Vous êtes sur la page 1sur 6

BAB I

PENDAHULUAN

Pengambilan keputusan merupakan suatu proses mengombinasikan pendekatan yang


rasional dan judgmental, yang prosesnya tidak dapat diformulasikan secara lengkap. Dalam
proses ini, pengambil keputusan akan selalu menghadapi risiko yang berpengaruh pada
proses judgment itu sendiri. Pemahaman terhadap proses pengambilan keputusan pada
masalah yang kompleks sangatlah penting agar dapat mengambil keputusan dengan baik dan
menghadapi risiko dengan bijak. Praktik pengambilan keputusan selama ini menunjukkan
kompleksitas masalah dan keterbatasan kemampuan rasional manusia, maka orang akan
melakukan pengambilan keputusan secara rasional dan juga dalam berbagai situasi,
mengambil keputusan dengan proses heuristic.

Pengambilan keputusan yang baik adalah pengambilan keputusan dengan melakukan


musyawarah. Akan tetapi, seringkali dalam proses pengambilan keputusan, terjadi konflik
perbedaan kepentingan ataupun perbedaan pandangan. Konflik internal yang seringkali
terjadi merupakan fenomena pergeseran yang berisiko (dampak diskusi kelompok), dan
merupakan produk sampingan dari interaksi manusia. Hal itu dicirikan oleh kelompok yang
lebih memilih alternatif yang lebih agresif dan berisiko dibandingkan dengan apa yang
mungkin dilakukan oleh para anggota paguyuban jika mereka bertindak sendirian.

1
BAB II

KASUS NYATA

Organisasi merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan oleh manusia sebagai
makhluk sosial. Pada daerah tempat saya tinggal, yaitu Dusun Ngadiwongso RT 01/RW 01,
Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Khususnya di lingkungan
tempat saya tinggal, yaitu RT 01, terdapat sebuah organisasi (paguyuban) yang bernama
Paguyuban RT 01, yang mana organisasi tersebut mulanya berasal dari adanya mujahadah
yasinan pada malam jumat. Walaupun awalnya hanya sebuah perkumpulan keagamaan pada
umumnya, tetapi sekarang sudah menjadi organisasi yang terstruktur dengan baik, dan
menjalankan bisnis di bidang penyewaan perlengkapan pesta dan tenda untuk acara-acara,
dan juga merambah dalam bidang sosial seperti santunan kepada warga yang terkena musibah
dan juga amal untuk masjid.

Walaupun demikian, Paguyuban RT 01 juga tak lepas dari konflik internal maupun
eksternal. Dimana dalam mujahadah yasinan yang dilakukan oleh Paguyuban RT 01
seringkali diadakan musyawarah atau diskusi, karena saat itulah para anggota paguyuban RT
01 berkumpul. Dalam musyawarah tersebut semua anggota dapat mengutarakan pendapat
atau unek-unek. Karena mujahadah ini memang tidak dilakukan di dalam masjid, jadi para
anggota bebas mengutarakan pendapatnya, baik sosial, agama, ataupun kekurangan atas
peralatan pesta. Seringkali dalam proses musyawarah terdapat anggota saling beradu
argumen dan saling mempertahankan ego masing-masing, serta berpotensi dapat memicu
konflik. Jika terjadi kejadian seperti itu, maka Pak Kyai akan menengahinya dengan cara
melakukan ceramah dan membacakan Dalil ataupun menceritakan kisah-kisah Para Sahabat-
Sahabat Nabi terdahulu. Dalil dan kisah Para Sahabat-Sahabat Nabi yang di sampaikan oleh
pak Kyai merupakan Dalil dan kisah Para Sahabat-Sahabat Nabi yang sesuai dengan konteks
permasalahan. Jadi, ketegangan yang dapat memicu konflik tersebut akan mereda secara
perlahan. Setelah kondisi terkendali Pak Kyai biasanya menyampaikan pendapat dan
mengambil jalur tengah atau yang terbaik. Dan para anggota pun biasanya menyetujuinya.

