Vous êtes sur la page 1sur 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EFUSI PLEURA

Mata kuliah : Sistem Respirasi


Dosen : Ns. Zahrah MS, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB

Disusun oleh Kelompok III :


Arki Rosiana Novita
Dede Pujiandini
Hanafi
Iis Risna
Ledi Diana Lumbangaul
M. Awaludin
NurAini

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YATSI


TANGERANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesainya makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Efusi Pleura.
Sebagian besar makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Efusi Pleura ini dapat terselesaikan atas bimbingan dari dosen
dan kerjasama antara mahasiswa/i, anggota kelompok. Untuk itu, kami
mengucapkan terima kasih atas partipasinya.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas ketidaksempurnaan
makalah ini, baik dari segi penulisan maupun isinya. Untuk penyempurnaan lebih
lanjut, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sebagai penyusun
khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Tangerang, 19 April 2016

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................. i
Daftar Isi...................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................... 2
1.3. Tujuan........................................................................................ 2
BAB II Tinjauan Teori................................................................................. 3
2.1. Konsep Dasar Penyakit............................................................. 3
2.1.1. Definisi............................................................................ 3
2.1.2. Klasifikasi........................................................................ 3
2.1.3. Etiologi............................................................................ 5
2.1.4. Pohon Masalah................................................................. 10
2.1.5. Manifestasi Klinis............................................................ 11
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang................................................... 11
2.1.7. Penatalaksaan Medis........................................................ 13
2.1.8. Komplikasi....................................................................... 15
2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Efusi-
Pleura........................................................................................ 16
2.2.1. Pengkajian........................................................................ 16
2.2.2. Diagnosa Keperawatan.................................................... 20
2.2.3. Rencana Keperawatan..................................................... 21
BAB III Penutup.......................................................................................... 30
3.1. Kesimpulan............................................................................... 30
3.2. Saran.......................................................................................... 30
Daftar Pustaka.............................................................................................. 31

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal
diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal,
tumor mediastinum, ataupun akibat proses keradangan seperti tuberculosis dan
pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan penumpukan
cairan di rongga pleura yang disebut efusi pleura. Efusi pleura tentu mengganggu
fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang baik. Pasien dengan efusi
pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih
kembali fungsi pernapasannya, namun karena efusi pleura sebagian besar
merupakan akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari
rongga pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih
banyak penderita dengan efusi pleura yang telah di tatalaksana namun tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada
sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementana 95% kasus
mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar
50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan
jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup
penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita. Paru-paru adalah
bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting, gangguan pada organ ini
seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan bahkan
dapat mempengaruhi kerja sistem kardiovaskuler yang dapat berakhir pada
kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan
penatalaksanaan yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk itu maka perawat perlu

1
mempelajari tentang konsep efusi pleura dan penatalaksanaannya serta asuhan
keperawatan pada pasien dengan efusi pleura. Maka dalam makalah ini akan
dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.

1.2. Rumusan Masalah


1. Jelaskan definisi efusi pleura !
2. Sebutkan klasifikasi dari efusi pleura!
3. Sebutkan etiologi efusi pleura !
4. Sebutkan manifestasi klinis dari efusi pleura !
5. Jelaskan patofisiologi terjadinya efusi pleura!
6. Jelaskan pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada pasien dengan
efusi pleura !
7. Jelaskan penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien dengan
efusi pleura !
8. Jelaskan komplikasi dari penyakit efusi pleura !
9. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
efusi pleura ?

1.3. Tujuan
1. Untuk menjelaskan definisi efusi pleura.
2. Untuk menyebutkan klasifikasi dari efusi pleura.
3. Untuk menyebutkan etiologi efusi pleura.
4. Untuk menyebutkan manifestasi klinis dari efusi pleura.
5. Untuk menjelaskan patofisiologi terjadinya efusi pleura.
6. Untuk menjelaskan pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada pasien
dengan efusi pleura.
7. Untuk menjelaskan penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien
dengan efusi pleura.
8. Untuk menjelaskan komplikasi dari penyakit efusi pleura.
9. Untuk menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien
dengan efusi pleura.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Penyakit


2.1.1. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam
jiwa penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena
tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi
virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.
Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan
gejala atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin, 2008).

