (Pediatric Hasil interpretasi : Hasil interpretasi :
Symptoms Checklist) Internalisasi : 3 Internalisasi : 3
/ Skrining Gangguan Eksternalisasi : 2 Eksternalisasi : 2
Perilaku Perhatian :2 Perhatian : 2
Nilai total : 7 (Normal) Nilai total :7 (Normal)
PedsQl (Pediatric Quality Hasil interpretasi : Hasil interpretasi :
Of Life Inventory) - Physical - Physical functioning :
Penilaian Kualitas Hidup functioning : 56,25 43,75
- Emotional - Emotional functioning :
functioning : 60 55
- Social functioning : - Social functioning: 55
60 - School functioning : 60
- School functioning : - Physical health
60 summary score : 43,75
- Physical health (kelompok berisiko)
summary score : - Psychosocial health
56,25 (kelompok summary score : 56,7
berisiko) (Kelompok berisiko
- Psychosocial health
summary score : 60
Pola Asuh Demokratis Demokratis

37
Conners Skor : 5 (Nomal) Skor : 5 (Nomal)

PEMANTAUAN PRESTASI AKADEMIK SEKOLAH


Hasil Nilai Kelulusan SD
Mata Pelajaran Nilai
Bahasa Indonesia 7,80
Matematika 5,00
Ilmu Pengetahuan Alam 7,25

Anak lulus SD sesuai dengan daftar kolektif hasil ujian sekolah.

Hasil Nilai Kenaikan Kelas I SMP


No Mata Pelajaran Nilai
Kelompok A Teori Ketrampilan
1 Agama 72,25 73,5
2 PPKN 71,75 73,25
3 Bahasa Indonesia 81,5 90,75
4 Matematika 71 90,5
5 IPA 72,25 90,75
6 IPS 70,75 92,5
7 Bahasa Inggris 72 74
Kelompok B Nilai Ketrampilan
8 Seni Budaya 74 75
9 Pendidikan Jasmani, OR dan 10 70
kesehatan
10 Prakarya 79 83,75
11 Bahasa Jawa 72 74

KUNJUNGAN RUMAH PERTAMA (Juli 2014)


Rumah yang ditempati merupakan rumah sendiri, berukuran 10 x 8 m 2, terdiri
dari 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 dapur dan 1 ruang tengah. Satu rumah dihuni oleh 3
orang (ibu, nenek, dan penderita). Ayah bekerja di Jakarta dan pulang 1 bulan sekali.
Rumah dengan bangunan permanen dengan dinding terbuat dari tembok, atap terbuat
dari genting dan tidak terdapat genting yang terbuat dari kaca, lantai ubin, ventilasi
kamar kurang. Penerangan yang ada berasal dari PLN dengan daya listrik 900 watt dan

38
sumber air bersih menggunakan air PAM. Sampah dibuang di tempat pembuangan
sampah disekitar rumah dan limbah dibuang ke selokan.
Pemeriksaan fisik : anak laki-laki, 11 tahun 7 bulan, BB : 36.5 kg, TB : 140 cm, dengan
keadaan umum didapatkan anak sadar, aktif. Tanda vital dalam batas normal dan
pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Antropometri : HAZ : -1,91 SD, BMI 0.16 SD
Pertumbuhan kesan : gizi baik, perawakan normal
Perkembangan kesan : anak mengalami permasalahan di aspek peer problems dan
conduct problems.
Permasalahan :
- Ventilasi dan pencahayaan rumah yang kurang.
- Sehari-hari anak diasuh oleh ibunya, ayah bekerja di luar kota. Ibu kadang tidak
dapat memantau anaknya jajan yang mengandung pengawet dan garam di sekolah.
- Kendala jarak rumah dengan RSUP Dr. Kariadi yang sangat jauh dan tempat
tinngal dengan akses transportasi minim berimbas pada biaya transportasi yang
tinggi dan kepatuhan jadwal kontrol yang berkurang
- Anak mulai merasa beda dengan teman sebayanya dan memiliki perasaan rendah
diri di sekolah.

