Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam
industri proses. Pada kebanyakan proses diperlukan pemasukan atau pengeluaran
ka1or untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu
proses berlangsung. Kondisi pertama yaitu mencapai keadaan yang dibutuhkan
untuk pemrosesan, terjadi umpamanya bila pengerjaan harus berlangsung pada
suhu tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan jalan pemasukan atau pengeluaran
kalor. Kondisi kedua yaitu mempertahankan keadaan yang dibutuhkan untuk
operasi proses, terdapat pada pengerjaan eksoterm dan endoterm. Secara umum
perpindahan panas merupakan berpindahnya energi panas dari satu daerah ke
daerah lainnya sebagai akibat dari perbedaan suhu diantara kedua daerah tersebut.
Secara umum ada tiga cara perpindahan panas yang berbeda yaitu:
konduksi, radiasi dan konveksi. Jika kita berbicara secara tepat, maka hanya
konduksi dan radiasi dapat digolongkan sebagai proses perpindahan panas, karena
hanya kedua mekanisme ini yang tergantung pada beda suhu. Sedangkan konveksi
tidak secara tepat memenuhi definisi perpindahan panas, karena untuk
perpindahannya bergantung pada transport massa mekanik. Tetapi karena
konveksi juga menghasilkan perpindahan energi dari daerah yang bersuhu lebih
tinggi ke daerah yang lebih rendah, maka istilah konveksi telah diterima secara
umum.
Berdasarkan penyelidikan fenomena di alam, Panas itu dapat merambat
dari suatu bagian ke bagian lain melalui zat atau benda yang diam. Panas juga
dapat dibawa oleh partikel-partikel zat yang mengalir. Pada radiasi panas, tenaga
panas berpindah melalui pancaran gelombang elektromagnetik. Ada beberapa alat
penukar panas yang umum digunakan pada industri. Alat-alat penukar panas
tersebut antara lain: double pipe, shell and tube, plate-frame, spiral, dan lamella.
1
Penukar panas jenis plate and frame mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950.
Banyak penelitian yang dilakukan pada penukar panas jenis ini, namun umumnya
fluida operasi yang digunakan adalah air. Pada percobaan ini kita akan membahas
perpindahan panas secara konduksi. Joseph Fourier adalah salah seorang yang
mempelajari proses perpindahan panas secara konduksi. Pada tahun 1822, Joseph
Fourier telah merumuskan hukumnya yang berkenaan dengan konduksi. Tinjauan
terhadap peristiwa konduktif dapat diambil dengan berbagai macam cara. Pada
prinsipnya berakar dari hukum Fourier, mulai dari subjek yang sederhana yaitu
hanya sebatang logam (composite bar). Banyak faktor yang mempengaruhi
peristiwa konduksi. Diantaranya pengaruh luas penampang yang berbeda,
pengaruh luas penampang yang berbeda, pengaruh geomeri, pengaruh permukaan
kontak, pengaruh adanya insulasi dan lain-lainnya. Faktor-faktor tersebut nantinya
akan sangat berpengaruh pula pada saat kita melakukan perhitungan dalam panas
konduksi ini.
Selain itu, sering kali ditemui kesulitan dalam membuktikan penerapan
hukum Fourier untuk berbagai variasi kondisi percobaan. Oleh karena itu pada
percobaan ini diatur sedemikian rupa, yakni percobaan dilakukan dalam empat
tipe yang tentunya dengan menggunakan rumus-rumus yang berbeda dan dengan
asumsi-asumsi yang sesuai. Dengan demikian tentu akan mengurangi kesulitan
dalam melakukan percobaan. Sehingga peristiwa perpindahan panas secara
konduksi ini nantinya akan diketahui pula bagaimana hasil dari panas perhitungan
yang didapat berdasarkan perhitungan hasil percobaan dengan besarnya jumlah
panas yang disupplai. Hal ini tentunya akan lebih dipahami setelah percobaan
mengenai panas konduksi ini dilakukan.
Bahan yang mempunyai konduktivitas yang baik disebut dengan
konduktor, misalnya tembaga, alumunium, perak. Sedangkan bahan yang
mempunyai konduktivitas jelek disebut isolator, contohnya adalah asbes, wol,
kaca. Namun dalam hal ini, pada penjabaran rumus perpindahan panas konduksi,
nilai konduktivitas panas selalu dianggap tetap terhadap suhu, meskipun disadari
bahwa pada umumnya konduktivitas panas dipengaruhi suhu , tetapi kenyataan
pengaruh suhu pada konduktivitas panas tidak begitu besar. Untuk benda yang
konduktivitas panasnya tidak dipengaruhi atau letak titik dalam benda disebut
isotropik. Tetapi, untuk benda yang berserat, misalnya kayu, maka konduktivitas
panas yang diukur sepanjang serat kayu pada penampang kayu akan berbeda
disebut anisotropik.
Atas dasar permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk menganalisa lebih
lanjut tentang konduktivitas panas melalui Tugas Akhir yang berjudul :
Pengukuran Konduktivitas Panas Pada Alumunium dan Besi.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis membatasi masalah atau ruang
lingkup penulisan yaitu sebagai berikut :
1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat menentukan nilai
konduktivitas termal pada batang logam. Batang logam tersebut adalah
alumunium dan besi dari produk pabrik.
1.5 Manfaat
1.6 Metodologi
1. Studi Literatur
Mempelajari dan memahami karya tulis, jurnal, makalah serta buku
yang terkait dengan sifat konduktivitas panas pada alumunium dan
besi, alat-alat pendukung dalam penelitian tersebut.
2. Pengamatan (Observasi)
Yaitu metode pengumpulan data dengan pengamatan dan
pencatatan secara langsung yang dilakukan di lokasi penelitian
yaitu di Laboratorium Fisika Dasar FMIPA UGM.
Pada bab tiga ini penulis akan menulis beberapa dasar teori
mengenai konduktivitas panas pada sejumlah logam untuk
menjadi acuan disaat penelitian nanti serta mengutip beberapa
praktikum konduktivitas panas pada logam dari berbagai
sumber untuk menjadi refrensi