Vous êtes sur la page 1sur 20

KATA PENGANTAR

Allhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkah, rahmat, dan
hidayah-Nya saya dapat menyusun makalah yang berjudul MAKALAH ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ALZHEIMER untuk melengkapi tugas mata
kuliah Neurobehavioure System 2. Dengan selesainya makalah ini, saya mengucapkan banyak
terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian makalah ini. Saya
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya bagi para pembaca.

Bagu, Juni 2016

Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau
demensia senile jenis Alzheimer (SDAT). Penyakit ini menyebabkan sedikitnya 50% semua
demensia yang diderita lansia. Kondisi ini merupakan penyakit neurologis degeneratif,
priogresif, ireversibel, yang muncul tiba-tiba dan ditandai dengan penurunan bertahap fungsi
kognitif dan gangguan prtilaku efek. Penyakit Alzheimer ini bukan merupakan penyakit yang
hanya diderta oleh lansia. Pada 1 % sampai 10% kasus, awitannya pada usia baya dan karenanya
disebut demensia awitan-dini.
Penyakit Alzheimer juga di definisikan sebagai penyakit degenerasi neouron kolinergik
yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang di atas 63 tahun.
Penyakit ini di tandai dengan hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif.

B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab
yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas,
infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit
Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan
otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan
daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau
asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan
sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya
peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya
formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non
spesifik.
Penyebab degenerasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak
diketahui. Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui,
tetapi ada tiga faktor utama mengenai penyebabnya, yaitu:
1. Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer (meskipun belum terbukti)
adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa
inkubasi 2-30 tahun sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis
tertentu dari ensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologis yang
menyerupai plak senilis pada penyakit alzheimer.
2. Proses autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar
antibodi-antibodi reaktif terhadap otak pada penderita penyakit alzheimer.

2
Ada dua tipe amigaloid (suatu kempleks protein dengan ciri seperti pati yang
diproduksi dan dideposit pada keadaan-keadaan patologis tertentu), yang
satu kompos isinya terdiri atas rantai-rantai IgG dan lainnya tidak diketahui.
Teori ini menyatakab bahwa kompleks antigen-antibodi dikatabolisir oleh
fagosit dan fragmen-fragmen imunoglobulin dihancurkan didalam lisosom,
sehingga terbentuk deposit amigaliod ekstraseluler.
3. Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium
bersifat neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar
pada otak. Deposit aluminium telah diidentifikasi pada beberapa klien
dengan penyakit alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologis yang
meyerupai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan
aluminium. Kebanyakan penyelidik menyakini dengan alasan utama
aluminium merupakan logam yang terbanyak dalam kerak bumi dan sistem
pencernaan manusia tidak dapat mencernanya.

Prediposisi genetik juga ikut berperan dalam perkembangan penyakit alzheimer. Di


perkirakan 10%- 30% dari klien alzheimer yang menunjukan tipe yang di wariskan dan di
nyatakan sebagai penyakit alzheimer familia (familia alzheimer disease- FAD).
Di pihak lain, benzodiazepin di uktikan gangguan fungsi kognitif selain memilikinefek
antiansietas, mungkin melalui reseptor GABA yang menghambat lepas muatan neuron-neuron
kolinergik di nekleus basilis. Terhadap bukti-bukti awal bahwa obat yang menghambat reseptor
GABA memperbaiki ingatan.

C. PATOFISIOLOGI

Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada
penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak
berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta -amiloid, bagian dari suatu
protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer
pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.

Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat


neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia
pada neuron neuron. erubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang

pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit.
Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi
serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein tau. Dalam SSP, protein tau sebagian besar
sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan

3
merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi
abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak
dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk
ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing masing terluka. Dengan kolapsnya
system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan
akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya
neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A -beta adalah
fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada
membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi
menjadi fragmen fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang
berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur
dengan sel sel glia yang akhirnya membentuk fibril fibril plak yang membeku, padat,
matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain
adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan
menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron
terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh
pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak.