Saran :
- Motivasi kepada keluarga untuk memperbaiki ventilasi dengan memasang genting
kaca.
- Edukasi pada ibu untuk selalu menyediakan makanan rendah garam sesuai dengan
yang dianjurkan dan memotivasi anak untuk mematuhi anjuran yang diberikan.
- Memberikan santunan biaya transportasi kepada orang tua
- Memberikan bimbingan konseling kepada orang tua tentang pentingnya dukungan
emosional keluarga dan lingkungan kepada anak merasa percaya diri dan tetap bisa
bermain dan beraktifitas dengan nyaman di lingkungannya
- Memberikan masukan kepada pihak sekolah terutama wali kelasnya agar anak tidak
di-bullying oleh teman sekolahnya dikarenakan adanya perubahan fisik pada anak
(moonface) dan sering izin ekolah untuk berobat

39
- Memberikan kesempatan kepada anak untuk tetap bisa berprestasi di sekolah
dengan mengirimkan anak ke ajang perlombaan sesuai bakat yang dimilikinya
(melukis) sehingga akan memperkuat kepercayaan dirinya

40
Kamar mandi
Dapur

Kamar tidur
Ruang keluarga

Kamar tidur Ruang tamu

Gambar denah rumah KUNJUNGAN RUMAH KEDUA (Januari 2015)


Rumah secara fisik masih sama seperti awal. Lantai dari ubin, dan ada kaca
jendela di kamar tidur.Anak mempunyai banyak teman sebaya yang mau bermain
bersama.Setiap bulan anak selalu kontrol ke RS Kariadi.
Pemeriksaan fisik : anak laki-laki, 11 tahun 7 bulan, BB : 38 kg, TB : 142,5 cm, dengan
keadaan umum didapatkan anak sadar, aktif dan wajah moonface. Tanda vital dalam
batas normal dan pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Antropometri : HAZ -2.4 SD, BMI = 0.01 SD
Pertumbuhan kesan : gizi baik, perawakan pendek
Perkembangan kesan : sesuai usia

Permasalahan :
Anak mengalami kejenuhan dengan rutinitas minum obat
Anak sering marah-marah sendiri apabila ada masalah di sekolah
Saran/intervensi :
Akan dilakukan konsultasi dengan bagian psikologi untuk dilakukan pendekatan
kepada anak, agar anak mampu memahami perjalanan penyakitnya dan membantu
memotivasi anak untuk memanajemen dirinya sendiri sehingga tidak akan
memperberat proses penyakit yang sudah dialami.

41
Memotivasi anak bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah
satu kelebihan anak adalah melukis. Diberikan bantuan peralatan melukis untuk
mengembangkan bakat dan kepercayaan dirinya. Anak sering memenangi kejuaraan
melukis di sekolahnya
Mengembangkan konsep komunikasi di keluarga yang lebih cair dan terbuka,
sehingga orang tua bisa berperan layaknya sahabat saat anak sudah menginjak usia
fase remaja.

42
BAB VI
PEMBAHASAN

Anak dengan SNRS dapat mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Bila
dibandingkan dengan anak normal, maka banyak masalah psikososial yang dihadapi
anak dengan kondisi kesehatan kronis. Penderita dengan masalah psikologi harus
dievaluasi dan dipantau dengan melibatkan tenaga profesional dalam kesehatan mental,
seperti psikiater dan psikolog. Permasalahan yang muncul pada anak dengan SNRS
haruslah dipecahkan secara komprehensif dan holistikyang dijabarkan sebagai berikut :
1. Kuratif
Pasien dengan SNRS-FSGS telah diberikan CPA pulse selama 6 bulan. Setelah
menyelesaikan injeksi CPA pulse selama 6 bulan sebanyak 7 kali, pada evaluasi
urinalisis didapatkan protein urin 150 mg/dL. Saat kontrol di bulan berikutnya,
didapatkan proteinuria > 300 mg/dL pada pemeriksaan urin rutin. Faktor risiko
yang membuat kekambuhan seperti infeksi, aktivitas yang berlebih diobati
sambil dilakukan evaluasi pemeriksaan urinalisis.

Penelitian Bajpai et al yang menilai efek terapi injeksi CPA pada pasien SNRS
menunjukkan bahwa terapi CPA intravena mempunyai efikasi yang terbatas
dalam mempertahankan remisi pada pasien dengan resisten kortikosteroid dini.
Remisi yang berkelanjutan mungkin terjadi pada pasien dengan resistensi yang
lambat dan pada pasien tanpa adanya tubulointerstitial change pada gambaran
histology ginjal.32 (Level of evidence 2)

Pasien kemudian diberikan terapi dengan levamisol dan prednison oral


alternating dose. Pada pemantauan didapatkan proteinuria negative. Penelitian
Smegi menunjukkan bahwa levamisol secara signifikn mengurangi tingkat
relaps dan dosis kumulatif steroid pada pasien dengan SN relaps sering dan SN
dependen steroid serta aman dan bermanfaat pada pasien-pasien dengan SNRS.41
(Level of evidence 2)

2. Preventif

43
Pemantauan LFG pada pasien ini perlu dilakukan karena pasien SNRS dengan
gambaran histology ginjal FSGS berdasarkan hasil biopsy berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi penyakit ginjal kronik.7 (Level of evidence 3) Pada pasien
ini, fungsi ginjal normal, namun didapatkan proteinuria persisten.