2.1.2. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :
1. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura,
cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan sering
hemoragik.
2. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairannya bisa
transudat atau eksudat dan ada limfosit.
3. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan
berbentuk cairan kelenjar limfa (chylothorak).

3
4. Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna karena
menurunnya resistensinya terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema
akut atau kronik.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
1. Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu sehingga terbentuknya cairan
pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal
ini terdapat pada:
a. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b. Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d. Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
a. Gagal jantung kiri (terbanyak)
b. Sindrom nefrotik
c. Obstruksi vena cava superior
d. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau
masuk melalui saluran getah bening
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler
yang permeable abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya perubahan
permeabilitas membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura misalnya:
infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat dalam cairan pleura
kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah
bening ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura, infark paru, karsinoma
bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus
Eritematosis).
(Hadi Halim, 2001: 787-788)
2.1.3. Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.

4
Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura disebabkan oleh
2 faktor yaitu:
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:
tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik. Macam-macam penyakit
infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
a. Pleuritis karena Virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi
jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-jenis
virusnya adalah : Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia, Rickettsia, dan
mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000
per cc.
b. Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan
parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi
diafragma, dinding dada atau esophagus.
1) Aerob : Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri, Saphylococcus
aureus, Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella, Pseudomonas spp.
2) Anaerob : Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.
c. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat.
Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Cairan efusi yang biasanya
serous, kadang-kadang bisa juga hemoragis. Jumlah leukosit antara 500-2000 per
cc. mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel
limfost. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberculosis.

d. Pleura karena Fungi


Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran
infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah :
aktinomikosis, koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus, histoplasmosis,

5
blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi
hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi. .
e. Pleuritis karena parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amoeba.
Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke
parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena
peradangan yang ditimbulkannya. Di samping ini dapat terjadi empiema karena
karena ameba yang cairannya berwarna khas merah coklat.di sini parasit masuk ke
rongga pleura secara migrasi dari perenkim hati. Dapat juga karena adanya
robekan dinding abses amuba pada hati ke arah rongga pleura.

2. Non infeksi
Penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain: Ca
paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium,
bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal
ginjal.
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura
antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1) Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak
timbulnya efusi pleura. Penyebab lainnya dalah perikarditis konstriktiva dan
sindrom vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan
tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas
reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun
(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru meningkat.

2) Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal.
Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark. Emboli menyebabkan
turunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun
kerusakan parenkim paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang

6
berdarah (warna merah). Di samping itu, permeabilitas antara satu atau kedua
bagian pleura akan meningkat sehingga cairan efusi mudah terbentuk.
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan
biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal lainnya. Pada
efusi pleura denga infark paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan waktu
penyembuha juga lebih lama.
3) Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom
nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta anasarka. Efusi terjadi
karena rendahnya tekana osmotic protein cairan pleura dibandingkan dengan
tekana osmotic darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat
transudat.

b. Efusi pleura karena neoplasma


Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura
dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan
adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah adanya cairan yang selalu
berakumulasi kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-
kali.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma,
yakni :
1) Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura
terhadap air dan protein.
2) Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh
darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal
memindahkan cairan dan protein.
3) Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya
timbul hipoproteinemia.

c. Efusi pleura karena sebab lain


1) Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul, laserasi,
luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau
karena pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.
2) Uremia

