Vous êtes sur la page 1sur 12

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


MUSKULOSKALETAL
ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOMIELITIS

A. DEFINISI OSTEOMIELITIS
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari
pada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap
inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang
baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang
akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.

Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :


1. Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang
disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae
2. Osteomyelitis adalah infeksi tulang
3. Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh
staphylococcus
4. Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang
disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae,
infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus. Tetapi juga
Haemophylus influenzae, streplococcus dan organisme lain dapat juga
menyebabkannya osteomyelitis adalah infeksi lain.

B. ETIOLOGI OSTEOMIELITIS
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus
infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran
nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana
terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis
(tak jelas).

Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis.


Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang
(mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur terbuka,
cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang.

26
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang
nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang
menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi
kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau
sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama,
mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau
dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.

C. PATOFISIOLOGI OSTEOMIELITIS
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus,
Pseudomonas dan Ecerichia coli.

Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan


pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan
hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4
sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.

Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi
pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan
peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila
proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.

Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering
harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada
umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar.
Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak.
Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi
meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang
tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan
osteomielitis tipe kronik.

27
D. MANIFESTASI KLINIS OSTEOMIELITIS

Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi
dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat
dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara
lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai
periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan
sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin
memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.

Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau


kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak,
hangat, nyeri dan nyeri tekan.

Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan
pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat
kurangnya asupan darah.

Klasifikasi Osteomielitis
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
1. Osteomyelitis Primer adalah kuman-kuman mencapai tulang
2. Osteomyelitis Sekunder melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain
(misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel).

Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :


a. Steomyelitis akut
1. Nyeri daerah lesi
2. Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
3. Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
4. Pembengkakan lokal

5. Kemerahan
6. Suhu raba hangat

28
7. Gangguan fungsi
8. Lab = anemia, leukositosis
b. Osteomyelitis kronis
1. Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
2. Gejala-gejala umum tidak ada
3. Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
4. Lab = LED meningkat

E. KOMPLIKASI OSTEOMIELITIS
Komplikasi yang terjadi pada osteomielitis adalah :
1. Komplikasi dini :
a. Septicemia
b. Pembentukan abses
c. Septic arthritis
2. Komplikaasi lanjut :
a. Osteomielitis kronis
b. Fraktur patologis
c. Kontraktur sendi
d. Gangguan pertumbuhan tulang

F. PENCEGAHAN OSTEOMIELITIS
Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal dapat
menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada
mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan
operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.

Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai


saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu.
Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden infeksi superfisial
dan potensial terjadinya osteomielitis.

G. PENATALAKSANAAN OSTEOMIELITIS
Daerah yang terkena harus di imobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan
mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit
beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah. Sasaran awal terapi adalah
mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses

29
dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik.
Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen.

Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika


intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap
penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum
aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis
antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika
dalam darah yang terus menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap
organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila
infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai
3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah
itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibitika
dianjurkan.

Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debri demen


bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli
bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk
memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua
tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan
yang permanen.

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang
tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari.
Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris.
Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi
samping dengan pemberian irigasi ini.

Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan
transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan
sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan

30
meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan
penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara
bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang,
kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOMIELITIS

I. PENGKAJIAN PADA OSTEOMIELITIS


1. Anamnesa
a. Identitas klien : Nama, Jenis kelamin, Umur, Alamat, Pekerjaan, Agama,dsb.

31
b. Keluhan utama : Pasien yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri lokal,
pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan keluarnya pus dari sinus disertai
nyeri, pembengkakan dan demam sedang.
c. Riwayat penyakit dahulu : Kaji adanya faktor risiko (mis. diabetes, terapi
kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi
sebelumnya.
d. Riwayat penyakit sekarang : Adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata,
hangat dan nyeri tekan. Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami
kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. Pada osteomielitis kronik,
peningkatan suhu mungkin minimal, yang terjadi pada sore dan malam hari.
e. Riwayat psikososial : Adanya stress dapat meningkatka rasa nyeri, merasa
kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap kondisi yang dialami saat
ini.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata,
hangat yang nyeri tekan. Cairan purulen dapat terlihat. Pasien akan mengalami kelemahan
umum akibat reaksi sistemik infeksi, nyeri lokal.

Pengkajian Nyeri
a. Provokes/ Palliativ : Pemicu terjadinya nyeri yaitu adanya infeksi, trauma (mis.
Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang ).
b. Quality / Quantity : Kualitas dari nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit seperti
digencet. Kuantitas dari nyeri, dimana nyeri terjadi beberapa menit, jam, hari,
bulan, dsb ).
c. Region /radiasi ; daerah di mana nyeri terjadi pada organ tubuh yaitu pada osteo
atau daerah tulang.
d. Severe / scale : intensitas nyeri
e. Time : waktu terjadinya nyeri, pada waktu pagi hari, siang, atau malam hari.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada fase akut ditemukan CPR yang meninggi, laju endap darah yang meninggi
dan leukosit meningkat.

b. Pemeriksaan radiologik

32
Pada fase akut gambaran radiologic tidak menunjukkan kelainan. Pada fase kronik
ditemukan suatu involukrum dan skuester.

c. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 l gr/dl disertai peningkatan laju endapan
darah.

d. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri salmonella.

e. Bone scan
Pada pemeriksaan sidik tulang dengan menggunakan tehcnetum-99 maka akan
terlihat gambaran abnormal dari tulang berupa peningkatan uptake pada daerah
yang aliran darahnya meningkat dan daerah pembentukan tulang yang cepat.
Dengan sidik tulang ini juga dapat ditemukan atau ditentukan lokasi terjadinya
infeksi atau dapat juga dengan menggunakan gallium.

f. X Ray
Pada fase akut belum terlihat kelainan-kelainan patologis pada tulang dan hanya

dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak saja, setelah lebih dari 10 hari

baru ada perubahan pada gambar X ray yaitu gambaran Brodies ances.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2. Keruskan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri,alat immobilisasi dan
keterbatasan beban berat badan.
3. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses
tulang.
4. Gangguan integritas jarimgan berhubungan dengan inflamasi, luka.

