Vous êtes sur la page 1sur 25

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) TUMOR OTAK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tumor Otak

Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak
maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030).
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna)
membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang
belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa
tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri
disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker
paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).

Tekanan intra kranial ( TIK ) adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi otak, cairan
serebrospinal (CSS) dan volume darah otak sehingga. Sedangkan peningkatan intra kranial
(PTIK) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan
cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat
dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis
spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan
durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jadi jika
otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme
penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi
dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta kematian.

2.2 Klasifikasi Tumor Otak

Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

2.2.1 Berdasarkan Jenis Tumor

a. Jinak

1. Acoustic neuroma

2. Meningioma

Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan
sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena
dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini sering kali memiliki
banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan
pemeriksaan CT scan otak.

1. Pituitary adenoma
2. Astrocytoma (grade I)

b. Malignant

1. Astrocytoma (grade 2,3,4)

2. Oligodendroglioma

Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul hingga 10 tahun.
Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan
tekanan intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat
kemosensitif.

1. Apendymoma

Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim yang menutup
ventrikel. Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa
ventrikularis. Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Dua faktor
utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup
jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin
buruk progmosisnya.

2.2.2 Berdasarkan Lokasi

a. Tumor Supratentorial

Hemisfer otak, terbagi lagi :

1. Glioma :

i) Glioblastoma multiforme

Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak dan sering
menyebar kesisi kontra lateral melalui korpus kolosum.

ii) Astroscytoma

iii) Oligodendroglioma

Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari sel-sel
oligodendroglia. Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi biasanya
dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda.

1. Meningioma

Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan duramater yang lebar
(broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran araknoid. Pada
kompartemen supratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang
disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi
meningioma disebut sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%),
Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculum sellae
(10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh lambat
defisit neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur
otak di sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di
regio frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii
sekitar sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge)
tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus yang progresif.

1. Tumor Infratentorial

2. Schwanoma akustikus

3. Tumor metastasisc

Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % 10 % dari seluruh tumor otak dan dapat
berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer paling sering berasal dari paru-paru dan
payudara. Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid
dapat juga bermetastasis ke otak.

1. Meningioma

Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel


mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.

1. Hemangioblastoma

Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering
dijumpai dalam serebelum.

2.3 Etiologi Tumor Otak

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak
penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:

1. Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai
manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis
neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor
hereditas yang kuat pada neoplasma.

1. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang


mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari
bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma
intrakranial dan kordoma.

1. Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.
Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.

1. Virus

Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma
tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan
tumor pada sistem saraf pusat.

1. Substansi-substansi karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea.
Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.

1. Trauma Kepala

2.4 Manifestasi Klinis Tumor Otak

1. a. Nyeri Kepala

Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian berkembang
menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat
oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan
bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial
sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan
nyeri alih ke oksiput dan leher.

1. b. Perubahan Status Mental

Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan


berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal
atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan
terjadinya somnolen hingga koma.

1. c. Seizure

Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma,
oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru
kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
1. d. Edema Papil

Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik
neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan
gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat
menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.

1. Muntah

Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga
mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari,
dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa
intracranial.

1. Vertigo

Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.

2.5 Patofisiologi Tumor Otak

Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini
menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya
dibicarakan dalam suatu perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya
dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan
intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja
disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat. Perubahan suplai
darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan
otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi
secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.

Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan


kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapatumor membentuk
kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan
neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena
tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas
menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami,
namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena
dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan
volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang
sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.

Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat
salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena itu
tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara
lain bekerja menurunkan volume darahintra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan
cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus
temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak.
Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan saraf
ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum
oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat.
Intrakranialyang cepat adalah bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan
nadi dan gangguan pernafasan).

2.6 Pemeriksaan Diagnostik Tumor Otak

1. CT scan dan MRI

Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika
penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau
fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit
membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.

1. Foto polos dada

Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan
memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.

1. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan
ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya
diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang
tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).

1. Biopsi stereotaktik

Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.

1. Angiografi Serebral

Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.