D. PATOGENESIS
1. Faktor Genetik
Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan
melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita
Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar dibandingkan
kelompok control normal pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan Alzheimer dengan
familial earli onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm,
sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu
pula pada penderita down sindrom mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur
40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan penurunan market
kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan kelainan histopatologi pada penderita
alzheimer .Hasil penelitian penyakit Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan 40-50
adalah monozygote dan 50 adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic
berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial (50-70), beberapa
penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa
kemungkunan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.

2. Faktor infeksi

4
Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang
dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif. Infeksi
virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik
dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga
berhubungan dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan
antara lain:
a. Manifestasi klinik yang sama.
b. Tidak adanya respon imun yang spesifik.
c. Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat.
d. Timbulnya gejala mioklonus.
e. Adanya gambaran spongioform.

3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury,
zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan
neurofibrilary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat
dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi
neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga
ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,sodium, dengan patogenesa
yang belum jelas.Ada dugaan bahwa asam amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi
melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-
influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energy seluler dengan akibat kerusakan
dan kematian neuron.

4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer
didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan
protein, anti typsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan
terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita
tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada
wanita muda karena peranan faktor immunitas.

5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan
trauma kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic,
dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai
peranan yang sangat penting seperti :

5
a. Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik
neurotransmitter dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada
penderita Alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase,
asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya
deficit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis
superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan neurotransmitter asetilkolin
merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurotransmitter lainnya
pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu didapatkan
kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada
orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat
mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.

b.Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada
jaringan otak penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus
yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi
dengan deficit kortikal noradrenergik. Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi
dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer menunjukan adanya defesit
noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al (1987),Reinikanen (1988),
melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem
penderita Alzheimer.

c. Dopamine
Sparks etal (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas
neurotransmitter region hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan
akivitas dopamine pada penderita Alzheimer. Hasil ini masih controversial,
kemungkinan disebabkan karena histopatologi region hypothalamus setia penelitian
bebeda-beda.

d.Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-
indolacetil acil pada biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga
didapat pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada
anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang
sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya
neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis.

e. MAO (manoamin oksidase)


6
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine.
Akivitas normal MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil
dopamine, sedangakan MAO-B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita
Alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipotalamus dan frontalis
sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan menurun pada nucleus basalis dari
meynert.

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer s Association (2003), dibagi menjadi


3 tahap, yaitu:
a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari.
Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik.
Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin.
Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah
tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh
pasangannya tidak setia lagi/selingkuh.

b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)


Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari hari seperti makan dan mandi.
Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi.
Mengalami gangguan tidur.
Keluyuran.
Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali
adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak
mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup
jarang ditemui).

c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)


Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan.
Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh.
Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya

7
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan
E belum mempunyai efek yang menguntungkan.

1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar
asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian
obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk
penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan
thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase
(45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin
hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan
bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi
kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada
penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
a. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik
alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg,
didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
b. Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi)
dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan
memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya
diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
4. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan
bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan
aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral
selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau
menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

8
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
pada penyakit alzheimer meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial
2. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, 50% populasi berusia
lebih 85 tahun), jenis kelamin, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor registrasi, dan diagnosa medis.
3. Riwayat Kesehatan Klien
a. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta bantuan kesehatan adalah
penurunan daya ingat, perubahan kognetif, dan kelumpuhan gerak ekstermitas
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada anamnesis kelien mengeluhkan sering lupa dan hilang ingatan yang baru.
Pada beberapa kasus, keluarga klien sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami
tingkah aneh dan kacau serta sering keluar rumah sendiri tampa mengatakan pada anggota
keluarga yang lain sehingga sangat merasakan anak-anak menjadi klien.
Pada tahap lanjut dari penyakit, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien menjadi
tidak dapat mengatur buang air, tidak dapat menggurus keperluan dasar sehari-hari atau
mengendalui anggota keluarga.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi. Diabetes
melitus, penyakit jantung, penggunaan obat-obatan anti-ansietas (benzodiazepin),
penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama, dan riwayat
sindrom Down yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit alzheimer pada usia
empat puluhan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Penyebab penyakit alzheimer ditemukan memilki hubungan genetik yang jelas.
Diperkirakan 10-30% klien alzheimer familiar (FAD). Pengkajian adanya anggota
generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus diperlukan untuk
melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepatt progresifnya penyakit.
4. Pengkajian Psikososiospiritual

