Vous êtes sur la page 1sur 14

Ali Shodikin, Strategi Abduktif-Deduktif pada Pembelajaran Matematika

STRATEGI ABDUKTIF-DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN


MATEMATIKA DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN
PENALARAN SISWA SMA

Ali Shodikin
aliandr4@gmail.com
Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa
menggunakan strategi abduktif-deduktif. Penelitian yang dilakukan merupakan
eksperimental dengan desain pretes-postes dan kelompok kontrol tidak acak
(nonrandomized control group, pretest-posttest design) pada siswa kelas XI di salah satu
SMA di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Analisis data penelitian dilakukan secara kuantitatif-
kualitatif berdasarkan kategori kemampuan awal matematis (KAM) maupun keseluruhan.
Selain peningkatan kemampuan, dianalisis pula interaksi antara pembelajaran dan KAM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif lebih baik daripada
siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori.Secara lebih rinci dari kategori KAM,
hanya pada kategori sedang yang menunjukkan peningkatan yang lebih baik. Sedangkan
pada kategori KAM tinggi dan rendah memiliki peningkatan kemampuan penalaran
yang sama. Interaksi antara pembelajaran dan KAM untuk meningkatkan kemampuan
penalaran juga menunjukkan hubungan yang signifikan. Guru diharapkan mendorong
siswa untuk melakukan abduksi dan deduksi dalam pembelajaran matematika.

Kata kunci: strategi abduktif-deduktif, peningkatan, penalaran

ABSTRACT
The experimental study aims at improving mathematical reasoning ability by adopting
abductive-deductive strategy, and applies a pretest-posttest design and nonrandomized
control group in the eleventh grade of a senior high school in Pati, Central Java. Data
were analyzed on a quantitative-qualitative basis on the categories of early mathematical
ability (KAM) and overall. The findings show that mathematical reasoning ability
improved among the students with abductive-deductive strategy better than those who
received the expository learning. Middle category indicated better improvement, while
other categories achieved the same level of improvement. KAM and reasenong ability
have a significant relation. This study recommends teachers to introduce abductive and
deductive learning to their students in mathematics class.

Kata kunci: strategi abduktive-deductive strategy, improvement, reasoning

103
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

Pendahuluan karena itu, sudah sepantasnya kemampuan


Kemampuan penalaran matematis penalaran matematis siswa SMA perlu
merupakan kemampuan literasi yang mendapat perhatian agar lebih ditingkatkan.
perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran Analisis penyelesaian masalah mate
matematika. Hal ini menyusul hasil buruk matika, seperti yang dilaporkan Wahyudin
dari hasil survei lembaga internasional PISA (1999) dari hasil penelitiannya menyatakan
dan TIMMS yang diperoleh Indonesia dalam bahwa kegagalan menguasai matematika
sepuluh tahun terakhir (TIMMS, 2011; dengan baik, disebabkan di antaranya karena
Balitbang, 2011).Berdasarkan hasil ujicoba siswa kurang menggunakan nalar dalam
soal kemampuan penalaran dan pemecahan menyelesaikan masalah. Demikian juga
masalah matematis yang dilakukan Shodikin kesimpulan Kennedy dalam Hudoyo (1990)
(2014) di salah satu SMA di Kota Bandung dalam penelitiannya tentang penalaran di
juga menunjukkan bahwa rata-rata skor Amerika Serikat serta pernyataan Ansjar &
yang diperoleh siswa baru mencapai 36%. Sembiring (2000) yang menyatakan bahwa
Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar kemampuan penalaran sangat diperlukan
siswa terutama kemampuan penalaran masih siswa untuk menyelesaikan suatu masalah
rendah. Hasil dokumentasi nilai siswa kelas matematika. Bahkan sering kali kemampuan
XI yang dilakukan oleh peneliti di salah satu penalaran ini masih sering diabaikan
SMA di Kabupaten Pati juga menunjukkan (Nizar, 2007: 74).Oleh karena itu, dalam
hasil belajar yang masih rendah, yakni hanya pembelajaran matematika kemampuan
mencapai 48%. Hasil studi yang dilakukan penalaran matematis perlu diperhatikan agar
oleh Rahayu (2013) juga menyatakan siswa dapat menyelesaikan suatu masalah
hasil yang sama dan menambahkan alasan matematika.
rendahnya hasil belajar disebabkan di Laporan hasil studi Henningsen & Stein
antaranya karena kurangnya penalaran (1997), Mullis, dkk (2000), Suryadi (2005),
matematis. dan Murni (2013) mengungkapkan bahwa
Kemampuan penalaran merupakan pembelajaran matematika pada umumnya
karakteristik utama matematika yang tidak belum terfokus pada pengembangan
dapat dipisahkan dari kegiatan mempelajari kemampuan berpikir tingkat tinggi. Siswa
dan mengembangkan matematika atau lebih dominan menyelesaikan soal dari
menyelesaikan masalah matematika (Ansjar buku teks dan kurang memperoleh masalah
& Sembiring, 2000). Bahkan, implementasi nonrutin yang dapat melatih kemampuan
pembelajaran yang menekankan kehadiran berpikir matematika tingkat tinggi. Dengan
penalaran juga telah direkomendasikan oleh demikian perlu adanya upaya untuk
NCTM (2000: 262) dengan menyatakan mengembangkan pembelajaran matematika
bahwa penalaran merupakan bagian dari yang berorientasi pada pengembangan ke
kegiatan belajar-mengajar matematika. Hal mampuan berpikir tingkat tinggi.Kemampuan
ini diperkuat pula berdasarkan studi yang penalaran merupakan bagian kemampuan
dilakukan oleh Sabri dalam Kusnandi, berpikir matematis tingkat tinggi (high order
(2008a: 2) yang menyatakan bahwa konsep mathematical thinking) (Sumarmo, 2013).
pembuktian matematika di perguruan Berdasarkan analisis pendahuluan
tinggi sangat lemah dan menyarankan agar terhadap kemampuan penalaran dipandang
kurikulum SMA hendaknya mempersiapkan perlu untuk mengembangkan suatu
siswa lebih baik lagi dalam pembuktian pembelajaran yang dapat meningkatkan
matematika. Secara spesifik pembuktian pemahaman konsep esensial itu. Sebagai
matematika di SMA termasuk ke dalam kerangka umum dalam menghadapi
kemampuan penalaran matematis. Oleh masalah matematika adalah kemampuan

