Vous êtes sur la page 1sur 49

LAPORAN KASUS

CKD GRADE V ec SUSPEK MASSA BULI + HIDRONEFROSIS

BILATERAL

Oleh:

Tri Ramasari, S.Ked

Pembimbing:

dr. Rina Kristiastiny, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RS PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2017

1
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI PASIEN

MR : 04.74.41

Nama : Tn. L

Jenis kelamin : Laki - laki

Tanggal Lahir : 15-11-1930

Umur : 87 tahun

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMP

Alamat : JL. Imam Bonjol Gg. Persada No. 20 Lk I RT

001 Kemiling

Permai, Bandar Lampung

Masuk IGD RSPBA : Minggu 23 Januari 2016, pukul : 07.54 WIB

Masuk Rawat Inap : Minggu 18 Desember 2016, pukul : 08.30

WIB

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis

pada tanggal 23 Januari 2016.

2
Keluhan utama

Mual disertai muntah yang memberat sejak 1 minggu yang lalu.

Keluhan Tambahan

Sembab kedua tungkai dan perut terasa kencang dan membesar sejak 2

bulan yang lalu.

Riwayat perjalanan penyakit

Sejak 1,5 tahun yang lalu os sering merasa badan lemas, lemas dirasakan

diseluruh badan. Os juga merasakan nyeri pada perut bagian bawah, tidak

menjalar dan keluhan ini dirasakan hilang timbul. Mual dan muntah tidak ada. Os

juga mengeluh rasa tidak nyaman pada daerah perut. Os mengaku sering merasa

anyang-anyangan pada saat buang air kecil, warna kuning jernih, sedikit berbusa,

tidak ada darah. Namun os hanya mengabaikan keluhan ini dan tidak pernah

memeriksakan ke dokter karena keluhan ini masih dapat di atasi os.

Sejak 1 tahun yang lalu os mengeluh nyeri perut hilang timbul masih

dirasakan. Os juga masih mengeluh rasa tidak nyaman pada daerah perut, keluhan

ini disertai dengan nyeri pada ulu hati, mual dan disertai muntah. Perut terasa

kembung dan nafsu makan turun. Pasien juga mengeluh pusing, pusing dirasakan

ngeliyeng. Keluhan sesak napas dan nyeri dada disangkal os. Nafsu makan os

turun. BAK masih anyang-anyangan, warna kuning jernih, sedikit berbusa, tidak

ada darah. Keluhan sembab pada tubuh tidak ada. Keluhan ini terus

dirasakan oleh os dan semakin memberat sehingga keluarga os

membawa os ke IGD Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin.

3
Setelah diperiksa, dokter jaga IGD mendiagnosa dengan

Dyspepsia ec Gastritis kronis. Dan melihat keadaan umum pasien

tampak sakit berat dan lemah, os disarankan untuk di rawat.

Selama perawatan diruangan, dokter spesialis penyakit

dalam memberitahu jika os mengalami gangguan fungsi ginjal.

Os mendapatkan perawatan di ruangan selama empat hari

kemudian di perbolehkan pulang dan disarankan kontrol rutin

tiap bulan ke poli penyakit dalam. Tetapi os mengaku setelah

perawatan di Rumah Sakit, os tidak perna kontrol ke poli penyakit

dalam.

Sejak 6 bulan yang lalu setelah os dirawat dari rumah sakit,

os mengaku keluhan seperti nyeri perut bagian bawah, nyeri ulu

hati, mual, muntah dan kepala pusing masih sering dirasakan

oleh os. BAK mulai sering warna kuning jernih, sedikit berbusa, tidak ada

darah. Keluhan sembab pada tubuh tidak ada. Namun os tetap tidak

berkeinginan untuk berobat ke rumah sakit walaupun sudah

dipaksa oleh keluarganya. Os hanya meminum obat dari warung

atau pergi ke tukang urut karena menganggap hanya masuk

angin saja.

Sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit os mengeluhkan

timbul sembab pada kedua tungkainya. Sembab yang awalnya

ringan, dirasakan terus menerus timbul dan dalam waktu 2 hari setelah timbul

sembab pada kedua tungkai, os mengeluhkan perut membesar seperti

4
terisi air. Sembab seperti ini baru pertama kali dialami. Os mengatakan masih

dapat berjalan meskipun sembab pada kaki. Os juga masih mengeluh rasa tidak

nyaman pada daerah perut. Nyeri ulu hati, mual, muntah dan kepala

pusing masih sering dirasakan oleh os. BAK mulai sering warna

kuning jernih, sedikit berbusa, tidak ada darah. Nyeri dada disangkal dan sesak

napas disangkal oleh os. Os juga mengeluhkan terdapat keluhan gatal-gatal pada

sekujur tubuh. Nafsu makan pasien masih menurun. BAK sering, warna kuning

jernih, sedikit berbusa. BAB tidak ada keluhan.

Sejak 1 bulan yang lalu tampak perubahan pada sikap os menurut

pengakuan keluarganya. Menurut keluarga os tampak kesulitan berbicara, lemah,

banyak berdiam dan aktivitas tidak banyak bahkan aktivitas sehari-hari hanya

bisa dibantu dengan keluarga. Keluarga os mengatakan jika os juga memiliki

gangguan dalam pendengaran, namun keluhan ini sudah dialami os 2 tahun yang

lalu sebelum os mengalami keluhan mual muntah dan badan lemas ini. Os

mengaku keluhan seperti nyeri perut bagian bawah, sembab

pada kedua tungkai dan perut membesar, nyeri ulu hati, mual,

muntah dan kepala pusing masih sering dirasakan oleh os. BAK

mulai sering warna kuning jernih, sedikit berbusa, tidak ada darah.

Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit os mengeluh mual disertai

muntah dan sembab pada kedua tungkai dan perut membesar masih

ada. Badan lemas, lemas dirasakan diseluruh badan, sehingga untuk aktivitas

pasien memerlukan bantuan anggota keluarga yang lain, meskipun anggota gerak

masih dapat digerakkan. Pasien juga mengeluh pusing, pusing dirasakan

5
ngeliyeng, sesak nafas tidak ada, nyeri perut bagian ulu hati dirasakan pasien,

nafsu makan berkurang. BAK masih sering, berwarna kuning jernih berbusa dan

tidak ada darah. Keluarga os mengatakan jika os sering mengompol pada saat

malam bahkan siang hari. Sehingga keluarga os sampai memakaikan os pampers,

karena os juga sudah kesulitan untuk berdiri dan berjalan. BAB biasa.

Os mengeluh nyeri perut, mual disertai perut kembung semakin berat.

Kepala pusing ngelieng semakin sering dirasakan. Badan terasa semakin lemas.

Kedua tungkai masih sembab dan perut yang membesar seperti terisi air. Keluhan

ini berlangsung sampai menjelang pagi hari esoknya, sehingga keluarga os

memutuskan untuk ke IGD RSPBA. Pasien mengaku BAK sering, urin berwarna

kuning jernih berbusa dan tidak ada darah. Nyeri saat BAK (-). Riwayat kencing

batu disangkal. BAB (+), warna kekuningan, darah (-), Nyeri saat BAB (-).

Riwayat Hipertensi tidak ada, riwayat Diabetes tidak ada, riwayat

asma tidak ada, riwayat alergi makanan dan obat tidak ada.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Batu ginjal/saluran
- Cacar - Malaria -
kemih
- Grave disease - Disentri - Burut (hernia)
- Difteri - Hepatitis - Penyakit prostat
Tifus
- Batuk rejan - - Wasir
abdomen
- Campak - Hipotensi - Diabetes
Influenza - Sifilis - Alergi
- Tonsilitis - Gonore - Tumor
Penyakit Jantung
- Kholera - Hipertensi -
Koroner

6
Demam Ulkus
- - - Asma Bronkhial
rematik akut ventrikulus
Ulkus
- Pneumonia - Gagal Ginjal Kronik
duodeni
- Pleuritis - Gastritis - Serosis Hepatis
- Tuberkulosis - Batu empedu - Thypoid

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Keadaan Penyebab
Hubungan Diagnosa
Kesehatan Meninggal
Kakek - - -
Nenek - - -
Ayah - - -
Ibu - - -
Saudara - - -
Anak-anak - - -

ANAMNESIS SISTEM

Kulit

Bisul - Rambut - Keringat


-
malam
- Kuku - Kuning - Bintik-bintik
merah
Gatal gatal

Kepala

- Trauma Kepala pusing


- Pingsan - Nyeri rongga hidung

7
Mata

- Nyeri Konjungtiva pucat


- Sekret - Gangguan penglihatan
- Kuning - Ketajaman penglihatan

menurun
- Sembab pada kelopak

mata

Telinga

- Nyeri - Telinga Berdengung


- Sekret Gangguan pendengaran
- Kehilangan pendengaran

Hidung

- Trauma - Gejala penyumbatan


- Nyeri - Gangguan penciuman
- Sekret - Pilek
- Mimisan

Mulut

- Bibir - Lidah
- Gusi - Gangguan pengecapan
- Selaput - Sariawan

Tenggorokan

- Nyeri tenggorokan - Perubahan suara

Leher

- Benjolan kanan - Nyeri leher

8
Dada (Jantung/Paru)

- Nyeri dada - Sesak nafas


- Berdebar - Batuk darah
- Sesak saat berbaring - Batuk

Abdomen (Lambung/Usus)

Rasa kembung Perut membesar


Mual - Wasir
- Muntah - Mencret
- Muntah darah - Tinja berdarah
- Sukar menelan - Tinja berwarna dempul
Nyeri perut - Tinja berwarna hitam

Saluran kemih/ Alat kelamin

- Nyeri saat BAK - Kencing nanah


- BAK sedikit sedikit - Nyeri perut hilang timbul
BAK sering - BAK kurang
- Frekuensi BAK berlebih - Tidak BAK
- BAK Berdarah - Kemampuan berkemih
yang tidak ada
- Kencing batu - Kencing menetes
- Ngompol - Penyakit prostat

Saraf dan Otot

- Hilangnya Sensasi - Sukar menggigit

Perasaan
- Kesemutan - Gangguan koordinasi otot
- Otot lemah - Sensitifitas

menurun/meningkat
- Kejang - Pingsan
- Kesulitan berbicara - Kedutan (tik)
- Hilang ingatan - Pusing (vertigo)
- Lain-lain - Gangguan bicara (disartri)
Apatis

9
Ekstremitas
Ekstremitas superior dextra et sinistra

- Sembab - Perubahan bentuk


- Nyeri sendi - Kebiruan
- Bintik-bintik merah

Ekstremitas inferior dextra et sinistra

Sembab - Perubahan bentuk


- Nyeri sendi - Kebiruan
- Bintik-bintik merah
RIWAYAT KEBIASAAN

Konsumsi Alkohol (+) minuman pigur

Konsumsi minuman bersoda (+)

Rokok (+)

Penggunaan obat narkotika (-)

RIWAYAT MAKANAN

Frekuensi/ hari : 3 x/ hari

Jumlah/ hari : satu porsi

Variasi/ hari : bervariasi

Nafsu makan : turun

Berat Badan : Tidak diketahui pasti

Tinggi badan (cm) : Tidak diketahui pasti

10
(bila pasien tidak tahu dengan pasti)

Tetap ( )
Turun ( )
Naik ( )

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Apatis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 78 x/menit, reguler, volume cukup

Suhu : 36,1C

Pernapasan : 20 x/menit, reguler

Berat Badan : 40 kg

Tinggi badan (cm) : 150 cm

IMT : Tidak dapat dinilai (karena pasien asites)

