Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Istilah gangguan perkembangan meluas (PDDs) mengacu pada sekelompok kondisi yang
mempengaruhi perkembangan anak-anak dan melibatkan penundaan atau gangguan dalam
komunikasi dan sosialisasi serta keterampilan. Pervasif berarti meliputi seluruh aspek
perkembangan sehingga gangguan tersebut sangat luas dan berat, yang mempengaruhi anak
secara mendalam. Autisme adalah yang paling terkenal dari gangguan perkembangan ini,
sehingga PDDs juga dikenal sebagai gangguan spektrum autisme. PDDs juga termasuk dalam
Sindrom Asperger dan dan dua kondisi yang kurang lazim disebut gangguan disintegratif masa
kanak-kanak dan Rett syndrome. Biasanya, pertama-tama PDDs didiagnosis selama masa bayi,
balita, atau anak usia dini. Tanda PDD biasanya dikenali sebelum anak berusia 3 tahun. Namun,
gejala-gejala dapat berkisar dari berat kepada begitu halus sehingga mereka tampaknya aspek
normal dari perkembangan anak muda.
Autistic Spectrum Disorder atau gangguan spektrum autisme adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif pada anak yang
mengakibatkan gangguan/keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan
interaksi sosial. Kondisi seperti itu tentu akan sangat mempengaruhi perkembangan anak, baik
fisik maupun mental. Apabila tidak dilakukan intervensi secara dini dengan tatalaksana yang
tepat, perkembangan yang optimal pada anak tersebut sulit diharapkan. Mereka akan semakin
PEMBAHASAN
DEFINISI
Autistic Spectrum Disorder atau gangguan spektrum autisme adalah istilah
yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif
pada anak yang mengakibatkan gangguan/keterlambatan pada bidang kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Kondisi seperti itu tentu akan
sangat mempengaruhi perkembangan anak, baik fisik maupun mental.
Gangguan autisme atau childhood autism adalah cacat pada
perkembangan saraf dan psikis manusia baik sejak janin dan seterusnya yang
menyebabkan kelemahan/perbedaan dalam berinteraksi sosial, kemampuan
berkomunikasi, pola minat, dan tingkah laku. Dimana gejala dari gangguan
autisme ini sudah tampak sebelum anak tersebut mencapai usia 3 tahun.
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, autisme juga mendapat perhatian luasdari masyarakat
maupun profesional karena jumlah anak autistik yang meningkat dengan cepat.
Sampai saat ini belum ada data resmi mengenai jumlah anak autistikdi Indonesia,
namun lembaga sensus Amerika Serikat melaporkan bahwa pada tahun 2004
jumlah anak dengan ciri-ciri autistik atau GSA di Indonesia mencapai 475.000
orang (Kompas, 20 Juli 2005). Dengan semakin berkembangnya penelitian-
penelitian mengenai autisme maka semakin disadari bahwa gangguan autistik
merupakan suatu spektrum yang luas. Setiap anak autistik adalah unik. Masing-
masing memiliki simtom-simtom dalam kuantitas dan kualitas yang berbeda.
Karena itulah pada beberapa tahun terakhir ini muncul istilah ASD (Autistic
Spectrum Disorder) atau GSA (Gangguan Spektrum Autistik).
ETIOLOGI
Seperti telah diuraikan dalam catatan pakar autis ( Nakita, 2002 ) jumlah
penyandang autisme dibandingkan dengan jumlah kelahiran normal dari tahun
ketahun meningkat tajam sehingga ditahun 2001 lalu sudah mencapai 1 dari 100
kelahiran. Peningkatan yang tajam ini tentunya menimbulkan pertanyaan, ada
1) Factor Psikogenik
Ketika autisme pertamakali ditemukan tahun 1943 oleh Leo Kanner, autisme
diperkirakan disebabkan pola asuh yang salah. Kasus-kasus perdana banyak
ditemukan pada keluarga kelas menengah dan berpendidikan,yang orangtuanya
bersikap dingin dan kaku pada anak. Kanner beranggapan sikap keluarga
tersebut kurang memberikan stimulasi bagi perkembangan komunikasi anak
yang akhirnya menghambat perkembangan kemampuan komunikasi dan
interaksi sosial anak. Pendapat Kanner ini disebut dengan teori Psikogenik
yang menerangkan penyebab autisme dari factor-faktor psikologis, dalam hal
ini perlakuan/ pola asuh orangtua. Namun penelitian-penelitian selanjutnya
tidak menyepakati pendapat Kanner. Alasannya, teori psikogenik tidak mampu
menjelaskan ketertinggalan perkembangan kognitif, tingkah laku maupun
komunikasi anak autis. Penelitian-penelitian selanjutnya lebih memfokuskan
kaitan factor-faktor organik dan lingkungan sebagai penyebab autis. Kalau
semula penyebabnya lebih pada faktor psikologis, maka saat ini bergeser ke
factor organik dan lingkungan.