7
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri
dari efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme
penumpukan cairan ini belum diketahui betul, tetapi diketahui dengan
timbulnya eksudat terdapat peningkatan permeabilitas jaringan pleura,
perikard atau peritoneum. Sebagian besar efusi pleura karena uremia
tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak nafas, sakit dada, atau
batuk.
3) Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian miksedema.
Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama. Cairan
bersifat eksudat dan mengandung protein dengan konsentrasi tinggi.
4) Limfedema
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan
efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Pada beberapa
pasien terdapat juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan.
5) Reaksi hipersensitif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-kadang
memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa
radang dan dan kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura.
6) Efusi pleura idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur
diagnostik secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis
cairan, biopsy pleura), kadang-kadang masih belum bisa didapatkan
diagnostik yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan daloam efusi
pleura idiopatik (Asril Bahar, 2001).

d. Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal


Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan
peradangan yang terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis, pseudokista
pancreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses ginjal, abses hati, abses
limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral.
Mekanismenya adalah karena berpindahnya cairan yang kaya dengan enzim
pancreas ke rongga pleura melalui saluran getah bening. Efusi disini bersifat
eksudat serosa, tetapi kadang-kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga

8
sering terjadi setelah 48-72 jam pasca operasi abdomen seperti splenektomi,
operasi terhadap obstruksi intestinal atau pascaoperasi atelektasis.
1) Sirosis Hati
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakan efusi pleura
timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan antara cairan
asites dengan cairan pleura, karena terdapat hubungan fungsional antara rongga
pleura dan rongga abdomen melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot
diafragma.
2) Sindrom Meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium
(jinak atau ganas) disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis terjadinya efusi
pleura masih belum diketahui betul. Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi
pleura dan asitesnya pun segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai
asites dan eksudat cairan pleura sering dikira sebagai neoplasma dan
metastasisnya.
3) Dialisis Peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialysis
peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan cairan
dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma.
Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisat.
2.1.4. Patofisiologi

Infeksi paru Non Infeksi mis. Ca paru, Ca pleura (primer dan


sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium,
TB,pneumonitis, abses bendungan jantung (gagal jantung), perikarditis
paru konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.

Reaksi Ag-Ab
Penumpukan sel-sel tumor Massa tumor
Merangsang mediator inflamasi

Tersumbatnya pembuluh darah vena


Bradikinin, prostaglandin, histamine, serotonin dan getah bening

Vasoaktif Rongga pleura gagal


memindahkan cairan

9
Gangguan keseimbangan
tekanan Hidrostatik dan Onkotik Akumulasi cairan di rongga pleura

Meningkatkan permeabilitas membran


Inefektif bersihan jalan napas

Perpindahan cairan Efusi Pleura

Peningkatan Menekan pleura Atelektasis


cairan pleura

Ekspansi paru Indikasi tindakan


Rangsangan serabut inadekuat
saraf sensoris parietalis
Nafas pendek Pemasangan
dengan usaha kuat Torakosintesis
Sesak napas WSD
Nyeri
Kelelahan
nafsu makan menurun Terputusnya
kontinuitas jaringan

Perubahan nutrisi Kesulitan tidur

kurang dari kebutuhan Perlukaan


Gangguan pola
tidur kurang dari Port de entry
Intoleransi aktivitas
kebutuhan
Resiko tinggi
Nyeri terhadap infeksi
2.1.5. Manifestasi Klinis
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit akan hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak sekret.
3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vokal), pada

10
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani di
bagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum ke sisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang


1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.
7. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral
dekubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak

11
paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak
cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP
atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi
pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan
pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah
didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti :
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH),
albumin, amylase, pH, dan glukosa.
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri.
c. Pemeriksaan hitung sel
8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk
membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau
eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang
mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura.
Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis.
Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang
mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura
eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri,
infeksi virus, dan keganasan.