Tabel 5. Kerusakan ginjal berdasarkan LFG 1


LFG
Stadiu
(ml/menit/1.73 Keterangan Rencana Tindakan
m
m2)
1 90 Kerusakan ginjal disertai Pengobatan penyakit primer dan
LFG normal atau meninggi komorbiditas, menghambat
progresivitas PGK, menurunkan
risiko penyakit kardiovaskuler
2 60-89 Penurunan LFG ringan Mengestimasi kecepatan
progresifitas PGK
3 30-59 Penurunan LFG sedang Mengevaluasi dan mengobati
komplikasi
4 15-29 Penurunan LFG berat Mempersiapkan untuk terapi
pengganti ginjal
5 < 15 atau Gagal ginjal terminal Terapi pengganti ginjal
dialysis
Keterangan : setiap penatalaksanaan pada derajat yang lebih berat termasuk rencana
penatalaksanaan pada derajat dibawahnya.

Fungsi ginjal secara optimal dipertahankan dengan memberikan ACE inhibitor


yang mempunyai efek antiproteinuria. Penggunaan ACE-I dan ARb
direkomendasikan pada pasien SNRS.Blokade system renin angiotensin dapat
menghambat evolusi penyakit ginjal terutama pada proteinuria yang menetap. 5
Penelitian Arora et al tahun 2002 pada 30 pasien dengan SNRS diberikan
enalapril dengan dosis 5 20 mg selama 12 minggu, didapatkan penurunan
proteinuria secara signifikan pada kelompok penelitian dari 65 g/hari sampai 66
g/hari (p<0.001).42 (Level of evidence 2)

Gambaran klinis edema tidak didapatkan selama pemantauan pada pasien ini.
Hal tersebut kemungkinan oleh karena selain adanya hipoalbuminemia dan
ketidakmampuan tubulus distal ginjal untuk mengeluarkan garam, didapatkan
adanya peran dari hiperpermeabilitas dari kapiler yang juga memiliki peran
dalam patofisiologi terjadinya edema pada SN.Permeabilitas instrinsik kapiler

44
dapat mengendalikan filtrasi dari cairan.43Pasien juga mendapatkan terapi
losartan 25 mg/24 jam karena didapatkan proteinuria yang menetap. Penelitian
Ellis et al menunjukkan bahwa losartan aman dan efektif dalam efek jangka
panjang antiproteinuri dan bersifat renoprotektif pada anak dengan proteiuria. 44
(Level of evidence 2)

Pemantauan tekanan darah pada saat pasein kontrol di bulan pertama didapatkan
Hipertensi stage II. Pasien diberikan terapi kaptopril, furosemid dan nifedipin
untuk mengontrol hipertensi.Hipertensi terjadi pada 13% sampai 51% anak
dengan sindroma nefrotik. Hipertensi pada SN dapat ditemukan sebagai awitan
penyakit atau dalam perjalanan pada SN akibat efek samping steroid. Tekanan
darah biasanya menjadi normal seiring dengan terjadinya remisi pada
SN.Manajemen hipertensi pada SN berupa mengontrol tekanan darah hingga
<P90, pemberian diet rendah garam, latihan, dan pengurangan berat badan jika
terjadi obesitas.5 Penggunaan ACE-I dan ARB sebagai agen lini pertama
direkomendasikan untuk mengurangi proteinuria dan menurunkan tekanan
darah.45 (Level of evidence 1)

Peningkatan tekanan darah pada anak sesuai dengan peningkatan


BMI.Overweight dan obesitas pada anak-anak dapat menyebabkan gangguan
pada system kardiovaskuler.Mekanisme terjadinya hipertensi pada obesitas
dihubungkan dengan retensi natrium dan air serta peningkatan aktivitas dari
simpatis dan rennin-angiotensin. Penelitian yang dilakukan pada anak antara usia
7 sampai 18 tahun menunjukkan bahwa tekanan darah pada saat masa dewasa
berhubungan dengan tekanan darah pada masa anak-anak dan ukuran tubuh.
Anak-anak dengan obesitas banyak yang memiliki tekanan darah yang lebih
tinggi daripada anak-anak yang memiliki berat badan ideal. 46(Level of evidence
3)