9
Pengkajian mekanisme koping yang di gunakan klien berfungsi untuk menilai repon
emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya dan perubahan peran klien dalam
keluargadan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam kelurga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasih akibat gangguan bicara. Pola persepsi dalam
konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,dan tidak
kooperatif. Perubahan terpenting pada klien dengan penyakit alzheimer adalah penurunan
kognitif dan penurunan memori(ingatan).
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Klien dengan penyakit alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai
dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada TTV,
meliputi bradikardia, hipotensi, dan dan penurunan frekuensi pernafasan.
b. B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernapasan: berkaitan denganhipoventilasi, inaktevitas, aspirasi
makanan atau saliva, dan derkurangnya fungsi pembersihan jalan nafas .
Inspeksi. Didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum,sesak nafas dan penggunaan otot batuk napas.
Palpasi. Taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi. Adanya suara resonan pada saluran lapangan paru.
Aukultasi. Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering di dapatkan pada klien dengan inaktivitas.

c. B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga
gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonam.
d. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di
bandingkan pengkajian pada sistem lainya.
Inspeksi umum, di dapatkan berbagai menifestasi akibat perubahan tingkah laku.
Pengkajian tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga
bergantung pada perubahan status kognitif klien.
Pengkajian fungsi serebral. Status mental klien mengalami perubahan yang
berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan
memori, baik jangka pendekmaupun memori jangka panjang.
Pengkajian saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII.
Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzheimer tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman.

10
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan
keadaan usia lanjut biasanya klien dengan penyakit alzheimer mengalami
penurunan ketajaman penglihatan.
Saraf III,IV dan VI pada beberapa kasus penyakit alzheimer biasanya tidak di
temukan adanya kelainan pada saraf ini.
Saraf V. Wajah simestris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis
serta penurunan aliran darah regional.
Saraf IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan
status kognitif.
Saraf XII. Tidak ada atrofil otot sternoklidomastoideus dan trapezeus.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan normal.
Pengkajian sistem motorik. Inspeksi umum, pada tahap lanjut klien akan mengalami
perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
Tonus otot . didapatkan meningkat
Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalamin gangguan karena adanya
perubahan status kognitif dan ketidak kooperatif klien dengan metode pemeriksaan.
Pengkajian reflek. Pada tahap lanjutan, penyakit alzheimer sering mengalami
kehilangan reflek posturak, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala
cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan
dalam berputardan hilangnya keseimbangan (salah satunya kedepan atau ke belakang)
dapat menyebapkan klien sering jatuh.
Pengkajian sistim sensorik. Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer
mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif penurunan sensorik
yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang di hubungkan dengan disfungsi
kognitif dan persepsi klien secara umum.
e. B4 (Bladder)
Pada tahap lanjut, beberapa klien sering mengalami inkontinensia urine, biasanya
berhubungan dengan penurunan status kognitif dari klien alzheimer.penurunan refleks
kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia
urine, ketidak mampu mengominikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Selama periode ini,
di lakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
f. B5 (Bowel)
Perubahan nutrisi berkurang berhubungan dengan inteke nutrisi yang kurang
karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum
klien sering mengalami konstipasi.
g. B6 (Bone)

11
Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan umum dan penurunan status kognitif menyebapkan masalah pola dan aktivitas
sehari-hari. Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan
pergerakan karena perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada seluruh gerakan
memberikan resiko pada trauma fisik jika melakukan aktivitas.
h. Pemeriksaan diagnostik
Diagnostik penyakit alzheimer rumit karena adanya uji definitif. Pemeriksaan
rutin yang bisanya di lakukan meliputi hitungan seldarah lengkap dan pemeriksaan
elektrolit serum.
CT scan mungkin memperhatikan pelebaran ventrikel dan atrofil korteks serta
memastikan tidak terdapatnya tumor, abses otak, atau hematoma sabdural kronik yang
dapat di atasi.