2.1.7. Penatalaksanaan Medis


1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi
ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru
atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh
diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi.
Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang
bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat
timbul dengan tindakan aspirasi :
a. Trauma

12
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai
pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura
parietalis yang dapat menyebabkan pneumothoraks.
b. Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan
pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan
bergesernya kembali struktur mediastinal. Tekanan negatif yang
berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal
kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan
perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada
hemodinamik.

c. Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan


hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan tiga pengaruh pokok :
1) Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer
yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai
gangguan elektrolit dalam tubuh.
2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang
negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan
pleura yang lebih banyak.
3) Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.

2. Water Seal Drainage


Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini
dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.

3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura efusi selain hasilnya yang
kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan pembentukan
cairan karena malignancy adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu
penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan
penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine atau penggunaan talc poudrage tidak
memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor
patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.

13
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula
menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang
berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :

4. Thorakosintesis
Thorakosintesis dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan
dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi
untuk melakukan thorasintesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak
dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak. Hal
tersebut dapat menyebabkan kerugian sebagai berikut.
a) Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang
berada dalam cairan pleura.
b) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c) Dapat terjadi pneumothoraks.

5. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan efusi pleura disebabkan oleh
karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi, beberapa publikasi
terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum.

2.1.8. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura
viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat
menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk
memisahkan membran-membran pleura tersebut.

14
2. Pneumothoraks
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
3. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.

4. Fibrosis Paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
5. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Efusi Pleura
2.2.1. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama
atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
2. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda
-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu

15
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.
6. Riwayat Psikososial
7. Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
8. Pengkajian Pola Fungsi
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
b. Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
c. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
d. Pola nutrisi dan metabolisme
e. Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien.
f. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
g. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
9. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak
bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
digestivus.

10. Pola aktivitas dan latihan

16
a. Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
b. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
c. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
d. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
11. Pola tidur dan istirahat
a. Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
b. Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang
yang mondar - mandir, berisik dan lain sebagainya.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa,
sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
b. Sistem Respirasi
1) Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan pasien biasanya
dyspneu.
2) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
3) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan
terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
4) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan

17
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
c. Sistem Cardiovasculer
1) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS 5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
2) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu
juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
3) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
4) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
d. Sistem Pencernaan
1) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau
tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-
benjolan atau massa.
2) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5 35 kali per menit.
3) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
4) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan
akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta,
tumor).
e. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen
atau comma.Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
f. Sistem Muskuloskeletal

18
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain itu,
palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi
dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
g. Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya
lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport oksigen. Pada
palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian tekstur kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit
untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


Pre tindakan :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
cairan dalam rongga pleura.
2. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura ditandai dengan sesak nafas
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi sekunder terhadap efusi pleura.
4. Gangggun pola tidur berhubungan dengan sering terbangun karena sesak.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan anoreksia akibat nyeri.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan sesak, intake nutrisi kurang,
kelelahan.
7. Ansietas berhubungan dengan koping yang inefektif tentang prosedur
pemeriksaan diagnostik, tentang tindakan medis pemasangan WSD
Post tindakan :
1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap
pemasangan WSD.
2. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan truma jaringan sekunder
terhadap pemasangan WSD

