Vous êtes sur la page 1sur 18

TINJAUAN PUSTAKA

Aspek Medikolegal Kejahatan Seksual

Klasifikasi
Kejahatan seksual dikategorikan menjadi:

a. Perkosaan

Menurut KUHP pasal 285 perkosaan adalah dengan kekerasan atau


ancaman kekerasan menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan.
Termasuk dalam kategori kekerasan disini adalah dengan sengaja
membuat orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89 KUHP).

Hukuman maksimal untuk delik perkosaan ini adalah 12 tahun penjara.

b. Persetubuhan diluar perkawinan

Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita yang berusia diatas
15 tahun tidak dapat dihukum kecuali jika perbuatan tersebut dilakukan
terhadap wanita yang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.

Untuk perbuatan yang terakhir ini pelakunya dapat dihukum maksimal 9


tahun penjara (pasal 286 KUHP) jika persetubuhan dilakukan terhadap
wanita yang diketahui atau sepatutnya dapat diduga berusia dibawah 15
tahun atau belum pantas dikawin maka pelakunya dapat diancam hukuman
penjara maksimal 9 tahun.

Untuk penuntutan ini harus ada pengaduan dari korban atau keluarganya
(pasal 287 KUHP) . Khusus untuk yang usianya dibawah 12 tahun maka
untuk penuntutan tidak diperlukan adanya pengaduan.

c. Perzinahan

Perzinahan adalah persetubuhan antara pria dan wanita diluar perkawinan,


dimana salah satu diantaranya telah kawin dan pasal 27 BW berlaku
baginya.

Khusus untuk delik ini penuntutan dilakukan oleh pasangan dari yang
telah kawin tadi yang diajukan dalam 3 bulan disertai gugatan cerai/pisah
kamar/pisah ranjang. Perzinahan ini diancam dengan hukuman pen]ara
selama maksimal 9 bulan.
d. Perbuatan cabul

Seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa


seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
maka ia diancam dengan hukuman penjara maksimal 9 tahun (pasal 289
KUHP).

Hukuman perbuatan cabul lebih ringan, yaitu 7 tahun saja jika perbuatan
cabul ini dilakukan terhadap orang yang sedang pingsan, tidak berdaya.
berumur dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin dengan atau tanpa
bujukan (pasal 290 KUHP). Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap
orang yang belum dewasa oleh sesama jenis diancam hukuman penjara
maksimal 5 tahun (pasal 291 KUHP).

Perbuatan cabul yang dilakukan dengan cara pemberian, menjanjikan uang


atau barang, menyalahgunakan wibawa atau penyesatan terhadap orang
yang belum dewasa diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun
(pasal 293 KUHP) .

Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak, anak tiri, anak angkat,
anak yang belum dewasa yang pengawasan, pemeliharaan, pendidikan
atau penjagaannya diserahkan kepadanya, dengan bujang atau bawahan
yang belum dewasa diancam dengan hukuman penjara maksimal 7 tahun.

Hukuman yang sama juga diberikan pada pegawai negeri yang melakukan
perbuatan cabul dengan bawahan atau orang yang penjagaannya
dipercayakan kepadanya, pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau
pesuruh dalam penjara, tempat peker]aan negara, tempat pendidikan,
rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang
melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya
(pasal 294 KUHP).

Orang yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan, menjadi


penghubung bagi perbuatan cabul terhadap korban yang belum cukup
umur diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 295
KUHP).

Jika perbuatan ini dilakukan sebagai pencarian atau kebiasaan maka


ancaman hukumannya satu tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp.
15.000,-
Undang-Undang Tentang Kejahatan Seksual

Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh


undang-undang, dapat dilihat pada pasal-pasal yang tertera pada bab XIV
KUHP, yaitu bab tentang kejahatan terhadap kesusilaan; yang meliputi baik
persetubuhan di dalam perkawinan maupun persetubuhan di luar perkawinan.

