Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Klasifikasi
Kejahatan seksual dikategorikan menjadi:
a. Perkosaan
Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita yang berusia diatas
15 tahun tidak dapat dihukum kecuali jika perbuatan tersebut dilakukan
terhadap wanita yang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.
Untuk penuntutan ini harus ada pengaduan dari korban atau keluarganya
(pasal 287 KUHP) . Khusus untuk yang usianya dibawah 12 tahun maka
untuk penuntutan tidak diperlukan adanya pengaduan.
c. Perzinahan
Khusus untuk delik ini penuntutan dilakukan oleh pasangan dari yang
telah kawin tadi yang diajukan dalam 3 bulan disertai gugatan cerai/pisah
kamar/pisah ranjang. Perzinahan ini diancam dengan hukuman pen]ara
selama maksimal 9 bulan.
d. Perbuatan cabul
Hukuman perbuatan cabul lebih ringan, yaitu 7 tahun saja jika perbuatan
cabul ini dilakukan terhadap orang yang sedang pingsan, tidak berdaya.
berumur dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin dengan atau tanpa
bujukan (pasal 290 KUHP). Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap
orang yang belum dewasa oleh sesama jenis diancam hukuman penjara
maksimal 5 tahun (pasal 291 KUHP).
Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak, anak tiri, anak angkat,
anak yang belum dewasa yang pengawasan, pemeliharaan, pendidikan
atau penjagaannya diserahkan kepadanya, dengan bujang atau bawahan
yang belum dewasa diancam dengan hukuman penjara maksimal 7 tahun.
Hukuman yang sama juga diberikan pada pegawai negeri yang melakukan
perbuatan cabul dengan bawahan atau orang yang penjagaannya
dipercayakan kepadanya, pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau
pesuruh dalam penjara, tempat peker]aan negara, tempat pendidikan,
rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya
(pasal 294 KUHP).
Dalam Perkawinan
(Pasal 288)
Persetubuhan
Diluar Perkawinan
Dengan Tanpa
persetujuan persetujuan
perempuan perempuan
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(5) Jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan ini tidak diindahkan
selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum
keputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Pemerkosaan
Usia Perlakuan
KUHP pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan
menggunakan kekerasan
Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu
orang perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanya satu
orang laki sebagai suaminya.
(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami
(2) Pengadilan dpat member izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam perkawinan, yang
diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu dikawin,
diancam, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara
palinglama delapan tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
Pasal 7 UU no. 1 / 1974 tentang Perkawinan
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapau umur 16 (enam
belas) tahun
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi
kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orangtua piak
pria maupun piak wanita
KUHP pasal 289
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam
karena perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana
pejara paling lama sembilan tahun.
Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain
sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum
cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(1) Barang siapa dengan member atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau
dengan menyesatkan sengaja menggerakkan seorang belum cukup
umur dan baik tingkahlakunya, untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum cukup umurnya
itudiketahui atau selayaknya harus diduga, diancam dengan pidana penjara
lima tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakuan atas pngaduan orang yang terhadap
dirinya dilakukan kejahatan itu.
(3) Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing
9 bulan dan 12 bulan.
1: pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan
adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau
diserahkan kepadanya:
2: seorang pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam
penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pemudikan, rumah piatu, rumah
sakit, rumah sakit ingatan atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan
cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.
(1) Diancam:
1: dengan pidana penjara paling lama 5 tahun, barang siapa dengan sengaja
menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh
anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya
yang belum cukup umur, atau oleh orang yang belum cukup umur yang
pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya diserahkan kepadanya, atau
pun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang
lain;
2: dengan pidana penjara paling lama empat tahun, barang siapa dengan sengaja
menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul kecuali tersebut ke-1 di
atas yang dilakukan oleh orang yang diketahui belum cukup umurnya atau
yang sepatutnya harus diduga demikian, dengan orang lain.
(2) Jika yang bersalah, melakukan keahatan itu sebagai pencaharian atau
kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga.
1. Anamnesis :
Umur
Status perkawinan
Haid : siklus dan hari pertama haid terakhir
Penyakit kelamin dan kandungan
Penyakit lain seperti ayan dan lain-lain
Riwayat persetubuhan sebelumnya, waktu persetubuhan terakhir dan
penggunaan kondom
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Ada tidaknya perlawanan korban
Ada tidaknya penetrasi
Ada tidaknya ejakulasi
2. Pemeriksaan fisik
2.1 Pemeriksaan fisik korban
a. Pemeriksaan pakaian :
Robekan lama / baru / memanjang / melintang
Kancing putus
Bercak darah, sperma, lumpur dll.
Pakaian dalam rapih atau tidak
Benda-benda yang menempel sebagai trace evidence
b. Pemeriksaan badan :
Umum :
Rambut atau wajah rapi atau kusut.