Dalam perjalanan penyakit pasien mengalami katarak induced steroid. Penelitian


Olonan et al yang meneliti komplikasi ocular pada pasien yang mendapatkan
terapi kortikosteroid jangka panjang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara durasi terapi dengan terjadinya katarak (p=0,04). Katarak

45
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan terapi
kortikosteroid oral jangka panjang dengan tingkat prevalensi sebesar 13,6%.
Pasien-pasien anak dengan durasi penggunaan terapi steroid yang lama
mempunyai faktor risiko yang lebih besar terjadinya katarak. 47 (Level of
evidence 3)

Pemantauan pertumbuhan dilakukan secara berkala dengan pemeriksaan


antropometri. Pemeriksaan dilakukan setiap bulan saat anak kontrol. Selama
pemantauan, kesan status antropometri gizi baik perawakan normal, namun pada
pemantauan 6 bulan terakhir anak didapatkan sebagai perawakan pendek.
Pengobatan kortikosteroid dosis tinggi dan waktu lama dapat memperlambat
maturasi tulang dan terhentinya pertumbuhan linier, terutama apabila dosis
melampaui 5 mg/m2/hari. Selama pengobatan kortikosteroid tidak terdapat atau
berkurangnya produksi atau sekresi hormon pertumbuhan.Telah diketahui bahwa
kortikosteroid memberikan efek antagonis terhadap hormon pertumbuhan
endogen atau eksogen pada tingkat jaringan perifer melalui terhadap
somatomedin. Pada saat ini untuk mencegah gangguan pertumbuhan ialah
dengan mencegah pemberian pengobatan kortikosteroid terlalu lama dan tidak
perlu, disamping dosis tinggi, diupayakan meningkatkan pemberian kalori dan
protein secukupnya dan sedapat mungkin mengurangi stress psikologis.48

Pada kasus didapatkan perhitungan mid parental height (MPH) sebagai berikut:

TB Ayah = 165 cm, TB Ibu = 157 cm, TB anak = 108 cm

TB Ayah + (TB Ibu + 13)


MPH == 8,5 cm = 167,5 8,5cm
2

= 159 176 cm
Rentang nilai anak 133 147 cm dibawah rentang tinggi badan orangtua.Pada
kasus didapatkan klinis perawakan pendek, dimana HAZ = - 2,11 SD, dan lebih
rendah dibandingkan dengan mid parental height yang mengindikasikan bahwa
kelainan tersebut bukan suatu familial short stature.

46
Kontrol terhadap berat badan juga dapat merupakan aspek penting terhadap
progresifitas terhadap kelainan histologist FSGS. FSGS yang berhubungan
dengan obesitas termasuk FSGS sekunder. Pada penelitian menunjukkan bahwa
obesitas dapat menyebabkan hipertrofi glomerulus prominan dan lesi fokal
sklerosis.45Nutrisi yang diberikan Pada penderita Protein sebesar 1,5-2
g/kgbb/hari dan kalori diberikan sesuai dengan recomended dietari allowance
(RDA). Pelaksanaannya tidak dapat terpenuhi seutuhnya karena adanya
keterbatasan sosial ekonomi keluarga.

3. Promotif
Upaya promotif dilakukan dengan memberikan informasi dan edukasi kepada
orangtua mengenai perjalanan penyakit dan pengelolaan jangka panjang pada
anak dengan SNRS. Peran orangtua dalam memantau pertumbuhan dan
perkembangan sangat penting. Lingkungan sekitar tempat tinggal anak sangat
mendukung untuk terciptanya interaksi sosial, dengan adanya anak-anak yang
sebaya dan dukungan keluarga dekat yang saling berdekatan membantu anak
untuk dapat berinteraksi dengan orang lain. Peran sekolah dalam usaha promotif
termasuk penting. Dalam hal ini telah dilakukan komunikasi yang baik antara
pihak keluarga dan sekolah. Meskipun anak sering izin untuk keperluan berobat
namun prestasi anak masih cukup baik karena dukungan yang baik dari pihak
sekolah.