Dalam Perkawinan
(Pasal 288)

Persetubuhan

Diluar Perkawinan

Dengan Tanpa
persetujuan persetujuan
perempuan perempuan

Umur perempuan > 15 tahun (pasal 284)


Dengan kekerasan / ancaman kekerasan
(pasal 285)

Umur perempuan belum cukup 15 tahun


(pasal 287)Perempuan dalam keadaan pingsan / tidak berdaya (pa

KUHP pasal 284

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

1. a. Seorang pria telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal


diketahui, bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya.
b. Seorang wanita telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui,
bahwa pasal 27 BW (Burgelyk Wetboek) berlaku baginya.
2. a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahui, bahwa yang turut bersalah telah kawin.
b. Seorang wanita tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu
padal diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan
pasal 27 BW (Burgerly Wetboek) berlaku baginya.

(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang


tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tempo tiga
bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur,
karena alasan itu juga.

(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang


pengadilan belum dimulai.

(5) Jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan ini tidak diindahkan
selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum
keputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Pemerkosaan
Usia Perlakuan

KUHP pasal 287 KUHP pasal 285


(1) Barang siapa bersetubuh dengan Barang siapa dengan kekerasan
seorang wanita di luar perkawinan, atau ancaman kekerasan memaksa
padahal diketahui atau sepatutnya seorang wanita bersetubuh dengan
harus diduga, bahwa umurnya belum dia di luar perkawinan, diancam
lima belas tahun, atau kalau umurnya karena melakukan perkosaan,
tidak ternyata, bahwa belum mampu dengan pidana penjara paling
dikawin, diancam dengan pidana lama dua belas tahun.
penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas
pengaduan, kecuali jika umurnya
wanita belum sampai dua belas tahun
atau jika ada salah suatu hal tersebut Kekerasan Kekerasan
pasal 291 dan pasal 294. fisik psikis

KUHP pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan
menggunakan kekerasan

KUHP pasal 286


Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar
perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun

KUHP pasal 291


(1) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal
286, 287, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka berat,
dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun.
(2) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal
285, 286, 287, dan 290 itu mengakibatkan mati,
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
BW pasal 27

Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu
orang perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanya satu
orang laki sebagai suaminya.

MA no. 93 K/Kr/1976 Tanggal 19-11-1977

Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perbuatan


yang menurut Hukum Adat dianggap perbuatan pidana yang mempunyai
bandingannya dalam KUHP

Delik Adat zinah merupakan perbuatan terlarang mengenai hubungan kelamin


antara pria dan wanita, terlepas dari tempat umum atau tidak perbuatan
tersebut dilakukan seperti disyaratkan oleh pasal 281 KUHP, ataupun terlepas
dari persyaratan apakah salah satu pihak itu kawin atau tidak seperti
dimaksudkan oleh pasal 284 KUHP

Pasal 3 UU no. 1 /1974 tentang Perkawinan

(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami
(2) Pengadilan dpat member izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan

KUHP pasal 288

(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam perkawinan, yang
diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu dikawin,
diancam, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara
palinglama delapan tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
Pasal 7 UU no. 1 / 1974 tentang Perkawinan

(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapau umur 16 (enam
belas) tahun
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi
kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orangtua piak
pria maupun piak wanita
KUHP pasal 289
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam
karena perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana
pejara paling lama sembilan tahun.

KUHP pasal 290

Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:

1: barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seorang padahal diketahui,


bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2: barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui
atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau
kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin.
3: barang siapa membujuk seorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga,
bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalu umurnya tidak ternyata,
bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.

KUHP pasal 292

Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain
sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum
cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

KUHP pasal 293

(1) Barang siapa dengan member atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau
dengan menyesatkan sengaja menggerakkan seorang belum cukup
umur dan baik tingkahlakunya, untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum cukup umurnya
itudiketahui atau selayaknya harus diduga, diancam dengan pidana penjara
lima tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakuan atas pngaduan orang yang terhadap
dirinya dilakukan kejahatan itu.
(3) Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing
9 bulan dan 12 bulan.

KUHP pasal 294


Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak
tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya, yang belum cukup
umur, atau dengan orang yang belum cukup umur pemeliharaannya,
pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, diancam dengan pidana
penjarapaling lama tujuh tahun:

1: pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan
adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau
diserahkan kepadanya:
2: seorang pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam
penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pemudikan, rumah piatu, rumah
sakit, rumah sakit ingatan atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan
cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.