B. Diagnosa keperawatan
1. Kurang perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene) yang berhubungan dengan
perubahan proses pikir.
2. Perubahan nutrisi:kurang daari kebutuhan yang berhubungan dengan intake tidak
adekuat, perubahan proses pikir
3. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan perubahan proses pikir dan
disfungsi karena perkembangan penyakit.
4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan perubahan proses pikir

C. Perencanaan

DX 1 : Kurang perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene) yang


berhubungan dengan perubahan proses pikir.

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2x24 jam terdapat perilaku peningkatan dalam
pemenuhan perawatan diri.
Kriteria hasil :
Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri dan
mngidentifikasi personal/keluarga yang dapat membantu.

Intervensi Rasional
a. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan a. Membantu dalam mengantisipasi dan
dalam melakukan ADL. merencanakan pertemuan kebutuhan
b. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan individual.
klien dan bantu bila perlu. b. Klien dalam keadan cemas dan tergantung.
Hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi
dan harga diri klien.
c. Ajarkan dan dukung klien selama aktivitas.

12
c. Dukungan pada klien selama aktivitas
kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan
d. Rencanakan tindakan untuk defisit motorik perawatan diri.
seperti tempatkan makanan dan peralatan d. Klien akan mampu melakukan aktivitas
didekat klien agar mampu sendiri sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya.
mengambilnya e. Modifikasi lingkungan diperlukan untuk
e. Modifikasi lingkungan. mengompensasi ketidakmampuan fungsi.
f. Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur. f. Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur
baik tempat tidur di rumah sakit dan dirumah,
atau sebuah tali yang diikatkan pada kaki
tempat tidur untuk memberi bantuan dalam
mendorong diri untuk bangun tanpa bantuan
orang lain serta mencegah klien mengalami
g. Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK. trauma.
Kemampuan menggunakan urinal, pispot. g. Ketidakmampuan berkomunikasi dengan
Antarkan ke kamar mandi billa kondisi perawat dapat menimbulkan masalah
memungkinkan. pengosongan kandung kemih oleh karena
h. Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan masalah neurogenik.
minum dan meningkatkan aktivitas. h. Meningkatkan latihan dan menolong
i. Kolaborasi Pemberian supositoria dan mencegah konstipasi
pelumas feses/pencahar. i. Pertolongan pertama pada fingsi usus atau
defekasi.
j. Konsul ke dokter terapi okupasi.
j. Untuk mengembangkan terapi dan
melengkapi kebutuhan khusus

DX II : Perubahan nutrisi:kurang daari kebutuhan yang berhubungan dengan intake


tidak adekuat, perubahan proses pikir

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai
dengan pemeriksaan laboratorium

Intervensi Rasional
Evaluasi kemampuan makan klien. Klien mengalami kesulitan dalam
mempertahankan berat badan mereka. Mulut
mereka kering akibat obat-obatan dan
mengalami kesulitan mengunyah dan
menelan. Klien berisiko terjadi aspirasi

13
penurunan refleks batuk.

Observasi/timbang berat badan jika


memungkinkan. Tanda kehilangan berat badan (7-10%)
dan kekurangan intake nutrisi menunjang
terjadinya masalah katabolisme, kandungan
glikogen dalam otot, dan kepekaan terhadap
pemasangan ventilator.

Manajemen mencapai kemampuan


Meningkaatkan kemapuan klien dalam
menelan.
menelan daan dapat membantu pemenuhan
nutrisi klien via oral. Tujuan lain adalah
mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan
masuknya makanan, mencegah gangguan
pada laambung.
Memonitor pemakaian alat bantu. Pemanasan elektrik digunakan untuk
menjaga makanan tetap hangat dan klien
diizinkan untuk istirahat selama waktu yang
ditetapkan untuk makan, alat-alat khusus juga
membantu makan. Penggunaan piring yang
stabil, cangkir yang tidak pecah bila jatuh,
dan alat-alat makan dapat digenggam sendiri
digunakan sebagai alat bantu.


Kaji fungsi sistem gastrointestinal yang Fungsi sistem gastrointestinal sangat
meliputi suara bising usus, catat terjadi penting untuk memasukkan makanan.
perubahan dalam lambung seperti mual, Vetilator daapat menyebabkan kembung
muntah. Observasi perubahan pergerakan lambung dan perdarahan lambung.
usus misalnya diare, konstipasi.

