Vous êtes sur la page 1sur 8

CITRA ANDINAMAYASARI

201310110311201
OTODA
KELAS G

JAKARTA, KOMPAS.com- Presiden Joko Widodo mengumumkan,


Kementerian Dalam Negeri sudah membatalkan sebanyak 3.143 peraturan daerah
dan peraturan kepala daerah. Peraturan-peraturan tersebut dianggap bermasalah.
"Saya sampaikan, Menteri Dalam Negeri sesuai dengan kewenangannya, telah
membatalkan 3.143 peraturan daerah yang bermasalah," ujar Jokowi di Istana
Merdeka, Jakarta, Senin (13/6/2016).
Peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang dibatalkan itu, kata Jokowi,
adalah peraturan yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan
memperpanjang jalur birokrasi.
Selain itu, peraturan tersebut dianggap menghambat proses perizinan dan investasi
serta menghambat kemudahan berusaha. "Peraturan-peraturan itu juga
bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi," ujar Jokowi.
"Saya tegaskan bahwa pembatalan ini untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa
yang besar, yang toleran dan memuliki daya saing," lanjut Jokowi.
Saat menyampaikan pengumuman tersebut, Jokowi didampingi Menteri Dalam
Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Menteri
Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Sebelumnya, Jokowi dalam berbagai kesempatan menyinggung ribuan perda yang
bermasalah. Ia menganggap aturan sebanyak itu menyulitkan, menghambat,
bahkan menjerat kita sendiri.
Dampaknya, pengambilan keputusan dalam banyak hal menjadi terhambat. (baca:
Jokowi: Enggak Usah Dikaji, Hapus 3.000 Perda Bermasalah)
Presiden meminta kepada para gubernur, bupati dan wali kota serta anggota dan
pimpinan DPRD hendaknya jika membuat aturan harus dapat mendorong
pembangunan daerah dan bukan malah sebaliknya.
KOMENTAR SAYA:
1. Pencabutan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah hanya dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu lewat uji materi ke Mahkamah Agung
(MA) atau melalui mekanisme di legislatif
2. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 24a bahwa Mahkamah Agung
berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-
undang terhadap undang-undang.
3. pencabutan perda tidak bisa hanya melalui eksekutif dalam hal ini
Kementerian Dalam Negeri. Pemerintah pusat bisa meminta legislatif
bersama pemda untuk mengubah perda.
4. Kalau Kemendagri menganggap perda tersebut bertentangan dengan UUD
1945, minta saja legislatif daerah mengubahnya. Kalau tidak mau, ya
ajukan judicial Review (ke MA). Namun, pembatalan sepihak begitu
5. Dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, dalam Pasal 9 Ayat 2 disebutkan dalam suatu Peraturan
Perundang-Undangan di bawah undang-undang diduga bertentangan
dengan undang-undang pengujiannya dilakukan di Mahkamah Agung.
6. Dalam UU No 32/2004 diatur, pembatalan perda bisa dilakukan oleh
pemerintah pusat dengan catatan pelarangan pengesahan dalam waktu 60
hari setelah ditetapkan
7. setiap perda yang disahkan dalam waktu seminggu oleh pemerintah pusat,
dapat dibatalkan asalkan belum diberi nomer dalam waktu 60 hari.
8. Kalau sudah masuk ke lembaran daerah (sudah ada nomornya) maka harus
melalui judicial Review atau legislatif Review. Tidak bisa dilakukan
sepihak oleh Kemendagri

Peraturan Daerah (Perda)


Ketaatan Perda terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
memang telah menjadi perhatian sejumlah kalangan. Direktorat Jenderal (Ditjen
PP) Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM bahkan
pernah melakukan kajian terhadap 493 Perda kabupaten/kota di 33 provinsi yang
terbit pada periode 2005-2010. Hasilnya, sebagian besar penyusunan Perda
tersebut belum mengikuti teknik penyusunan peraturan perundang-undangan
(Ditjen PP, 2011: 4).
Perda Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Sedangkan,
Perda Provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD
Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
Mengenai materi, Perda memuat materi muatan sebagai berikut:
a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan
b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Selain itu, materi muatan Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian berdasarkan hierarki, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 UU
12/2011, Perda provinsi kedudukannya lebih tinggi dari Perda kabupaten/kota.
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Seperti yang disebutkan dalam pasal di atas, kekuatan hukum suatu peraturan
perundang-undangan sesuai dengan hierarki. Ini sejalan dengan asas kesesuaian
antara jenis, hierarki, dan materi muatan, yang mengandung arti peraturan
perundang-undangan harus memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai
dengan jenis dan hierarki. Dalam tataran teoritis dikenal asas lex superiori
derogat legi inferiori, peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan
yang lebih rendah. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi.
Ketentuan mengenai Perda yang dilarang bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi juga diatur secara jelas dalam Pasal 250 UU Pemda:
Perda dan Peraturan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249
ayat (1) dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau
kesusilaan.
Pertanyaan Anda, bagaimana kalau Perda kabupaten/kota bertentangan dengan
Perda provinsi? Siapa yang berhak mengujinya? Untuk menjawab pertanyaan ini,
ada dua pijakan hukum yang bisa dipakai, yaitu judicial review dan executive
review. Berikut kami jelaskan di bawah ini.
Pembatalan Perda
Ada dua mekanisme pembatalan Perda, yaitu:
a. Judicial Review
Judicial review dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA). Salah satu wewenang
MA adalah menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang.
Uji materiil merupakan salah satu cakupan judicial review. Yang dimaksud dengan
hak uji materiil adalah hak Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan
peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Jadi, jika memang suatu Perda dinilai
bertentangan dengan undang-undang, maka terhadap Perda tersebut dapat
dilakukan uji materiil.

Perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi


adalah Perda yang baik prosedur pembentukan dan atau isinya bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah, Undang-Undang, dan peraturan peraturan
perundang-undangan lain yang dalam tata urutan berada di atas Perda.
Jika inisiatif untuk melakukan pengujian terhadap suatu perundang-undangan ini
datang bukan dari MA, maka disebut dengan Permohonan Keberatan.
Permohonan Keberatan adalah suatu permohonan yang berisi keberatan terhadap
berlakunya suatu peraturan perundang-undangan yang diduga bertentangan
dengan suatu peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi yang diajukan ke
MA untuk mendapatkan putusan.
Merujuk pada penjelasan di atas, terhadap suatu Perda kabupaten/kota yang
diduga bertentangan dengan Perda provinsi, selain dapat dilakukan uji materiil
oleh MA, dapat juga dimohonkan suatu keberatan secara langsung kepada MA,
atau dapat disampaikan melalui Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah
tempat kedudukan Pemohon.
Contoh Perda yang pernah diuji ke MA, sebagaimana pernah disebutkan dalam
artikel Prosedur Uji Materiil Perda di Mahkamah Agung, adalah Pasal 30
Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur (Perda Papua 6/2011).
Melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 P/Hum/2012 Tahun 2012, MA
mencabut Perda Papua 6/2011.

b. Executive Review
Executive review dilakukan oleh Menteri atau Gubernur.
1) Dilakukan oleh Menteri
Perda provinsi dan Peraturan Gubernur yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundan-gundangan yang lebih tinggi, kepentingan
umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri. Pembatalan Perda
Provinsi dan Peraturan Gubernur ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Paling lama 7 hari setelah keputusan pembatalan, kepala daerah harus
menghentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala
daerah mencabut Perda dimaksud.
Sebagai tambahan informasi untuk Anda, berikut daftar Perda yang
dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang kami akses dari
laman Kementerian Dalam Negeri.
2) Dilakukan oleh Gubernur
Perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat. Pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan
bupati/wali kota ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat.
Paling lama 7 hari setelah keputusan pembatalan, kepala daerah harus
menghentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala
daerah mencabut Perda dimaksud.
Berdasarkan uraian di atas, terhadap Perda kabupaten/kota yang bertentangan
dengan Perda provinsi dapat dilakukan pembatalan dengan keputusan gubernur.
Menurut Prof. HAS Natabaya (2006: 191), dilihat dari aspek desentralisasi,
otonomi daerah, dan hubungan pusat daerah dalam kerangka negara kesatuan,
kewenangan pemerintah pusat membatalkan Perda dapat dibenarkan. Tetapi dalam
kaitannya dengan konstitusionalitas (formil dan materiil) peraturan daerah, maka
sebenarnya yang berwenang menguji adalah Mahkamah Agung. Intinya, terjadi
dualisme mekanisme pengujian Perda.
HAS Natabaya (2006: 191) mengajukan dua usul untuk menyelesaikan dualisme
itu. Pertama, jika ada pihak yang dirugikan Perda kabupaten/kota, bisa langsung
mengajukan pengujian ke Mahkamah Agung. Kedua, jika pemerintah pusat
menilai Perda bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi atau kepentingan umum, pemerintah cukup menetapkan saja untuk
kemudian diajukan ke Mahkamah Agung untuk mendapatkan fiat atau diuji ulang
baik secara formil maupun materiil.
Demikian solusi yang ditawarkan sejumlah ahli atas dualisme mekanisme
pengujian Perda. Jika Anda (warga masyarakat) merasa dirugikan oleh berlakunya
Perda kabupaten/kota dan menilai perda tersebut bertentangan dengan undang-
undang, sebaiknya segera ajukan permohonan pengujian ke Mahkamah Agung
agar memenuhi syarat-syarat formal, terutama waktu.
Mekanisme Keberatan
Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi tidak dapat menerima
keputusan pembatalan Perda provinsi dan gubernur tidak dapat menerima
keputusan pembatalan peraturan gubernur dengan alasan yang dapat dibenarkan
oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, gubernur dapat mengajukan
keberatan kepada Presiden paling lambat 14 hari sejak keputusan pembatalan
Perda atau peraturan gubernur diterima.
Sedangkan dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah kabupaten/kota tidak
dapat menerima keputusan pembatalan Perda kabupaten/kota dan
bupati/wali kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan
bupati/wali kota dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan, bupati/wali kota dapat mengajukan keberatan kepada
Menteri paling lambat 14 hari sejak keputusan pembatalan Perda Kabupaten/Kota
atau peraturan bupati/wali kota diterima.
Sanksi Jika Masih Memberlakukan Perda yang Sudah Dibatalkan
Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih
memberlakukan Perda yang dibatalkan oleh Menteri atau oleh gubernur dikenai
sanksi berupa:
a. Sanksi administratif
Dikenai kepada kepala Daerah dan anggota DPRD berupa tidak dibayarkan hak-
hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama
3 (tiga) bulan.
b. Sanksi penundaan evaluasi rancangan Perda
Sanksi di atas tidak diterapkan pada saat penyelenggara Pemerintahan Daerah
masih mengajukan keberatan kepada Presiden untuk Perda Provinsi dan kepada
Menteri untuk Perda Kabupaten/Kota.

Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota


masih memberlakukan Perda mengenai pajak daerah dan/atau retribusi daerah
yang dibatalkan oleh Menteri atau dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat, dikenai sanksi penundaan atau pemotongan Dana Alokasi
Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) bagi Daerah bersangkutan.

Vous aimerez peut-être aussi