Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Kelas: A
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
ISI
2.1 Pengertian
Dokter
Dalam proses penggunaan obat, pada tahap penetapan pilihan obat serta
regimennya untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari
apoteker agar ia dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi obat
diberikan langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telepon
atau sewaktu apoteker menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang
perawatan pasiean atau dalam konferensi staf medis (Siregar, 2004).
Perawat
Dalam tahap penyampaian atau distribusi obat kepada PRT dalam rangkaian
proses penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai
aspek oabt pasien, terutama tentang pemberian obat. Perawat adalah profesional
kesehatan yaang paling banyak berhubungan dengan pasien karena itu,
perawatlah yang pada umumnya yang pertama mengamati reaksi obat
merugikan atau mendengar keluhan mereka. Apoteker adalah yang paling siap,
berfungsi sebai sumber informasi bagi perawat. Informasi yang dibutuhkan
perawat pada umumnya harus praktis, seera, dan ringkas, misalnya frekuensi
pemberian dosis, metode pemberian obat, efek samping yang mungkin,
penyimpanan obat, inkompatibilitas campuran sediaan intravena, dll (Siregar,
2004).
Apoteker
Setiap apoteker suatu rumah sakit masing-msaing mempunyai tugas atau fungsi
tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu. Apoteker
yang langsung berinteraksi dengan profesional kesehatan dan pasien, sering
menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat
dijawabnya dengan segera, diajukan kepada sejawat apoteker yang lebih
mendalami pengetahuan informasi obat. Apoteker apotek dapat meminta
bantuan informasi obat dari sejawat di rumah sakit (Siregar, 2004).
c. Pihak lain: manajemen, tim / kepanitiaan klinik, peneliti
Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada
kelompok profesional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti, dan
kepanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan di rumah sakit yang
memerlukan informasi obat antara lain, panitia farmasi dan terapi, panitia evaluasi
penggunaan obat, panitia sistem pemantauan kesalahan obat, panitia sistem
pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, tim pengkaji penggunaan oabt
retrospektif, tim program pendidikan in-service dan sebagainya (Siregar, 2004).
d. Masyarakat umum (Anonim, 2006)
2.4 Persyaratan SDM
a. Mempunyai kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dengan
mengikuti pendidikan pelatihan yang berkelanjutan.
b. Menunjukkan kompetensi profesional dalam penelusuran, penyeleksian dan evaluasi
sumber informasi,
c. Mengetahui tentang fasilitas perpustakaan di dalam dan di luar RS, metodelogi
penggunaan data elektronik.
d. Memiliki latar belakang pengetahuan tentang terapi obat.
e. Memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan (Siregar,
2006)
2.5 Metode Untuk Menentukan Pelayanan Informasi Obat
a. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call
disesuaikan dengan kondisi rumah sakit.
b. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang diluar jam
kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang sedang tugas jaga.
c. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan tidak ada
pelayanan informasi obat diluar jam kerja.
d. Tidak ada petugas khusus pelayanan informasi obat, dilayani oleh semua apoteker
instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun diluar jam kerja.
e. Tidak ada apoteker khusus, pelayanan informasi obat dilayani oleh semua apoteker
instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada pelayanan informasi obat diluar jam
kerja.
2.6 Kegiatan Pelayanan Informasi Obat
A. Pelayanan
Kegiatan petayanan informasi obat berupa penyediaan dan pemberian informasi obat
yang bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan
informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan
melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin, brosur,
leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan
informasi obat mernberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang
diterima.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Pedoman Pelayanan Informasi Obat Di Rumah Sakit. Dirjen Pelayanan
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Depkes RI: Jakarta.
Anonim. 2006. Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan No. Hk.
00. Dj. Ii. 924 Tentang Pembentukan Tim Penyusun Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Di Puskesmas.
Schnipper, J.L., Dkk. 2006. Role Of Pharmacist Counseling In Preventing Adverse Drug
Events After Hospitalization.USA : Archives Of Internal Medicine. Vol 166.565-571.
Rantucci, M.J. 2007. Komunikasi Apoteker-Pasien : Panduan Konseling Pasien (Edisi 2).