Sianosis : Tidak sianosis

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku :

wajar/gelisah/tenang/hipoaktif/hiperaktif

11
Alam perasaan :

Biasa/sedih/gembira/cemas/takut/marah

Proses pikir : wajar/cepat/gangguan waham/fobia/obsesi

Status generalisata

Kulit

Warna : Sawo matang Efloresensi : Tidak

ada

Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak

ada

Pertumbuhan rambut : Normal Pembuluh darah :

Normal

Suhu raba : Normal Lembab/kering :

Kering

Keringat, umum : Normal Turgor

: Normal

Kepala

Ekspresi wajah : Normal Simetris muka

: Simetris

Rambut : Normal

Mata

Eksolftalmus : Tidak ada Enoftalmus : Tidak ada

Kelopak : Normal Lensa : Normal

12
Konjungtiva : Anemis Visus : Normal

Sklera : Normal Gerakan mata :

Normal

Lap.penglihatan : Normal Tekanan bola mata

: Normal

Deviatio konjungtiva : Tidak ada Nistagmus :

Tidak ada

Telinga

Tuli : Ya Selaput pendengaran :

Normal

Lubang : Normal Penyumbatan :

Tidak ada

Serumen : Ada Perdarahan :

Tidak ada

Hidung

Trauma : Tidak ada

Nyeri : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

Pernafasan cuping hidung : Tidak ada

Mulut

Bibir : Tidak sianonis Tonsil : Normal

Langit-langit : Normal Bau nafas : Tidak berbau

Trismus : Normal Lidah : Normal

13
Faring : Tidak hiperemis

Leher

Tekanan vena jugularis : JVP 5+1 cm H2O (Tidak ada

peningkatan)

Kelenjar tiroid : Normal, tidak ada pembesaran

Kelenjar limfe : Normal, tidak ada pembesaran

Kelenjar getah bening

Submandibula : Tidak teraba Leher :

Tidak teraba

Supraklavikula : Tidak teraba Ketiak :

Tidak teraba

Lipat paha : Tidak teraba

Thorax

Bentuk : Simetris

Sela iga : Normal

Paru Depan Belakang

Inspeksi : Bentuk dada normal, statis, dinamis dan

simetris

Palpasi : Massa (-), krepitasi (-), vokal fremitus normal

kanan/kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Batas paru hepar : redup di ICS VI

Batas paru belakang kanan : Setinggi vertebra thorakalIX

14
Batas paru belakang kiri : Setinggi vertebra thorakal X

Auskultasi : Kanan : vesikuler normal, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Kiri : vesikuler normal, Rhonki (-/-),

Wheezing (-/-)

Jantung

- Inspeksi : Iktus cordis

tidak tampak

- Palpasi : Iktus cordis

tidak teraba

- Perkusi : Batas jantung

atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri : ICS IV linea midklavikula

sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea

parasternalis sinistra

- Auskultasi : Bunyi jantung S1

dan S2 normal, Heart Rate 78 x/menit,

reguler. Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung, venektasi (-), caput medusa

(-), ikterik (-)

15
Palpasi : Nyeri tekan regio suprapubik, Hati dan Limpa

tidak teraba, Nyeri ketok CVA tidak ada,

Ballotement ginjal (-)

Perkusi : Shifting dullnes (+)


Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

Ekstremitas superior dextra dan sinistra: Oedem (-)

Deformitas (-)

Bengkak (-)

Sianosis (-)

Nyeri sendi (-)

Ptekie (-)

16
Ekstremitas inferior dextra dan sinistra: pitting oedem (+)

Deformitas (-)

Ptekie (-)

Bengkak (-) Sianosis (-)

Nyeri sendi (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium, Tanggal 23-01-2017

17
HEMATOLOGI

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

Wn: 12-16 gr%


Hemoglobin 9,1
Wn: 12-16 gr%

Leukosit 7.600 4500-10.700 ul

Hitung jenis
leukosit

Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 0 1-3%

Batang 1 2-6 %

Segmen 68 50-70 %

Limposit 15 20-40 %

Monosit 6 2-8 %

Lk: 4.6- 6.2 ul


Eritrosit 3,3
Wn: 4.2- 5,4 ul
Lk: 40-54 %
Hematokrit 27%
Wn: 38-47 %
Trombosit 270.000 159-400 ul

MCV 84 80-96

MCH 28 27-31 pg

MCHC 33 32-36 g/dl

KIMIA DARAH

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

Gula Darah < 200 mg/dl


97
Sewaktu

18
Lk 6-30 u/l
SGOT 20
Wn 6 25 u/l

Lk 6-45 u/l
SGPT 22
Wn 5-35 u/l

Urea 357 10-40 mg/dl

Lk 0,9-1,5 mg/dl
Kreatinin 7,6
Wn 0,7-1,3 mg/dl

Albumin 3,2 3,8 5,1 g/dl

Perhitungan Nilai GFR

( 140Umur ) X BB
CCT =
72 X Creatinin Plasma

( 14087 ) X 40
CCT = =3,8
72 X 7,6

Pemeriksaan

EKG

19
Sinus Rhytm

HR : 85 x/menit

Axis : Normal

Gel P : Lebar 0,12 detik (N : <0,12 detik)

Tinggi 1 mm/ 0,1 mV (N : <0,3 mV)'

Interval PR : 0,24 detik ( N: 0,12-0,2 detik)

Gel QRS : Lebar 0,04 detik (N : 0,12 detik)

Tinggi : low voltage

ST T change : Tidak ada

R/S di V1 : 2/5 = 0,4 (N: <1)

S di V1 + R di V5/V6: 5 + 6 = 11 (N : < 35 MM)

Kesimpulan : Low Voltage (Asites)

Pemeriksaan Ro. Thorax PA

20
Posisi trakea masih di tengah

Mediastinum superior tidak melebar

Jantung tidak membesar ( CTR = A+B/C = 3+11/30 = 0,4 40%

CTR <50%)

Sinus costophrenicus kanan, kiri normal

Sinus cardiophrenicus bilateral normal

Diafragma kanan, kiri normal

Pulmo:

- Hilus kanan dan kiri normal


- Corakan bronkovaskuler

bertambah
- Tidak tampak perselubungan

opak
- Kranialisasi (-)

21
Kesan :

- Tidak tampak kardiomegali


- Radiologi, tidak tampak

gambaran KP aktif (Bagaimana klinis dan lab?)