Anjurkan pemberian cairan 2500cc/hari


Mencegah terjadinya dehidrasi akibat
selama tidak terjadi gangguan jantung. penggunaan ventilator selama tidak sadar
terjadinya konstipasi.
Lakukan pemeriksaan laboratorium yang
Memberikan informasi yang tepat tentang
diindikasikan seperti serum, transferin, keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien.
BUN/creatine dan glukosa.

14
DX III : Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan perubahan proses
pikir dan disfungsi karena perkembangan penyakit.

Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 2x24 jam koping individu menjadi efektif.
Kriteria hasil :
Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi,
mengakui dan mengabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
a. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dana. Menentukan bantuan individual dalam
hubungan dengan derajat ketidak mampuan. menyusun rencana perawatan atau pemilihan
intervensi.
Dukung kemampuan koping. b. Kepatuhan terhadap program latihan dan
berjalan membantu memperlambat kemajuan
penyakit. Dukungan dan sumber bantuan
dapat diberikan melalui ketekunan berdoa
dan penekanan keluar terhadap aktivitas
c. Catat ketika klien menyatakan terpengaruh dengan mempertahankan partisipasi aktif.
seperti sekarat atau mengingkari danc. Mendukung penolakan terhadap bagian
menyatakan inilah kematian. tubuh atau perasaan negatif terhadap
gambaran tubuh dan kemampuan yang
menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta
d. Pernyataan pengakuan terhadap penolakan dukungan emosional.
tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadiand. Membantu klien untuk melihat bahwa
tentang realitas bahwa masih dapat perawat menerima kedua bagian sebagai
menggunakan sisi yang sakit dan belajar bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien
mengontrol sisi yang sehat. untuk merasakan adanya harapan dan mulai
menerima situasi baru. Klien alzheimer
sering merasa malu, apatis, tidak adekuat,
bosan dan merasaa sendiri. Persaan ini dapat
disebabkan akibat keadaan fisik yang lambat
dan upaya yang besar dibutuhkan terhadap
tugas-tugas kecil. Klien dibantu dan
didukung untuk mencapai tujuan yang
e. Beri dukungan psikologis secara ditetapkan (seperti meningkatkan mobilitas).
menyeluruh. e. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan
hari untuk mencegah waktu tidur yang terlalu

15
banyak yang dapat mengarah pada ada tidak
adanya keinginan daan apatis. Setiap upaya
dibuat untuk mendukung klien keluar dari
tugas-tugas yang termasuk koping dengan
kebutuhan mereka setiap hari dan untuk
membantu klien mandiri. Apapun yang
dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu
f. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan mencapai tujuan dengan meningkatnya
hari. kemampuan koping
f. Menghidupkan kembali perasaan
kemandirian dan membantu perkembangan
g. Anjurkan orang yang terdekat untuk harga diri serta mempengaruhi proses
mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk rehabilitasi.
dirinya semaksimal mungkin. g. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan
dan pengertian tentang peran individu masa
h. Dukung perilaku/usaha seperti peningkatan
mendatang.
minat atau partisipasi dalam aktivitas
rehabilitasi h. Dapat mengindikasikan terjadinya depresi
umumnya terjadi sebagai pengaruh dari
stroke dimana memerlukan memerlukan
i. Monitor gangguan tidur peningkatan
intervensi dam evaluasi lebuh lanjut
kesulitan kosentrasi, letargi, dan witdhrawal.
j. Kolaborasi:
i. Dapat memfasilitasi perubahn peran yang
Rujuk pada ahli neuropsikologi dan
penting untuk perkembangan perasaan.
konseling bila ada indikasi
Kerjasama fisioterapy, psikoteraphy obat-
obatan, dan dukungan partisipasi kelompok
dapat menolong mengurangi depresi yang
juga sering muncul pada keadaan ini.