1. Elektroensefalogram (EEG)

Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

2.7 Penatalaksanaan Tumor Otak

Faktor faktor Prognostik sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan

1. Usia
2. General Health

3. Ukuran Tumor

4. Lokasi Tumor

5. Jenis Tumor

Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya, yaitu

a. Surgery

Terapi Pre-Surgery :

Steroid Menghilangkan swelling, contoh dexamethasone

Anticonvulsant Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti carbamazepine

Shunt Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal

Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor. Pembedahan


pada tumor otak bertujuan utama untuk melakukan dekompresi dengan cara mereduksi efek
massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi. Dengan
pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula jaringan hipoksik akan terikut
serta sehingga akan diperoleh efek radiasi yang optimal. Diperolehnya banyak jaringan tumor
akan memudahkan evaluasi histopatologik, sehingga diagnosis patologi anatomi diharapkan
akan menjadi lebih sempurna. Namun pada tindakan pengangkatan tumor jarang sekali
menghilangkan gejala-gelaja yang ada pada penderita.

b. Radiotherapy

Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan


proses keganasan. Berbagai penelitian klinis telah membuktikan bahwa modalitas terapi
pembedahan akan memberikan hasil yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi
dengan kemoterapi dan radioterapi.

Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately sensitive), sehingga


pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis tinggi radiasi diharapkan dapat
mengeradikasi semua sel tumor. Namun demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi
jaringan sehat disekitarnya. Semakin dikit jaringan sehat yang terkena maka makin tinggi
dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode serta teknik
pemberian radiasi dengan tingkat presisi yang tinggi.

Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada tumor sementara
metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi jyga digunakan dalam tata
laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis.

c. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu
atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel tumor pada
klien. Diberikan secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam
siklus, satu siklus terdiri dari treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti waktu
istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien
dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah tumor berespon terhadap terapi yang dilakukan
ataukah tidak.

2.8 Komplikasi Tumor Otak

a. Edema Serebral

Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah
efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel
(vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).

b. Hidrosefalus

Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang
tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat
massa.

c. Herniasi Otak

Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.

d. Epilepsi

f. Metastase ketempat lain

2.9 Prognosis Tumor Otak

Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2
tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana
kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan. Sekitar 50%
penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun. Pengobatan untuk
kanker otak lebih efektif dilakukan pada:

1. a. Penderita yang berusia dibawah 45 tahun.

2. b. Penderita astrositoma anaplastik.

3. c. Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui
pembedahan.
2.10 WOC Tumor Otak

DOWNLOAD : WOC TUMOR OTAK

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Data Demografi

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan

1. Keluhan utama

Biasanya klien mengeluh nyeri kepala

1. Riwayat penyakit saat ini

Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran,


penurunan penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia.

1. Riwayat penyakit dahulu

Klien pernah mengalami pembedahan kepala

1. Riwayat penyakit keluarga

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya
dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala.

1. Pengkajian psiko-sosio-spirituab

Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil


keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan,
adanya perubahan peran.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )

Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system
dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3
(Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

1. Pernafasan B1 (breath)

2. Bentuk dada : normal

3. Pola napas : tidak teratur

4. Suara napas : normal

5. Sesak napas : ya

6. Batuk : tidak

7. Retraksi otot bantu napas ; ya

8. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)

9. Kardiovaskular B2 (blood)

10. Irama jantung : irregular

11. Nyeri dada : tidak

12. Bunyi jantung ; normal

13. Akral : hangat

14. Nadi : Bradikardi

15. Tekanana darah Meningkat

16. Persyarafan B3 (brain)

17. Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia.

18. Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal

19. Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal

20. Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)


1. Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,
kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata
komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.

2. Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak


seimbang, berkurangnya reflex tendon.

3. GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran


pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon
pasien terhadap rangsangan yang diberikan.

Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 6 tergantung
responnya yaitu :

a. Eye (respon membuka mata)

(4) : Spontan

(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : Tidak ada respon

b. Verbal (respon verbal)

(5) : Orientasi baik

(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan
waktu.

(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat. Misalnya aduh, bapak)

(2) : Suara tanpa arti (mengerang)

(1) : Tidak ada respon

c. Motor (respon motorik)

(6) : Mengikuti perintah

(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)

(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : Tidak ada respon

1. Perkemihan B4 (bladder)

1. Kebersihan : bersih

2. Bentuk alat kelamin : normal

3. Uretra : normal

4. Produksi urin: normal

5. Pencernaan B5 (bowel)

1. Nafsu makan : menurun

2. Porsi makan : setengah

3. Mulut : bersih

4. Mukosa : lembap

5. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

1. Kemampuan pergerakan sendi : bebas

2. Kondisi tubuh: kelelahan

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.

3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan


intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.

4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.

5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau
interpretasi.

6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek
kemoterapi dan radioterapi.
7. Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma.

8. Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma.

9. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan
leher.