104
Ali Shodikin, Strategi Abduktif-Deduktif pada Pembelajaran Matematika

mengidentifikasi fakta-fakta yang diberikan kemampuan membuktikan pada mahasiswa


(data) dan merumuskan fakta yang pemula yang belajar pembuktian. Dari hasil
ditanyakan dalam masalah itu (target akhir). penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa
Dalam menentukan target akhir berdasarkan calon guru yang belajar dengan PSAD
data yang diberikan, diperlukan kemampuan memiliki kemampuan membuktian yang
mengelaborasi dengan menerapkan konsep lebih baik daripada mahasiswa yang belajar
esensial yang relevan terhadap data secara ekspositori. Kerangka kerja PSAD
yang diberikan untuk memperoleh target ini telah dikaji secara teoretis oleh Kusnandi
antara sebelum menemukan jawaban dari (2008b) pada masalah pembuktian yang lebih
target akhir. Tidak sedikit masalah dalam abstrak dalam mata kuliah bidang kajian
matematika dapat lebih mudah diselesaikan analisis real dan aljabar abstrak. Penerapan
dengan menambahkan kemampuan dalam PSAD juga telah dikaji oleh Sun, et al. (2005)
merumuskan suatu kondisi (target antara) pada permasalahan kemampuan penalaran
sehingga berdasarkan suatu konsep esensial (reasoning) dan pemecahan masalah
yang relevan tiba pada target akhir yang (problem solving). Kemungkinan penerapan
ditanyakan. kerangka kerja PSAD ini pada masalah yang
Kerangka umum seperti yang diuraikan cakupannya lebih luas (literasi matematika)
di atas telah dikembangkan pada penelitian untuk siswa di sekolah menengah juga telah
Kusnandi (2008a) tentang pembelajaran dikaji secara teoritis (Shodikin, 2013).
dengan strategi abduktif-deduktif (PSAD). Berdasarkan pengertian tentang
Abduktif sendiri merupakan kemampuan pembelajaran dengan strategi abduktif-
berpikir matematik (penalaran) yang tidak deduktif (PSAD), dalam penelitian ini
dapat secara utuh menjawab permasalahan dikembangkan sintak pembelajaran dengan
tapi proses menawarkan alasan sebagai strategi abduktif-deduktif (PSAD) yang lebih
dasar untuk tindakan tertentu (Aliseda, operasional sebagaimana ditampilkan pada
2007). Kerangka umum ini pada mulanya Gambar 1 berikut.
dikembangkan untuk menumbuhkembangkan

Proses Kunci

Menganalisis dan
mengevaluasi proses

Mengorganisasi Menggeneralisasi
Proses Abduktif

temuan-temuan
Proses Deduktif

untuk belajar

Pembahasan strategi
Orientasi terhadap
masalah yang lebih
masalah banyak

Gambar 1
Skema Pembelajaran dengan Strategi Abduktif-Deduktif

105
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

Tahapan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif di atas secara lebih detail


ditampilkan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1
Sintak Pembelajaran Matematika dengan Strategi Abduktif-Deduktif

Fase Perilaku Guru


Fase 1 Orientasi terhadap Guru membahas tujuan pembelajaran
masalah Guru mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting
Guru memotivasi siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan
pembelajaran
Guru memberikan apersepsi
Fase 2 Mengorganisasi untuk Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
belajar mengorganisasikan tugas-tugas belajar dan informasi yang
terkait dengan permasalahannya
Fase 3 Menganalisis dan Guru mengarahkan siswa untuk dapat menemukan sendiri
mengevaluasi proses solusi dari informasi yang telah dimiliki oleh siswa
Guru mendorong siswa untuk melakukan transactive
reasoning seperti mengkritik, menjelaskan, mengklarifikasi,
menjastifikasi dan mengelaborasi suatu gagasan yang diajukan,
baik yang diinisiasi oleh siswa maupun guru
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
bahan-bahan untuk presentasi dan diskusi
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap
proses investigasinya dan proses-proses lainnya yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah
Fase 4 Menggeneralisasi Guru membantu menggeneralisasi temuan-temuan yang
temuan-temuan yang diperoleh
diperoleh
Fase 5 Pembahasan strategi Guru membantu siswa dalam menemukan strategi terhadap
masalah yang lebih masalah-masalah yang lebih banyak
banyak Guru memberikan latihan dan evaluasi

