Vous êtes sur la page 1sur 14

PENGENDALIAN INTERNAL SISTEM PENJUALAN

Paparan Risiko yang dihadapi dalam siklus penjualan

Penjualan kredit kepada konsumen yang sebenarnya tidak layak menerima kredit,
perusahaan dapat rugi karena piutang macet.

Kelewat mencatat pengiriman barang atau mengirim barang dan lupa membuatkan
tagihan (faktur). Perusahaan rugi karena tidak akan pernah menerima kas dari
pengiriman tersebut.

Kesalahan dalam membuat faktur (salah jumlah atau salah harga). Konsumen bias
marah atau perusahaan bias rugi, menagih terlalu rendah.

Salah posting, sehingga catatan akuntansi yang dihasilkan salah.

Penjualan kredit fiktif, sehingga saldo penjualan dan piutang perusahaan menjadi
terlalu besar.

Pencurian produk jadi perusahaan.

Penghapusan piutang konsumen oleh karyawan yang tidak memiliki wewenang,


sehingga perusahaan tidak akan pernah menerima kas dari piutang tersebut.

Pencurian kas oleh orang yang bertanggungjawab untuk memegang kas.

Lapping.

Akses terhadap data piutang dan persediaan oleh orang yang tidak berwenang.

Virus.

Pencurian data konsumen (missal transaksi melalui web)

Bertransaksi menggunakan kartu kredit curian.

Kegagalan server.

Pengendalian Umum:

Pengendalian organisasi. Prinsip umum, bagian pemegang harta kekayaan organisasi


mesti terpisah dengan bagian pencatatan. Personel pengembang sistem (yang
mengetik dan memodifikasi program) mesti terpisah dengan personel yang
menggunakan dan mengoperasikan sistem.
Pengendalian dokumentasi. Ada dokumentasi yang lengkap, seperti dokumentasi
formulir yang digunakan, flowchart, struktur database, laporan dan output sistem,
serta kebijakan manajer terkait dengan persetujuan kredit, penghapusan piutang macet
dan lain sebagainya.

Rekonsiliasi aktiva dengan catatan perusahaan.

Pengendalian praktik manajemen. Manajer memperkerjakan programmer dan akuntan


yang kompeten. Pengembangan dan perubahan sistem melalui prosedur yang jelas,
ada persetujuan awal, pengujian dan penandatanganan perubahan. Audit atas siklus
penjualan. Manajer mereview laporan-laporan yang dihasilkan sistem.

Pengendalian otorisasi.

Pengendalian akses. Meliputi terminal dengan fungsi yang terbatas, hanya untuk
mencatat penjualan dan penerimaan kas; Log untuk merekam semua transaksi
penjualan dan penerimaan kas pada saat user masuk kedalam sistem; Backup secara
rutin; Gudang yang terkunci.

PengendalianAplikasi

Dokumen yang bernomor urut tercetak terkait dengan penjualan, pengiriman barang
dan penerimaan kas.

Validasi data yang diinputkan kedalam aplikasi penjualan.

Koreksi kesalahan pada saat input data, sebelum data diproses lebih lanjut.

Contoh validasi data:


Detail arti setiap validasi data tersebut dapat dilihat dalam bahasan Pengendalian Aplikasi.

Validity check (datanya sesuai tidak dengan yang ada di dalam master file)

Self checking digit

Field check (type data)

Limit check

Range check

Sign check

Completeness check

Echo check

Batch control total


Sumber : http://sis.binus.ac.id/2014/04/23/pengendalian-internal-sistem-penjualan/

Pengendalian Internal Piutang Usaha

2.1 PIUTANG USAHA

2.1.1 Pengertian Piutang Usaha

Piutang Usaha (Account Receivable) timbul akibat adanya penjualan kredit. Sebagian besar
perusahaan menjual secara kredit agar dapat menjual lebih banyak produk atau jasa.

Menurut Soemarso (2004:338) yang dimaksud dengan Piutang yaitu : Piutang merupakan
kebiasaan bagi perusahaan untuk memberikan kelonggaran-kelonggaran kepada para
pelanggan pada waktu melakukan penjualan. Kelonggaran-kelonggaran yang diberikan
biasanya dalam bentuk memperbolehkan para pelanggan tersebut membayar kemudian atas
penjualan barang atau jasa yang dilakukan.

