Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan
oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha
tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat
iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap, proses
peradangan bisanya reda. Namun, kadang-kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu
zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari atau oleh suatu respon imun seperti asma atau
artritis rematoid. Pada kasus seperti ini, reaksi pertahanan mereka sendiri mungkin
menyebabkan luka jaringan progresif dan obat-obat antiinflamasi atau imunosupresi mungkin
diperlukan untuk memodulasi proses peradangan. Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan
mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik
bervariasi dengan tipe proses peradangan dan meliputi amin, seperti histamin dan 5-
hidroksitriptamin; lipid, seperti prostaglandin; peptida kecil, seperti bradikinin; dan peptida
besar, seperti interleukin-1. Penemuan (Mary J.Mycek, Richard A.Harvey, Pamela
C.Champe, 2001).
Kerusakan sel yang dihubungkan dengan kerja peradangan terhadap membran sel,
menyebabkan leukosit melepaskan enzim lisosom, asam arakidonat kemudian dilepaskan dari
senyawa prekursor, dan disintesis berbagai eikosanoid. Prostaglandin mempunyai efek yang
bermacam macam terhadap pembuluh darah, terhadap ujung saraf, dan terhadap sel yang
terlibat dalam peradangan. Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat terhadap
eusinofil, netrofil dan makrofag serta meningkatkan bronkokontriksi dan perubahan
permeabilitas vaskuler. Salah satu yang penting dimana mediator nyari mengakibatkan sakit
serta kerusakan tulang dan tulang rawan yang dapat menimbulkan cacat yang berat dan
dimana terjadi perubahan sistemik yang dapat mengakibatkan singkatnya kehidupan
(Katzung, B.G., 2000).
Kerusakan atau perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan akibat adanya noksi akan
membebaskan berbagai mediator dan substansi radang. Asam arakidonat mulanya merupakan
komponen normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipida, dibebaskan dari sel
penyimpan lipid oleh asil hidrolase sebagai respons adanya noksi. Asam arakidonat ini
kemudian mengalami metabolisme menjadi dua alur. Alur siklooksigenase yang
membebaskan prostaglandin, prostasiklin, tromboksan; alur lipoksigenase yang
membebaskan leukotrien dan berbagai substansi (Katzung, B.G., 2000).
II . TUJUAN PERCOBAAN
- Untuk mengetahui efek pemberian karagenan pada hewan percobaan
- Untuk mengetahui efek antiinflamasi Na diklofenak
- Untuk membandingkan efek antiinflamasi Na diklofenak dengan dosis yang berbeda
- Untuk mengetahui mekanisme karagenan dalam menimbulkan inflamasi
- Untuk mengetahui mekanisme terjadinya inflamasi
- Untuk mengetahui gejala-gejala inflamasi
Sintesis Prostaglandin
Asam arkidonat, suatu asam lemak 20-karbon adalah prekursor utama prostaglandin dan
senyawa yang berkaitan. Asam arakidonat terdapat dalam komponen fosfolipid membran sel,
terutama fosfatidil inositol dan kompleks lipid lainnya. Asam arakidonat bebas dilepaskan
dari jaringan fosfolipid oleh kerja fosfolipase A2 dan asil hidrolase lainnya, melalui suatu
proses yang dikontrol oleh hormon dan rangsangan lain. Ada dua jalan utama sintesis
eikosanoid dari asam arakidonat :
1) Jalan siklo-oksigenase
Semua eikosanoid berstruktur cincin sehingga PG, tromboksan, dan prostasiklin disintesis
melalui jalan siklooksigenase. Telah diteliti dua siklo-oksigenase : COX-1 dan COX-2. Yang
pertama bersifat ada dimana-mana dan pembentuk, sedangkan yang kedua diinduksi dalam
respons terhadap rangsangan inflamasi.
2) Jalan lipoksigenase
Jalan lain,beberapa lipoksigenase pada asam arakidonat untuk membentuk 5-HPETE, 12-
HPETE, dan 15-HPETE, yang merupakan turunan peroksidasi tidak stabil yang dikonversi
menjadi turunan hidroksilasi yang sesuai (HETEs), atau menjadi leukotrien atau lipoksin,
tergantung pada jaringan.
(Mary J.Mycek, Richard A.Harvey, Pamela C.Champe, 2001).