Untuk aktif di dalam diskusi transaktif, lebih detail pengaruh pembelajaran dalam
kemampuan awal matematika (KAM) siswa tiap kategori kemampuan awal matematis.
memegang peranan yang sangat penting, Berdasarkan latar belakang dan rumusan
ketika suatu gagasan yang muncul dapat masalah yang dijabarkan di atas, penelitian
berkembang secara bertahap sehingga ini bertujuan untuk: (1) menelaah perbedaan
membangun suatu konsep matematika yang peningkatan kemampuan penalaran mate
komprehensif dari informasi yang diperoleh. matis siswa yang mendapatkan pembelajaran
Adapun KAM siswa dikategorikan ke dalam dengan strategi abduktif-deduktif terhadap
tiga kategori yakni tinggi, sedang dan rendah. pembelajaran ekspositori ditinjau secara
Pengelompokan ini digunakan untuk melihat keseluruhan maupun berdasar kategori KAM
pengaruh bersama antara pembelajaran (tinggi, sedang, rendah); dan (2) menelaah
yang dilakukan dengan kemampuan awal pengaruh interaksi antara pembelajaran
matematis siswa terhadap kemampuan (dengan strategi abduktif-deduktif dan
penalaran. Selain itu pula, dapat diperoleh ekspositori) dan KAM terhadap peningkatan
kemampuan penalaran matematis.

106
Ali Shodikin, Strategi Abduktif-Deduktif pada Pembelajaran Matematika

Metode pembelajaran dengan strategi abduktif-


Metode yang diterapkan dalam deduktif terhadap peningkatan kemampuan
penelitian ini adalah eksperimental dengan penalaran matematis siswa. Secara bagan,
desain pretes-postes dan kelompok kontrol desain penelitian yang digunakan disajikan
tidak acak (nonrandomized control group, pada Gambar 2.
pretest-posttest design). Dengan desain Penelitian dilakukan di salah satu SMA di
ini, subyek mula-mula dilakukan pretes, Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2013/2014.
lalu diberi perlakuan berupa pembelajaran Alasan pemilihan populasi penelitian di SMA
dengan strategi abduktif-deduktif dan ini, karena SMA tersebut termasuk salah
selanjutnya dilakukan postes untuk mengukur satu sekolah level sedang. Tidak dipilihnya
kemampuan penalaran matematis siswa pada sekolah dengan klasifikasi tinggi karena
materi suku banyak. Kemudian, hasil pretes cenderung hasilnya baik walaupun tanpa
dan postes dianalisis untuk memperoleh nilai perlakuan pembelajaran. Demikian pula tidak
gain ternormalisasi <g> sebagai peningkatan dipilihnya dari sekolah dengan klasifikasi
kemampuan penalaran matematis. Metode rendah, kecenderungan hasilnya rendah
ini dipilih sesuai dengan tujuan penelitian walaupun tanpa perlakuan pembelajaran yang
yang ingin melihat dampak penerapan dilakukan (Darhim, 2004: 64). Sampel dalam

Kelas Eksperimen OX1O


Pretes Perlakuan Postes
Kelas Kontrol OX O
Pretes Ekspositori Postes

Gambar 2
Desain Penelitian

Studi Pendahuluan Penyusunan instrumen Analisis


& validasi ahli instrumen

Pemilihan kelas Dokumentasi nilai Uji coba


(eksperimen & kontrol) siswa kelas XI SMA A instrumen

Pretes &angket sikap Proses Belajar Postes &angket sikap


matematis siswa Mengajar matematis siswa

Penyusunan & Analisis Wawancara


Diseminasi hasil data siswa

Gambar 3
Tahapan-Tahapan Penelitian

107
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

penelitian ini dipilih dua kelas yang memiliki sedang dan rendah. Data kemampuan awal
kemampuan awal sama dari delapan kelas XI matematis diambil dari rata-rata nilai dua
secara purposive sampling. Masing-masing ulangan sebelumnya, UTS dan UAS siswa
berjumlah 34 siswa. Alasan pemilihan sampel tersebut. Bobot masing-masing nilai tersebut
di kelas XI karena materi yang diperkirakan berturut-turut 20%, 30% dan 50%. Setelah
cocok dengan model pembelajaran terutama terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan
materi suku banyak. Pemilihan materi suku uji homogenitas, diperoleh bahwa kedua
banyak karena banyaknya aturan-aturan kelas sampel tersebut berdistribusi normal
dalam materi tersebut yang sangat diperlukan dan homogen sehingga untuk pengujian
pada model pembelajaran yang diterapkan. hipotesis digunakan uji t. Berdasarkan hasil
Penelitian dilaksanakan sebanyak tujuh uji t, menunjukkan bahwa tidak terdapat
kali pertemuan. Lima pertemuan digunakan perbedaan rata-rata yang signifikan antara
untuk menyampaikan materi, pertemuan kedua kelas. Hal ini yang digunakan sebagai
pertama dan terakhir digunakan untuk dasar asumsi bahwa kelas eksperimen dan
pretes-postes. Adapun tahapan-tahapan yang kelas kontrol memiliki kemampuan awal
dilakukan pada penelitian ini disajikan pada matematis yang sama.
Gambar 3. Selanjutnya pengelompokan siswa
Metode penelitian yang dilakukan berdasarkan kategori KAM sebagaimana
untuk memperoleh data meliputi metode disampaikan menurut Saragih (2011) yang
tes, dokumentasi, angket dan wawancara. didasarkan pada rataan () dan simpangan
Sedangkan instrumen yang dikembangkan baku (s), yakni:
dalam penelitian ini terdiri dari lima macam KAM + s : siswa level KAM tinggi
instrumen, yakni bahan ajar, instrumen tes
- s KAM < + s: siswa level KAM sedang
kemampuan penalaran matematis, lembar
pengamatan kinerja guru, lembar penilaian KAM - s : siswa level KAM rendah.
aktivitas siswa, dan instrumen wawancara Penentuan rataan () dan simpangan baku
yang telah divalidasi oleh ahli. (s) yang digunakan diperoleh dari gabungan
data semua sampel penelitian, bukan rataan ()
dan simpangan baku (s) tiap masing-masing
Hasil dan Pembahasan
kelas. Hal ini dilakukan supaya diperoleh
Analisis data yang dilakukan pertama
patokan yang sama dalam penentuan kriteria.
adalah kemampuan awal matematis.
Berdasarkan kriteria di atas diperoleh
Kemampuan awal matematis digunakan
komposisi pengelompokan KAM baik pada
untuk mengetahui keadaan awal kelas sampel
kelas eksperimen maupun kelas kontrol
yang memiliki kemampuan sama, sekaligus
dengan = 47.96 dan s = 13.64 yang dapat
untuk mengelompokkan siswa dalam
dilihat pada Tabel 2 berikut.
analisis data berdasarkan kategoritinggi,