19
20
2.2.3. Rencana Keperawatan
2.2.4. 2.2.5.Diagnosa 2.2.6.NOC 2.2.7.NIC
No. Keperawatan
2.2.8. 2.2.9.Domain11 : 2.2.13. Setelah dilakukan tindakan 2.2.17. Domain 2 : Physiological :
1. Safety/Protection keperawatan selama 16-30 menit, pasien Complex-Contd
2.2.10. Class 2 : menunjukan keefektifan jalan napas 2.2.18. Kelas K : Manajemen respirasi
Physical injury dibuktikan degan kriteria hasil : 1. (3140) Manajemen jalan napas
a. Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher
2.2.11. Dx. : Bersihan 2.2.14. Domain 2 : Physiologic health
ekstensi jika memungkinkan.
jalan nafas 2.2.15. Class E : Cardiopulmonary
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
(00031) 1. Respiratory Status : Ventilation (0403)
ventilasi.
a. (040301) tingkat pernapasan (2-4)
2.2.12. c. Identifikasi pasien secara actual atau potensial
b. (040302) irama pernapasan (2-4)
c. (040310) suara napas adventif (2-4) untuk membebaskan jalan nafas.
2. Respiratory status : Airway Patency (0410) d. Pasang ET jika memungkinkan.
a. (041012) kemampuan untuk membersihkan e. Lakukan terapi dada jika memungkinkan.
f. Keluarkan lendir dengan suction.
sekresi (2-4)
g. Asukultasi suara nafas.
b. (041019) batuk (1-3)
h. Lakukan suction melalui ET.
3. Vital signs status (0802)
i. Atur posisi untuk mengurangi dyspnea.
a. (040001) tekanan darah sistolik (3-4)
j. Monitor respirasi dan status oksigen jika
b. (040019) tekanan darah diastolik (3-4)
memungkinkan.
2.2.16.
2. (3160) Melakukan suction pada jalan napas
a. Tentukan kebutuhan suction melalui oral atau
tracheal.
b. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah

21
suction.
c. Informasikan pada keluarga tentang suction.
d. Masukan slang jalan afas melalui hidung
untuk memudahkan suction.
e. Bila menggunakan oksigen tinggi (100% O 2),
gunakan ventilator atau rescution manual.
f. Gunakan peralatan steril, sekali pakai untuk
melakukan prosedur tracheal suction.
g. Monitor status O2 pasien dan status
hemodinamik sebelum, selama, san sesudah
suction.
h. Suction oropharing setelah dilakukan suction
trachea.
i. Bersihkan daerah atau area stoma trachea
setelah dilakukan suction trachea.
j. Hentikan tracheal suction dan berikan O 2 jika
pasien bradicardia.
k. Catat type dan jumlah sekresi dengan segera.
2.2.19. 2.2.20. Domain 3 : 2.2.23. Setelah dilakukan tindakan 2.2.30. Domain 2: Physiological :
2. Eliminasi dan keperawatan selama16-30 menit, status Complex-Contd
pertukaran gas pernafasan seimbang antara kosentrasi 2.2.31. Kelas K : Manajemen respirasi
2.2.21. Kelas 4 : udara dalam darah arteri dengan kriteria 1. (3140) Manajemen jalan napas
a. Bebaskan jalan nafas.
Fungsi respirasi hasil :
b. Dorong bernafas dalam lama dan tahan batuk.
2.2.22. Dx. : Gangguan 2.2.24. Domain II : Physiologic Health c. Atur kelembaban udara yang sesuai.

22
pertukaran gas 2.2.25. D Class E : Cardiopulmonari d. Atur posisi untuk mengurangi dispneu.
e. Monitor frekuensi nafas b/d penyesuaian
(00030) 1. Respiratori Status : Gas Excange (0402)
2. Respiratory Status : Ventilation (0403) oksigen.
3. Vital sign status (0802) 2. (3350) Monitor Respirasi
a. (040208) Tekanan parsial oksigen dalam darah a. Monitor kecepatan,irama, kedalaman dan
Arteri (PaO2), normal (2-4) upaya bernafas.
b. (040209) Tekanan parsial karbondioksida dalam b. Catat pergerakan dada, lihat kesimetrisan
darah arteri (PaCO2), normal (2-4) dada, menggunakan alat bantu dan retraksi
c. (040210) arterial PH (1-4)
otot intercosta.
d. (040203) dyspnea at resr (1-4)
c. Monitoring pernafasan hidung, adanya
e. (040301) tingkat pernapasan (1-3)
f. (040302) rhythm pernapasan (2-4) ngorok.
g. (040303) kedalaman inspirasi (2-4) d. Monitor pola nafas, bradipneu, takipneu,
h. (040309) Penggunaan otot napas tambahan (2-
hiperventilasi, resirasi kusmaul.
4) e. Palpasi kesamaan ekspansi paru.
i. (040333) Auskultasi suara paru abnormal (2-4) f. Perkusi dada anterior dan posterior dari kedua
2.2.26. paru.
g. Monitor kelelahan otot diafragma.
2.2.27.
h. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan
2.2.28.
dan atau ketidakadanya ventilasi dan bunyi
2.2.29.
nafas.
i. Monitor kegelisahan, cemas dan marah.
j. Catat karakteristik batuk dan lamanya.
k. Monitor sekresi pernafasan.
l. Monitor dispneu dan kejadian perkembangan
dan perburukan.
m. Lakukan perawatan terapi nebulasi bila perlu.

