Vous êtes sur la page 1sur 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE MYELOGENOUS LEUKIMIA (AML)

DI RUANG 25 RS dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH
RUDI ADI WINOTO
NIM.14.1.105

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN MALANG
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE MYELOGENOUS LEUKIMIA (AML)

A. Definisi
Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia (ANLL atau AML) adalah salah
satu jenis leukemia; dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid
(ditemukannnya sel mieloid : granulosit, monosit imatur yang berlebihan). AML
meliputi leukemia mieloblastik akut, leukemia monoblastik akut, leukemia mielositik
akut, leukemia monomieloblastik, dan leukemia granulositik akut.
Acute myeloid leukaemia (AML), yaitu leukemia yang terjadi pada seri
myeloid, meliputi (neutrofil, eosinofil, monosit, basofil, megakariosit dan lain - lain).
Di negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32% dari seluruh kasus
leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada anak
(15%). (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV.1234).

B. Etiologi
Sebagian besar kasus, etiologi AML tidak diketahui. Meskipun demikian ada
beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor
predisposisi AML, seperti :
a. Genetik
Adanya penyimpangan kromosom
Insidensi leukimia meningkat pada penderita kelainan konginetal
diantaranya pada sindroma down, sindroma bloom. Kelainan-kelianan
konginetal ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen,
misalnya pada kromosom 21 atau C-group trisomy atau pola kromosom
yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
Saudara Kandung
Adanya resiko leukimia akut yang tinggi pada kembar identik dimana
kasus-kasus leukimia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran.
Faktor lingkungan
Beberapa faktor lingkungan diketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom misalnya radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meingkat pada leukimia akut.
Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukimia pada hewan.penelitian pada manusia menemukan
adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukimia tapi tidak
ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukimia pada hewan (Wernik,
1985).
Bahan kimia
Paparan kronis bahan kimia dihubungkan dengan peningkatan insidensi
leukimia akut misalnya tukang sepatu yang sering terpapar benzen (Wernix,
1985). Selain benzen beberapa bahan lain yang duhubungkan dengan AML
adalah produk-produk minyak cat, ethylene oxide, herbisida, peptisida.
Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik dapat mengakibatkan penyimpangan
kromosom yang menyebabkan AML kloramfenikol, fenilbutazon dan
methoxypsoralen menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun
menjadi AML.
Radiasi
Hubungan yang erat anatara radiasi dan leukimia ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi.

C. Klasifikasi
a. Mo
Merupakan bentuk yang paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai
AML dengan diferensiasi minimal.
b. M1 (Acute Myeloid Leukimia tanpa maturasi)
Merupakan leukimia mieoblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus
AML.

c. M2 (Akut Myyeloid Leukimia)


Sel leukimia pada M2 memperlihatkan kematangan secara morfologi berbeda
dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang
berjumlah lebih dari 10%.
d. M3 (Acute Promyelocitic Leukimia)
Sel leukimia pada M3 kebanyakan adalah premielosit dengan granulasi berat.
e. M4 (Acute Myelomonocytic Leukimia)
Terlihat 2 type sel yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel leukimia lebih
dari 30% dari sel yang bukan eritrosit.
f. M5 (Acute Monocytic Leukimia)
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritrosit adalah monoblas,
promonosit, dan monosit.
g. M6 (Erythroleukimia)
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritoblas dengan derajat berbeda dari
gambaran morfologi.
h. M7 (Acute Megakaryocytic Leukimia)
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit / megakariosit.

D. Tanda dan Gejala Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia


1. Hipertrofi ginggiva
2. Kloroma spinal (lesi massa)

3. Lesi nekrotik atau ulserosa perirekal

4. Hepatomegali dan splenomegali (pada kurang lebih 50% anak)

5. Manifestasi klinik seperti ALL, yaitu :

o Bukti anemia, perdarahan, dan infeksi : demam, letih, pucat, anoreksia, petekia
dan perdarahan, nyeri sendi dan tulang, nyeri abdomen yang tidak jelas, berat
badan menurun, pembesaran dan fibrosis organ-organ sistem
retikuloendotelial (hati, limpa, dan limfonodus)

o Peningkatan tekanan intrakranial karena infiltrasi meninges : nyeri dan kaku


kuduk, sakit kepala, iritabilitas, letargi, muntah, edema papil, koma.

o Gejala-gejala sistem saraf pusat yang berhubungan dengan bagian sistem yang
terkena; kelemahan ekstremitas bawah, kesulitan berkemih, kesulitan belajar,
khususnya matematika dan hafalan (efek samping lanjut dari terapi).