DX IV : Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan perubahan proses


pikir

Tujuan :
Dalam waktu 2x24 jam terjadi peniingkatan dalam perilaku berkomunikasi yang efektif
sesuai dengan kondisi dan keadaan klien.
Kriteria hasil :
Membuat teknik/metode komuunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
Intervensi Rasional
a. Kaji kemampuan klien untuka. . Gangguan berbicara ada pada banyak klien
berkomunikasi. yang mengalami penyakit alzheimer. Bicara
mereka yang lemah, menoton, halus

16
menuntuk kesadaran berupaya untuk bicara
dengan lambat dengan penekanan perhatian
pada apa yang mereka katakan
b. Menentukan cara-cara komunikasi sepertib. Memperhatikan kontak mata akan membuat
mempertahankan kontak mata, pertanyaan klien tertarik selama komunikasi, jika klien
dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan dapat menggerakkan kepala, mengedipkan
kertas dan pensil/bolpoin, gambar, ataupun mata, atau senang dengan isyarat-isyarat
papan tulis; bahan isyarat, perjelas arti dari sederhana, lebih baik dengan menggunakan
komunikasi yang disampaikan. pertanyan ya atau tidak. Kemampuan menulis
kadang-kadang melelahkan klien, selain itu
dapat mengakibatkan frustasi dalam upaya
memenuhi kebutuhan komunikasi. Keluarga
dapat bekerjasama untuk membantu
memenuhi kebutuhan klien.
c. Letakkan bel atau lampu panggilanc. Ketergantungan klien pada ventilator akan
ditempat yang mudah dijangkau dan berikan lebih baik, rileks, perasaan aman, dan
penjelasan cara menggunakannya. mengerti bahwa selama menggunakan
Jawab panggilan tersebut dengan segera. ventilator, perawat akan memenuhi segala
Penuhi kebutuhan klien. Katakan kepada kebutuhannya.
klien bahwa perawat siap membantu jika
dibutuhkan.

d. Buatlah catatan dikantor perawat tentangd. Mengingatkan staf perawat untuk berespon
keadaan klien yang tak dapat berbicara dengan klien selama memberikan perawatan.
e. Buat rekaman pembicaraan klien e. Rekaman pembicaraan klien dalam pita
kaset secara periodik, hal ini dibutuhkan
dalam memantau perkembangan klien.
Amplifier kecil membantu bila klien
mengalami kesultan mendengar
f. Anjurkan keluarga atau orang lain yangf. Keluarga dapat merasakaan akrab dengan
dekat denga klien untuk berbicara dengan berada dekat klien selama berbicara, dengan
klien, memberikan informasi tentang pengalaman ini dapat membantu atau
keluraganya dan keadaan yang sedang mempertahankan kontak nyata seperti
terjadi. merasakan kehadiran anggota keluarga yang
dapat mengurangi perasaan kaku
g. Kolaborasi dengan ahli bicara bahasa. g. Ahli terapi bicara bahasa dapat membantu
dalam membentuk peningkatan latihan
percakapan dan membantu petugas kesehatan
untuk mengembangkan metode komunikasi
untuk memenuhi kebutuhan klien.

17
D. Evaluasi
1. Mempertahankan fungsi ingatan yang optimal
2. Memperlihatkan penurunan dalam prilaku yang bingung
3. Dapat bergerak bebas dan mandiri disekitar rumah
4. Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindung
5. Mengungkapkan perasaan ketenangan dan kepuasan diri
6. Menunjukkkan peningkatan kemampuan untuk memahami pesan

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

18
Penyakit Alzheimer adalah : penyakit degenerasi neouron kolinergik yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang di atas 63 tahun. Penyakit ini
di tandai dengan hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian
selektif neuron.
Gejala Alzheimer, dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun),
Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun), Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun).

B. Saran
Demikian makalah ini kami susun sebagaimana mestinya semoga bermanfaat bagi kita
semua khususnya bagi tim penyusun dan semua mahasiswa dan mahasiswi kesehatan pada
umumnya. Saran kami, lebih banyak membaca untuk meningkatkan pengetahuan.
Kami sebagai penyusun menyadari akan keterbatasan kemampuan yang menyebabkan
kekurangsempurnaan dalam makalah ini, baik dari segi isi maupun materi, bahasa dan lain
sebagainya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya agar makalah selanjutnya dapat lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

19
Brunner & suddarth,2002., Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Vol 1. Penerbit Buku
Kedokteran,EGC.
Powell R. Don.Dr. 2003., 365 Tips Hidup Sehat. Delapratasa publishing.
Doenges E. Marilynn,2000., Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran.EGC
Price A.Sylvia.1995., Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

20

Vous aimerez peut-être aussi