Menurut Kieso dan Weygandt mendefinisikan pengertian piutang sebagai


berikut :Receivables are claims held against customers and others for money, goods, or
services.

Menurut Warren Reeve dan Fess (2005:404) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
piutang adalah sebagai berikut : Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap
pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya.

Menurut Mulyadi (2002 : 87) piutang merupakan klaim kepada pihak lain atas
uang, barang, atau jasa yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau dalam satu
siklus kegiatan perusahaan.

Piutang adalah penagihan yang timbul karena penjualan produk atau penyerahan
jasa dalam rangka kegiatan normal perusahaan. (Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) 2004:19)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan hak
atau klaim perusahaan terhadap klien atau pelanggan atas barang atau jasa yang telah
diberikan.

2.1.2 Klasifikasi Piutang

Pengklasifikasian piutang dilakukan untuk memudahkan pencatatan transaksi yang


mempengaruhinya. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2007 : 451) mengemukakan bahwa
menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan ke dalam dua (2) kategori yaitu: piutang
usaha dan piutang lain-lain (non usaha). Piutang usaha timbul karena penjualan produk atau
jasa dalam rangka kegiatan normal usaha, sementara piutang yang timbul di luar kegiatan
normal usaha digolongkan sebagai piutang lain-lain.

2.1.3 Pengakuan Piutang

Pengakuan piutang usaha terjadi jika perusahaan menjual produk secara kredit atau
memberi jasa namun belum terjadi pembayaran kepada perusahaan.

Istilah pengakuan itu sendiri mengandung arti proses pembentukan suatu pos yang
memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan dalam neraca atau laporan laba rugi.
(Ikatan Akuntansi Indonesia 2004:19).

Pengakuan piutang usaha sering berhubungan dengan pengakuan pendapatan.


Karena pengakuan pendapatan pada umumnya dicatat ketika proses menghasilkan laba telah
selesai dan kas terealisasi atau dapa direalisasi, maka piutang yang berasal dari penjualan
barang umumnya diakui pada waktu hak milik atas barang beralih ke pembeli. Karena saat
peralihan hak dapat bervariasi sesuai dengan syarat-syarat penjualan maka piutang lazimnya
diakui pada saat barang dikirimkan ke pelanggan. Sedangkan piutang untuk jasa kepada
pelanggan semestinya diakui pada saat jasa itu dilaksanakan.

Berikut ini adalah pengakuan atau pencatatan ayat jurnal transaksi-transaksi yang
berhubungan dengan piutang :

a. Transaksi penjualan kredit barang dan jasa kepada pelanggan.

Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah :

Piutang usaha xxx

Pejualan/pendapatan jasa xxx

b. Transaksi retur penjualan.

Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah :

Retur penjualan dan pengurangan harga xxx

Piutang usaha xxx

c. Transaksi penerimaan kas dari debitur.


Jurnal untuk mencatat transaksi ini adalah:

Kas xxx

Piutang Usaha xxx

2.1.4 Metode Pencatatan Piutang

Pencatatan piutang dilakukan di oleh petugas bagian kartu piutang, dan petugas
bagian jurnal, dan buku besar. Buku-buku yang diperlukan terdiri atas buku jurnal penjualan,
jurnal penerimaan kas, jurnal umum, buku besar, dan kartu piutang sebagai buku
pembantu. Pencatatan piutang dapat dilakukan dengan salah satu dari metode berikut ini:

1. Metode Konvesional, dalam metode ini posting kedalam kartu piutang dilakukan atas
dasar data yang dicatat dalam jurnal.

2. Metode Posting Langsung, metode ini dibagi menjadi dua golongan berikut ini:

a. Metode Posting Harian :

1. Posting langsung ke dalam kartu piutang dengan tulisan tangan; jurnal hanya menunjukkan
jumlah total harian saja (tidak rinci).

2. Posting lansung ke dalam kartu piutang dan pernyataan piutang.

b. Metode Posting Periodik.