Tabel 2
Komposisi Anggota Sampel
Kelas
KAM
Eksperimen Kontrol Jumlah
Tinggi 7 4 11
Sedang 21 24 45
Rendah 6 6 12
Total 34 34 68

108
Ali Shodikin, Strategi Abduktif-Deduktif pada Pembelajaran Matematika

Tabel 3
Deskripsi Statistik Data Kemampuan PenalaranMatematis Siswa
Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis
Jenis Kelas Penelitian
KAM Data Stat. Eksperimen Kontrol
Kemampuan pretes postes <g> pretes postes <g>
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tinggi 2.86 30.00 0.73 6.25 30.00 0.71
s 2.67 5.63 0.16 6.29 5.48 0.13
n 7 7 7 4 4 4
Kemampuan Penalaran

Sedang 1.33 25.81 0.63 2.29 15.88 0.37


s 1.42 6.00 0.16 3.25 7.30 0.17
n 21 21 21 24 24 24
Rendah 1.83 13.67 0.31 1.67 12.83 0.29
s 1.33 10.38 0.26 0.82 6.56 0.16
n 6 6 6 6 6 6
Keseluruhan 1.74 24.53 0.60 2.65 17.00 0.39
s 1.78 8.53 0.22 3.59 8.42 0.20
n 34 34 34 34 34 34

Pemilihan sampel penelitian berdasarkan analogi, dan generalisasi; (4) serta menyusun
kemampuan awal matematisnya dan kategori pembuktian langsung.
KAM. Analisis kemampuan awal penalaran Berdasarkan hasil perhitungan yang
matematis antara kelas yang memperoleh dilakukan terhadap peningkatan kemampuan
pembelajaran dengan strategi abduktif- penalaran matematis diperoleh nilai rata-rata
deduktif dan kelas yang memperoleh berdasarkan kelas penelitian (eksperimen dan
pembelajaran ekspositori tidak memiliki kontrol) dan KAM (tinggi, sedang, rendah).
perbedaan kemampuan awal penalaran Untuk lebih jelasnya disajikan pada diagram
matematis, baik ditinjau dari keseluruhan batang berikut.
maupun berdasarkan kategori KAM (tinggi, Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bah
sedang, rendah). Lebih jauh dicermati, rata- wa siswa yang memperoleh pembelajaran
rata skor pretes kedua kelas sampel penelitian dengan strategi abduktif-deduktif (kelas
sebagai indikator kemampuan awal penalaran eksperimen) menunjukkan rata-rata pe
terlihat masih sangat jauh dari skor ideal 40, ningkatan kemampuan penalaran matematis
yakni 1.74 dan 2.65. Berdasarkan temuan yang lebih besar daripada siswa yang
penelitian dapat disimpulkan bahwa kedua memperoleh pembelajaran ekspositori
kelas sampel penelitian memang belum (kelas kontrol).Ditinjau dari kategori
mendapatkan materi suku banyak sebagai KAM (tinggi, sedang, rendah), semakin
materi yang diajarkan dalam penelitian ini tinggi tingkat KAM siswa semakin besar
dan perlu ditingkatkan kemampuannya. pula rata-rata peningkatan kemampuan
Dalam penelitian ini secara spesifik penalaran matematisnya.Selain itu, siswa
indikator kemampuan penalaran matematis yang memperoleh pembelajaran dengan
difokuskan pada empat keterampilan yakni strategi abduktif-deduktif menunjukkan
(1) menarik simpulan secara logis; (2) peningkatannya lebih besar dari siswa yang
memperkirakan jawaban dan proses solusi; memperoleh pembelajaran ekspositori, baik
(3) menggunakan pola dan hubungan untuk pada kategori KAM tinggi, sedang maupun
menganalisis situasi matematik, menarik rendah.