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan imflamasi dan pembengkakan.

33
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang dan
terkontrol.

Criteria hasil:
1. Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol.
2. Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan.
3. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan..
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas( skala 0-4).
R/ Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat di kaji dengan menggunakan
skalanyeri.
2. Atur posisi pada daerah nyeri sendi atau nyeri di tulang yang mengalami infeksi
R/ dapat mengurangi nyeri pada daeah nyeri sendi atau nyeri di tulang yang
mengalami infeksi.
3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di
kursi.
R/ Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
4. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan noninovasi.
R/ pendekatan dengan melakukan relaksasi dan tindakan farmakologik lain
menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyari.

5. Dorong untuk mengubah posisi.


R/ Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur, sokong tulang yang sakit di atas
dan di bawah,hindari gerakan yang menyentak.
6. Kolaborasi pemberian analgesic
R/analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang

2. Diagnose : Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri,alat


immobilisasi dan keterbatasan beban berat badan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kerusakan mobilitas
fisik.
Criteria hasil :
1. Mempertahankan fungsi posisi.
2. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari kompensasi
bagian tubuh.
3. Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktifitas.
Intervensi Rasional
1. Evaluasi/lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi atau rasa sakit pada tulang.
R/ mengurangi rasa sakit dan dapat di hindari
2. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup.

34
R/ demonstrasikan atau bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan
mobilitas, misalnya trapeze.
3. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan
berjalan.
R/ pasien mampu melakukan aktivitas sendri
4. Berikan lingkungan yang aman misalnya menaikkan kursi atau kloset,
menggunakan pegangan tangga pada bak atau pancuran dan toilet, peggunaan alat
bantu mobilitas atau kursi roda penyelamat.
R/ memudahkan untuk melakukan aktivitas
5. Bantu dengan rentang gerak aktif atau pasif, demikian juga latihan resistif dan
isometric jika memungkinkan.
R/ Tingkat aktifitas atau latihan tergantung dari perkembangan atau resolusi dari
proses inflamasi.

6. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi


R/ sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

3. Diagnose : Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan


abses tulang .
Tujuan : seteleh dilakukan intervensi keperawatan tidak terjadi penyebaran infeksi
dan infeksi dapat terkontrol.
Criteria hasil:
1. Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
2. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital secara tepat khususnya selama awal terapi.
R/tanda-tanad vital dapat teratasi
2. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
R/dapat beristirahat dengan baik
3. Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktifitas sedang.
R/ Tingkatkan masukan nutrisi adekuat.
4. Awasi keefektifan terapi antmikrobia.
R/ menurunkan pemajanan terhadap pathogen infeksi lain.
5. Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi
R/ antibiotic berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah
yang berisiko terjadi infeksi.

4. Diagnosa : Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan inflamasi, luka.


Tujuan : Dalam 7 x 24 jam integritas jaringan membaik secara optimal
Criteria Hasil : Pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik,
pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.
Intervensi Rasional

35
1. Kaji kerusakan jaringan lunak.
R/ menjadi data dasar untuk member informasi tentang intervensi perawatan luka,
alatm dan jenis larutan apa yang akan di gunakan.
2. Lakukan perawatan luka: lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
R/ perawatan luka dengan teknik steril dapat mengurangi kontaminasi kuman
lansung ke area luka.
3. Kaji keadaan luka dengan teknik membuka balutan dan mengurangi stimulus nyeri,
bila perban melekat kuat, perban di guyur dengan NaCl.
R/ manajemen membuka luka dengan mengguyur larutan NaCl ke perban dapat
menguranign stimulus nyeri dan dapat menghindari terjadinya perdarahan pad luka.
4. Lakukan pembilasan luka dari arah dalam ke luar dengan cairan NaCl.
R/ teknik membuang jaringan dan kuman di area luka sehingga keluar dari area
luka.
5. Tutup luka dengan kasa steril atau kompres ddengan NaCl yang di campur dengan
antibiotic.
R/ NaCl merupakan larutan fisiologis yang lebih mudah di absorbs oleh jaringa
dari pada larutan antiseptik.
7. Kolaborasi dengan pemberian antibiotik/antimikroba
R/ antimikroba yang sesuai dengan hasil kultur (reaksi sensitive) dapat membunuh
atau mematikan kuman yang menginvasi jaringan tulang.

IV. EVALUASI
Hasil yang diharapkan :
1. Mengalami Peredaan Nyeri
Melaporkan berkurangnya nyeri
Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak
2. Peningkatan mobilitas fisik
Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri
Mempertahankan fungsi penuh ektremitas yang sehat
Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
3. Tidak adanya infeksi
Memakai antibiotika sesuai resep
Suhu badan normal
Tidak ada pembengkakan
Tidak ada pus

36
Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal
Biarkan darah negatif
4. Mamatuhi rencana terapeutik
Memakai antibiotika sesuai resep
Melindungi tulang yang lemah
Memperlihatkan perawatan luka yang benar
Melaporkan bila ada masalah segera

37

Vous aimerez peut-être aussi