2
BAB III

PEMBAHASAN

Konflik internal yang terjadi dalam kasus tersebut merupakan fenomena pergeseran
yang berisiko (dampak diskusi kelompok), dan merupakan produk sampingan dari interaksi
manusia. Hal itu dicirikan oleh kelompok yang lebih memilih alternatif yang lebih agresif dan
berisiko dibandingkan dengan apa yang mungkin dilakukan oleh para anggota paguyuban
jika mereka bertindak sendirian. Seringkali kita bertanya-tanya kenapa bisa begitu ?

Clark (1971) menawarkan empat penjelasan, yaitu: (1) hipotesis familiarisasi, (2)
hipotesis kepemimpinan, (3) hipotesis risiko sebagai nilai, dan (4) hipotesis difusi tanggung
jawab. Berikut penjelasannya.

Hipotesis familarisasi menjelaskan bahwa diskusi kelompok dimulai dengan periode


perasaan asing, namun ketika individu-individu tersebut sudah mengenal satu sama lain dan
mengenal situasi yang dibahas, maka mereka menjadi lebih berani dan lebih rela mengambil
lebih banyak risiko.

Menurut hipotesis kepemimpinan, para pengambil risiko dipandang dan dikagumi


oleh anggota-anggota kelompok sebagai pemimpin. Karena biasanya mereka dominan dalam
diskusi kelompok, maka mereka memengaruhi partisipan lain untuk memilih alternatif yang
lebih berisiko.

Hipotesis risiko sebagai nilai mengamati bahwa dalam kondidi masyarakat saat ini,
risiko moderat memiliki nilai budaya yang lebih kuat dibandingkan dengan konvesatisme dan
bahwa orang yang au mengambil risiko dikagumi. Menurut hipotesis difusi tanggung jawab,
keputusan kelompok membebaskan individu dari tanggungjawab langsung terhadap pilihan
akhir kelompok.

Lalu bagaimana peran Pak Kyai dalam mendingingkan suasana ?, kenapa Pak Kyai
bisa mendamaikan para anggota? Mungkin pertanyaan seperti itu yang kita fikirkan setelah
mencermati kasus di atas. Jawabannya juga masih berhubungan dengan penjelasan Clark
tentang hipotesis kepemmpinan. Dapat kita lihat di desa-desa bahwa Pak Kyai biasanya
merupakan orang yang disegani, terpandang dan dikagumi. Maka Pak Kyai dapat
memengaruhi partisipan lain, sehingga Pak Kyai dapat mendamaikan suasana dan suasana

3
menjadi kondusif, serta terkendali dan keputusan pun dapat diputuskan dengan tepat dan
disetujui oleh para anggota.

4
BAB IV

KESIMPULAN

Suatu organisasi pastilah tidak pernah lepas dari konflik, baik konflik internal maupun
eksternal. Organisasi yangt terstruktur dengan baik pun seringkal terjadi konflik, seperti
organisasi di tempat lingkungan saya tinggal yaitu Paguyuban RT 01.

Konflik internal yang terjadi dalam kasus tersebut merupakan fenomena pergeseran
yang berisiko (dampak diskusi kelompok), dan merupakan produk sampingan dari interaksi
manusia. Hal itu dicirikan oleh kelompok yang lebih memilih alternatif yang lebih agresif dan
berisiko dibandingkan dengan apa yang mungkin dilakukan oleh para anggota paguyuban
jika mereka bertindak sendirian. Hal tersebut dapat dijelaskan oleh penjelasan yang
dikemukan oleh Clark, yaitu; hipotesis familiarisasi, hipotesis kepemimpinan, hipotesis risiko
sebagai nilai, dan hipotesis difusi tanggung jawab.

Peran Pak Kyai dalam mendingingkan suasana merupakan penjelasan Clark pada poin
kedua, yaitu hipotesis kepemimpinan. Dimana dapat kita lihat di desa-desa bahwa Pak Kyai
biasanya merupakan orang yang disegani, terpandang dan dikagumi. Maka Pak Kyai dapat
memengaruhi partisipan lain, sehingga Pak Kyai dapat mendamaikan suasana dan suasana
menjadi kondusif, serta terkendali.

5
DAFTAR PUSTAKA

Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishaka. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta:


Salemba Empat

Vous aimerez peut-être aussi