KUHP pasal 295

(1) Diancam:

1: dengan pidana penjara paling lama 5 tahun, barang siapa dengan sengaja
menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh
anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya
yang belum cukup umur, atau oleh orang yang belum cukup umur yang
pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya diserahkan kepadanya, atau
pun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang
lain;
2: dengan pidana penjara paling lama empat tahun, barang siapa dengan sengaja
menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul kecuali tersebut ke-1 di
atas yang dilakukan oleh orang yang diketahui belum cukup umurnya atau
yang sepatutnya harus diduga demikian, dengan orang lain.

(2) Jika yang bersalah, melakukan keahatan itu sebagai pencaharian atau
kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga.

KUHP pasal 296

Barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan


cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai
pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan, atau denda paling banyak

Putusan PT Medan No.144/Pid/1983/PT Mdn


Menghukum terdakwa yang dengan bujuk rayunya telah merampas
kehormatan seorang wanita dengan menggunakan pasal 378 KUHP (penipuan)
Dengan demikian kehormatan wanita tersebut dianggap sebagai barang.

PENATALAKSANAAN KASUS KEJAHATAN SEKSUAL


(INDONESIA)

Dalam penanganan korban (hidup) perkosaan, dokter memiliki peran


ganda yaitu sebagai pemeriksa yang membuat visum et repertum (VeR) serta
tenaga medis yang mengobati dan merawat korban.
Pemeriksaan secara medis pada korban perkosaansebaiknya dilakukan
secara cepat dan tertutuppada tempat pemeriksaan terpisah. Segera tangani
korban dengan keadaan kritis dan lakukan pemeriksaan forensik setelah
keadaan stabil. Korban sebisanya tidak pergi ke kamar mandi, mandi, makan,
atau minum sampai pemeriksaan selesai. Keluarga, teman, perawat, atau
petugas dapat menemani bila perlu. Yang penting, korban tidak ditinggalkan
sendirian, tetapi ditemani orang yang juga berperan sebagai saksi dalam
pemeriksaan. Yakinkan korban tentang keamanannya dan jelaskan prosedur
pemeriksaan yang akan dilakukan.Baik pada anak-anak maupun dewasa pada
dasarnya sama dengan pada pasien lain, yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang :

1. Anamnesis :
Umur
Status perkawinan
Haid : siklus dan hari pertama haid terakhir
Penyakit kelamin dan kandungan
Penyakit lain seperti ayan dan lain-lain
Riwayat persetubuhan sebelumnya, waktu persetubuhan terakhir dan
penggunaan kondom
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Ada tidaknya perlawanan korban
Ada tidaknya penetrasi
Ada tidaknya ejakulasi

Tanyakan apakah pasien telah mandi, membersihkan diri, mengganti pakaian,


atau minum obat-obatan sejak kejadian tersebut. Pasien diminta untuk
mendeskripsikan dengan kata-kata pasien sendiri.Perlu ditanyakan apakah
korban pingsan dan apa sebabnya, apakah karena korban ketakutan hingga
pingsan atau korban dibuat pingsan dengan obat tidur atau obat bius yang
diberi pelaku.

2. Pemeriksaan fisik
2.1 Pemeriksaan fisik korban
a. Pemeriksaan pakaian :
Robekan lama / baru / memanjang / melintang
Kancing putus
Bercak darah, sperma, lumpur dll.
Pakaian dalam rapih atau tidak
Benda-benda yang menempel sebagai trace evidence

b. Pemeriksaan badan :

Umum :
Rambut atau wajah rapi atau kusut.
Emosi tenang atau gelisah
Tanda bekas pingsan, alkohol, narkotik. Ambil contoh darah
Tanda kekerasan : Mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha
Trace evidence yang menempel pada tubuh
Perkembangan seks sekunder
Tinggi dan berat badan
Pemeriksaan rutin lainnya

Genitalia :
Eritema (kemerahan) vestibulum atau jaringan sekitar anus(dapat akibat zat
iritan, infeksi atau iritan)
Adesi labia ( mungkin akibat iritasi atau rabaan)
Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau
karena traksi labia mayor pada pemeriksaan)
Fisura ani (biasanya akibat konstipasi atau iritasi perianal)
Pendataran lipat anus (akibat relaksasi sfingter eksterna)
Pelebaran anus dengan adanya tinja (refleks normal)
Kongesti vena atau pooling vena (juga ditemuka pada konstipasi)
Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain, seperti uretra, atau
mungkin akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang aksidental).
Pemeriksaan selaput dara.