109
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

0.8
0.73 0.71
0.7
0.63
0.6
0.6

0.5

0.37 0.39
0.4
0.31 0.29
0.3

0.2

0.1

0
Eksperimen Kontrol
Tinggi Sedang Rendah Keseluruhan

Gambar
Gambar 4 4
Diagram BatangSkor
Diagram Batang Skor NGain
NGain Kemampuan
Kemampuan Penalaran
Penalaran

Namun demikian, untuk menunjukkan Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa


peningkatan kemampuan penalaran mana secara keseluruhan nilai sig. (1 tailed) < 0,05,
yang lebih baik, perlu dilakukan uji sehingga Ho ditolak. Ini berarti rata-rata
perbedaan rata-rata.Sebelum melakukan uji peningkatan kemampuan penalaran mate
perbedaan rata-rata, dilakukan uji normalitas matis siswa yang mendapatkan pembelajaran
dan uji homogenitas varian kedua kelompok dengan strategi abduktif-deduktif (kelas
data untuk menentukan uji statistik yang eksperimen) lebih baik daripada siswa yang
sesuai.Digunakan uji-t untuk kelompok data mendapatkan pembelajaran ekspositori (kelas
yang berdistribusi normal dan homogen. kontrol). Dilihat lebih rinci berdasarkan
Sedangkan untuk kelompok data yang kategori KAM, hanya pada KAM kategori
berdistribusi tidak normal digunakan uji sedang yang menunjukkan peningkatan
Mann-Whitney U (uji non-parametrik). kemampuan penalaran matematis siswa
Kriteria yang digunakan dalam uji ini adalah yang mendapatkan pembelajaran dengan
jika diperoleh nilai sig. (1 tailed) > ( = strategi abduktif-deduktif (kelas eksperimen)
0,05), maka Ho diterima. Hasil uji perbedaan juga lebih baik daripada siswa yang
rata-rata ditunjukkan pada tabel berikut. mendapat pembelajaran ekspositori (kelas
kontrol). Sedangkan pada kategori KAM

Tabel 4
Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis
Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM)
KAM Perbandingan t Mann-Whitney U Sig. Sig. Ho
Rata-rata (E:K) (2 tailed) (1 tailed)
Tinggi 0.73 : 0.71 - 13 0.850 0.425 Terima
Sedang 0.63 : 0.37 5.366 - 0.000 0.000 Tolak
Rendah 0.31 : 0.29 0.162 - 0.874 0.437 Terima
Keseluruhan 0.60 : 0.39 - 283,5 0.000 0.000 Tolak
Ho: Rata-rata peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa kelas eksperimen lebih rendah atau sama
dengan pada kelas kontrol.

110
Ali Shodikin, Strategi Abduktif-Deduktif pada Pembelajaran Matematika

tinggi dan rendah, rata-rata peningkatan kategori KAM tinggi, kesamaan hasil yang
kemampuan penalaran matematis siswa yang diperoleh dalam peningkatan kemampuan
mendapatkan pembelajaran dengan strategi penalarannya karena pada siswa dengan KAM
abduktif-deduktif (kelas eksperimen) sama baik cenderung memiliki motivasi besar
dengan siswa yang mendapat pembelajaran dan kemampuan menerima pelajaran yang
ekspositori (kelas kontrol). sudah baik pula, sehingga meskipun dengan
Temuan tes tersebut didukung pula oleh pembelajaran yang kurang mendukung
hasil pengamatan aktivitas siswa.Rata-rata sekalipun tetap bisa memperoleh hasil yang
persentase aktivitas siswa yang memperoleh baik. Sedangkan pada siswa dengan kategori
pembelajaran dengan strategi abduktif- KAM rendah, kesamaan hasil yang diperoleh
deduktif lebih unggul meskipun selisihnya dalam peningkatan kemampuan penalaran
juga relatif kecil (0,2%). Hasil pengamatan pada pembelajaran dengan strategi abduktif-
tersebut memperlihatkan kecenderungan deduktif dan pembelajaran ekspositori
bahwa kemampuan maupun peningkatan dimungkinkan karena pada siswa dengan
kemampuan penalaran matematis siswa yang KAM rendah cenderung memiliki motivasi
memperoleh pembelajaran dengan strategi dan kemampuan menerima pelajaran
abduktif-deduktif lebih baik dibandingkan yang kurang, sehingga meskipun dengan
siswa yang memperoleh pembelajaran pembelajaran yang mendukung sekalipun
ekspositori, tidak muncul secara tiba-tiba tetap memperoleh hasil yang kurang. Dengan
pada saat dilakukan tes. kata lain pada KAM tinggi dan rendah, tinggi
Analisis yang lebih rinci dilihat dan rendahnya peningkatan kemampuan
berdasarkan kriteria KAM, hanya pada penalaran tidak dikarenakan pembelajaran
kriteria KAM sedang yang menunjukkan yang dilakukan.
bahwa kedua pendekatan pembelajaran Peningkatan kemampuan penalaran
ini memiliki kemampuan penalaran yang matematis siswa dipengaruhi oleh
berbeda signifikan, sedangkan pada kriteria pembelajaran dan KAM. Oleh karena itu,
KAM tinggi dan rendah tidak terdapat perlu dilakukan analisis lanjutan untuk
perbedaan yang signifikan. Demikian pula mengetahui interaksi pembelajaran dan
diperoleh hasil yang sama dari analisis KAM tersebut berkontribusi signifikan
peningkatan kemampuan penalaran pada terhadap peningkatan kemampuan penalaran
kategori KAM sedang, peningkatan matematis. Pengujian hipotesis tersebut
kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan uji anava dua jalur (two way
mendapatkan pembelajaran dengan strategi anova).Ringkasan hasil uji interaksi tersebut
abduktif-deduktif lebih baik daripada siswa disajikan pada Tabel 5 berikut.
yang mendapat pembelajaran ekspositori. Berdasarkan tabel hasil uji interaksi
Sedangkan pada kategori KAM tinggi dan di atas, diperoleh nilai sig. > 0,05 untuk
rendah, peningkatan kemampuan penalaran faktor pembelajaran (kelas), sehingga Ho
matematis siswa yang mendapatkan diterima. Sedangkan pada faktor KAM
pembelajaran dengan strategi abduktif- diperoleh nilai sig. < 0,05 sehingga Ho
deduktif sama dengan siswa yang mendapat ditolak. Kesimpulannya adalah terdapat
pembelajaran ekspositori. perbedaan peningkatan kemampuan
Hal ini menunjukkan bahwa pembelajar penalaran matematis didukung oleh faktor
an dengan strategi abduktif-deduktif telah KAM. Selanjutnya diperoleh pula nilai sig.
memfasilitasi dengan baik siswa dengan < 0,05 untuk Kelas * KAM, sehingga Ho
kategori KAM sedang sehingga mampu ditolak. Kesimpulannya terdapat perbedaan
meningkatkan kemampuan penalaran mate yang signifikan faktor interaksi pembelajaran
matisnya. Sedangkan pada siswa dengan dengan KAM terhadap peningkatan