1. Posting ditunda.

2. Penagihan bersiklus (cycle billing).

3. Metode Pencatatan Tanpa Buku Pembantu (ledgerless bookeping), dalam metode ini
Faktur penjualan beserta dokumen pendukungnya yang diterima dari bagian penagihan, oleh
bagian piutang diarsippkan menurut nama pelanggan dalam arsip faktur yang belum bayar
(unpaid invoice file).

4. Metode Pencatatan Piutang Dengan Komputer.

2.1.5 Pengelolaan Piutang


Dalam perjalanannya sebuah perusahaan memiliki dua sasaran yang saling
bertentangan mengenai piutang. Disatu pihak perusahaan ingin melakukan sebanyak mungkin
penjualan kredit guna memperluas pangsa pasar. Namun disisi lain piutang merupakan aktiva
yang tidak produktif, yang tidak menghailkan pendapatan (kas) hingga saat penagihannya
terlunasi. Dan semuanya itu akan teratasi dengan adanya pengelolaan piutang yang baik
antara lain :

Kebijaksanaan kredit (standar kredit/kualitas rekening yang diterima, jangka waktu


/periode kredit yang diberikan, discount/potongan tunai yang diberikan untuk
pembayaran yang lebih awal.

Kebijaksanaan pengumpulan piutang, dan faktor-faktor lain yang relevan. keputusan


kredit ini menyangkut tradeoff antara keuntungan (marginal profit) dan biaya
tambahan (marginal cost) yang disebabkan oleh perubahan dalam salah satu atau
kombinasi elemen-elemen tersebut.

2.1.6 Resiko Piutang

Dalam pelaksanaannya perusahaan dihadapkan pada beberapa resiko. Ketika sebuah


perusahaan menjual barang dan atau jasa secara kredit, maka beresiko menimbulkan
kegagalan dalam penagihan piutang tepat waktu atau mungkin menimbulkan kegagalan
menagih piutang tepat jumlah. Berikut ini merupakan resiko-resiko yang berkaitan dengan
piutang, adalah :

Kegagalan untuk menagih pelanggan

Kesalahan dalam penagihan

Kesalahan dalam memasukan data ketika memperbarui piutang usaha

Pencurian kas

Kehilangan data
Kinerja yang buruk

2.1.7 Metode Penghapusan Piutang

Menurut Zaki Baridwan dalam bukunya Intermediate Accounting (2004, 127) :


Metode penghapusan piutang adalah piutang usaha yang tidak mungkin dapat ditagih,
seperti debiturnya bangkrut, meninggal, pailit dan lain-lain harus dihapuskan sehingga akan
menjadi biaya bagi perusahaan.

Untuk mencatat penghapusan piutang usaha tersebut dapat dilakukan dengan dua metode,
yaitu :

1. Metode Penghapusan Langsung (Direct Methode)

Metode ini biasanya digunakan pada perusahaan-perusahaan yang berskala kecil atau dapat
juga diterapkan pada perusahaan yang tidak dapat menaksirkan kerugian piutang usaha
dengan tepat. Pada akhir periode akuntansi tidak dilakukan perhitungan taksiran kerugian
piutang, tetapi kerugian piutang baru dicatat apabila telah pasti tidak dapat ditagih. Sehingga
piutang tersebut akan dihapuskan dan dibebankan pada perkiraan kerugian piutang dan
mengkreditkan piutang usaha.

Apabila pelanggan membayar kembali piutang yang telah dihapus oleh perusahaan sebelum
tutup buku, maka piutang yang telah dikreditkan sebelumnya didebetkan kembali dan beban
pada kerugian piutang dikreditkan oleh perusahaan. Sehingga nilai piutang pelanggan
tersebut muncul dan akan dikreditkan kembali pada saat pembayaran piutang tersebut.

Lain halnya jika pelanggan membayar piutang yang telah dihapuskan oleh perusahaan setelah
tutup buku. Perusahaan akan mendebetkan piutang pelanggan tersebut dan mengkreditkan
nilai piutang tersebut sebagai pendapatan lain-lain. Pada saat pembayaran piutang oleh
pelanggan maka piutang tersebut akan dikreditkan kembali.