23
n. Tempatkan pasien kesamping untuk
mencegah aspirasi.
3. (1913)Manajemen asam basa
a. Kirim pemeriksaan laboratorium
keseimbangan asam basa ( missal AGD,urin
dan tingkatan serum).
b. Monitor AGD selama PH rendah.
c. Posisikan pasien untuk perfusi ventilasi yang
optimum.
d. Pertahankan kebersihan jalan udara (suction
dan terapi dada).
e. Monitor pola respirasi.
f. Monitor kerja pernafasan (kecepatan
pernafasan.
2.2.32. 2.2.33. Domain 12 : 2.2.36. Setelah dilakukan Asuhan 2.2.40. Domai1 : Physiological : Basic
3. Kenyamanan keperawatan selama 1x30 menit, tingkat 2.2.41. Class E : Promosi kenyamanan
2.2.34. Kelas 1: kenyamanan klien meningkat dengan fisik
Kenyamanan fisik kriteria hasil : 2.2.42. (1400) Manajemen nyeri :
2.2.35. Dx : Nyeri akut 2.2.37. Domain 5 : Perceived Health 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
(00132) 2.2.38. Class V : Sympton status termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Level nyeri (2102) kualitas dan faktor presipitasi.
2. Pain control (1605) 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak
a. (210201) melaporkan nyeri (3-4)
nyamanan.
b. (210206) Ekspresi wajah tenang (3-4)
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
c. (160504) Penggunaan non-analgesik (1-3)

24
d. (210204) Rentang nyeri (2-4) mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi
2.2.39.
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi) untuk mengetasi nyeri.
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain
tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
2.2.43.
2.2.44. Domain 2 : Physiological :
Complex
2.2.45. Claass H : Drug management
2.2.46. (2210) Administrasi analgetik
1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
4. Monitor TTV.

25
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
2.2.47. 2.2.48. Domain 4 : 2.2.52. Setelah dilakukan tindakan 2.2.56. Domain 3 : Behavioral
4. Aktivitas/ keperawatan 46 60 menit, klien dapat 2.2.57. Class O : Behavioral therapy
Istirahat mentoleransi aktivitas dan melakukan 2.2.58. (4310) Terapi aktivitas
2.2.49. Kelas 4 : ADL dengan baik, dengan kriteria hasil : 1. Tentukan penyebab intoleransi aktivitas dan
Respon paru/ 2.2.53. Domain 1 : Functional health tentukan apakah penyebab dari fisik,
kardiopulmonar 2.2.54. Kelas A : Energy maintenance psikis/motivasi.
2. Kaji kesesuaian aktivitas dan istirahat klien
2.2.50. Dx. : 2.2.55. (0005) Toleransi aktivitas
sehari-hari.
Intoleransi 1. (000503) RR ketika aktivitas (1-3)
3. Meningkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan
2. (000504) tekanan sistolik ketika aktivitas (1-3)
aktifitas
3. (000505) tekanan diastolik ketika aktivitas (1-3) klien berpartisipasi dapat perubahan posisi,
2.2.51. (00092) 4. (000507) Warna kulit normal (1-3)
berpindah, dan perawatan diri.
5. (000514) mampu mengetakan pentingnya aktivitas
4. Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap.
fisik (1-3)
Monitor gejala intoleransi aktivitas.
6. (000518) Mampu melakukan ADL (2-4)
5. Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala
7. Adanya peningkatan toleransi aktivitas (2-4)
intoleransi seperti mual, pucat, pusing, gangguan
kesadaran, dan tanda-tanda vital.
6. Lakukan latihan ROM, jika klien tidak dapat
menoleransi aktivitas
2.2.59. 2.2.60. Domain 2 : 2.2.63. Setelah dilakukan tindakan 2.2.69. Domain 1 : Physiological Basic