Pemeriksaan USG Abdomen

22
Kesan :

- Tampak asites (+)


- Suspek massa buli
- Hidronefrosis Bilateral

RESUME

Tn. L laki-laki, usia 87 tahun mengeluh nyeri perut, mual disertai perut

kembung semakin berat. Kepala pusing ngelieng semakin sering dirasakan. Badan

terasa semakin lemas sejak 1 minggu yang lalu. Kedua tungkai tampak sembab

dan perut yang membesar seperti terisi air. Pasien mengaku BAK sering, urin

berwarna kuning jernih berbusa dan tidak ada darah. Nyeri saat BAK (-). Riwayat

kencing batu disangkal. BAB (+), warna kekuningan, darah (-), Nyeri saat BAB

(-). Riwayat Hipertensi tidak ada, riwayat Diabetes tidak ada,

riwayat asma tidak ada, riwayat alergi makanan dan obat tidak

ada, riwayat konsumsi alkohol (+) berupa pigur dan riwayat

merokok sudah sejak umur os muda dan os mengaku 1 hari

dapat habis 1 bungkus rokok. Os memang kurang mengonsumsi

air putih dan sering menkonsumsi kopi, 1 hari dapat habis 1

termos sendiri oleh os. Os juga sering meminum minuman

bersoda, menurut pengakuan os 1 hari dapat menghabisnya 1.5

L minuman soda.

Pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/70 mmHg, N: 78

x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36,1. Keadaan umum tampak

apatis. Pada insepksi tampak konjungtiva pucat dan sembab

23
pada kedua tungkai dam perut tampak cembung dan membesar.

Pemeriksaan thorax dan jantung dalam batas normal.

Pemeriksaan abdomen terdapat Shifting dullnes (+).

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium

darah lengkap dan kimia darah ditemukan kadar hemoglobin 9,1

mg/dl. Radiologi: Asites (+), Suspek Masa Buli dan Hidronefrosis

bilateral.

DIAGNOSIS KERJA

CKD Grade V ec Suspek Massa Buli-buli + Hidronefrosis Bilateral

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

- CKD Grade V ec Suspek Benign

Prostat Hyperplasia + Hidronefrosis Bilateral


- Anemia CKD Grade V ec Anemia

defisiensi besi
- CKD Grade V ec Sindrom

Nefrotik + Suspek massa buli-buli + Hidronefrosis Bilateral

PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
- Tirah baring dan kurangi

aktivitas yang tidak perlu


- Posisi berbaring semi fowler
- Retriksi protein dengan diet

protein 0,6 0,75 gram/kgBB ideal/hari

24
- Pengaturan asupan kalori: 35

Kal/kgBB ideal/hari
- Berhenti merokok, minuman

beralkohol dan minuman bersoda


- Retriksi cairan pada edema

Farmakologi

- IVFD RL X gtt/m (micro)


- Inj. Ondansentron 1 vial/12 jam
- Antasida syr 3 x 1C
- Inj. Furosemid 1amp/12 jam
- Cetrizine tab 2 x 1
- Bicnat tab 3 x 1
- Asam Folat 3 x 1

ANJURAN PEMERIKSAAN

- Balance Cairan
- Cek Urine Lengkap
- Cek kadar lipid
- Foto Polos Abdomen/IVP
- Sitoskopi dan Biopsi
- Pemeriksaan Elektrolit

PROGNOSIS

- Quo ad vitam : dubia ad

bonam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Quo ad sanationam : dubia ad

bonam

25
Senin, 23 Januari 2017 pukul 08.30 WIB
S Mual sejak 1 minggu yang lalu.os juga mengeluh nyeri perut bagian

bawah, peru terasa kembung, badan terasa lemas dan kepala pusing.

Os mengeluh sembab kedua tungkai, perut membesar. BAB biasa,

BAK sering.
O Keadaan umum:

Kesadaran : tampak sakit sedang

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 78 x/m

Suhu : 36,1OC

Pernapasan : 20 x/m

Kepala:

Konjungtiva pucat, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya -/-

Leher:

JVP (5+1) cm H2O, pembesaran KGB

Paru:

I: Bentuk dada simetris statis dan dinamis

P: Vokal fremitus paru kanan = kiri menurun

P: Sonor kanan dan kiri diseluruh lapang paru

A: Vesikuler normal kanan kiri, Ronkhi basal paru -/-wheezing -/-

Jantung:

I: Iktus kordis tidak terlihat

P: Iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra

26
Batas jantung kiri : ICS IV linea midklavikula sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis sinistra

A: BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur - gallop

Abdomen:

I: Dinding perut cembung, asites +

A: Bising usus + normal

P: Nyeri tekan epigastrium (-), hepar lien tidak teraba

P: Shifting dulness (+)

Extremitas:

Extremitas inferior: pitting oedem (+)

Pemeriksaan Penunjang :

Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap:

- Hemoglobin 9,1

Hasil Pemeriksaan Kimia Darah

- Ureum 357

- Kreatinin 7,6

- Albumin 3,2
A Anemia Ringan + Ascites ec CKD Stage V
P - IVFD RL XX gtt/m (micro)
- Inj. Furosemid 2x1 amp
- Inj. Ranitidin 3 x 1 amp
- Inj. Ozid 1 x 1 vial
- Inj. Ondansentron 3 x 1 amp
- Antasida syr 3 x 1 C
Selasa, 24 Januari 2017
S Nyeri perut masih terasa mual (-) muntah (-). Os mengeluh sembab

kedua tungkai, perut membesar, badan lemas dan kepala pusing.