Efek Prostaglandin
Kebanyakan efek prostaglandin diperantarai oleh ikatanya yang luas pada berbagai reseptor
membran yang berbeda yang beroperasi melalui protein G, yang kemudian menginaktivasi
atau menghambat adenilil siklase atau merangsang fosfolipase C. Hal ini menyebabkan
peningkatan pembetukan diasilgliserol dan inositol-1, 4, 5-trifosfat (IP3), Leukotrien dan
tromboksan A2 memperantarai efek-efek tertentu dengan jalan mengaktivasi metabolisme
fosfatidilinisitol dan menyebabkan peningkatan Ca intraselular.
(Mary J.Mycek, Richard A.Harvey, Pamela C.Champe, 2001).
Penggolongan prostaglandin ada tiga, yaitu :
1. Prostaglandin A-F (PgA-PgF), yang dapat dibentuk oleh semua jaringan. Yang terpenting
adalah PgE2 dan PgF2. Setiap Pg memiliki nomor sebanyak jumlah ikatan tak jenuhnya, jika
perlu dengan tambahan alfa atau betha tergantung dari posisi rantai sisinya dalam ruang.
Contohnya, PgE2a adalah stereoisomer alfa dengan 2 ikatan tak jenuh. Zat-zat ini berdaya
vasodilatasi dan meningnkatkan permeabilitas dinding pembuluh dan membrane sinovial,
sehingga terjadi radang dan rasa nyeri.
2. Prostacyclin (PgI2) dibentuk terutama didinding pembuluh. Berdaya vasodilatasi dan
antitrombotis, juga memiliki efek protektif terhadap mukosa lambung. Pada perokok dan
pasien tukak lambung produksi PgI2 menurun.
3. Tromboxan (TxA2, TxB2) khusus dibentuk dalam trombosit. Berdaya vasokontriksi
(antara lain dijantung) dan menstimulasi agregasi pelat darah (trombosit). Dalam otak,
prostaglandin dibentuk sebagai reaksi terhadap zat-zat pirogen berasal dari bakteri (infeksi).
Pg ini menstimulasi pusat regulasi suhu dihipotalamus dan menimbulkan demam (Tan.H.T,
2002).
Pengobatan
Obat antiradang merubah respon peradangan menjadi penyakit, tapi tidak menyembuhkan
ataupun meghilangkan penyebab penyakit itu sendiri. Obat antiradang yang ideal harus
bekerja terhadap radang yang tak terkendalikan dan merusak, serta tidak mempengaruhi
respons peradangan yang normal yang merupakan bagian dari mekanisme pertahanan tubuh
yang vital terhadap mikroorganisme yang menyerang dan pengaruh buruk lingkungan yang
lain .
(Hamor, G.H., 1996).
Uji utama yang sering dipakai dalam menapis zat antiradang nonsteroid baru, mengukur
kemampuan suatu senyawa untuk mengurangi edema lokal pada cengkeraman tikus yang
disebabkan oleh suntikan zat pengiritasi karagenan, yaitu suatu mukopolisakarida yang
diperoleh dari lumut laut Irlandia, Chondrus crispus. Zat antiradang yang paling banyak
digunakan di klinik untuk menekan edema macam ini. Sifat antiradang indometasin, yaitu zat
antiradang nonsteroid yang banyak dipakai, pada mulanya ditentukan oleh uji karagenan.
(Hamor, G.H., 1996).
Urutan peristiwa dalam edema akibat karagenan pada cengkeraman tikus telah dirancang.
Mediator edema yang pertama-tama yaitu histamin dan serotonin, diikuti oleh fase kedua,
yaitu pelepasan kinin yang mempertahankan peningkatan kepermeabelan pembuluh darah. Ini
diikuti oleh fase ketiga, yaitu pelepasan prostaglandin yang bersamaan dengan migrasi
leukosit ke lokasi radang. Zat antiradang nonsteroid menekan migrsi ini. Pengaktifan dan
pelepasan semua mediator yang telah disebutkan di atas, tergantung pada sistem komplemen
yang utuh.
(Hamor, G.H., 1996).
DIKLOFENAK
Diklofenak adalah derivat sederhana dari phenilacetic acid (asam fenilasetat) yang
menyerupai flurbiprofen dan meclofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase
yang relatif nonselektif dan kuat, juga mengurangi bioavailibilitas asam arakidonat. Obat-
obat ini memiliki sifat antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik yang biasa. Obat-obat ini cepat
diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavailibilitas sistemiknya hanya antara 30-70
% karena metabolisme lintas pertama.. Obat ini mempunyai waktu paruh 1-2 jam. Seperti
flurbiprofen ia menumpuk di dalam cairan sinovial, dengan waktu paruh 2-6 jam dalam
kompartemen ini. Metabolisme berlangsung dengan CYP3A4 dab CYP2C9 menjadi
metabolit tidak aktif, jadi disfungsi ginjal tidak mempengaruhi klirens secara nyata. Klirens
empedu bisa mencapai 30 % dari klirens total (Danile E.Furst, Tino Munster,2002).