4. Rehabilitatif
Rehabilitasi merupakan kombinasi dan koordinasi pelayanan medik,
sosial, pendidikan dan latihan ketrampilan untuk melatih atau melatih kembali
seseorang untuk mencapai kemampuan/kesanggupan setinggi mungkin.
Rehabilitasi tidak saja menyangkut cacat fisik tetapi juga semua kelainan dan
gangguan intelegensi, kemampuan kreatif, ketrampilan sosial atau semua
pelayanan untuk retardasi mental, penyakit kronis, penyakit kardiorespirasi,
neuromuskuler dan lokomotor, serta tuna yang lain akibat gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. Rehabilitasi medis adalah proses pelayanan
medis yang bertujuan mengembangkan kesanggupan fungsional dan psikologik

47
seseorang kalau perlu mengembangkan mekanisme kompensatorik sehingga
memungkinkan bebas dari ketergantungan dan dapat menjalani kehidupan secara
aktif di masyarakat.48

Kasus mengalami gangguan pertumbuhan berupa perawakan pendek dan katarak


induced steroid. Anak mulai merasakan berbeda dengan teman sebayanya,
namun setelah diberikan motivasi serta pengembangan potensi, anak kembali
bersemangat dalam beraktivitas baik sekolah maupun lingkungan.Anak juga
mendapatkan terapi koreksi visus dengan penggunaan kaca mata.Dukungan
emosional dan psikologi yang dilakukan oleh orangtua, nenek dan lingkungan
sekitar membuat anak tidak mengalami gangguan perkembangan.

5. Lingkungan Mikro
Lingkungan mikro yang harus di perhatikan pada pasien yaitu tentang pemberian
imunisasi yang di rekomendasikan ikatan dokter Anak Indonesia. Riwayat
imunisasi dasar pada kasus ini sudah lengkap, namun imunisasi ulangan belum
diberikan. Pada kasus kami telah mengedukasi untuk dilakukan imunisasi
ulangan.Vaksinasi influenza dan pneumokokus tidak dilakukan karena kendala
biaya.

6. Lingkungan Mini
Peran dukungan dari keluarga sangat penting, termasuk suasana rumah yang
nyaman dan mendukung dalam aspek kehidupan anak, khusunya dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut.Selama pemantauan, dukungan
tersebut telah diberikan secara baik oleh masing-masing anggota keluarga,
termasuk menciptakan suasana yang mendukung.Anak tinggal hanya bersama
ibunya sedangkan ayahnya bekerja di Jakarta yang pulang sebulan sekali. Ibu
memiliki cukup waktu untuk berinteraksi dan memperhatikan anaknya. Begitu
pula dukungan keluarga dekat lain seperti nenek, paman dan bibi yang bertempat
tinggal tidak jauh dari tempat tinggal anak. Edukasi mengenai diet untuk
memperbaiki status gizi anak serta kepatuhan dalam meminum obat selalu
diberikan kepada orang tua.Edukasi mengenai perawatan anak dengan penyakit
kronik telah diberikan.

48
Pola asuh dari wali anak mengarah kepada pola asuh yang demokratis. Saat ini
anak sekolah kelas 1 SMP. Perencanaan terhadap pendidikan anak harus
disesuaikan dengan kemampuan anak.Kendala pada kasus ini adalah adanya
keterbatasan sarana dan sosial ekonomi.

7. Lingkungan Meso
Dukungan dari lingkungan sekitar dimana anak tinggal sangatlah berperan,
diantaranya adanya teman bermain di lingkungan keluarga dan tempat tinggal,
serta terdapatnya pelayanan kesehatan terdekat seperti puskesmas dan RS yang
dapat memberikan pelayanan kebutuhan anak seperti pemantauan pertumbuhan,
perkembangan, imunisasi dan pengobatan bila didapatkan keadaan sakit.

Pada kasus ini, penderita dapat diterima dengan baik di lingkungan rumahnya.
Anak dapat bergaul seperti biasa dengan anak-anak disekitarnya. Sebagai suatu
masukan, untuk mendukung kerjasama dari keluarga penderita untuk dapat
mewujudkan tumbuh kembang anak secara optimal, mungkin perlu adanya suatu
kebijakan pemerintah untuk para petugas kesehatan di tingkat pelayanan
kesehatan primer dengan tujuan ikut membantu meningkatkan pemantauan
terhadap penderita penyakit kronik.

8. Lingkungan Makro
Kebijkan pemerintah mengenai pembiayaan kesehatan yaitu BPJS sangat
membantu sehingga pasien yang memerlukan control dan pemeriksaan rutin
dapat terjamin. Hanya saja karena jarak dan akses menuju rumah yang jauh dan
terpencil, biaya transportasi kadang menjadi keluhan orang tua.

9. Pertumbuhan
Pemantauan pertumbuhan dilakukan dengan mengukur berat badan, panjang
badan, yang diplot pada kurva pertumbuhan, yang sesuai yaitu menggunakan
kurva pertumbuhan normal standar dari WHO anthro plus 2005. Dari hasil
pemantauan, pada 1 tahun pertama anak dapat mengejar keterlambatan

49
pertumbuhan, namun dalam perjalanan selanjutnya anak mengalami growth
falteringdan perawakan pendek, hal ini karena dapat dimungkinkan akibat anak
komplikasi efek samping steroid jangka panjang dan pemberian makan
tambahan yang kurang optimal. Anak tetap harus mendapatkan pemantauan
pertumbuhan oleh orangtua dan dokter diRS.