Bentuk Hymen Keterangan Bentuk Hymen Keterangan


Hymen anular Hymen cribriform yang
dimana lubang jarang,dikarakteristikka
hymen, n oleh beberapa lubang
berbentuk kecil
cincin. ketika
hymen mulai
robek entah
oleh karena
hubungan
seksual atau
aktivitas lain,
maka lubang
tersebut tidak
berbentuk
cincin lagi.

Hymen Hymen denticular yang


crescentic, atau jarang, berbentuk
lunar.Berbentuk seperti satu set gigi yang
bulan sabit mengelilingi lubang
vagina

Hymen seorang Hymen fimbria yang


wanita yang jarang, dengan bentuk
pernah yang ireguler
melakukan mengelilingi lubang
hubungan vagina
seksual atau
masturbasi
beberapa kali.

Hymen seorang Hymen yang terlihat


wanita yang seperti bibir vulva
hanya pernah
melakukan
aktivitas
seksual sedikit
atau pernah
kemasukan
benda.
Vulva dari Beberapa gadis lahir
seorang wanita hanya dengan lubang
yang pernah sempit pada hymen
melahirkan. sehingga memerlukan
Hymen secara operasi
lengkap hilang
atau hampir
hilang
seluruhnya

Satu dari 2000 Hymen bersepta yang


anak jarang sekali oleh
perempuan karena adanya jembatan
dilahirkan yang menyeberangi
dengan hymen lubang vagina
imperforate

Hymen yang jarang, hymen subsepta, mirp dengan hymen bersepta


hanya septa tidak menyebrangi seluruh lubang vagina

Pemeriksaan Ekstra-Genital
Pemeriksaan terhadap pakaian dan benda-benda yang melekat pada tubuh
Deskripsikan luka
Pemeriksaan rongga mulut pada kasus oral sex
Scrapping pada kulit yang memiliki noda sperma
Pemeriksaan kuku jari korban untuk mencari material dari tubuh pelaku

2.2. Pemeriksaan Pelaku


a. Pemeriksaan tubuh
Untuk mengetahui apakah seorang pria baru melakukan persetubuhan, dapat
dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis. Perlu
juga dilakukan pemeriksaan sekret uretra untuk menentukan adanya penyakit
kelamin.
b. Pemeriksaan pakaian
Pada pemeriksaan pakaian, catat adanya bercak semen, darah, dan
sebagainya. Bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga
tidak perlu ditentukan. Darah mempunyai nilai karena kemungkinan berasal
dari darah deflorasi. Di sini penentuan golongan darah penting untuk
dilakukan. Trace evidence pada pakaian yang dipakai ketika terjadi
persetubuhan harus diperiksa. Bila fasilitas untuk pemeriksaan tidak ada,
kirim ke laboratorium forensik di kepolisian atau bagian Ilmu Kedokteran
Forensik, dibungkus, segel, serta dibuat berita acara pembungkusan dan
penyegelan.

