Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1. Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan,
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum sehingga menimbulkan joundice pada neonatus
(Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai
kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada
sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan
oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum,
1991:314)
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari
10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain.
Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak
akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam
lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah
konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan
Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan
Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat
patologis.
2. Epidemiologi
a. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir minggu I
b. Kejadian ikterus 60 % bayi cukup bulan & 80 % kurang bulan
Perhatian utama ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl dalam 24 jam.
c. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
- Proses hemolisis darah
- Infeksi berat
3. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
- Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan
darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
- Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
- Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada
bayi Hipoksia atau Asidosis .
- Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
- Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
- Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat
misalnya pada berat badan lahir rendah.
- Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnyapada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
4. Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan.
Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadarprotein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia,
Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut
dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).
5. Klasifikasi
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah.
Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga
menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka
terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat
konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi
retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin
terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam
tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi
dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada
Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus
pada dasar Ventrikulus IV.
6. Manifestasi klinis
- Kulit berwarna kuning sampe jingga
- Pasien tampak lemah
- Nafsu makan berkurang
- Reflek hisap kurang
- Urine pekat
- Perut buncit
- Pembesaran lien dan hati
- Gangguan neurologic
- Feses seperti dempul
- Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
- Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
- Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
- Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3 -4 dan
menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum lemah, Tanda-tanda tidak stabil terutama suhu tubuh (hipo/hipertemi). Reflek
hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi
mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas ( skin resh ) bronze bayi syndrome,
sclera mara kuning ( kadang kadang terjadi kerusakan pada retina ) perubahan warna urine dan
feses.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium.
- Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A, anti-B dalam
darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B)
SDM dari neonatus.
- Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
- Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin dihubungkan
dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh
lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat
badan.
- Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm.
- Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
- Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test glukosa serum <
40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
- Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
- Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
- Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir.
Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir.
Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
- Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH atau sperositis
pada incompabilitas ABO
- Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan
keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
9. Terapi
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari
sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih
menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin
dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
10. Penatalaksanaan
Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma lahir,
pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi
dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan
bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan
untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai
tujuan :
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin
11. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
- Pengawasan antenatal yang baik
- Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan
kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
- Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
- Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
- Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
- Pemberian makanan yang dini.
- Pencegahan infeksi.
12. Komplikasi
- Retardasi mental - Kerusakan neurologist
- Gangguan pendengaran dan penglihatan
- Kematian.
- Kernikterus.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien dan keluarga
b. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat obat yang meningkatkan ikterus ex:
salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter.
Atau data obyektif ; lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan
asfiksia
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran cerna dan hati
( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.
4. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada menyusu botol. Pada
umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah
sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran
limfa, hepar
5. Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan
dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh
berat.
Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat
Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas
kejang (tahap krisis)
6. Pernafasan
Riwayat asfiksia
7. Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh;
kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi pertumbuhan
intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis,
hipoglikemia.
Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9. Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit hepar,
fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis,
defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat, sulfonamide oral pada
kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi
(misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran dengan ekstrasi vakum,
induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek
dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
2. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan
berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
3. Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan
bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.
4. Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi berhubungan
dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
5. Risiko terjadi gangguan suhu tubuh akibat efek samping fototerapi berhubungan
dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
6. Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan
prosdur invasif, profil darah abnormal.
C. RENCANA KEPERAWATAN
Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium,
sesuai indikasi.
a. Bilirubin direk dan indirek.
a. Bilirubin tampak dalam 2 bentuk: b
direk; yang di konjugasi oleh enzim he
glukoronil transferase, dan bilirubin in
yang di konjugasi dan tampak dalam b
bebas dalam darah atau terikat pada alb
Bayi potensial terhadap kernikterus dip
paling baik melalui peningkatan kadar
bilirubin indirek. Peningkatan kadar bi
indirek 18-20 mg/dl pada bayi cupup b
atau lebih besar dari 13-15 mg/dl pada
praterm atau bayi sakit, adalah bermak
b. Tes Coombs darah tali pusat b. Hasil positif dari tes Coombs indire
direk/indirek menandakan adanya antibody (Rh-pos
anti-A atau anti-B) pada darah ibu dan
baru lahir; hasil positif tes Coombs ind
menandakan adanya sensitisasi (Rh-po
Anti-A, atau Anti-B) SDM pada neona
c. Penurunan konsisten dengan hemol
c. Kekuatan combinasi
karbondioksida (CO2) d. Hemolisis berlebihan menyebabkan
d. Jumlah retikulosit dan smear retikulosit meningkat. Smear mengiden
perifer. SDM abnormal atau imatur
Kolaborasi
a. Pantau pemeriksaan laboratorium
sesuai indikasi : - Bila Ht kurang dari 40 % sebelum
- Kadar Hb/Ht sebelum dan setelah transfuse, pertukaran sebagian SDM ke
transfuse dapat mendahului pertukaran penuh.
Penurunan kadar setelah transfusi men
kebutuhan terhadap transfuse kedua.
- Kadar bilirubin dapat menurun sam
setengah segera setelah prosedur, tetap
- Kadar bilirubin serum segera meningkat dengan cepat setelahnya,
setelah prosedur, kemudian setiap 4 memerlukan pengulangan transfuse.
jam - Mengalikan kadar dengan 3,7 mene
derajat peningkatan bilirubin yang
- Protein serum total memerlukan transfuse tukar
- Darah mengandung sitrat sebagai a
koagulan yang mengikat kalsium, sehi
- Kalsium dan kalium serum menurunkan kadar kalsium serum. Sel
bila darah lebih dari 2 hari, destruksi S
melepaskan kalium, menciptakan risik
hiperkalemia dan henti jantung.
- Kadar glukosa rendah mungkin
- Glukosa dihubungkan dengan glikolisis anaerob
kontinu dalam SDM donor. Tindakan s
perlu untuk mencegah efek buruk/keru
SSP.
- pH serum dari darah donor secara k
atau kurang. Asidosis dapat tejadi jika
- Kadar pH serum segar tidak digunakan dan hepar bayi t
dapat memetabolisme sitrat yang digun
antikoagulan, atau bila darah donor
melanjutkan glikolisis anaerobik denga
produksi asam metabolit.
(http://septyzulia-ningsih.blogspot.co.id/2013/03/askep-
hiperbilirubinemia_6082.html)