Penerjemah : A.N. Sani. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Novita N.G.T., dkk. 2014. Pelayanan Informasi Obat Terhadap Kepatuhan Minum Obat
Pasien Geriatri Di Instalasi Rawat Inap Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal
Ilmiah Farmasi Pharmacon. UNSRAT Manado.
Jawab:
Standar
Prosedur Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan
Operasional
Pengertian Pelayanan resep penderita rawat jalan adalah kegiatan
pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pasien rawat jalan di Rumah Sakit dengan sistem resep
perorangan oleh apotik Rumah Sakit.
Tujuan Tercapainya pelayanan kefarmasian dengan mutu cakupan dan
efisiensi yang optimal melalui pelayanan perbekalan farmasi
pasien rawat jalan.
Kebijakan Semua petugas farmasi rumah sakit berkewajiban melaksanakan
prosedur sesuai dengan SPO yang dibuat oleh rumah sakit.
Prosedur 1. Resep datang dari counter rawat jalan.
2. Sebelum menyiapkan resep, asisten apoteker wajib
memeriksa kelengkapan resep sebagai berikut:
a. Tanggal penulisan resep
b. Nama dokter
c. Surat izin dokter
d. Nama obat, jenis obat (tablet, kapsul, sirup, atau injeksi)
dan jumlah obat.
e. Cara pembuatan (obat diracik atau tidak)
f. Signa (aturan pakai)
g. Nama pasien
h. Umur pasien
i. Alamat pasien
3. Selesai memeriksa resep, petugas farmasi yang menerima
resep member stempel HTKP (Harga, Timbang, Kemas,
Penyerahan) pada resep, menulis nama dan membubuhi
paraf pada kolom H.
4. Jika ada obat racikan, dihitung sesuai dengan dosis. Selesai
meracik obat, petugas yang meracik menulis nama dan
membubuhi paraf di kolom T.
5. Obat disiapkan sesuai dengan resep.
6. Obat diberi etiket sesuai dengan resep dokter. Petugas yang
memberi etiket pada obat menulis nama dan membubuhi
paraf pada kolom K.
7. Sebelum obat diserahkan, petugas yang menyerahkan obat
meneliti kembali obat yang telah disiapkan sesuai dengan
resep serta dikonfirmasi ulang data pasien tersebut, seperti:
a. No. DO bill
b. Nama pasien
c. Alamat
d. Jaminan umum atau perusahaan
8. Obat diserahkan dan menjelaskan kepada penerima obat
mengenai:
a. Aturan pakai
b. Cara pakai
c. Cara penyimpanan obat
9. Meminta nomor telepon pasien untuk dokumentasi farmasi.
10. Petugas yang menyerahkan obat menuliskan nama dan
membubuhi paraf di kolom P.
Unit Terkait Farmasi
3. Jelaskan Kriteria Obat Yang Diproduksi Internal Di Rs Dan Berikan Contoh Obatnya.
Jawab:
Produksi Sediaan Farmasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi
sediaan tertentu apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
contoh : kapsul NaCl, kapsul bicarbonat
2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
contoh : OBP/OBH
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
contoh : sirup kloralhidrat, extra alergen
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
contoh : povidone (I2)
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian;
contoh : membandingkan efek terapi serta efek samping dari CTM dan cetirizin dengan
metode double band
6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter
paratus);
contoh : lotio kumerfeldi, OBP
7) Sediaan Farmasi seperti nutrisi parenteral; dan
contoh : infus glukosa 15%
8) Sediaan Farmasi rekonstruksi.
contoh : obat-obat sitostatika
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas
hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
4. Jelaskan Kebutuhan Informasi Apa Saja Yang Harus Ada Pada Tahap Perencanaan Dan
Penyimpanan Obat.
Jawab:
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah,
tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman
perencanaan harus mempertimbangkan:
Dnggaran yang tersedia
Penetapan prioritas
Sisa persediaan
Rencana pengembangan.
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian.
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label yang
secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal
kadaluwarsa dan peringatan khusus;
b. elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting;
c. elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi
dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang
dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati;
dan
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh
pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus
disimpan terpisah yaitu:
a. bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus
bahan berbahaya
b. gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas
medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung
gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan,
dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun
secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First
In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan
penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan
dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan
Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi
untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan
terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.