Emosi tenang atau gelisah
Tanda bekas pingsan, alkohol, narkotik. Ambil contoh darah
Tanda kekerasan : Mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha
Trace evidence yang menempel pada tubuh
Perkembangan seks sekunder
Tinggi dan berat badan
Pemeriksaan rutin lainnya
Genitalia :
Eritema (kemerahan) vestibulum atau jaringan sekitar anus(dapat akibat zat
iritan, infeksi atau iritan)
Adesi labia ( mungkin akibat iritasi atau rabaan)
Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau
karena traksi labia mayor pada pemeriksaan)
Fisura ani (biasanya akibat konstipasi atau iritasi perianal)
Pendataran lipat anus (akibat relaksasi sfingter eksterna)
Pelebaran anus dengan adanya tinja (refleks normal)
Kongesti vena atau pooling vena (juga ditemuka pada konstipasi)
Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain, seperti uretra, atau
mungkin akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang aksidental).
Pemeriksaan selaput dara.
Pemeriksaan Ekstra-Genital
Pemeriksaan terhadap pakaian dan benda-benda yang melekat pada tubuh
Deskripsikan luka
Pemeriksaan rongga mulut pada kasus oral sex
Scrapping pada kulit yang memiliki noda sperma
Pemeriksaan kuku jari korban untuk mencari material dari tubuh pelaku
Menurut Idries (2008), terdapat beberapa hal penting yang harus ditentukandan
dievaluasi pada korban kejahatan seksual, yaitu:
1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke
dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau
tanpa terjadinya pancaran air mani, sehingga besarnya zakar dengan
ketegangannya, sampai seberapa jauh zakar masuk, keadaan selaput dara serta
posisi persetubuhan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Tidak terdapatnya robekan pada hymen, tidak dapat dipastikan bahwa
pada wanita tidak terjadi penetrasi, sebaliknya adanya robekan pada hymen
hanya merupakan pertanda adanya sesuatu benda (penis atau benda lain), yang
masuk ke dalam vagina.
Apabila pada persetubuhan tersebut disertai dengan ejakulasi dan
ejakulat tersebut mengandung sperma, maka adanya sperma di dalam liang
vagina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. Apabila ejakulat tidak
mengandung sperma maka pembuktian adanya persetubuhan dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat tersebut. Komponen yang
terdapat di dalam ejakulat dan dapat diperiksa adalah enzym asam fosfatase,
kholin dan spermin. Ketiganya bila dibandingkan dengan sperma, nilai untuk
pembuktian lebih rendah oleh karena ketiga komponen tersebut tidak spesifik.
Walaupun demikian enzym fosfatase masih dapat diandalkan, oleh karena
kadar asam fosfatase yang normalnya juga terdapat dalam vagina, kadarnya
jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan asam fosfatase yang berasal dari
kelenjar prostat.
Dengan demikian, apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan
persetubuhan itu tidak sampai berakhir dengan ejakulasi, dengan sendirinya
pembuktian adanya persetubuhan secara kedokteran forensik tidak mungkin
dapat dilakukan secara pasti. Sebagai konsekuensinya dokter tidak dapat
secara pasti pula menentukan bahwa pada wanita tidak terjadi persetubuhan.
Maksimal dokter harus mengatakan bahwa pada diri wanita yang diperiksa itu
tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan, yang mencakup dua kemungkinan:
pertama, memang tidak ada persetubuhan, dan kedua, persetubuhan ada tetapi
tanda-tandanya tidak dapat ditemukan.
Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti, maka
perkiraan saat terjadinya persetubuhan harus pula ditentukan. Hal ini
menyangkut masalah alibi yang sangat penting di dalam proses penyidikan.
Sperma di dalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4-5 jam post
coital. Sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36
jam post-coital pada korban yang hidup. Perkiraan saat terjadinya
persetubuhan juga dapat ditentukan dari proses penyembuhan selaput dara
yang robek, yang pada umumnya penyembuhan akan dicapai dalam waktu 7-
10 hari post-coital (Idries, 1997).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula
bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.
Selain itu perkiraan umur pada korban kejahatan seksual adalah dengan
memperhatikan ciri-ciri seks sekunder. Dalam hal ini termasuk perubahan
pada genitalia, payudara dan tumbuhnya rambut-rambut seksual yang pertama
tumbuh hampir selalu di daerah pubis.
Sexual Maturation Rate (SMR) atau dikenal juga dengan Tanner Staging
merupakan penilaian ciri seks sekunder. SMR didasarkan pada penampakan
rambut pubis, perkembangan payudara dan terjadinya menarke pada
perempuan. SMR stadium 1 menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan
prapubertal, sedangkan stadium 2-5 menunjukkan pubertas progress. SMR
stadium 5 pematangan seksual sudah sempurna. Pematangan seksual
berhubungan dengan pertumbuhan liniar, perubahan berat badan dan
komposisi tubuh, dan perubahan hormonal.
1 Preremaja Preremaja
2 Jarang, kurang berpigmen, Payudara dan papilla menonjol
lurus, tepi medial labia seperti bukit kecil, diameter
areola bertambah
3 Lebih gelap, mulai keriting, Payudara dan areola
makin lebat membesar, tidak ada
pemisahan kontur
4 Kasar, keriting, lebat, tetapi Areola dan papilla membentuk
kurang lebat dibandingkan bukit kecil sekunder
dengan orang dewasa
5 Segitiga peminim dewasa, Matur, putting menonjol,
menyebar ke permukaan medial areola merupakan bagian dari
paha kontur payudara keseluruhan