10. Perkembangan
Hasil pemantauan seluruh aspek-aspek perkembangan pada anak ini tidak
didapatkan keterlambatan. Dukungan dari orang tua yang cukup kooperatif dan
intervensi berupa edukasi dn motivasi yang dilakukan sangat mendukung
pencapaian perkembangan yang normal.Untuk selanjutnya pada anak tetap perlu
dilakukan pemantauan dan pendampingan psikologi dikarenakan kronisitas
penyakitnya.

Berdasarkan data diatas, maka prognosis pada kasus ini untuk kehidupan (quo
ad vitam) adalah dubia ad bonam, sedangkan prognosis untuk kesembuhan (quo
ad sanam) adalah dubia ad malam, dan untuk fungsional (quo ad fungsionam)
adalah dubia

50
BAB VII
RINGKASAN

Kasus adalah seorang anak laki-laki berusia 11 tahun 3 bulan, datang pada
tanggal 27 Januari 2013 ke RSUP dr. Kariadi (RSDK) dengan diagnosis sindroma
nefrotik resisten steroid (SNRS). Pemantauan dilakukan pada kasus ini selama 24 bulan.
Selama pemantauan yang meliputi perjalanan penyakit, efektivitas terapi, pertumbuhan
dan perkembangan, komplikasi yang dapat terjadi.
Selama pengamatan, timbul berbagai masalahyang dapat mempengaruhi proses
tumbuh kembang anak tersebut. Tetapi dengan tatalaksana secara komprehensif dan
holistic, berbagai permasalahan sebagian besar dapat tertangani, namun beberapa
permasalahan tetap tidak tertangani dengan berbagai latar belakang penyebabnya.
Prognosis kasus ini untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah dubia ad bonam,
sedangkan prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam) adalah dubia ad malam, dan
untuk fungsional (quo ad fungsionam) adalah dubia.
Peran serta keluarga, lingkungan sekolah serta rumah dan pemerintah sangat
penting artinya bagi penderita remaja dengan penyakit kronis seperti pada kasus,
sehingga pertumbuhan dan perkemabngan anak tidak tertanggu, anak dapat hidup
sebagaimana anak normal lainnya.

51
DAFTAR PUSTAKA

52
1Lombel RM, Hodson EM, Gipson DS. Treatment of steroid-resistant nephrotic syndrome in
children: new guidelines from KDIGO. Pediatr Nephrol. 2012: 1-6. DOI 10.1007/s00467-012-
2304-8

2Symons AEJ. Nephrotic syndrome in childhood. Lancet. 2003;362:629-39

3Chernin G, Heeringa SF, Gbadegesin R, Liu J, Hinkes BG, Vlangos CN, et al. Low prevalence
ofNPHS2 mutations in African American children with steroidresistant nephrotic syndrome. Pediatr
Nephrol. 2008; 23:14551460

4Karle SM, Uetz B, Ronner V, Glaeser L, Hildebrandt F, Fuchshuber A. Novel mutations in NPHS2
detected in both familial andsporadic steroid-resistant nephrotic syndrome. J Am Soc Nephrol.
2002; 13:388393

5Santn S,Tazon-Vega B, Silva I, Cobo MA, Gimenez I, Ruz P,et al. Clinical Value of NPHS2
Analysis in Early- and Adult-Onset Steroid-Resistant Nephrotic Syndrome. Clin J Am Soc Nephrol
6: 344354, 2011. doi: 10.2215/CJN.03770410

6Fotouhi N, Ardalan
M, Bonyadi MJ, Abdolmohammadi R, Kamalifar A, Nasri H,et al.R229Q
Polymorphism of NPHS2 Gene in Patients WithLate-Onset Steroid-Resistance Nephrotic
SyndromeA Preliminary Study. IJKD 2013;7:399-403

7Machuca E, Hummel A, Nevo F, Dantal J, Martinez F, Al-Sabban E, et al . Clinical and


epidemiological assessment ofsteroid-resistant nephrotic syndrome associatedwith the NPHS2
R229Q variant.Kidney International. 2009;75: 727735; doi:10.1038/ki.2008.650

8Trihono P. Sindrom Nefrotik pada Anak. In: Rauf S, Albar H, Taufiq M, Pelupessy N, editors.
Kegawatan pada penyakit ginjal anak Simposium dan workshop: UKK Nefrologi IDAI Cabang
Sulawesi Selatan; 2003. p. 7-15.