3.3 Intervensi Keperawatan

1. 1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang`1 atau dapat diadaptasi oleh klien

Kriteria hasil :

1. Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi


ditunjukkan penurunan skala nyeri. Skala = 2

2. Klien tidak merasa kesakitan.

3. Klien tidak gelisah

Intervensi Rasional

1. Kaji keluhan nyeri: intensitas,


karakteristik, lokasi, lamanya, faktor
yang memperburuk dan meredakan. 1. Pengenalan segera meningkatkan
intervensi dini dan dapat mengurangi
beratnya serangan.

2. Meningkatkan rasa nyaman dengan


menurunkan vasodilatasi.

3. Akan melancarkan peredaran darah,


dan dapat mengalihkan perhatian
nyerinya ke hal-hal yang
1. Instruksikan pasien/keluarga untuk menyenangkan
melaporkan nyeri dengan segera jika
nyeri timbul.

2. Berikan kompres dingin pada kepala. 1. Analgesik memblok lintasan nyeri,


sehingga nyeri berkurang

2. Merupakan indikator/derajat nyeri


1. Mengajarkan tehnik relaksasi dan yang tidak langsung yang dialami.
metode distraksi
1. Kolaborasi pemberian analgesic.

1. Observasi adanya tanda-tanda nyeri


non verbal seperti ekspresi wajah,
gelisah, menangis/meringis,
perubahan tanda vital.

2. Nyeri merupakan pengalaman


subjektif dan harus dijelaskan oleh
pasien. Identifikasi karakteristik nyeri
dan faktor yang berhubungan
merupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi
yang cocok dan untuk mengevaluasi
keefektifan dari terapi yang
diberikan.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan denga penekanan medula oblongata.


Tujuan : Pola pernafasan kembali normal

Kriteria Hasil :

1. Pola nafas efekif

2. GDA normal

3. Tidak terjadi sianosis

Intervensi Rasional

1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman


pernafasan. Catat ketidakteraturan
pernafasan 1. Mengidentifkasi adanya masalah
paruatau obstruksi jalan nafas yang
membahayakan oksigenasi serebral
atau menandakan infeksi paru.

2. Memaksimalkan oksigen pada darah


arteri dan membantu dalam
pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernafasan tertekan, mungkin
1. Posisikan semi fowler diperlukan ventilasi mekanik.

1. Anjurkan pasien untuk melakukan


nafas dalam

2. Auskultasi suara nafas, perhatikan


daerah hipoventilasi dan adanya
suara-suara tambahan yang tidak
normal

1. Kolabolasi. Berikan terapi oksigen

2. Perubahan dapat menandakan awitan


kompliasi pulmonal atau
menandakan lokalisasi keterlibatan
otak. Pernapasan lambat , periode
apnea dapat perlunya ventilasi
mekanis.

3. Memudahkan ekspansi paru dan


menurunkan kemungkinan lidah
jatuh yang menyumbat jalan nafas.

4. Membuat pola nafas lebih teratur.

1. 3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.

Tujuan : Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil.

Kriteria hasil :

1. Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri


rata-rata 80-100mmHg

2. Menunjukkan tingkat kesadaran normal


3. Orientasi pasien baik

4. RR 16-20x/menit

5. Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi

Intervensi Rasional

1. Monitor secara berkala tanda dan gejala


peningkatan TIK
1. Mengetahui fungsi retikuler
1. Kaji perubahan tingkat kesadaran, aktivasi sistem dalam batang
orientasi, memori, periksa nilai GCS otak, tingkat kesadaran
memberikan gambaran
2. Kaji tanda vital dan bandingkan adanya perubahan TIK
dengan keadaan sebelumnya
2. Mengetahui keadaan umum
3. Kaji fungsi autonom: jumlah dan pola pasien, karena pada stadium
pernapasan, ukuran dan reaksi pupil, awal tanda vital tidak
pergerakan otot berkolerasi langsung dengan
kemunduran status neurologi
4. Kaji adanya nyeri kepala, mual,
muntah, papila edema, diplopia, 3. Respon pupil dapat melihat
kejang keutuhan fungsi batang otak
dan pons
5. Ukur, cegah, dan turunkan TIK
d. Merupakan tanda peningkatan
1. Pertahankan posisi dengan TIK
meninggikan bagian kepala
15-300, hindari posisi
telungkup atau fleksi tungkai
secara berlebihan 1. Peninggian bagian kepala
akan mempercepat aliran
2. Monitor analisa gas darah, darah balik dari otak, posisi
pertahankan PaCO2 35-45 fleksi tungkai akan
mmHg, PaO2 >80mmHg meninggikan tekanan
intraabomen atau intratorakal
3. Kolaborasi dalam pemberian yang akan mempengaruhi
oksigen aliran darah balik dari otak