111
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

Tabel 5
Hasil Uji Interaksi antara Pembelajaran dan KAM
terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis
Type III Sum of Mean Ho
Source Squares df Square F Sig.
Kelas .118 1 .118 3.932 .052 Terima
KAM .950 2 .475 15.797 .000 Tolak
Kelas * KAM .222 2 0.111 3.686 .031 Tolak
R Squared = .492 (Adjust-
ed R Squared = .451)

Ho: tidak terdapat perbe-


daan signifikan terhadap
peningkatan kemampuan
penalaran

kemampuan penalaran matematis siswa. Interaksi antara pembelajaran (kelas) dan


Dengan kata lain peningkatan kemampuan KAM juga dapat dilihat dari grafik interaksi
penalaran matematis disebabkan oleh berikut.
interaksi antara pembelajaran dan KAM.

Gambar 5
Grafik Interaksi antara Pembelajaran dan KAM
terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

Berdasarkan gambar 5 terlihat grafik pe tinggi dan rendah terlihat bahwa kedua grafik
ningkatan kemampuan penalaran matematis terkesan saling mendekati dan menuju titik
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan yang sama, sehingga dapat diartikan pada
strategi abduktif-deduktif (kelas eksperimen) kategori KAM tinggi dan rendah peningkatan
selalu berada di atas grafik peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang
kemampuan penalaran matematis siswa mendapatkan pembelajaran dengan strategi
yang memperoleh pembelajaran ekspositori abduktif-deduktif (kelas eksperimen) sama
(kelas kontrol). Namun pada kategori KAM dengan siswa yang mendapat pembelajaran

112
Ali Shodikin, Strategi Abduktif-Deduktif pada Pembelajaran Matematika

ekspositori (kelas kontrol). Sedangkan pada kemampuan penalaran matematika yang


kategori KAM sedang terlihat peningkatan ditingkatkan. Dalam proses pembelajaran
kemampuan penalaran matematis siswa dengan strategi abduktif-deduktif difasilitasi
yang mendapatkan pembelajaran dengan pada fase menggeneralisasi temuan-temuan
strategi abduktif-deduktif (kelas eksperimen) yang diperoleh. Kegiatan guru dalam
jauh lebih besar dibandingkan siswa yang membantu siswa menggeneralisasi temuan
mendapat pembelajaran ekspositori (kelas yang diperoleh dalam pembelajaran, telah
kontrol). Karena peningkatan tidak berlaku membiasakan siswa untuk mampu menarik
untuk semua kategori KAM (tinggi, sedang, kesimpulan dari suatu pernyataan secara
rendah), adanya peningkatan kemampuan logis. Rasionalisasi yang dibangun untuk
penalaran matematis tidak hanya disebabkan menggeneralisasi temuan juga membantu
oleh salah satu faktor saja melainkan oleh siswa dalam menyusun pembuktian secara
interaksi antara pembelajaran dan KAM. langsung.Hal ini sesuai dengan pendapat
Artinya dalam pembelajaran kemampuan Vygotsky dalam John & Thornton, (1993)
awal matematis (KAM) harus diperhatikan. yang menjelaskan bahwa proses belajar
Kaitannya dengan interaksi, menunjukkan terjadi pada dua tahap, yakni tahap
bahwa terdapat interaksi antara pembelajaran berkolaborasi dengan orang lain dan tahap
dengan KAM terhadap peningkatan individual yang di dalamnya terjadi proses
kemampuan penalaran matematis siswa. internalisasi. Selama proses interaksi terjadi
Selanjutnya selisih peningkatan kemampuan baik antara guru-siswa maupun antar siswa,
penalaran matematis antar KAM tinggi- kemampuan yang dikembangkan yakni saling
sedang-rendah pada pembelajaran dengan menghargai, menguji kebenaran pernyataan
strategi abduktif-deduktif berbeda secara pihak lain, bernegosiasi, dan saling
signifikan dibandingkan pada pembelajaran mengadopsi pendapat yang berkembang.
ekspositori. Berarti terdapat interaksi Indikator menyusun pembuktian secara
antar pasangan KAM, baik tinggi dengan langsung selanjutnya dikuatkan pada fase
sedang, tinggi dengan rendah maupun pembahasan strategi masalah yang lebih
sedang dengan rendah terhadap peningkatan banyak, pada fase ini ditampilkan beberapa
kemampuan penalaran matematis siswa. masalah lain yang memperkaya kemampuan
Secara umum dapat dikatakan bahwa siswa penalaran siswa diantaranya soal yang
yang mendapatkan pembelajaran dengan menyangkut pembuktian secara langsung.
strategi abduktif-deduktif telah mampu Setidaknya pembahasan masalah yang
menunjukkan peningkatan kemampuan lebih banyak akan lebih mengarahkan pada
penalaran matematis lebih baik dibandingkan tiga tingkatan berpikir matematik yakni
dengan siswa yang mendapat pembelajaran reproduksi, koneksi dan analisis (Shafer &
ekspositori. Foster, 1997). Penelitian Csapo (1997) juga
Berbagai alasan dapat ditemukan untuk menunjukkan bahwa adanya interaksi yang
memperkuat hasil analisis tersebut. Uraian tinggi antara kemampuan (induktif) dengan
mengenai beberapa hal yang tampaknya pengetahuan terapan.
dapat mempengaruhi peningkatan kemam Dibandingkan dengan pembelajaran
puan penalaran matematis siswa yang ekspositori, dimungkinkan pula diperoleh
mendapatkan pembelajaran dengan strategi soal juga yang menyangkut pembuktian
abduktif-deduktif lebih baik dibandingkan secara langsung sehingga ada kemungkinan
dengan siswa yang mendapat pembelajaran kesempatan dalam kemampuan membuktikan
ekspositori disajikan sebagai berikut. memiliki kemampuan yang sama. Namun
Kemampuan menarik kesimpulan secara beda halnya dalam kemampuan menarik
logis yang merupakan indikator dalam kesimpulan secara logis, karena materi