2. Metode Cadangan (Allowance Method)

Metode ini digunakan oleh perusahaan berskala besar, dimana perusahaan sudah membuat
estimasi atau perkiraan mengenai kerugian piutang yang akan diterima akibat tidak dapat
ditagih seluruhnya. Suatu estimasi dibuat menyangkut perkiraan piutang tak tertagih dari
semua penjualan kredit atau dari total piutang yang beredar. Estimasi ini dicatat sebagai
beban dan pengurangan tidak langsung pada piutang usaha melalui kenaikan akun penyisihan
dalam periode dimana penjualan itu dicatat. Metode penghapusan tidak langsung mencatat
beban atas dasar estimasi dalam periode akuntansi dimana penjualan kredit dilakukan atau
pada saat munculnya nilai piutang di neraca.

Perusahaan akan mendebetkan kerugian piutang tak tertagih pada cadangan piutang tak
tertagih. Dan apabila piutang tersebut sudah dipastikan tidak dapat ditagih kembali maka
perusahaan akan membebankan cadangan piutang tak tertagih pada piutang usaha.

Beban piutang tak tertagih harus dicatat pada periode yang sama seperti penjualan untuk
mendapatkan perbandingan yang tepat atas beban dan pendapatan serta untuk mendapatkan
nilai yang tepat atas piutang. Walaupun menggunakan estimasi, persentase piutang yang tidak
akan tertagih dapat diramalkan dari pengalaman masa lalu, kondisi penjualan berjalan dan
analisis saldo piutang yang beredar.

Banyak perusahan membuat kebijakan kreditnya dengan menciptakan piutang tak tertagih
dalam presentase tertentu. Karena ketidak tertagihan piutang dipandang sebagai kontijensi
kerugian, maka metode penyisihan hanya tepat dalam situasi dimana terdapat kemungkinan
bahwa nilai aktiva telah menurun dan jumlah penurunan atau kerugian tersebut dapat
diestimasi secara layak. Estimasi ini biasanya dibuat atas dasar presentase penjualan atau
piutang yang beredar.

Apabila piutang yang sudah dihapus diterima kembali pembayarannya, maka piutang yang
sudah dihapus dimunculkan kembali di debet dan mengkreditkan cadangan kerugian piutang.
Pada saat penerimaan piutang dari pelanggan maka perusahaan kembali mengkreditkan
piutang tersebut sesuai dengan nilai nominal yang diterima.

3.1 PENGENDALIAN INTERNAL

3.1.1 Pengertian Pengendalian Internal

Pengertian Pengendalian internal menurut beberapa pendapat :

1. Mulyadi : Sistem Pengendalian Internal meliputi struktur organisasi, metode, dan


ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek
ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong
dipatuhinya kebijakan manajemen.

2. James R Davis, C Wayne Alderman, & Leonard A Robinson (sesuai dengan SAS No.
55) : Pengendalian Internal adalah seluruh kebijakan dan prosedur yang diciptakan
untuk memberikan jaminan yang masuk akal agar tujuan organisasi (Entity) dapat
tercapai.

3. COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway


Commission) : Pengendalian Internal adalah sebuah proses yang dihasilkan oleh
dewan direktur, manajemen dan personel lainnya, yang didesain untuk memberikan
jaminan yang masuk akal yang memperhatikan tercapainya tujuan-tujuan dengan
kategori sebagai berikut :

Efektif dan efisisiensinya operasi

Terpercayanya (Reliabillity) Laporan Keuangan

Tunduk pada hukum dan aturan yang berlaku

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, pengendalian intern atau kontrol
intern didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan
sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu
tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan,
mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk
mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik
yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak (seperti reputasi atau hak kekayaan
intelektual seperti merek dagang).

3.1.2 Tujuan Pengendalian Internal

Tujuan pengendalian intern adalah menjamin manajemen perusahaan agar:

Tujuan perusahaan yang ditetapkan akan dapat dicapai.

Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan dapat dipercaya.

Kegiatan perusahaan sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Pengendalian intern dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya
perusahaan. Pengendalian intern dapat menyediakan informasi tentang bagaimana menilai
kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan serta menyediakan informasi yang akan
digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan.

3.1.3 Komponen Pengendalian Internal

Menurut Mulyadi ada beberapa komponen atau unsur-unsur dalam Sistem Pengendalian
Intern,yakni sebagai berikut :

1. Struktur Organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.

2. Sistem Wewenang dan prosedur pencatatan, yang memberikan perlindungan yang


cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.