27
BAB biasa, BAK sering
O Keadaan umum:

Kesadaran : tampak sakit ringan

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 76 x/m

Suhu : 36,5OC

Pernapasan : 20 x/m

Kepala:

Konjungtiva pucat, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya -/-

Leher:

JVP (5+1) cm H2O, pembesaran KGB

Paru:

I: Bentuk dada simetris statis dan dinamis

P: Vokal fremitus paru kanan = kiri menurun

P: Sonor kanan dan kiri diseluruh lapang paru

A: Vesikuler normal kanan kiri, Ronkhi basal paru -/-wheezing -/-

Jantung:

I: Iktus kordis tidak terlihat

P: Iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri : ICS IV linea midklavikula sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis sinistra

A: BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur - gallop

28
Abdomen:

I: Dinding perut cembung, asites +

A: Bising usus + normal

P: Nyeri tekan epigastrium (-), hepar lien tidak teraba

P: Shifting dulness (+)

Extremitas:

Extremitas inferior: pitting oedem (+)

Pemeriksaan Penunjang :

Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap:

- Hemoglobin 9,1

Hasil Pemeriksaan Kimia Darah

- Ureum 357

- Kreatinin 7,6

- Albumin 3,2
A Anemia Ringan + Ascites ec CKD Stage V
P - IVFD RL XX gtt/m (micro)
- Inj. Furosemid 2x1 amp
- Inj. Ranitidin 3 x 1 amp (STOP)
- Inj. Ozid 1 x 1 vial
- Inj. Ondansentron 3 x 1 amp
- Antasida syr 3 x 1 C
- Cetrizin tab 2 x 1
- Rc USG Abdomen
- EKG ulang
Rabu, 25 Januari 2017
S Nyeri perut masih terasa mual (-) muntah (-). Os mengeluh sembab

kedua tungkai, perut membesar, badan lemas dan kepala pusing.

BAB biasa, BAK sering

29
O Keadaan umum:

Kesadaran : tampak sakit ringan

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 76 x/m

Suhu : 36,2OC

Pernapasan : 20 x/m

Kepala:

Konjungtiva pucat, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya -/-

Leher:

JVP (5+1) cm H2O, pembesaran KGB

Paru:

I: Bentuk dada simetris statis dan dinamis

P: Vokal fremitus paru kanan = kiri menurun

P: Sonor kanan dan kiri diseluruh lapang paru

A: Vesikuler normal kanan kiri, Ronkhi basal paru -/-wheezing -/-

Jantung:

I: Iktus kordis tidak terlihat

P: Iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri : ICS IV linea midklavikula sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis sinistra

A: BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur - gallop

Abdomen:

30
I: Dinding perut cembung, asites +

A: Bising usus + normal

P: Nyeri tekan epigastrium (-), hepar lien tidak teraba

P: Shifting dulness (+)

Extremitas:

Extremitas inferior: pitting oedem (+)

Pemeriksaan Penunjang :

Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap:

- Hemoglobin 9,1

Hasil Pemeriksaan Kimia Darah

- Ureum 357

- Kreatinin 7,6

- Albumin 3,2

USG Abdomen

- Asites (+)
- Suspek Massa Buli
- Hidronefrosis Bilateral
A Anemia Ringan + Ascites ec CKD Stage V + Suspek Massa Buli +

Hidronefrosis Bilateral
P - Rujuk RSAM
- Rencana Hemodialisis

31
BAB III

ANALISA KASUS

Pada kasus ini seorang laki laki, Tn. L berusia 87 tahun di diagnosa

dengan Anemia Ringan + Asites ec CKD Grade V + Suspek Massa Buli +

Hidronefrosis Bilateral berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

1. Diagnosis Anemia Derajat Ringan

Tn. L di diagnosis anemia derajat ringan dengan keluhan badan terasa

lemah dan kepala pusing ngelieng, pada pemeriksaan fisik didapatkan

konjungtiva pucat dan pada pemeriksaan penunjang laboratorium hemoglobin

9,1 mg/dl. Hal ini sesuai teori bahwa anemia ialah keadaan dimana massa

32
eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi

fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Dengan gejala

klinis berupa : sistem kardiovaskuler ( lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi,

sesak waktu kerja) dan sistem saraf (sakit kepala, pusing, telinga berdenging,

perasaan dingin ekstremitas, kelemahan otot, dan lesu).1

Derajat anemia antara lain ditentukan oleh kadar hemoglobin:

1. Ringan sekali Hb 10 g/dl

2. Ringan Hb 8 9,9 g/dl

3. Sedang Hb 6 7,9 g/dl

4. Berat Hb < 6 g/dl

Anemia normositik dan normokromik yang khas selalu terjadi pada

sindrom uremik. Biasanya hematokrit menurun hingga 20-30% sesuai derajat

azotemia. Penyebab utama anemia adalah berkurangnya pembentukan sel-sel

darah merah (SDM). Penurunan pembentukan SDM ini diakibatkan defisiensi

pembentukan eritripoietin oleh ginjal. Juga terdapat bukti bahwa racun uremik

dapat menginaktifkan eritropoietin atau menekan respons sumsum tulang

terhadap eritropoietin. Faktor kedua yang ikut berperan pada anemia adalah

masa hidup SDM pada pasien gagal ginjal hanya sekitar separuh dari masa

hidup SDM normal. Peningkatan hemolisis SDM ini agaknya disebabkan oleh

kelaianan lingkungan kimia plasma dan bukan karena cacat pada sel itu

sendiri.2

Menunjukkan diagnosis Anemia derajat ringan

2. Diagnosis CKD Grade V

33
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologi

dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal gijal. Gagal ginjal adalah

suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

ireversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang

tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.3

Kriteria penyakit gagal ginjal kronik:

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3

bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan

atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),

dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal termasuk

kelainan dalam komposisi darah atau urin atau kelainan dalam tes

Pencitraan
2. LFG < 60 ml/mnt/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau

tanpa kerusakan ginjal.