113
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

disampaikan oleh guru, kesempatan siswa dingkan pembelajaran ekspositori dalam


dalam mengembangkan kemampuan menarik memfasilitasi berkembangnya kemampuan
kesimpulan semakin sedikit dan tidak terasah. penalaran siswa sebagaimana diungkapkan
Fase menganalisis dan mengevaluasi di atas menguatkan bahwa kemampuan
proses pada pembelajaran dengan strategi pembelajaran dengan strategi abduktif-
abduktif-deduktif, dimana tahapannya guru deduktif lebih baik dibandingkan pembe
mengarahkan siswa untuk dapat menemukan lajaran ekspositori dalam peningkatan
sendiri solusi dari informasi yang telah dimiliki kemampuan penalaran siswa.
oleh siswa. Guru mendorong siswa untuk
melakukan transactive reasoning seperti Kesimpulan dan Saran
mengkritik, menjelaskan, mengklarifikasi, Berdasarkan hasil penelitian dan
menjastifikasi dan mengelaborasi suatu pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan
gagasan yang diajukan, baik yang diinisiasi bahwa peningkatan kemampuan penalaran
oleh siswa maupun guru. Guru membantu matematis siswa yang mendapatkan
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran dengan strategi abduktif-
bahan-bahan untuk presentasi dan diskusi. deduktif lebih baik daripada siswa yang
Kesempatan menjelaskan gagasan ini menjadi mendapat pembelajaran ekspositori secara
salah satu faktor pendukung peningkatan keseluruhan.Dilihat lebih rinci berdasar
kemampuan penalaran siswa (Baig & Halai, kategori KAM, hanya pada kategori KAM
2006). sedang yang menunjukkan peningkatan
Dalam tahapan ini, guru juga membantu kemampuan penalaran matematis siswa
siswa untuk melakukan refleksi terhadap yang lebih baik.Sedangkan pada kategori
proses investigasinya dan proses-proses KAM tinggi dan rendah, kedua pembelajaran
lainnya yang digunakan dalam menyelesaikan tidak menunjukkan peningkatan kemampuan
masalah, memberikan pembiasaan bagi siswa penalaran matematis siswa yang berbeda
dalam kemampuan memperkirakan jawaban secara signifikan.Interaksi antara
dan proses solusi serta menggunakan pola pembelajaran (dengan strategi abduktif-
dan hubungan untuk menganalisis situasi deduktif dan ekspositori) dan KAM
matematik, menarik analogi dan generalisasi. terhadap peningkatan kemampuan penalaran
Dengan proses investigasi terhadap matematis juga menunjukkan pengaruh yang
obyek-obyek, perbandingan sistemik signifikan.
dan analisis terhadap keserupaan atau Berdasarkan simpulan di atas, dalam
ketidakserupaan (pola) akan meningkatkan pembelajaran matematika kemampuan
kemampuan penalaran siswa Christon awal matematis (KAM) siswa perlu diper
& Papageorgion(2006). Dibandingkan timbangkan. Peneliti merekomendasikan
dengan pembelajaran ekspositori di setiap kepada guru untuk menggunakan pembel
fasenya dimana guru menyajikan bahan ajaran dengan strategi abduktif-deduktif untuk
dengan cara memberikan ceramah atau materi-materi dengan karakteristik abduktif-
anak didik membaca bahan yang telah deduktif untuk meningkatkan kemampuan
disiapkan dari buku teks atau bahan ajar matematis khususnya kemampuan penalaran.
tertentu tidak mengembangkan kemampuan Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut
memperkirakan jawaban dan proses solusi untuk pengembangan pembelajaran dengan
serta menggunakan pola dan hubungan untuk strategi abduktif-deduktif pada materi lain
menganalisis situasi matematik, menarik yang sesuai dengan karakteristik abduktif-
analogi dan generalisasi. deduktif seperti program linier, logaritma,
Melihat kelebihan dari pembelajaran dan trigonometri. Perlu juga penerapannya
dengan strategi abduktif-deduktif diban diperluas pada tingkatan sekolah seperti SMK