4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Efektifitas unsur-unsur Sistem pengendalian tersebut sangat ditentukan oleh Lingkungan


Pengendalian (Control Environment) dimana lingkungan pengendalian tersebut memiliki 4
(empat) unsur sebagai berikut :

1. Filosofi dan gaya operasi

2. Berfungsinya dewan komisaris dan komite pemeriksaan

3. Metode Pengendalian Manajemen

4. Kesadaran pengendalian

Menurut COSO pengendalian internal terdiri dari 5 (lima) komponen yang saling
berhubungan. Komponen ini didapat dari cara manajemen menjalankan bisnisnya, dan
terintegrasi dengan proses manajemen. Walaupun komponen-komponen tersebut dapat
diterapkan kepada semua entitas, perusahaan yang kecil dan menengah dapat menerapkannya
berbeda dengan perusahaan besar. Dalam hal ini pengendalian dapat tidak terlalu formal dan
tidak terlalu terstruktur, namun pengendalian internal tetap dapat berjalan dengan
efektif. Adapun 5 (lima) komponen pengendalian internal tersebut adalah :

1. Control Environment

Lingkungan pengendalian memberikan nada pada suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran


pengendalian dari para anggotanya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar bagi
komponen pengendalian internal lainnya, memberikan disiplin dan struktur. Faktor
lingkungan pengendalian termasuk :

Integritas, nilai etika dan kemampuan orang-orang dalam entitas;

Filosofi manajemen dan Gaya Operasi;

Cara Manajemen untuk menentukan wewenang dan tanggung jawab,


mengorganisasikan dan mengembangkan orang-orangnya; dan

Perhatian dan arahan yang diberikan dewan direksi.

2. Risk Assesment

Seluruh entitas menghadapi berbagai macam resiko dari luar dan dalam yang harus ditaksir.
Prasyarat dari Risk Assessment adalah penegakan tujuan, yang terhubung antara tingkatan
yang berbeda, dan konsisten secara internal. Risk Assessment adalah proses mengidentifikasi
dan menganalisis resiko-resiko yang relevan dalam pencapaian tujuan, membentuk sebuah
basis untuk menentukan bagaimana resiko dapat diatur. Karena kondisi ekonomi, industri,
regulasi, dan operasi selalu berubah, maka diperlukan mekanisme untuk mengidentifikasi dan
menghadapi resiko-resiko spesial terkait dengan perubahan tersebut.

3. Control Procedure

Prosedur pengendalian ditetapkan untuk menstandarisasi proses kerja sehingga menjamin


tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan dan
kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal sebagai berikut:

Personil yang kompeten, mutasi tugas dan cuti wajib.

Pelimpahan tanggung jawab.

Pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait.

Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan aset dan operasional.

4. Information and Communication

Informasi yang bersangkutan harus diidentifikasi, tergambar dan terkomunikasi dalam sebuah
form dan timeframe yang memungkinkan orang-orang menjalankan tanggung jawabnya.
Sistem informasi menghasilkan laporan, yang berisi informasi operasional, finansial, dan
terpenuhinya keperluan sistem, yang membuatnya mungkin untuk menjalankan dan
mengendalikan bisnis. Informasi dan Komunikasi tidak hanya menghadapi data-data yang
dihasilkan internal, tetapi juga kejadian eksternal, kegiatan dan kondisi yang diperlukan
untuk memberikan informasi dalam rangka pembuatan keputusan bisnis dan laporan
eksternal. Komunikasi yang efektif juga harus terjadi dalam hal yang lebih luas, mengalir ke
bawah, ke samping dan ke atas organisasi. Seluruh personel harus menerima dengan jelas
pesan dari manajemen teratas bahwa pengendalian tanggung jawab diambil dengan serius.
Para personel harus mengerti peran mereka dalam sistem pengendalian internal, sebagaimana
mereka mengerti bahwa kegiatan individu mereka berhubungan dengan pekerjaan orang lain.
Mereka harus memiliki niat untuk mengkomunikasikan informasi yang signifikan kepada
atasannya. Selain itu juga dibutuhkan komunikasi efektif dengan pihak eksternal, seperti
customer, supplier, regulator, dan Pemegang Saham.