26
5. Nutrisi keperawatan lebih dari 60 menit, terjadi 2.2.70. Kelas D : Nutrition support
2.2.61. Kelas 1 : Proses peningkatan status nutrisi dengan kriteria 2.2.71. (1100) Managemen nutrisi
pencernaan hasil : 1. Kaji pola makan klien.
2. Kaji kebiasaan makan klien dan makanan
2.2.62. Dx : 2.2.64. Domain II : Kesehatan fisik
kesukaannya.
Ketidakseimbang 2.2.65. Kelas E : Pencernaan dan nutrisi
3. Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan
an nutrisi kurang 2.2.66. (1004) Status nutrisi
intake nutrisi dan cairan.
dari kebutuhan 1. (100401) Intake nutrisi (1-3) 4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan
2. (100403) Energi (2-4)
tubuh (00002) kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan.
3. (100405) rate BB (2-4)
5. Tingkatkan intake protein, zat besi dan vitamin
2.2.67. (1008) Status nutrisi : intake makanan dan
C.
cairan 6. Monitor intake nutrisi dan kalori.
7. Monitor pemberian masukan cairan melalui
1. (100801) Intake makanan melalui oral (2-4)
2. (100805) Intake nutrisi melalui parenteral (1-3) parenteral.
2.2.68.
2.2.72.
2.2.73. Domain 1 : Physiological Basic
2.2.74. Kelas D : Nutrition support
2.2.75. (1120) Terapi Nutrisi
1. Kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT.
2. Berikan makanan melalui NGT, jika perlu.
3. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
untuk mendukung makan.
4. Monitor penurunan dan peningkatan BB.
5. Monitor intake kalori dan gizi

27
2.2.76. 2.2.77. Domain 11 : 2.2.80. Setelah dilakukan tindakan 2.2.84. Domain 2 : Physiological :
6. Keselamatan/ keperawatan 2 x 60 menit, infeksi Complex
Perlindungan terkontrol, status imun adekuat dengan 2.2.85. Kelas J: Perawatan setelah
2.2.78. Kelas 1 : kriteria hasil : operasi
Infeksi 2.2.81. Domain IV : Pengetahuan dan perilaku 2.2.86. (6540) Kontrol infeksi
2.2.79. Dx. : Resiko kesehatan 1. Batasi pengunjung.
2. Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap
Infeksi (00004) 2.2.82. Kelas T : Resiko kendali dan
setelah digunakan pasien.
keselamatan
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
2.2.83. (1924) Pengendalian resiko terjadinya
merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang
proses infeksi
benar.
1. (192426) Identifikasi faktor-faktor resiko 4. Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika
terjadinya infeksi (1-3) ada.
2. (192405) Identifikasi tanda dan gejala terjadinya 5. Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
6. Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
infeksi (2-4)
7. Anjurkan istirahat.
3. (192420) Status umum kesehatan (1-3)
8. Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan
anjurkan untuk minum sesuai aturan.
9. Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta
tentang tanda dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan keperawat kesehatan.
2.2.87. 10.Pastikan penanganan aseptik semua
daerah
2.2.88. IV (intra vena).

