Vous êtes sur la page 1sur 9

Seftriakson

Seftriakson adalah antibiotik generasi tiga yang berasal dari golongan

sefalosporin. Antibiotik ini memiliki efek antibakterial dengan spektrum luas,

14
aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, serta bakteri anaerob.

Antibiotik ini bekerja dengan cara menghambat sintesis mukopeptida yang

diperlukan untuk pembentukan dinding sel bakteri, yaitu menghambat reaksi

15
transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.

Seftriakson sekarang ini merupakan terapi lini pertama untuk uretritis gonore

tanpa komplikasi, yang merupakan rekomendasi dari CDC (Centre of Disease

7
Control and Prevention).

2.1.1 Struktur Kimia

Seftriakson mempunyai nama kimia (6R,7R)-7-{[(2Z)-2-(2-amino-1,3-thiazol-4-

yl)->2-(methoxyimino)acetyl]amino}-3-{[(2-methyl-5,6-dioxo-1,2,5,6-

tetrahydro-1,2,4-triazin-3-yl)thio]methyl}-8-oxo-5-thia-1-azabicyclo[4.2.0]oct-

2-ene-2-carboxylic acid , dan mempunyai rumus molekul C 18H18N8O7S3.

7
8

15
Gambar 1. Struktur kimia seftriakson

Mekanisme Kerja

Farmakodinamik

Seftriakson merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat

bakterisidal (membunuh bakteri). Efek bakterisidal seftriakson dihasilkan akibat

penghambatan sintesis dinding bakteri. Seftriakson mempunyai stabilitas yang

tinggi terhadap beta-laktamase, baik terhadap penisilin maupun sefalosporinase

15
yang dihasilkan oleh bakteri gram-negatif dan gram-positif.

Farmakokinetik

Seftriakson mengikuti farmakokinetika non linier (bergantung dosis), terikat

protein plasma 85 hingga 95%. Absorbsi seftriakson di saluran cerna buruk, karena

itu diberikan secara parentral. Seftriakson secara luas didistribusikan dalam jaringan

tubuh dan cairan. Umumnya mencapai konsentrasi terapeutik dalam cairan serebro

spinal. Melintasi plasenta dan konsentrasi rendah telah terdeteksi dalam ASI

konsentrasi tinggi dicapai dalam empedu. Sekitar 33 hingga 67 % seftriakson

diekskresikan dalam urin, terutama oleh filtrasi


9

glomerulus, sisanya diekskresikan dalam empedu dan pada tahap akhirnya ditemukan
15
dalam feses.

Efek Samping

Reaksi alergi merupakan efek samping yang sering terjadi, gejalanya mirip

dengan reaksi alergi yang ditimbulkan oleh penisilin. Reaksi mendadak yaitu anafilaksis

dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang umumnya terjadi pada

pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi penisilin ringan dan sedang

kemungkinannya kecil. Dengan demikian pada pasien dengan pasien alergi penisilin

berat, tidak dianjurkan penggunaan sefalosporin atau kalau sangat diperlukan harus

diawasi dengan sungguh-sungguh. Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia

15
dapat timbul meskipun jarang.

Sefalosporin bersifat nefrotoksik, meskipun jauh lebih ringan dibandingkan

dengan aminoglikosida dan polimiksin. Kombinasi sefalosporin dengan gentamisin

mempermudah terjadinya nefotoksisitas. Diare dapat timbul terutama pada pemberian

sefoperazon, mungkin karena ekskresinya terutama melalui empedu, sehingga

15
mengganggu flora normal usus.