9Abrantes MM, Cardoso LS, Lima EM, Penido Silva JM, Diniz JS, Bambirra EA, et al. Predictive
factors of chronic kidney disease in primary focal segmental glomerulosclerosis. Pediatr Nephrol.
2006; 21:100312.

10Fujinaga S, Kaneko K, Muto T, Ohtomo H, Murakami H, Yamashiro Y. Independent risk factors


for chronic cyclosporine induced nephropathy in children with nephrotic syndrome. Arch Dis Child
2006; 91: 666-670.
11Kidney Disease:Improving Global Outcomes (KDIGO) Glomerulonephritis Work Group.
KDIGO.Clinical Practice Guideline for Glomerulonephritis. Kidney Inter Suppl 2012;2:139-274

12Hoyer P, Vester U, Becker J. Steroid-resistant Nephrotic Syndrome. Comprehensive Pediatric


Nephrology 1st ed: Mosby; 2008. p. 257.

13Li Z, Duan C, He J, Wu T, Xun M, Zhang Y, et al. Mycophenolate mofetil therapy for children
with steroid-resistant nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol 2010;25:883-8.

14Tahar G, Rachid LM. Cyclosporine A and steroid therapy in childhood steroid-resistant


nephrotic syndrome.International Journal of Nephrology and Renovascular Disease. 201; 3: 11721

15Gulati S, Prasad N, Sharma RK, Kumar A, Gupta A, Baburaj VP. Tacrolimus: a new therapy for
steroid-resistant nephrotic syndrome in children. Nephrol Dial Transplant.2008; 23: 9103.doi:
10.1093/ndt/gfm688

16Choudhry S, Bagga A, Hari P, Sharma S, Kalaivani M, Dinda A. Efficacy and Safety of


Tacrolimus Versus Cyclosporine in Children With Steroid-Resistant Nephrotic Syndrome: A
Randomized Controlled Trial. American Journal of Kidney Diseases. 2009; 53(5): 760-9

17Ulinski T, Dubourg L, Said MH, et al. Switch from cyclosporine A to mycophenolate mofetil in
nephrotic children. Pediatr Nephrol.2005;20:482485

18Ehrich JH, Pape L, Schiffer M. Corticosteroid-resistant nephrotic syndrome with focal and segmental
glomerulosclerosis: an update of treatment options for children. Paediatr Drugs 2008;10:9-22.

19Moudgil A, Bagga A, Jordan SC. Mycophenolate mofetil therapy in frequently relapsing steroid-dependent and
steroid-resistant nephrotic syndrome of childhood: current status and future directions. Pediatr Nephrol 2005;20:76-81.

20Echeverri CV, Valencia GAZ, Higuita LMS, Gayubo AKS, Ochoa CL, Rosas LFR, et al.Immunosupressive therapy
in children with steroid-resistant nephrotic syndrome: single center experience. J Bras Nefrol. 2013;35(3):200-5

21Gargah TT, Lakhoua MR. Mycophenolate mofetil in treatment of childhood steroid-resistant


nephrotic syndrome. J Nephrol 2011;24:203-7
22Cucer F, Miron I, Muller R, Halitchi C, Mihaila D. Treatment with cyclophosphamide for
steroid-resistant nephrotic syndrome in children. Clinical Medicine. 2010:5:3.

23Bajpai A, Bagga A, Hari P, Dinda A, Srivastava R. Intravenous cyclophosphamide in steroid-


resistant nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2003;18:351-6.

24Gulati S, Pokhariyal S, Sharma R, Elhence R, Kher V, Pandey C. Pulse cyclophosphamide


therapy in frequently relapsing nephrotic syndrome. Nephrol Dial Transplat. 2001;16:2013-7.

25Martinelli R, Pereira L, Silva O, Okumura A, Rocha H. Cyclophosphamide in the traetment of


focal segmental glomerulosclerosis. Braz J Med Biol Res. 2004:37:9.

26Nammalwar BR, Vijaykumar M, Prahlad N, Jain DV. Steroid resistant nephrotic syndrome is
sustained remission attainable. Indian Pediatr 2006;43:39-43. PMID: 16465005

27Opastirakul S, Chartapisak W. Methylprednisolone treatment in children with nephrotic primary


focal segmental glomerulosclerosis. J Med Assoc Thai. 2006;89:2145-9.