Menurut Idries (2008), terdapat beberapa hal penting yang harus ditentukandan
dievaluasi pada korban kejahatan seksual, yaitu:
1. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan
Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke
dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau
tanpa terjadinya pancaran air mani, sehingga besarnya zakar dengan
ketegangannya, sampai seberapa jauh zakar masuk, keadaan selaput dara serta
posisi persetubuhan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Tidak terdapatnya robekan pada hymen, tidak dapat dipastikan bahwa
pada wanita tidak terjadi penetrasi, sebaliknya adanya robekan pada hymen
hanya merupakan pertanda adanya sesuatu benda (penis atau benda lain), yang
masuk ke dalam vagina.
Apabila pada persetubuhan tersebut disertai dengan ejakulasi dan
ejakulat tersebut mengandung sperma, maka adanya sperma di dalam liang
vagina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. Apabila ejakulat tidak
mengandung sperma maka pembuktian adanya persetubuhan dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat tersebut. Komponen yang
terdapat di dalam ejakulat dan dapat diperiksa adalah enzym asam fosfatase,
kholin dan spermin. Ketiganya bila dibandingkan dengan sperma, nilai untuk
pembuktian lebih rendah oleh karena ketiga komponen tersebut tidak spesifik.
Walaupun demikian enzym fosfatase masih dapat diandalkan, oleh karena
kadar asam fosfatase yang normalnya juga terdapat dalam vagina, kadarnya
jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan asam fosfatase yang berasal dari
kelenjar prostat.
Dengan demikian, apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan
persetubuhan itu tidak sampai berakhir dengan ejakulasi, dengan sendirinya
pembuktian adanya persetubuhan secara kedokteran forensik tidak mungkin
dapat dilakukan secara pasti. Sebagai konsekuensinya dokter tidak dapat
secara pasti pula menentukan bahwa pada wanita tidak terjadi persetubuhan.
Maksimal dokter harus mengatakan bahwa pada diri wanita yang diperiksa itu
tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan, yang mencakup dua kemungkinan:
pertama, memang tidak ada persetubuhan, dan kedua, persetubuhan ada tetapi
tanda-tandanya tidak dapat ditemukan.
Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti, maka
perkiraan saat terjadinya persetubuhan harus pula ditentukan. Hal ini
menyangkut masalah alibi yang sangat penting di dalam proses penyidikan.
Sperma di dalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4-5 jam post
coital. Sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36
jam post-coital pada korban yang hidup. Perkiraan saat terjadinya
persetubuhan juga dapat ditentukan dari proses penyembuhan selaput dara
yang robek, yang pada umumnya penyembuhan akan dicapai dalam waktu 7-
10 hari post-coital (Idries, 1997).

Tabel1.Hasil pemeriksaan yang diharapkan pada korban kejahatan seksual


Penyebab Hasil pemeriksaaan yang diharapkan
Penetrasi zakar 1. Robekan pada selaput dara
2. Luka-luka pada bibir kemaluan dan
dinding vagina
Pancaran air mani (ejakulasi) 1. Sperma di dalam vagina
2. Asam fostase, kholin dan sperma di
dalam vagina
3. Kehamilan
Penyakit kelamin 1. G.O. (kencing nanah)
2. Lues (sifilis)

2. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan


Pembuktian adanya kekerasan pada tubuh wanita korban tidaklah sulit.
Dalam hal ini perlu diketahui lokasi luka-luka yang sering ditemukan yaitu
pada daerah mulut dan bibir, leher, puting susu, pergelangan tangan, pangkal
paha serta di sekitar dan pada alat genital. Luka-luka akibat kekerasan pada
kejahatan seksual biasanya berbentuk luka-luka lecet bekas kuku, gigitan serta
luka memar.
Di dalam hal pembuktian adanya kekerasan, tidak selamanya kekerasan
tersebut meninggalkan jejak atau bekas berbentuk luka. Oleh karena itu tidak
ditemukannya luka tidak berarti bahwa tidak terjadi kekerasan, sehingga
penting bagi dokter untuk berhati-hati mengggunakan kalimat tanda-tanda
kekerasan dalam VeR yang dibuat. Oleh karena tindakan pembiusan
dikategorikan pula sebagai tindakan kekerasan maka diperlukan pemeriksaan
toksikologi pada korban untuk menentukan ada tidaknya obat atau racun yang
kiranya dapat membuat wanita menjadi pingsan.
3. Memperkirakan umur
Tujuan pemeriksaan untuk memperkirakan umur korban salah satunya
mengacu pada pasal 287 KUHP bahwa barang siapa yang bersetubuh dengan
seorang wanita diluar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak
jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun. Tindak pidana ini merupakan persetubuhan
dengan wanita yang menurut undang-undang belum cukup umur. Jika umur
korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun, penuntutan baru
dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan (delik aduan).
Selain itu, pentingnya memperkirakan umur korban juga didasarkan
pada pasal 81 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan
anak, bahwa:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula
bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.