Pada kasus ini seorang laki-laki usia 87 tahun di diagnosa CKD

Stage V, dimana sesuai dengan teori kriteria Penyakit Ginjal

Kronik:

1. Terdapat kelainan ginjal berdasarkan komposisi kimia darah didapatkan

kadar ureum : 357 mg/dl, dan kreatinin 7,6 mg/dl


2. Didapatkan nilai LFG yaitu 3,8 (ml/menit/1,73m2) (<60 (ml/menit/1,73m2))

Untuk klasifikasi CKD dapat dibagi menjadi beberapa stadium3:

34
Stadium Keterangan Laju filtrasi glomerulus
(LFG) (ml/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan >90
LFG normal
2 Penurunan LFG ringan 60-89
3 Penurunan LFG moderat 30-59
4 Penurunan LFG berat 15-29

5 Gagal Ginjal <15

( 140Umur ) X BB
CCT =
72 X Creatinin Plasma

KASUS
( 14087 ) X 40
CCT = = 3,8 ml/menit/1,73m2
72 X 7,6

Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, perut kembung, kepala

pusing ngelieng semakin sering dirasakan. Badan terasa semakin lemas. Hal

ini sesuai teori dengan menurunnya GFR terjadi penurunan klirens kreatinin

dan ureum dan akhirnya terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum

menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menimbulkan

manifestasi saluran cerna dari uremia dapat menyebabkan pasien sangat

terganggu. Anoreksia, mual, dan muntah merupakan gejala yang sering

ditemukan pada uremia dan seringkali menjadi gejala-gejala awal penyakit.

Gejala-gejala ini ikut bertanggung jawab atas penurunan berat badan yang

cukup besar pada gagal ginjal kronik. Seluruh saluran cerna itu sendiri ikut

terserang pada uremia.2

35
Pasien juga sering mengeluhkan sering gatal-gatal pada seluruh

tubuh dan pada pemeriksaan fisik tampak kulit kering. Hal ini sesuai teori

bahwa penimbunan pigmen urine (terutama urukrom) akan menyebabkan

penderita sering mengalami pruritus dan dianggap akibat toksin uremia dan

pengendapan kasium dipori-pori kulit. Kulit mungkin menjadi kering dan

bersisik.2

Pasien juga tampak kesulitan berbicara, lemah, aktivitas tidak

banyak hanya bisa dibantu keluarga. Hal ini sesuai dengan teori bahwa

peningkatan kadar ureum dalam tubuh yang bersifat toksik dapat meyebar ke

seluruh tubuh bahkan sampai ke otak dan dapat mengenai sistem saraf perifer

dan pusat yang akan mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan

pada saraf terutama neurosensori. Terlibatnya sistem neuromuskular

merupakan komplikasi uremia yang hampir universal. Baik sistem saraf pusat

maupun sistem saraf perifer, ikut terserang dengan akibat luas. Pada sistem

saraf pusat terdapat derajat gangguan serebral secara kasar paralel dengan

derajat azotemia yang dialami. Gejala-gejala dini adalah penurunan ketajaman

serta kemampuan mental untuk berpikir, apatis, dan kelelahan. Pasien

mengeluh merasa letih, lesu dan mungkin tak dapat menyelesaikan kerja

normal sehari hari tanpa harus beristirahat beristirahat berulang kali.

Kelelahan mungkin diselingi periode-periode kegelisahan dan insomnia.2

Pasien mengeluhkan sembab pada kedua tungkai dan perut

membesar seperti terisi air ditunjang dengan adanya pemeriksaan penunjang

pada USG Abdomen berupa adanya asites (+). Hal ini sesuai dengan teori

36
bahwa pada pasien gagal ginjal kronik akan kehilangan kemampuan ginjal

yang sangat fleksibel, sehingga dapat dikatakan kemampuan ginjal untuk

mengekskresikan natrium berkurang. Terjadilah retensi natrium dimana

ekskresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada intake. Retensi natrium

adalah defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan

ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema. Karena konsentrasi natrium

meninggi maka akan terjadi hipertoni. Hipertoni menyebabkan air ditahan

sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan intestitium)

bertambah. Akibatnya terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat

kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium dan edema.4

Pasien mengeluh BAK sering dan sampai menggunakan pampers. Hal

ini sesuai teori pada patofisiologi CKD sendiri dimana Patofisiologi awalnya

tergantung dari penyakit yang mendasari dan pada perkembangan lebih

lanjut proses yang terjadi hampir sama. Jika nefron terkena penyakit, maka

seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap berkerja

normal. Uremia akan terjadi bila jumlah nefron sangat berkurang sehingga

keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Hipotesis

nefron yang utuh ini sangat berguna untuk menjelaskan pola adaptasi

fungsional pada penyakit ginjal progresif, yaitu kemampuan untuk

mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit tubuh kendati GFR sangat

menurun.2

Urutan peristiwa dalam patofisiologi gagal ginjal progresif dapat

diuraikan dari segi hipotesis nefron yang utuh. Meskipun penyakit ginjal kronis

37
terus berlangsung, namun jumlah zat terlarut harus dieksreksi oleh ginjal untuk

mempertahankan homeostatis tidaklah berubah, kendati jumlah nefron yang

bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun secara progresif. Dua

adaptasi penting yang dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami

hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal.

Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus

dalam setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat

dalam ginjal turun dibawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup

berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh

hingga tingkat fungsi ginjal yang sangat rendah. Namun apabila kerusakan

75% massa nefron maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap

nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus

(keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorbsi di

tubulus) tidak dapat lagi dipertahankan. Karena makin rendah GFR (yang

berarti makin sedikit nefron yang ada) semakin besar perubahan kecepatan

ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan

urine menyebabkan berat jenis urine tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm

(yaitu sama dengan konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala

poliuria dan nokturia.2

3. Diagnosis Suspek massa Buli + Hidronefrosis Bilateral

Pada pasien terdapat keluhan nyeri pada daerah perut bagian bawah dan

pada pemeriksaan USG Abdomen di dapatkan Suspek massa buli. Jika

38
disesuaikan dengan teori Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam

buli-buli (kandung kemih). Tumor pada buli dikelompokkan menjadi: Tumor

urotelial, Tumor non-urotelial dan Tumor epithelial.5

A. Tumor urotelial:

- Karsinoma Insitu (CIS)

- Karsinoma Sel Transisional

- Karsinoma Sel Skuamosa

- Adenokarsinoma

- Adenokarsinoma Metastatis

B. Tumor non-urotelial buli

- Small cell carcinoma

- Carcinosarcoma

- Metastatic Carcinoma

C. Tumor non-epitelial buli

- Neurofibroma

- Pheochromocytoma

- Lymphoma Primer

- Angiosarcoma

- Leiomysarcoma

- Rhabdomysarcoma

Gejala pada tumor buli-buli tidaklah spesifik. Gejala pertama yang paling

umum adalah adanya darah dalam urine (hematuria). Hematuria dapat terlihat

dengan makroskopik ataupun secara mikroskopik, dapat disertai nyeri saat

39
berkemih atau tidak.6 Sedangkan pada kasus ini tidak ditemukan gejala seperti

teori diatas, sehingga untuk memastikan diagnosa pasien lebih lanjut

diperlukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang ini dapat berupa:

1. Pemeriksaan laboratorium ( meliputi pemeriksaan urine makroskopi dan

mikroskopis/ sitologi urine yaitu pemeriksaan sel-sel urotelium yang

terlepas bersama urine).6

2. Pemeriksaan Radiologi (Pemeriksaan foto polos abdomen dan IVP

(Intravana Pyelografi) untuk melihat adanya filling defect dan medeteksi

danya tumor sel transisional yang berada di ureter atau pielum.

Didapatkannya hidroureter atau hidronefrosis merupakan salah satu tanda

adanya infiltrasi tumor ke ureter atau muara ureter.6

3. Sistoskopi dan biopsi

Sitoskopi dilakukan oleh urologis, mengevaluasi kantung kemih dengan

pemeriksaan visual langsung menggunakan sebuah alat khusus yaitu

cystoscope. Pemeriksaan sitoskopi dan biopsi mutlak dilakukan pada

penderita persangkaan tumor buli-buli. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat

atau tidaknya tumor di buli-buli sekaligus dilakukan biopsi untuk

menentukan derajat infiltrasi tumor yang menentukan terapi selanjutnya.6

4. CT Scan/MRI

Menentukan ekstensi tumor ke organ sekitarnya.6

Pada pasien terdapat keluhan nyeri pada daerah perut bagian bawah dan

pada pemeriksaan USG Abdomen di dapatkan juga Hidronefrosis Bilateral.

40
Jika disesuaikan dengan teori bahwa Hidronefrosis mengacu pada pelebaran

pelvis dan kaliks ginjal ,disertai atrofi parenkim, akibat obtruksi aliran keluar

urin. Obstruksi dapat mendadak atau perlahan, dan dapat terletak di semua

tingkat saluran kemih, dari uretra sampai pelvis ginjal.5

Hidronefrosis bilateral hanya terjadi apabila obstruksi terletak di bawah

ureter. Apabila sumbatan terletak di ureter atau di atasnya, lesi unilateral.

Obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan poliuria bukan oliguria, akibat

teregangnya kemampuan tubulus memekatkan urine dan hal ini dapat

menyamarkan sifat asli kelainan ginjal. Penyebab dasar hidronefrosis seperti

kalkulus ginjal atau tumor obstruktif, menimbulkan perhatian ke hidronefrosis.5

Obstruksi aliran urine yang terletak disebelah proksimal dari vesika

urinaria dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis

ginjal dan ureter. Hal ini saja sudah cukup untuk mengakibatkan atrofi hebat

pada parenkim ginjal. Keadaan ini disebut hidronefrosis.7

4. Hubungan hidronefrosis dan CKD:

Patofisiologi terjadinya hidronefrosis diawali dengan adanya hambatan

aliran urine secara anatomik ataupun fisiologik. Hambatan ini dapat terjadi

dimana saja sepanjang ginjal sampai meatus uretra. Peningkatan tekanan ureter

menyebabkan perubahan dalam filtrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus, dan

aliran darah ginjal. GFR menurun dalam beberapa jam setelah terjadinya

hambatan. Kondisi ini dapat bertahan selama beberapa minggu. Fungsi tubulus

juga terganggu. Berat dan durasi kelainan ini tergantung pada berat dan durasi

hambatan aliran. Hambatan aliran yang singkat menyebabkan kelainan yang

41
reversibel sedangkan sumbatan kronis menyebabkan atrofi tubulus dan

hilangnya nefron secara permanen. Kerusakan dari ginjal secara progresif akan

menurunkan fungsi dari ginjal untuk menyaring zat-zat yang tidak diperlukan

tubuh sehingga zat-zat akan menumpuk di dalam tubuh dan dapat menjadi

berbahaya. Fungsi ginjal yang menurun tersebut dapat menyebabkan kegagalan

ginjal.2

5. Faktor resiko pada kasus

Pada anamnesa juga didapatkan jika os juga memiliki riwayat konsumsi

alkohol sebelum sakit, Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik

terhadap tubuh karena reaksi kimia senyawa ini membentuk nefrotoksin kuat

hingga menyebabkan gangguan fungsi dan kematian sel (nekrosis) pada ginjal.

