Vous êtes sur la page 1sur 2

Pesatnya arus informasi tidak diringi dengan pemahaman dalam memilah

informasi yang benar atau palsu (hoax). Budaya literasi masyarakat yang rendah
menyebabkan kekurang pahaman dalam memilah informasi. Hanya dengan membaca
judul berita yang terkesan provokatif masyarakat pengguna media sosial cenderung
cepat merespon berita tersebut dengan langsung ikut menyebarkan dimedia sosial
tanpa tahu tentang kebenaran isi berita yang ia bagikan. Akhir-akhir ini banyak sekali
berita hoax yang bertebaran didunia maya yang beriskan tentang fitnah, ujaran
kebencian dan bahkan berita yang mengadu domba.

Hoax (baca : hoks) menurut Menurut ahli bahasa Inggris, Robert Nares (1753-
1829) hoax berasal dari kata hocus yang berarti 'to cheat' alias menipu. Bahkan hocus
sendiri merupakan kependekan dari mantra sihir hocus pocus, yang tenar pada abad
pertengahan. istilah hoax jika ditelusuri memang segelap artinya. hoax memiliki akar
yang panjang seiring dengan cakupan akibatnya yang cukup buruk pada publik luas.
Dan di jaman dimana informasi tersebar dengan begitu mudahnya, hoax pun dengan
begitu mudah tersebar.

Hoax adalah sebuah kejahatan informasi yang dilakukan untuk mempengaruhi


opini publik agar masyarakat mempercayai informasi yang berwarna abu-abu atau
bahkan palsu dan menganggapnya sebagai suatu kebenaran umum. Media sosial ini
sudah terlalu dijejali dengan informasi, tak butuh lagi polusi informasi.
Perkembangan teknologi informasi yang semakin memudahkan kita untuk mendapat
dan menyeberluaskan informasi seharusnya menjadikan kita semakin cerdas dalam
menyeleksi dan mencerna inormasi. Kita harus membangun filter sendiri. Negeri ini
butuh kedamaian, salah satu langkah kecilnya adalah berhenti menyebar informasi
hoax atau yang masih buram kebenarannya.

Informasi menarik dan provokatif yang tersebar didunia maya tak selalu
benar. Begitu juga informasi yang viral, belum tentu juga benar. Berhentilah
memperkeruh suasana dengan menyebar hoax. Menyebarluaskan informasi hoax
hanya akan menunjukkan kebodohan kita dan dapat memicu ketegangan. Misalnya,
yang paling kentara bagi kita adalah saat pertarungan pada Pilpres 2014 dan Pilkada
DKI Jakarta 2017. Banyak bersiliweran informasi hoax kepada para pasangan calon.
Karena informasinya viral, serta merta dianggap sebagai sebuah kebenaran. Sehngga
membuat pendukung calon bersiteru tiada henti. Baik di media sosial maupun di
keseharian. Ketegangan yang mbulakn oleh berita hoax sangat mungkin akan
menimbulkan perpecahan dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai pengguna media sosial kita harus cerdas dan kritis dalam menyikapi
suatu informasi, melihat fenomena hoax akhir-akhir ini sebaiknya kita perlu
memperbanyak referensi tentang suatu permasalahan agar tidak terjebak hoax dan
ikut menyebarluaskannya. Memperbanyak bahan bacaan tentu akan menambah
wawasan agar kta semakin cerdas dalam menangkal berita hoax.

Vous aimerez peut-être aussi