Farmakokinetik dan Dosis

Infus intravena 1 g sefalosporin parenteral menghasilkan level serum 60-


140 mcg/mL. Penetrasinya terhadap cairan dan jaringan tubuh baik, dan selain
cefoperazone dan sefalosporin oral, level yang dicapai di cairan serebrospinal
cukup untuk menginhibisi kebanyakan patogen, termasuk batang gram negatif
kecuali pseudomonas.
Waktu paruh seftriakson 7-8 jam, dapat diinjeksikan tiap 24 jam dengan
dosis 15-50 mg/kgBB/hari. Dosis tunggal 1 g per hari cukup untuk kebanyakan
infeksi serius, dengan dosis 4 g sekali sehari dianjurkan untuk pengobatan
meningitis.
Kegunaan Klinis
Seftriakson dan sefalosporin generasi III lainnya digunakan untuk
menangani berbagai infeksi serius yang disebabkan oleh organisme yang resisten
terhadap kebanyakan obat lainnya. Namun demikian, tidak cocok untuk strain
penghasil spektrum lanjut (extended spectrum) beta laktamase. Sefalosporin
generasi III harus dihindari dalam pengobatan infeksi enterobacter karena
munculnya resistensi, walau isolat klinis tampak suseptibel in vitro. Seftriakson,
bersama sefotaksim, telah disepakati untuk pengobatan meningitis, termasuk
meningitis yang disebabkan oleh pneumokokus, meningokokus, H influenzae, dan
batang gram negatif usus, kecuali L monocytogenes. Seftriakson dan sefotaksim
merupakan sefalosporin paling aktif terhadap strain pneumokokus resisten
penisilin dan direkomendasikan untuk terapi empiris infeksi serius yang
disebabkan oleh strain ini. Meningitis yang disebabkan oleh strain pneumokokus
yang sangat resisten penisilin (misal yang hanya suseptibel terhadap MICS
penisilin > 1 mcg/mL) dapat tidak berespon, dan disarankan penambahan
vankomisin. Indikasi lainnya adalah untuk terapi empiris sepsis yang tidak
diketahui sebabnya baik pada pasien imunokompeten maupun imunokompromais,
dan pengibatan infeksi dimana sefalosporin adalah obat paling tidak toksik yang
bisa diperoleh.
Pada pasien imunokompromais dengan bemam dan neuropeni, sefalosporin
generasi III sering digunakan dengan kombinasi bersama aminoglikosida.

Kontraindikasi

Seftriakson dikontraindikasikan terhadap mereka yang alergi terhadap golongan


sefalosporin. Efeknya terhadap Ibu hamil belum dilaporkan, namun seftriakson
tidak boleh diberikan pada neonatus dibawah 28 hari atau diatas 28 hari dengan
keadaan hiperbilirubinemia., karena berkompetisi dengan bilirubin untuk
berikatan dengan albumin serum, sehingga dapat menyebabkan ensefalopati
bilirubin.
Interaksi

Interaksi dilaporkan terjadi dengan warfarin, probenecid, kalsium dan produk


yang mengandung kalsium. Penggunaan bersama probenesid meningkatkan kadar
sefalosporin di dalam darah, sedang penggunaan bersama warfarin dapat
meningkatkan resiko perdarahan. Karena itu, dalam keadaan dimana kedua obat
tersebut terpaksa digunakan bersama-sama, kadar INR dan protrombin harus terus
dimonitor. Sedang kalsium dapat terikat dengan seftriakson sehingga dapat
menjadi deposit yang berbahaya di jantung dan paru.

AZITHROMYCIN

Azitromisin diturunkan dari eritromisin dengan penambahan metilasi nitrogen ke


dalam cincin lakton makrolida. Mekanisme antibakterinya adalah dengan
mengganggu sintesis protein bakteri. Azitromisin terikat dengan subunit 50s
ribosom bakteri, dan menginhibisi translokasi peptida. Kegunaan klinis dan
spektrum antibakterinya mirip dengan eritromisin dan klaritromisin, namun tidak
seaktif kedua obat tersebut dalam mengatasi stafilokokus dan streptokokus.
Azitromisin lebih bermanfaat terhadap H. influenzae, M avium, T gondii, dan
sangat aktif terhadap klamidia.
Farmakodinamik
Azitromisin merupakan antibiotik spektrum sedang yang bersifat
bakteriostatik ( menghambat pertumbuhan kuman).17

Antibiotik ini bekerja dengan cara menghambat sintesis protein kuman


dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom subunit 50.13,14,15

Azitromisin tidak menghambat pembentukan ikatan peptide, namun lebih pada


menghambat proses translokasi tRna dari tempat akseptor di ribosome ke lokasi
donor di peptidil.15
Farmakokinetik