4. Hindari faktor yang dapat 2. Menurunnya CO2


meningkatkan TIK menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah

3. Memenuhi kebutuhan
1. Istirahatkan pasien, hindari tindakan oksigen
keperawatan yang dapat mengganggu tidur
pasien

2. Berikan sedative atau analgetik dengan


kolaboratif.
1. Keadaan istirahat
mengurangi kebutuhan
oksigen

2. Mengurangi peningkatan TIK

1. 4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi


ortostatik.

Tujuan : Diagnosa tidak menjadi masalah aktual

Kriteria hasil :

1. Pasien dapat mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan vertigo

2. Pasien dapat menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah di otak tiba-tiba
yang berhubungan dengan ortostatik.

3. Pasien dapat melaksanakan gerakan mengubah posisi dan mencegah drop tekanan di
otak yang tiba-tiba.

4. Menjelaskan beberapa episode vertigo atau pusing.

Intervensi Rasional

1. Kaji tekanan darah pasien saat pasien


mengadakan perubahan posisi tubuh.

1. Diskusikan dengan klien tentang


fisiologi hipotensi ortostatik.

2. Ajarkan teknik-teknik untuk


mengurangi hipotensi ortostatik

1. Untuk mengetahui pasien


mengakami hipotensi
ortostatik ataukah tidak.

2. Untuk menambah
pengetahuan klien tentang
hipotensi ortostatik.

3. Melatih kemampuan klien


dan memberikan rasa nyaman
ketika mengalami hipotensi
ortostatik.

1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau
interpretasi.

Tujuan : Tidak mengalami kerusakan komunikasi verbal dan menunjukkan kemampuan


komunikasi verbal dengan orang lain dengan cara yang dapat di terima.

Kriteria Hasil:

1. Pasien dapat mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi.

2. Pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan

3. Pasien dapat menggunakan sumber-sumber dengan tepat

Intervensi Rasional

1. Perhatikan kesalahan dalam


komunikasi dan berikan umpan balik.

1. Menurunkan kebingungan/ansietas
1. Minta pasien untuk menulis nama selama proses komunikasi dan
atau kalimat yang pendek. Jika tidak berespons pada informasi yang lebih
dapat menulis, mintalah pasien untuk banyak pada satu waktu tertentu.
membaca kalimat yang pendek.

2. Berika metode komunikasi


alternative, seperti menulis di papan
tulis, gambar. Berikan petunjuk
visual (gerakan tangan, gambar-
gambar, daftar kebutuhan,
demonstrasi).

3. Katakan secara langsung dengan


pasien, bicara perlahan, dan dengan
tenang. Gunakan pertanyaan terbuka
dengan jawaban ya/tidak
selanjutnya kembangkan pada
pertanyaan yang lebih komplek
sesuai dengan respon pasien.

4. Pasien mungkin kehilangan


kemampuan untuk memantau ucapan
yang keluar dan tidak menyadari
bahwa komunikasi yang
diucapkannya tidak nyata.

5. Menilai kemampuan menulis dan


kekurangan dalam membaca yang
benar yang juga merupakan bagian
dari afasia sensorik dan afasia
motorik.

6. Memberikan komunikasi tentang


kebutuhan berdasarkan keadaan/
deficit yang mendasarinya.

1. 6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan efek kemoterapi dan radioterapi.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat

Kriteria hasil:

1. Antropometri: berat badan tidak turun (stabil)

2. Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl

Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)

1. Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah

2. Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah


Intervensi Rasional
7.

1. Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi: 1. Menentukan adanya kekurangan


penurunan berat badan, tanda-tanda anemia, nutrisi pasien
tanda vital

2. Monitor intake nutrisi pasien


1. Salah satu efek kemoterapi dan
radioterapi adalah tidak nafsu makan

3. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi 2. Mengurangi mual dan terpenuhinya
sering. kebutuhan nutrisi.