Efek-efek yang tidak diinginkan bisa terjadi pada kira-kira 20 % dari pasien dan meliputi
distres gastrointestinal, pendarahan gastrointestinal yang terselubung dan timbulnya ulserasi
lambung, sekalipun timbulnya ulkus lebih jarang terjadi daripada dengan beberapa AINS
lainnya. Sebuah kombinasi antara diklofenak dan mesoprostol mengurangi ulkus pada
mengurangi ulkus pada gastrointestinal bagian atas tetapi bisa mengakibatkan diare.
Peningkatan serum aminotransferase lebih umum bisa terjadi dengan obat ini dari pada AINS
lainnya. Tersedia suatu diklofenak oftalmikum yang dianjurkan untuk pencegahan inflamasi
mata pascaoperasi. Di Eropa, diklofenak juga di dapat sebagai preparat dermatologis dan juga
untuk pemberian intramuskular (Danile E.Furst, Tino Munster,2002).
Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID
(Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat
analgesic (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi(anti radang). Istilah
non steroid digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga
memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika. Mekanisme
kerja NSAID didasarkan atas penghambatan isoenzim COX-1 (cyclooxygenase-1) dan COX
(cyclooxygenase-2). Enzim cyclooxygenase ini berperan dalam memacu pembentukan
prostaglandin dan tromboksan dari arachidonic acid. Prostaglandin merupakan molekul
pembawa pesan pada proses inflamasi (radang). NSAID dibagi lagi menjadi beberapa
golongan, yaitu:
a. golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat, metal salisilat, magnesium
salisilat, dan salisilamid)
b. golongan asam arilalkonat (diantaranya diklofenak, indometasin, proglumetasin, dan
oksametasin)
c. golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya ibuprofen, alminoprofen, fenbufen,
indoprofen, naproxen, dan ketorolac)
d. golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat (diantaranya asam mefenamat, asam
flufenamat, dan asam tolfenamat)
e. golongan turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan fenazon)
f. golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan meloksikam)
g. golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib)
h. golongan sulfonanilida (nimesulide)
i. golongan lain (licofelon dan asam lemak omega 3).
Penggunaan NSAID yaitu untuk penanganan kondisi akut dan kronis dimana terdapat
kehadiran rasa nyeri dan radang. Walaupun demikian berbagai penelitian sedang dilakukan
untuk mengetahui kemungkinan obat-obatab ini dapat digunakan untuk penanganan penyakit
lainnyan seperti colorectal cancer, dan penyakit kardiovaskular. Sebagian besar NSAID
adalah asam lemah, dengan pKa 3-5, diserap baik pada lambung dan usus haluls. NSAID
juga terikat dengan baik pada protein plasma (lebih dari 95%), pada umumnya dengan
albumin. Hal ini menyebabkan volume distribusinya bergantung pada volume plasma.
NSAID termetabolisme di hati oleh proses oksidasi dan konjugasi sehingga menjadi zat
metabolit yang tidak aktif, dan dikeluarkan melalui urine atau cairan empedu (Anonim 1,
2009).
Karagenan merupakan molekul besar galaktan yang terdiri dari 100 lebih sebagai unit-unit
utamanya. Residu-residu galaktosa tersebut berikatan dengan ikatan alpha (13) dan betha (14)
secara tukar-tukar. Menurut Guiseley et.alkaragenan adalah polisakarida dengan rantai lurus
(linier) yang terdiri dari D-glukosa 3.6 anhidrogalaktosa dan ester sulfat. Berdasasrkan
kandungnan sulfatnya, karagenan dibedakan menjadi 2 fraksi kappa karagenan dengan
kandungan sulfat kurang dari 28% iota karagenan dengan kandungan sulfat lebih dari 30%.
Sedangkan menurut Peterson and Johnson dalam Anggraini, 2004, berdasarkan struktur
pendulangan unit polisakarida, karagenan dapat dibagi menjadi tiga fraksi utama, kappa,
lambda, iota karagenan. Secara prinsip fraksi-fraksi karagenan ini berbeda dalam nomor dan
posisi grup ester (Anonim 3, 2007).