Azitromisin diabsorbsi baik di usus halus bagian atas, namun karena


sifatnya yang basa azitromisin mudah hancur oleh asam lambung yang terdapat
pada usus halus. Oleh sebab itu obat ini harus diberikan dalam bentuk kapsul salut
enterik. Kadar puncaknya akan dicapai dalam waktu satu setengah jam pada orang
normal dan lima jam pada penderita anuri. Waktu eliminasi yang dibutuhkan oleh
obat ini cukup lama, yaitu sekitar dua sampai dengan 4 hari. Azitromisin
didistribusikan secara luas keseluruh tubuh kecuali otak dan cairan serebrospinal.
Pada fungsi ginjal yang buruk tidak diperlukan penyesuaian dosis.13,14,15,17
Azitromisin tidak dibersihkan oleh dialisis. Sejumlah besar azitromisin yang
diberikan diekskresi dalam empedu dan hilang dalam feses, dan hanya 5%
yang diekskresikan melalui uri

2.1.3 Sediaan Obat

Pada pemberian oral, azitromisin dapat diberikan dalam bentuk tablet dengan
dosis 250mg dan 500mg untuk dewasa yang dibagi dalam 1 kali pemberian
dalam sehari. Bentuk lainnya berupa suspensi yang mengandung 200mg/5ml
untuk anak yang dibagi dalam 1 kali pemberian sehari selama 3 hari.
Sedangkan pada penderita uretritis dapat diberikan 1g dosis tunggal perhari

Farmakokinetik dan Dosis

Perbedaan azitromisin dengan eritromisin dan klaritromisin, azitromisin lebih


stabil terhadap asam, karena itu bisa digunakan per oral tanpa harus
dilindungi dari asam lambung. Dosis 500 mg azitromisin menghasilkan
konsentrasi serum yang relatif rendah, 0,4 mcg/mL. Namun demikian
penetrasinya sangat baik pada kebanyakan jaringan (kecuali cairan
serebrospinal) dan sel-sel fagosit, dengan konsentrasi jaringan melebihi
konsentrasi serum 10 hingga 100 kali lipat, karena sifatnya yang sangat larut
dalam lemak. Karena sifat ini pula sebaiknya azitromisin digunakan 1 jam
sebelum atau 2 jam sesudah makan. Kadar yang tinggi ini menyebabkan obat
secara aktif ditransport ke situs infeksi. Obat dieliminasi dari jaringan dengan
waktu paruh 2-4 hari melalui cairan empedu dan urin , dan cukup resisten
terhadap inaktivasi metabolik. Hal ini menyebabkan azitromisin dapat
diberikan sekali sehari, atau dipendekan durasinya dalam beberapa kasus. 1,4

Kegunaan klinis

Azitromisin digunakan untuk pengobatan infeksi saluran pernapasan,


jaringan lunak dan saluran urogenital. Dosis tunggal 1 g azitromisin sama
efektifnya dengan pemberian 7 hari doksisiklin untuk servisitis klamidia dan
uretritis. Pneumonia komunitas dapat diobati dengan azitromisin 500 mg
sebagai dosis awal, diikuti dengan dosis tunggal 250 mg per hari selama 4
hari ke depan. 1,4
Efek samping

Efek samping yang pernah dilaporkan berupa diare cair maupun dengan
darah, dada nyeri dan berdebar, gangguan gastrointestinal, jaundice,
tenggorokan sakit, nyeri kepala, kulit mengelupas dan merah. Sedang efek
samping ringan dapat berupa lelah dan lesu, insomnia, gatal ringan, telinga
berdengung, dan berkurangnya kemampuan merasakan makanan. 4

Kontraindikasi

Kontraindikasi kepada pasien yang hipersensitif pada golongan makrolida,


dan bayi dibawah usia 1 tahun.

Interaksi
Interaksi obat dapat terjadi pada penggunaan bersama-sama dengan warfarin,
antasida aluminium atau magnesium, digoksin, takrolimus, siklosporin,
triazolam, alkaloid ergot, teofilin, karbamazepin, fenitoin, nelvinafir dan
kuinin. Interaksinya berupa peningkatan konsentrasi obat-obat tersebut dalam
serum sehingga meningkatkan toksisitasnya, kecuali dengan antasida dengan
bahan aluminium dan magnesium. Obat tersebut dapat menunda absorpsi dan
mengurangi konsentrasi maksimal azitromisin dalam serum.

Vous aimerez peut-être aussi