5. Monitoring

Sistem pengendalian internal perlu diawasi, sebuah proses untuk menentukan kualitas
performa sistem dari waktu ke waktu. Proses ini terselesaikan melalui kegiatan pengawasan
yang berkesinambungan, evaluasi yang terpisah atau kombinasi dari keduanya. Kegiatan ini
termasuk manajemen dan supervisi yang reguler, dan kegiatan lainnya yang dilakukan
personel dalam menjalankan tugasnya. Luas dan frekuensi evaluasi terpisah, akan tergantung
pada terutama penaksiran resiko dan efektifnya prosedur monitoring yang sedang
berlangsung. Ketergantungan sistem pengendalian harus dilaporkan kepada atasan, dengan
masalah yang serius juga dilaporkan kepada manajemen teratas dan dewan direksi.
3.2 SISTEM PENGENDALIAN INTERN ATAS PIUTANG

3.2.1 Tujuan Sistem Pengendalian Intern atas Piutang

Pemberian piutang dimaksudkan untuk meningkatkan volume penjualan bagi sebuah


perusahaan. Diharapkan dengan meningkatnya volume pejualan, maka sebuah perusahaan
dapat memperoleh keuntungan. Namun ada beberapa resiko atas keberadaan piutang itu
sendiri yang dapat merugikan perusahaan. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian
terhadap piutang tersebut.

Untuk mengendalikan piutang, sebuah perusahaan perlu menetapkan kebijakan


kreditnya. Kebijakan ini kemudian berfungsi sebagai standar. Apabila kemudian dalam
pelaksanaan penjualan kredit dan pengumpulan piutang tidak dilakukan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan, maka perusahaan perlu melakukan perbaikan.

Adapun tujuan melakukan pengendalian intern piutang adalah sebagai berikut :

1. Meyakini kebenaran jumlah piutang yang ada yang benar-benar menjadi hak milik
perusahaan.

2. Meyakini bahwa piutang yang ada dapat ditagih (collectable).

3. Ditaatinya kebijakan-kebijakan mengenai piutang.

4. Piutang aman dari penyelewengan.

3.2.2 Karakteristik Sistem Pengendalian Intern atas Piutang

Output dari sistem pengendalian intern piutang adalah berupa informasi dalam bentuk
laporan keuangan atau laporan manajemen lain, sehingga karakteristik sistem pengendalian
intern piutang identik dengan karakteristik informasi. Seperti yang telah diungkapkan oleh
Romney,dkk karakteristik informasi yang baik adalah :

Relevan

Reliable

Complete
Timelines

Understandable

Verrifyable

(Romney dkk 1997:14)

3.2.3 Sistem Pengendalian Intern atas Piutang

Pada prinsipnya sistem pengendalian harus meminimalkan dan mendeteksi serta


memperbaiki kesalahan ketika terjadi. Pelaksanaan sistem pengendalian intern untuk piutang
harus menghasilkan suatu kepastian bahwa semua transaksi piutang telah dibukukan dan
dapat dipertanggung jawabkan.

Pengendalian intern terhadap piutang dimulai dari penerimaan order penjualan


terus ke persetujuan atas order, persetujuan pemberian kredit, pengiriman barang, pembuatan
faktur, verifikasi faktur, pembukuan piutang, penagihan piutang, yang akhirnya akan
mempengaruhi saldo kas atau bank. Dalam hal ini harus diperhatikan pula retur penjualan
secara periodik harus dibuat perincian piutang menurut golongan usianya untuk menentukan
tindakan apa yang perlu dilakukan dan menilai apakah bagian kredit dan bagian inkaso telah
bekerja dengan efisien.

Adapun sistem pengendalian intern atas piutang secara keseluruhan antara lain
sebagai berikut :

Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi penjualan


(operasi) dari Fungsi Akuntansi Untuk Piutang

Pegawai yang menangani akuntansi piutang, harus dipisahkan dari fungsi penerimaan
hasil tagihan piutang

Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan dan penghapusan piutang,


harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang.
Piutang harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang (Accounts Receivable
Subsidiary Ledger)

Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya (Aging Schedule).

Sumber : http://melatiarya.blogspot.co.id/2013/01/pengendalian-internal-piutang-usaha.html

Vous aimerez peut-être aussi