Pada kasus dimana umur korban belum jelas, maka memperkirakan


umur merupakan pekerjaan yang paling sulit, karena tidak ada satu metodepun
yang dapat memastikan umur seseorang dengan tepat.Dengan teknologi
kedokteran yang canggih pun maksimal hanya sampai pada perkiraan umur
saja.
Perkiraan umur dapat diketahui dengan melakukan serangkaian pemeriksaan
yang meliputi pemeriksaan fisik, ciri-ciri seks sekunder, pertumbuhan gigi,
fusi atau penyatuan dari tulang-tulang khususnya tengkorak serta pemeriksaan
remeriksaannya yang memerlukan berbagai sarana serta keahlian seperti
pemeriksaan keadaan pertumbuhan gigi atau tulang dengan menggunakan
rontgen.
Dalam menilai perkiraan umur, dokter perlu menyimpulkan apakah
wajah dan bentuk badan korban sesuai dengan yang dikatakannya. Keadaan
perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu
dikemukakan. Ditentukan apakah gigi geraham belakang ke-2 (molar ke-2)
sudah tumbuh (terjadi pada umur kira-kira 12 tahun, sedangkan molar ke-3
akan muncul pada usia 17-21 tahun atau lebih). Juga harus ditanyakan apakah
korban sudah pernah menstruasi bila umur korban tidak diketahui.

Selain itu perkiraan umur pada korban kejahatan seksual adalah dengan
memperhatikan ciri-ciri seks sekunder. Dalam hal ini termasuk perubahan
pada genitalia, payudara dan tumbuhnya rambut-rambut seksual yang pertama
tumbuh hampir selalu di daerah pubis.

Sexual Maturation Rate (SMR) atau dikenal juga dengan Tanner Staging
merupakan penilaian ciri seks sekunder. SMR didasarkan pada penampakan
rambut pubis, perkembangan payudara dan terjadinya menarke pada
perempuan. SMR stadium 1 menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan
prapubertal, sedangkan stadium 2-5 menunjukkan pubertas progress. SMR
stadium 5 pematangan seksual sudah sempurna. Pematangan seksual
berhubungan dengan pertumbuhan liniar, perubahan berat badan dan
komposisi tubuh, dan perubahan hormonal.

Sexual Maturating Rate (SMR) pada Perempuan

Gambar1. Sexual Maturating Rate (SMR) meliputi perubahan rambut pubis


pada perempuan.
(Sumber: Behrman & Kliegman, 2000)

Gambar 2. Sexual Maturating Rate (SMR) meliputi perkembangan payudara


pada perempuan
Tabel 2. Sexual Maturating Rate (SMR) pada perempuan

Tahap Rambut Pubis Payudara


SMR

1 Preremaja Preremaja
2 Jarang, kurang berpigmen, Payudara dan papilla menonjol
lurus, tepi medial labia seperti bukit kecil, diameter
areola bertambah
3 Lebih gelap, mulai keriting, Payudara dan areola
makin lebat membesar, tidak ada
pemisahan kontur
4 Kasar, keriting, lebat, tetapi Areola dan papilla membentuk
kurang lebat dibandingkan bukit kecil sekunder
dengan orang dewasa
5 Segitiga peminim dewasa, Matur, putting menonjol,
menyebar ke permukaan medial areola merupakan bagian dari
paha kontur payudara keseluruhan

4. Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin


Menentukan pantas tidaknya korban buat dikawin diperlukan untuk
menentukan pasal mana yang paling tepat dikenakan bagi si pelaku. Sebab,
bila korban dikawin disaat ia belum memenuhi syarat secara hukum dan
undang-undang yang berlaku, maka si pelaku harus dipidana. Terlebih lagi
apabila korban masih di bawah umur, maka pelaku dapat dikenakan sanksi
sesuai pasal dalam KUHP maupun Undang-Undang nomor 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak.
Penentuan pantas tidaknya seseorang untuk dikawin sangat tergantung
dari banyak hal, salah satunya dari segi mana seseorang tersebut ingin dilihat,
apakah dari segi biologis, sosial atau sebagai manusia seutuhnya serta
berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Secara biologis jika persetubuhan dilakukan untuk mendapatkan
keturunan, pengertian pantas tidaknya buat kawin tergantung dari apakah
korban telah siap untuk dibuahi yang dimanifestasikan dengan sudah pernah
mengalami menstruasi atau belum. Bila dilihat dari segi perundang-undangan,
yaitu undang-undang perkawinan pada Bab II (Syarat-syarat perkawinan) pada
pasal 7 ayat (1) berbunyi: perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Dengan
demikian terbentur lagi pada masalah penentuan umur korban..

Vous aimerez peut-être aussi