Seperti sebagian besar organ dalam tubuh ada sejumlah regulasi yang

memungkinkan ginjal untuk berfungsi secara normal dan optimal, etil alkohol

dapat mengganggu kontrol ini. Efek yang tepat tergantung pada jumlah alkohol

yang diabsorbsi dan waktu dikonsumsi. Alkohol telah terlihat dapat mengubah

struktur dan fungsi ginjal serta merusak kemampuannya untuk mengatur

volume, komposisi cairan dan elektrolit dalam tubuh. Perubahan mikroskopis

pada ginjal termasuk perubahan struktur glomerulus, pembengkakan atau

pembesaran ginjal dan meningkatnya jumlah sel-sel lemak, protein dan air.

Efek ini akan mengubah kemampuan ginjal untuk berfungsi secara normal.8

Pada anamnesa juga didapatkan jika os juga memiliki riwayat konsumsi

minuman bersoda sebelum sakit. Hal ini lebih dikaitkan dengan kandungan

fosfat dalam minuman soda yang cukup tinggi. Ini buruk bagi ginjal, sebab

42
bisa menimbulkan terbentuknya batu ginjal. Asam fosfat akan mengikat jenis

mineral lain seperti kalsium dan mengendapkannya di ginjal.8

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi3 :

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya


Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal kronik sesuai dengan

derajatnya, dapat dilihat di tabel :

Derajat LFG Rencana Tatalaksana


(ml/menit/1,73 m2)
1 90 Terapi penyakit dasar kondisi komorbid,
evaluasi perburukan (progression) fungsi
ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular
2 60 89 Menghambat perburukan (progression)
fungsi ginjal
3 30 59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 29 Persiapan untuk terapi pengganti
Ginjal
5 < 15 atau dialisis Terapi untuk pengganti ginjal

Terapi untuk penyakit penyebab tentu sesuai dengan patofisiologi

masing-masing penyakit. Pencegahan progresivitas penyakit ginjal kronik

bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain restriksi protein, kontrol

glukosa, kontrol tekanan darah dan proteinuria, penyesuaian dosis

obat-obatan dan edukasi. Pada pasien yang sudah mengalami penyakit

43
ginjal dan terdapat gejala uremia, hemodialisis atau terapi pengganti lain

bisa dilakukan.3

1. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal

secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin

azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit.9

a. Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah

atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat

merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.9

- Pasien non-dialisis 0,6 0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan

CCT dan toleransi pasien.

- Pasien Hemodialisis 1 1,2 gram/kgBB ideal/hari

- Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB ideal/hari

b. Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat

dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif

nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

Pengaturan asupan kalori: 35 Kal/kgBB ideal/hari.9

c. Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya

jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.9

44
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung

dari LFG dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal

disease).9

- Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari


- Fosfor : 5 -10 mg/kgBB/hari. Pasien HD

17 mg/hari
- Kalsium : 1400 1600 mg/hari
- Besi : 10-18 mg/hari
- Magnesium : 200 -300 mg/hari
- Asam folat pasien HD : 5 mg
-

2. Terapi simptomatik

a. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik

dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat)

harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat

20 mEq/L.9

b. Anemia

Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis

inisial 50 u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL

kurangi dosis pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum

pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu.9

45
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah

satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian

transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian

mendadak. Sasaran hemoglobin adal 10-12 gr/dL.9

c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan

utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain

adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang

harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan

simtomatik. Obat yang dapat digunakan di antaranya antasid, antagonis

reseptor-H2 dan inhibitor pompa proton (IPP).9

Pada kasus diberikan obat golongan antasida dan antagonis reseptor H2

(Ondansentron)

d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 9

Pada kasus diberikan obat golongan antihistamin yaitu cetrizine.

e. Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis

reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal

paratiroidektomi.9

f. Hipertensi

46
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym

Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE

inhibitor). Melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses

pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.9

Pada kasus pasien tidak diberikan obat Antihipertensi. Namun os

diberikan obat golongan Diuretik untuk mengatasi retensi natrium.

Loop diuretik merupakan diuretik yang bekerja dalam ansa Helne.

Diuretik mempunyai lima kelas obat, meliputi tiazid dan diuretik seperti

tiazid, loop diuretik, inhibitor karbonat anhidrase, diuretik hemat

kalium, dan diuretik osmotik. Setiap kelas obat bekerja sedikit berbeda

dalam nefron atau memakai mekanisme kerja yang berbeda. Furosemid

atau lasix, merupakan loop diuretik yang paling umum digunakan. Loop

diuretik juga dikenal dengan high-celling diuretic karena obat ini

menyebabkan diuresis yang paling besar dari pada diuretik lain. Obat

ini menghambat pompa klorida di ansa henle ascenden, sekitar 30%

natrium yang sudah disaring kemudian di reabsorbsi. Hal ini merupakan

merupakan reabsorbsi natrium dan klorida. Loop diuretik memiliki efek

pada ansa herle descenden dan tubulus kontortus dista l, yang

mengakibatkan meningkatnya produksi urin kaya natrium. Pada pasien

ini diberikan Injeksi Furosemid.10

g. Kelainan sistem kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal

yang penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik

47
tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita, termasuk

pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan

terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan

elektrolit.9

3. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

a. Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala

toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu

cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal

ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan

indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu

perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan

kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,

muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan

kreatinin > 10 mg%.2

Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual,

anoreksia, muntah, dan astenia berat.2

48
Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan hemodialisa.

b. Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi

medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65

tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,

pasien- pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan

hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,

pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan

pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi

non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk

melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.2

49

Vous aimerez peut-être aussi