V. METODE PERCOBAAN
5.1 Alat dan Bahan
5.1.1 Alat
- Timbangan hewan
- Alat suntik
- Erlenmeyer
- Pletismometer
- Koran
5.1.2 Bahan
- Tikus putih
- Karagenan 1 % dalam air suling
- Suspensi 0,5 %
- Suspensi Na-Diklofenak
Susupensi kosong 1% BB
BB tikus = 128,7
Jumlah obat = 1% x 128,7 = 1,287 ml
[ ] 1% = 1g/100ml
= 10 mg/ml
[ ] 1% = 1g/100ml
= 10mg/ml
6.4. Pembahasan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada jam ke 1 diperoleh bahwa tikus 1 (kontrol)
mengalami pembengkakan pada kaki tikus akibat pemberian karagenan. Induksi karagenan
pada kaki tikus dapat mengakibatkan radang yang ditandai dengan bertambahnya volume
kaki tikus setelah pemberian karagenan (udem). Pada tikus 2 dengan pemberian karagenan
secara intraplantan mengalami peradangan yang ditandai dengan pembengkakan pada kaki
tikus dengan pemberian Na dikofenak dosis 15mg/kg BB secara oral dan pada tikus 3
terbentuk pembengkakan juga seperti pada tikus 2 tetapi dengan pemberian Na diklofenak
yang dosisnya 20mg/kg BB secara oral. Sedangkan pada jam ke 2 volume kaki tikus 1 naik
dari 0,03 menjadi 0,04 akan tetapi pada tikus ke 2 dan 3 volume kakinya menetap yaitu pada
0,03. Dan pada jam ke 3 volume kaki tikus 1, 2, 3 menjadi 0,04. Bila dibandingkan antara
tikus ke 2 dan ke 3 terlihat bahwa efek antiinflamasi Na.diklofefnak dengan dosis 20 mg/kg
BB lebih efektif dibandingkan dengan pemberian Na.diklofenak dosis 15 mg/kg BB. Inhibisi
radang pun turun, dimana pada tikus 2 jam ke 2 50% dan pada jam ke 3 menjadi 0%.
Lamanya kerja antiinflamasi Na diklofenak dengan dosis yang lebih kecil kemungkinan
disebabkan karena keadaan fisiologis masing-masing tikus tidak sama sehingga
mempengaruhi perhitungan radang dan inhibisi radang, misalnya gangguan lambung yang
dapat mempengaruhi absorpsi obat. Menurut Wilmana. F.P (2007), absorpsi Na diklofenak
berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan mengalami
first-pass effect sebesar 40-50%.
Karagenan merupakan suatu zat asing (antigen) yang bila masuk kedalam tubuh akan
merangsang pelepasan mediator radang seperti histamin sehingga menimbulkan radang
akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen tersebut untuk melawan pengaruhnya
(Anggraini, 2004).
Obat anti radang bukan steroida atau yang lazim dinamakan non steroidal antiinflammatory
drugs (NSAIDs) adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer, memiliki aktifitas
menghambat radang dengan mekanisme kerjanya menghambat biosintesis prostaglandin
melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Penggunaannya yaitu untuk
penanganan kondisi akut dan kronis dimana terdapat kehadiran rasa nyeri dan radang
(Anonim 1, 2009).
7.2. Saran
- Sebaiknya digunakan obat antiinflamasi yang berbeda sehingga dapat dibandingkan efek
antiinflamasi dari kedua jenis obat.
- Sebaiknya digunakan juga obat antiinflamasi golongan steroid agar dapat dibandingkan efek
antiinflamasinya dengan obat-obat AINS.
- Sebaiknya kondisi hewan percobaan yang akan digunakan dalam praktikum tidak jauh
berbeda karena dapat mempengaruhi perhitungan % radang dan % inhibisi radang.
DAFTAR PUSTAKA
Mycek, J.Mary (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi ke-2. Penerbit Widya Medika.
Halaman 404..
Sudiono, J., (2003), ILMU PATOLOGI, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Halaman,
81-81.
Tan. H.T., (2002). Obat-obat Penting. Edisi ke-5. Cetakan ke-2. Jakarta : Gramedia.
Halaman 306-311.
Underwood, J.C.E., (1999), PATOLOGI UMUM DAN SISTEMATIK, Edisi Kedua, Volume
1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Halaman, 232.