E. Pathway
F. Komplikasi
1. Gagal sumsum tulang
2. Infeksi

3. Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID/DIC)

4. Splenomegali

5. Hepatomegali

G. Pemeriksaan Diagnostik Acute Nonlymphoid (myelogenous) Leukemia


1. Hitung darah lengkap (CBC)
Anak dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis, memiliki prognosis
paling baik. Jumlah leukosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang
baik pada anak sembarang umur.
2. Pungsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP.

3. Foto thoraks, untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.

4. Aspirasi sumsum tulang, ditemukannya 25% sel blast memperkuat diagnosis.

5. Pemindaian tulang atau survei kerangka, mengkaji keterlibatan tulang.

6. Pemindaian ginjal, hati, dan limpa, mengkaji infiltrat leukemik.

7. Jumlah trombosit, menunjukkan kapasitas pembekuan

H. Penatalaksaan
a. Kemoterapi
1. Fase induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkkan. Pada fase ini diberikan
terapi kortikosteroid. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah
sel muda kurang dari 5%.
2. Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytrrabine dan hydrocotison
melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukimia ke otak.
3. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis
dan mengurangi jumlah sel-sel leukimia yang beredar dalam tubuh.
b. Terapi biologis
Orang dengan jenis penyakit leukimia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui
suntikan didalan pembuluh darah balik. Terapi ini memungkinkan sistem
kekebalan untuk membunuh sel-sel leukimia di dalam darah dan sumsum tulang.
c. Terapi radiasi
Terapi radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi
tinggi untuk membunuh sel-sel leukimia.
d. Transplantasi sel induk
Transplantasi sil induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang
tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel
leukimia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang tulang. Kemudian
pasien akan mendapatkan sel-sel induk yang sehat melalui tabung fleksibel yang
dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah
yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk hasil transplantasi ini.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia
Pucat
Kelemahan
Sesak
Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
Demam
Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola
Limfadenopati
Hepatomegali
Splenomegali
e. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia
Ptechiae
Purpura
Perdarahan membrane mukosa
f.
f. Kaji adanya
Hematuria
Hipertensi
Gagal ginjal
Inflamasi disekitar rectal
Nyeri

2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi b/d pertahanan sekunder yang tidak adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan anak terhindar dari
infeksi
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
a. Monitor suhu badan
R/ hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi
b. Cegah menggigil : tingkatkan cairan
R/ membantu menurunkan demam yang menambah ketidakseimbangan cairan
c. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung
R/ mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
d. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
R/ meningkatkan energi
e. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan
R/ meningkatkan pembentukan antibodi dan mencegah dehidrasi

f. Kolaborasi : pemberian antibiotik sesuai indikasi


R/ meminimalkan sumber potensial kontaminasi bakterial.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d pembesaran organ atau nodus limfe
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang
Kriteria hasil :
a. Menyatakan nyeri hilang timbul
b. Tampak rileks dan mampu beristirahat dengan tenang
Intervensi :
a. Mengkaji skala nyeri
R/ dapat mengindikasi terjadinya komplikasi
b. Monitor tanda-tanda vital
R/ mengevaluasi keadaan umum pasien
c. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
R/ meningkatkan istirahat
d. Dorong pasien menggunakan teknik relaksasi nafas dalam
R/ memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, mengurangi
ketegangan otot sehingga mengurangi nyeri.
e. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
R/ menurunkan nyeri

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, malaise, mual dan
muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria hasil :
Nafsu makan meningkat
BB meningkat
Intervensi :
a. Beri makan porsi kecil tapi sering
R/ memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori
b. Timbang BB
R/ untuk menentukan kebutuhan kalori

c. Observasi nafsu makan pasien


R/ porsi makan yang tidak habis menunjukkan nafsu makan belum membaik
d. Kolaborasi dengan tim ahli gizi
R/ menentukan diet yang diperoleh oleh pasien

DAFTAR PUSTAKA

Brunner& Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta :

Betz, CL & Sowden, LA. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2002.
Joyce Engel. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC. 1999
Whaleys and Wong. Essential of Pediatric Nursing. Sixth Edition. USA : Mosby. 2000.
Whaleys and Wong. Clinical Manual of Pediatric Nursing. Edisi 4. USA : Mosby. 2001.

Betz, CL & Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2. Jakarta :
EGC
Price, S. A dan wilson. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Whaley`s and Wong. 2001. Clinical Manual Of Pediatric Nursing Edisi 4. USA :Mosby
Doenges. 2001. Rencana Perawatan Maternal Untuk Perencenaan dan dokumentasi
Perawatan Klien Edisi 2. Jakarta : EGC.
Budi Santosa, 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Prima Medika

Vous aimerez peut-être aussi