2) Factor biologis dan lingkungan
Pada factor bilogis dan lingkungan terdapat beberapa teori yang dapat membuat
seseorang menjadi penderita autisme. Teori-teori tersebut antara lain :
a. Teori kelebihan opioid
Opioid adalah zat yang dapat menstimulasi perubahan perilaku. Zat
ini meningkat kadarnya didalam tubuh penderita autisme.
b. Teori Gulten-Casein
Konsumsi makanan dengan kadar gluten dan casein akan
memperparah autisme yang diderita. Zat yang terkandung didalam
gluten maupun casein akan menyebabkan seseorang menderita
penyakit celiac, dimana penyakit tersebut akan memicu gejala
autisme.
c. Genetik (heriditer)
d. Teori Autoimun dan Alergi makanan
Alergi pada suatu makanan menyebabkan hipersensitifitas pada
tubuh seseorang. Reaksi tersebut diperantarai oleh mekanisme yang
PATOFISIOLOGI
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah
dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses
belajar anak.Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang
digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps.
Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya
akson, dendrit, dan sinaps.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar
hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel
Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem
saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau
sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas,
peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian
sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer
yang terjadi sejak awal masa kehamilan. Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye
sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel
Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan
atau obat seperti thalidomide.
Tidak babbling
Tidak babbling
Namun, selain tanda dan gejala awal yang dapat dilihat diatas, terdapat juga
beberapa gejala umum yang pasti dapat terlihat apabila seseorang menderita autisme.
Gejala tersebut adalah sebagai berikut :
1. Perkembangan Sosial
Penderita autisme mengalami kerusakan interaksi social dan seringkali kurang
perhatian terhadap lingkungan sekitarnya. Berikut adalah karakteristik (tanda dan
gejala) sehubungan dengan gangguan (kerusakan) interaksi social penderita autisme :
3. Bermain
Penderita autis mengalami gangguan bermain, karakteristinya antara lain :
a. Bermain sangat monoton dan aneh misalnya menderetkan sabun menjadi satu
deretan yang panjang, memutar bola pada mainan mobil dan mengamati
dengan seksama dalam jangka waktu lama.
b. Ada kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling,
terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi.
c. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
d. Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang kurang menarik
seperti botol, gelang karet, baterai atau benda lainnya
e. Tidak spontan / reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak
dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang
bersifat pura pura.
f. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau
angin yang bergerak.
KLASIFIKASI
Autism adalah salah satu dari lima spektrum yang berhubungan dengan gangguan
neurological dan perkembangan yang disebut dengan Pervasive Developmental
Disorders (PDD) atau Autism Spectrum Disorders (ASD).Yang termasuk dalam
kelompok gangguan ini adalah:
1. Autism : sebuah bentuk dari ASD yang lebih berat.
2. Asperger Syndrome : bentuk ASD yang lebih ringan.
3. Pervasive Developmental Disorder-Not Otherwise Ppecified (PDDNOS)
4. Rett Syndrome : sebuah gangguan neurological sangat berat dan jarang terjadi,
umumnya terjadi pada wanita.
5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) : Gangguan perkembangan yang
berat dan jarang terjadi.
A. Autism
o Ketidakmampuan bersosialisasi dan berkomunikasi. serta mempunyai
minat dan aktifitas yang terbatas tanpa adanya keterlambatan dalam
kemampuan berbicara. Kecerdasannya berada pada tingkat normal atau
diatas normal.
o Sampai dengan umur 3 tahun mempunyai daya imajinasi yang tinggi dalam
bermain dan mempunyai perilaku, minat dan aktifitas yang unik (aneh).
o Terdapat enam gejala Autism yaitu kegagalan untuk mengembangkan
kehidupan sosial normal, gangguan bicara, bahasa dan
komunikasi, abnormal relationships to objects and events, respon tidak
normal terhadap stimulasi sensoris, perbedaan perkembangan dan
keterlambatan perkembangan, dimulai selama usia bayi atau anak
B. Sindrom Aspergers
Aspergers Syndrome gejala khas yang timbul adalah gangguan interaksi
sosial ditambah gejala keterbatasan dan pengulangan perilaku, ketertarikan
dan aktifitasis.
Mempunyai gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, sedikitnya dua
gejala dari itu ditandai dengan gangguan penggunaan beberapa komunikasi
non verbal (mata, pandangan, ekspresi wajah, sikap bada, gerak isyarat)
Diagnosis akhir dan evaluasi keadaan anak sebaiknya ditangani oleh suatu tim
dokter yang berpengalaman terdiri dari: dokter anak, ahli saraf anak, psikolog, ahli
perkembangan anak, psikiater anak, ahli terapi wicara. Tim tersebut bertanggung jawab
dalam menegakkan diagnosis dan memberi arahan mengenai kebutuhan unik dari
masing-masing anak, termasuk bantuan interaksi sosial, bermain, perilaku dan
komunikasi.
PENATALAKSANAAN
TERAPI
Tujuan terapi pada gangguan spektrum autisme adalah untuk:
Mengurangi masalah perilaku
Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama
dalam penguasaan bahasa.