114
Ali Shodikin, Strategi Abduktif-Deduktif pada Pembelajaran Matematika

dan SMP. Perluasan kajian dan penelitian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
untuk peningkatan kemampuan matematis John, G.A., & Thornton, C.A. (1993).
lain dengan menggunakan pembelajaran Vygotsky Revisited: Nurturing Young
dengan strategi abduktif-deduktif juga Childrens Undersanding of Number. Focus
bisa dilakukan. Sebagai pembanding on Learning Problems in Mathematics,
perlu dilakukan penelitian pula tentang 15, 18-28.
perbandingan dengan strategi induktif, Kusnandi (2008a). Pembelajaran Matematika
deduktif, induktif-deduktif atau perluasan dengan Strategi Abduktif-Deduktif untuk
lainnya. Menumbuhkembangkan Kemampuan
Membuktikan pada Mahasiswa.Disertasi.
Daftar rujukan Bandung: Universitas Pendidikan
Aliseda, A. (2007). Abductive Reasoning: Indonesia.
Challenges Ahead. Theoria, 60, 261-270. Kusnandi (2008b). Kerangka Kerja Teoritis
Ansjar, M. & Sembiring.(2000). Hakikat Pembuktian Matematika untuk Mahasiswa
Pembelajaran MIPA dan Kiat S1. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif
Pembelajaran Matematika di Perguruan Internal UPI.
Tinggi. Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Mullis, I., Martin, M.O., Ruddock, G.J.,
Pendidikan Nasional. OSullivan, C.Y., & Preuschoff, C. (2000).
Baig, S. & Halai, A. (2006).Learning TIMMS 1999: International Mathematics
Mathematical Rules with Reasoning. Report. Boston: The International Study
Eurasia Journal of Mathematics, Science Boston College.
and Technology Education, 2, 15-39. Murni, A. (2013). Peningkatan Kemampuan
Balitbang.(2011). Laporan Hasil TIMMS Pemecahan Masalah dan Representasi
2011. Jakarta: Kemendikbud. Matematis Siswa SMP Melalui
Chiston, C. & Papageorgiau, E. (2006).A Pembelajaran Metakognitif Berbasis
Framework of Mathematics Inductive Softskill.Disertasi.Bandung: Universitas
Reasoning.Journal Learning and Pendidikan Indonesia.
Instruction. Cyprus, Elsevier, 17. National Council of Teacher of Mathematics
Csapo, B. (1997). The Development of (NCTM).(2000). Principles and Standards
Inductive Reasoning: Cross-Sectional for School Mathematics. USA: NCTM.
Assessment in an Educational Contect. Nizar, A. (2007). Kontribusi Matematika
International Journal of Behavioral dalam Membangun Daya Nalar dan
Development. 20 (4), 609-626. Komunikasi Siswa.Jurnal Pendidikan
Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Inovatif. 2 (2), 74-80.
Matematika Kontekstual terhadap Rahayu, S.H. (2013). Kemampuan
Hasil Belajar Matematika Sekolah Pemahaman dan Penalaran Matematis
Dasar.Disertasi. Bandung: Universitas dalam Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Pendidikan Indonesia. dengan Penguatan E-Learning Berbasis
Henningsen, M., & Stein, M.K. (1997). Aplikasi Moodle.Tesis.Bandung:
Mathematical Tasks and Student Universitas Pendidikan.
Cognition: Classroom-Based Factors Saragih, S. (2011).Penerapan Pembelajaran
That Support and Inhibit High-Level Matematika Realistik dan Kelompok
Mathematical Thinking and Reasoning. Kecil untuk Meningkatkan Kemampuan
Journal for Research in Mathematics Keruangan, Berpikir Logis dan Sikap
Education, 28, 524-549. Positif terhadap Matematika Kelas
Hudojo, H. (1990). Matematika dan VIII.Disertasi.Bandung: Universitas
Pelaksanaannya di Depan Kelas. Jakarta: Pendidikan Indonesia

115
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 2, Juli 2014

Shafer, M.C. & Foster, S. (1997). The Sun, Z., Finnie, G. & Weber, K. (2005).
Changing Face of Assessment.Principled Abductive Case Based Reasoning.
Practice in Mathematics and Sciene, 1(2), International Journal of Intelligent
1-7. Systems.20(9), 957-983.
Shodikin, A. (2013). Abductive-Deductive Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan
Strategy: How To Apply It In Improving Pembelajaran Tidak Langsung serta
Student Mathematics Literacy In Junior Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak
High School?.International Seminar on Langsung dalam Rangka Meningkatkan
Mathematics, Science, and Computer Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat
Science Education.Bandung. 19 Oktober Tinggi Siswa SLTP.Disertasi. Bandung:
2013. Universitas Pendidikan Indonesia.
Shodikin, A. (2014). Penerapan TIMMS.(2011). Overview TIMSS and PIRLS
Pembelajaran Matematika dengan 2011 Achievement.Lynch School of
Strategi Abduktif-Deduktif terhadap Education, Boston College: TIMSS and
Peningkatan Kemampuan Penalaran, PIRLS.
Problem Solving dan Disposisi Matematis Wahyudin.(1999). Kemampuan Guru
Siswa SMA.Tesis. Bandung: Universitas Matematika, Calon Guru Matematika, dan
Pendidikan Indonesia. Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika.
Sumarmo, U. (2013). Kumpulan Makalah: Disertasi. Bandung: IKIP Bandung.
Berpikir dan Disposisi Matematik serta
Pembelajarannya. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.

116

Vous aimerez peut-être aussi