28Lee K, Han J, Lee Y, Kim J, Kim P. The Effects of intravenous methylprednisolone pulse therapy
by mendoza protocol in primary and secondary nephrotic syndrome. J Korean Soc Pediatr Nephrol.
2001;5:117-24.

29Yang E, Park H, Cho M, Ko C. Methylprednisolone pulse therapy for focal segmental


glomerulosclerosis in children : with the mendoza protocol. Korean J Nephrol. 2011;30:18-25.

30Rekomendasi_satgas_imunisasi_IDAI. penggunaan vaksin pneumokokkus (PCV). Sari Pediatri


2006;8(1):88-92.

31Alatas H, Tambunan T, Trihono P, Pardede S. Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik idiopatik


pada anak: UKK Nefrologi IDAI; 2005. 1-18. P

32Boraey NF, El-Sonbaty MM. Behavioral Problems In Children With Nephrotic Syndrome.
Journal of Applied Sciences Research.2011; 7(12): 2001-2007
33Mishra OP, Basu B, Upadhyay SK, Prasad R, Schaefer F. Behavioural abnormalities in children
with nephrotic syndrome. Nephrol Dial Transplant (2010) 25: 25372541. doi: 10.1093/ndt/gfq097

34Rusmil K. Kualitas hidup remaja dengan kondisi penyakit kronis. In: Amalia P, Oswasri H,
Hartanto F, Kadim M, editors. The 2nd Adolescent Health National symposia : current Challenges
in Management. FKUI: Adolescent Task Force Indonesian Pediatric Society; 2009. p. 97-107

35Nabors L, Lehmkuhl H. Children With Chronic Medical Conditions: Recommendations for


School Mental Health Clinicians. Journal of Developmental and Physical Disabilities. 2004;16:1-
16.

36Soetjiningsih. Tumbuh kembang Anak dengan kondisi kesehatan kronik. In: Narendra M,
Sularyo T, Soetjiningsih, H HS, Ranuh I, Wiradisuria S, editors. Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja: IDAI; 2005. p. 61-9.

37Madani A, Umar S, Taghaodi R, Hajizadeh N, Rabbani A, Mehrjardi H. The Effect of Long-term


Steroid Therapy on Linear Growth of Nephrotic Children. Iran J Pediatri. 2011;21:21-7

38Farnik M, Brozek G, Pierzchalai W, Zejda J, Skrzypek M, Walczak I. Development, evaluation


and validation of a new instrument for measurement quality of life in the parents of children with
chronic disease. Health and Quality of Life Outcomes. 2010;8:151

39Gipson DS, Chin H, Presler TP, Jennette C, Ferris ME, Massengill S, et al. Differential risk of
remission and ESRD in childhood FSGS. Pediatr Nephrol 2006:21:344-9. PMID: 16395603

40Ghiggeri GM, Catarsi P, Scolari F, Caridi G, Bertelli R, Carrea A, et al. Cyclosporine in patients
with steroid-resistant nephrotic syndrome: an open-label, nonrandomized, retrospective study. Clin
Ther 2004;26:1411-8.

41Smegi V. New Development in therapy of childhood nephrotic syndrome [dissertation].Szeged:


University of Szeged; 2010.

42Arora A, Ahlawat R, Arora S, Arora N, Mandal A. RAndomised controlled study of enalapril in


steroid resstant nephrotic syndrome. . Indian J Nephrol. 2002;12:81-7.

43Rostoker G, Behar A, Lagrue G. Vascular Hyperpermeability Nephrotic Edema. Nephron.


2000;85:194-200
44EllisD, Vats A, Moritz ML, Reitz S, Grosso MJ, Janosky JE. Long-term antiproteinuric and
renoprotectiveefficacy and safety of losartan in children with proteinuria.J Pediatr.2003;143(1):89
97

45 Chiurchiu C, Remuzzi G, Ruggenenti P. Angiotensin-converting enzyme inhibition and renal


protectionin nondiabetic patients: the data of the meta-analyses. J Am Soc Nephrol. 2005;16(suppl
1):S58 S63

46Ho TF. Cardiovascular Risks Associated with obesity in children and adolescents. Ann Acad Med
Singapore. 2009;38:48-56

47Olonan LRN, Pangilinan CAG, Yatco MM. Steroid-induced cataract and glaucoma in pediatric
patients with nephrotic syndrome.PHILIPP J OPHTHALMOL 2009; 34(2): 59-62

48 Soeyitno H. Pencegahan Penyakit. Dalam : Dalam : Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.
Jakarta. IDAI.2005.h 169-177.

Vous aimerez peut-être aussi