28
2.2.89.
2.2.90. Domain 4 : Safety
2.2.91. Kelas V : Manajemen resiko
2.2.92. (6550) Proteksi infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi.
2. Monitor WBC.
3. Anjurkan istirahat.
4. Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari
infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi.
5. Batasi jumlah pengunjung.
6. Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup.
2.2.93. 2.2.94. Domain 9 : 2.2.97. Setelah dilakukan tindakan 2.2.101.Domain 3 : Behavioral-Contd
7. Koping/ Toleransi keperawatan 31 - 45 menit, kecemasan 2.2.102.Kelas T :Promosi kenyamanan
stres terkontrol dengan kriteria hasil : fisik
2.2.95. Kelas 2 : 2.2.98. Domain III : Kesehatan psikososial 2.2.103.(5820) Pengurangan kecemasan
Respon koping 2.2.99. Kelas M : Perbaikan psikososial 1. Bina hubungan saling percaya.
2. Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi
2.2.96. Dx. : Cemas 2.2.100.(1211) Level ansietas
kecemasan pada keluarga.
berhubungan 1. (121101) Istirahat kurang (1-3)
3. Jelaskan semua prosedur pada keluarga.
2. (121119) Peningkatan TD (2-4)
dengan krisis 4. Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien
3. (121120) Peningkatan nadi (2-4)
situasional, 4. (121121) Peningkatan RR (1-3) dari stress situasional.
5. (121107) Ekspresi wajah tenang (1-3) 5. Berikan informasi faktual tentang diagnosa dan
hospitalisasi
program tindakan.
6. Temani keluarga pasien untuk mengurangi

29
ketakutan dan memberikan keamanan.
7. Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.
8. Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol
untuk mengurang kecemasan orangtua.
9. Dengarkan keluhan keluarga.
2.2.104. 10.Ciptakan lingkungan yang
nyaman.
2.2.105. 11.Alihkan perhatian keluarga untuk
2.2.106. mengurangi kecemasan keluarga.
2.2.107. 12.Bantu keluarga dalam
mengambil keputusan.
2.2.108. 13.Instruksikan keluarga untuk
melakukan
2.2.109. teknik relaksasi.
2.2.110.
2.2.111.
2.2.112.
2.2.113.
2.2.114.
2.2.115.
2.2.116.
2.2.117.
2.2.118.
2.2.119.

30
2.2.120.
2.2.121.
2.2.122.
2.2.123.
2.2.124.
2.2.125.

31
2.2.126. BAB III
2.2.127. KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
2.2.128. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan
cairan dalam pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis.Apabila efusi pleura tidak ditangani dengan baik, maka akan
menyebabkan komplikasi seperti ; fibrotoraks, pneumothoraks, atalektasis,
fibrosis paru, dan kolaps paru.
2.2.129. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
efusi pleura sebagai berikut.
1. Aspirasi cairan pleura
2. Pemasangan WSD
3. Penggunaan obat-obatan
4. Thorakosintesis
5. Radiasi
2.2.130.
3.2. Saran
2.2.131. Sebaiknya perawat harus mengetahui konsep dasar penyakit
gangguan sistem pernapasan : efusi pleura secara mendetail agar dalam
mengaplikasikan asuhan keperawatan kepada pasien dalam kehidupan sehari-hari
dapat dilakukan dengan baik dan benar.
2.2.132.
2.2.133.
2.2.134.
2.2.135.
2.2.136.
2.2.137.
2.2.138.
2.2.139.
2.2.140.
2.2.141.
2.2.142. DAFTAR PUSTAKA
2.2.143.

32
2.2.144. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
2.2.145. Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
2.2.146. Alfarisi. 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura.
Diakses pada tanggal 11 April 2016 pada http://doc-
alfarisi.blogspot.com/2016/04/definisi-dan-klasifikasi-efusi-
pleura.html
2.2.147. Blackwell, Wiley.2014. Nursing Diagnoses. USA : ISBN
2.2.148. Moorhead, dkk.2013. Nursing Outcome Classification (NOC).
USA : ISBN
2.2.149. Bulechek, dkk.2013. Nursing Intervensions Classification (NIC).
USA : ISBN
2.2.150.

33

Vous aimerez peut-être aussi