I. Non-medikamentosa
A. Terapi edukasi
Hambatan pada individu dengan gangguan spektrum autisme terutama pada
interaksi sosialnya. Hal ini akan berlanjut bila tidak segera ditangani pada usia
sekolah, anak akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, bersosialisasi
dengan lingkungan barunya. Oleh karena itu sebaiknya anak sesegera
mungkin dikenalkan dengan lingkungannya. Intervensi dalam bentuk
pelatihan, ketrampilan sosial, keterampilan sehari-hari agar anak jadi mandiri.
Berbagai metode pengajaran telah diujicobakan pada gangguan ini antara
lain; metode TEACCH (Treatment And Education Of Autistic And Related
Communication Handicapped Children). Dikembangkan oleh Eric Scholpler
B. Terapi perilaku
Gangguan perilaku pada individu dengan gangguan spektrum autisme
biasanya merupakan satu gejala yang membuat orang tua menyadari
bahwa anaknya berbeda perkembangannya dengan anak lain seusianya.
Selain hiperaktivitas, impulsivitas, gerakan stereotipik, cara bermain yang
tidak sama dengan anak lain, juga adanya agresivitas, tempertantrums dan
perilaku yang cenderung melukai diri sendiri. Kondisi ini sangat menguras
tenaga, fisik/psikis orang-orang disekitarnya. Intervensi terapi perilaku
sangat diperlukan disini. Apapun metodenya sebaiknya sesegera dan
seintensif mungkin. Sebaiknya memang dilakukan terpadu dengan terapi-
terapi lain, apabila terdapat perilaku yang sulit dikendalikan, mungkin
intervensi medikamentosa diperlukan terlebih dahulu, a
an membentuk komunikasi dua arah anatara anak dan lawan bicaranya, serta
mendorong munculnya ide dan membantu anak mampu berpikir logis. Agar bisa
melakukan floor time dengan baik, orang tua perlu bimbingan psikolog yang paham dan
berpengalaman dengan metode tersebut.
Pada strategi visual umumnya, penyandang gangguan spektrum autisme lebih mampu
berpikir secara visual. Jadi mereka lebih mudah mengerti apa yang dilihat daripada apa yang
didengar. Strategi visual dipilih agar sikecil lebih mudah memahami berbagai hal yang ingin
anda sampaikan. Biasanya, ia akan diperkenalkan pada berbagai aktivitas keseharian, larangan
atau aturan, jadwal dan sebagainya lewat gambar-gambar. Misalnya gambar urutan dari cara
Menurut Hembing, ada tiga reaksi negatif yang bisa muncul jika penderita autism
mengonsumsi glutein dan casein. Pertama, alergi. Reaksi alergi ini dapat termanifestasi dalam
misalnya, perilaku hiperaktif, dan agresif. Kedua, intoleran atau sensitive terhadap makanan.
Manifestasinya mirip dengan reaksi alergi, seperti sakit perut, sakit kepala, menangis berlebihan,
sensitif pada suara tertentu, bahkan depresi. Ketiga, reaksi opioid, menurut Hembing reaksi ini
adalah yang paling merusak. Reaksi ini biasanya muncul jika anak mengalami kebocoran usus.
Padahal 50% anak autis mengalami bocor usus yang disebabkan kondisi flora usus yang tak
seimbang. Reaksi ini paling merusak karena gluten dan casein akan terpecah menjadi protein tak
sempurna (peptide). Melalui aliran darah tersebut, peptide masuk ke otak dan kemudian
ditangkap reseptor opioid. Hasilnya anak tersebut terlihat seperti orang yang baru saja
mengonsumsi obat-obatan yang bersifat opioid seperti morfin atau heroin.
PROGNOSIS
Walaupun sebagian besar anak autisme menunjukkan perbaikan dalam hubungan
social dan kemampuan berbahasa seiring dengan meningkatnya usia, gangguan
autisme tetap meninggalkan ketidakmampuan yang menetap. Mayoritas dari mereka
tidak dapat hidup mandiri dan memerlukan perawatan di institusi ataupun
membutuhkan supervise terus. Hasil penelitian menemukan bahwa:
Dua per tiga dari anak autisme mempunyai prognosis yang buruk ; tidak dapat
mandiri.
Seperempat dari anak autisme mempunyai prognosis yang sedang ; terdapat
kemajuan dibidang sosial dan pendidikan walaupun ada problem perilaku.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Autism adalah salah satu dari lima spektrum yang berhubungan dengan gangguan
neurological dan perkembangan yang disebut dengan Pervasive Developmental Disorders
(PDD) atau Autism Spectrum Disorders (ASD).Yang termasuk dalam kelompok
gangguan ini adalah: Autism, Asperger Syndrome,Pervasive Developmental Disorder-Not
Otherwise Ppecified (PDDNOS) , Rett Syndrome, Childhood Disintegrative Disorder
(CDD).