4. Timbang berat badan 3 hari sekali 3. Berat badan salah satu indikator
kebutuhan nutrisi.

4. Menentukan status nutrisi


5. Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin

6. Kolaborasi dalam pemberian obat


antiemetik 1. Mengurangi mual dan muntah untuk
meningkatkan intake makanan

Diagnosa : Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma

Tujuan : Mempertahankan fungsi penglihatan dan mencegah kerusakan yang lebih


parah

Kriteria Hasil:

Mempertahankan lapang pandang tanpa kehilangan lebih lanjut

Intervensi Rasional

Mandiri:

1. Kaji respon pupil: 1. Perubahan pupil menunjukkan tekanan


pada syaraf okulomotorius atau optikus

1. Reaksi pupil diatur oleh


syarafokulomotorius (syaraf cranial
1. Inspeksi pupil dengan senter kecil untuk III) pada batng otak.
mengevaluasi ukuran, konvigurasi, dan
reaksi terhadap cahaya.

2. Evaluasi tatapan klien untuk 1. Gerakan mata konjugasi diatur dari bagian
menentukan apakah terdapat konjugasi korteks dan batang otak.
(berpasangan, saling bekerja sama) atau
apakah gerakan mata abnormal.

3. Evaluasi kemampuan mata untuk


melakukan abduksi dan adduksi
1. Syaraf cranial VI atau syaraf abdusen
mengatur gerakan abduksi dan adduksi
mata. Syaraf cranial IV atau syaraf
troklearis juga mengatur gerakan mata.

1. Mempengaruhi harapan masa depan pasien


dan pilihan intervensi
1. Pastikan derajat atau tipe kehilangan
penglihatan

1. Intervensi dini mencegah kebutaan bagi


pasien dalam menghadapi kemungkinan
1. Dorong mengekspresikan perasaan atau mengalami kehilangan penglihatan
tentang kehilangan atau kemungkinan sebagian atau total. Meskipun kehilangan
kehilangan penglihatan penglihatan telah terjadi tak dapat
diperbaiki kehilangan lanjut dapat dicegah.

2. Menurunkan bahaya keamanan


1. Lakukan tindakan untuk membantu sehubungan dengan perubahan lapang
pasien menangani keterbatasan pandang atau kehilangan penglihatan dan
penglihatan. Misalnya, kurangi akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan
kekacauan, atur perabot, ingatkan
memutar kepala ke subjek yang terlihat, 1. Kolaborasi:
perbaiki sinar suram dan masalah
penglihatan malam.

Lakukan tindakan pembedahan pada tumor


yang masih bersifat jinak (benigna).
1. Mencegah terjadinya metastase ke organ
lain serta mencegah kerusakan yang lebih
parah.
1. Agen hiperosmotik. Contoh: mannitol
(osmitrol; gliserin) 2. Digunakan untuk menurunkan sirkulasi
volume cairan, dimana akan menurunkan
produksi aquos humor bila pengobatan
lain belum berhasil.

3. Mungkin menguntungkan bila pasien tidak


1. Dipifevren hidroclorida (propine) berespon pada obat lain. Bebas efek
samping seperti, penglihatan kabur,
kebutaan malam.

8. Diagnosa: Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma

Tujuan: Mempertahankan fungsi pembau dan mencegah kerusakan yang lebih parah

Kriteria Hasil: Mempertahankan fungsi pembau

Intervensi Rasional

1. Mandiri:

Lakukan uji indra pembau klien dengan Mengetahui seberapa baik kemampuan
memberi tester bau yang khas seperti kopi dan membau klien
bawang

1. Memberi helth education kepada


pasien mengenai penurunan fungsi Membantu pasien untuk dapat menerima
pembau kondisi yang dialami

9. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu
menggerakan leher

Tujuan : Memberikan kenyamanan gerak leher pada klien

Kriteria Hasil :

1. Klien dapat menggerakan leher secara normal


2. Klien dapat beraktifitas secara normal

Intervensi Rasional

1. Kaji rentang gerak leher klien

2. Memberi helth education kepada


pasien mengenai penurunan fungsi
gerak leher

3. Kolaburasi dengan fisioterapi

4. Mengetahui kemampuan gerak leher


klien

5. Membantu pasien untuk dapat


menerima kondisi yang dialami

6. Terapi dapat membantu


mengembalikan gerak leher klien
secara normal

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diace C dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC

Price, Sylvia A dan Lorrane M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol 2. Jakarta: EGC

Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto

Copyright (c) 2011-2015 Nuzulul Zulkarnain Haq. All rights reserved.


Seluruh artikel di nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id dapat anda perbanyak, cetak, modifikasi dan
distribusikan secara bebas asal tetap mencantumkan nama penulis dan URL lengkap artikel.
Powered by Universitas Airlangga

Vous aimerez peut-être aussi