Vous êtes sur la page 1sur 8

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN IMPAKSI SERUMEN

1. I. Konsep Dasar Penyakit

2. a. Pengertian

Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di
liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu (Mansjoer, Arif :1999).

1. b. Etiologi

Adapun faktor penyebab dari impaksi serumen, antara lain:

Dermatitis kronik pada telinga luar,

Liang telinga sempit,

Produksi serumen terlalu banyak dan kental,

Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek telinga).

1. c. Patofisiologi

1. d. Gejala Klinis

Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita penyakit impaksi serumen, antara lain :

Pendengaran berkurang.

Nyeri di telinga karena serumen yang mengeras


merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo)

Telinga berdengung (tinutitis)

1. e. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Telinga .Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung sementara
membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung
dengan menggunakan otoskop pneumatic Pengkajian Fisik.
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat.
Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya
deformitas, lesi,
cairan begitu pula ukuran,
simetris dan sudut penempelan ke kepala.
Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus
dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat
menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang, kista
sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau
di belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat
pula di kulit kepala dan struktur wajah. Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan
membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.

1. f. Pemeriksaan Penunjang

Ketajaman Auditorius.
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji
kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau detakan jam tangan. Bisikan lembut
dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-
masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
Penggunaan uji Weber dan Rinne
memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan kehi-langan
sensorineura

Uji Weber

Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu tala
dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan pemeriksa.
Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di
tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan
mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di
tengah kepala. Bila ada kehilangan pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara
akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan
menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi
kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya
lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pendengaran unilateral.

Uji Rinne

Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid
(konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala
dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi uda-ra).
Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengarkan suara, menunjukkan bahwa
konduksi udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran
konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui
tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala
melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural
memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun
keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh
dan lemah.

Prosedur Diagnostik Auditorius dan Vestibuler

Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah satu-satunya instrumen


diagnostik yang paling penting.
Uji audiometri ada dua macam:
(1) audiometri nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik
(semakin keras nada sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan
pendengarannya), dan
(2) audiometri wicara
di mana kata yang diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan mendengar dan
membedakan suara.
Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone dan sinyal mengenai nada
yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara langsung pada meatus kanalis auditorius
eksiernus, kita mengukur konduksi udara. Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid,
melintas mekanisme konduksi (osikulus), langsung menguji konduksi saraf. Agar hasilnya
akurat, evaluasi audiometri dilakukan di ruangan yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan
diplot pada grafik yang dinamakan audiogram.

1. g. Penatalaksanaan

Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal,
nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen tersebut dengan
cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika
dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang
berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan
kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan
menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut
serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan
tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.

Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga, antara lain:

1. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator
(pelilit).

2. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.

3. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan


karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 5 hari, setelah itu dikeluarkan dengan
pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya
sesuai dengan suhu tubuh.

4. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan
cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37 oC agar
tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler.

1. II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. a. Pengkajian

1. Biodata pasien dan penanggung jawab

2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama saat MRS

Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun, nyeri, telinga berdengung,


dan pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo).

Riwayat kesehatan masa lalu

Riwayat kesehtan masa lalu yang berhubungan dengan penyakit impaksi serumen adalah
kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar, penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan dermatitis pada kulit, seperti herpes zooster,

1. Pola kebutuhan dasar manusia

Pola kebutuhan dasar manusia meliputi :

Pola napas

Pola makan dan minum

Pola eliminasi (BAB dan BAK)

Pola istirahat dan tidur

Pola berpakaian

Pola rasa nyaman

Pola kebersihan diri

Pola rasa aman

Pola komunikasi

Pola beribadah

Pola produktivitas

Pola rekreasi

Pola kebutuhan belajar

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Telinga .Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung sementara
membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung
dengan menggunakan otoskop pneumatic Pengkajian Fisik.
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat.
Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya
deformitas, lesi,
cairan begitu pula ukuran,
simetris dan sudut penempelan ke kepala.

Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus
dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid dapat
menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang, kista
sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau
di belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat
pula di kulit kepala dan struktur wajah. Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan
membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.

1. b. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d. agen cedera biologi, ditandai dengan:

Pasien mengeluh nyeri

Wajah pasien tampak meringis

Pasien terus menerus memegangi daerah yang nyeri

1. Gangguan persepsi dan sensori (auditori) b.d. perubahan sensori persepsi, ditandai
dengan:

Pasien mengeluh pendengarannya mulai berkurang

Pasien tampak bingung ketika akan menjawab pertanyaan

Pasien terus meminta mengulangi pertanyaan yang diajukan kepadanya

1. Gangguan harga diri b.d. stigma berkenaan dengan kondisi, ditandai dengan:

Kurang mengikuti program terapi yang diberikan

Pasien tampak menarik diri dari pergaulan

Kurangnya kontak mata pasien saat berkomunikasi dengan orang lain

1. Ansietas b.d. kurang pengetahuan, ditandai dengan:

Pasien terus menerus menanyakan tentang penyakitnya

Wajah pasien tampak cemas

Pasien tampak gelisah

1. c. Intervensi

Dx. 1
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien hilang
atau terkontrol, dengan kriteria hasil :

Skala nyeri 0-3

Wajah pasien tidak meringis

Pasien tidak memegang daerah yang nyeri

Intervensi :

1. Kaji skala nyeri pasien menggunakan PQRST

R : untuk mengetahui skala nyeri pasien dan untuk mempermudah dalam menentukan
intervensi yang akan dilakukan selanjutnya

1. Ajarkan pasien teknik relaksasi dan distraksi

R : teknik relaksasi dan distrakasi yang diajarkan kepada pasien, dapat membantu
mengurangi persepsi pasien terhadap nyeri yang dideritanya

1. Delegatif dalam pemberian obat analgetik

R : obat analgetik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien

Dx. 2

Tujuan : setelah diberikan askep 3 x 24 jam, diharapkan ketajaman pendengaran pasien


meningkat, dengan kriteria hasil :

Pasien dapat mendengar dengan baik

Pasien tidak meminta mengulang setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya

Intervensi :

1. Kaji ketajaman pendengaran, catat apakah kedua telinga terlibat

Rasional : untuk mengetahui tingkat ketajaman pendengaran pasien dan untuk menentukan
intervensi selanjutnya.

1. Ciptakan komunikasi alternatif non-verbal pasien dan orang-orang terdekat, seperti


menganjurkan pembicara menulis atau menggunakan bahasa tubuh untuk
menyampaikan apa yang ingin disampaikan kepada pasien

Rasional : untuk mempertahankan komunikasi dan hubungan yang baik antara pasien dengan
orang-orang terdekat

1. Anjurkan keluarga untuk tinggal dengan pasien


Rasional : untuk menghindari perasaan terisolasi dari pasien

1. Anjurkan pasien dan keluarganya untuk mematuhi program terapi yang diberikan

Rasional : mematuhi program terapi akan mempercepat proses penyembuhan

Dx. 3

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan harga diri rendah
pasien dapat diminimalisir, dengan kriteria hasil:

Pasien tidak menraik diri dari pergaulan

Mengikuti program terapi yang diberikan

Pasien bisa mulai bersosialisasi dengan orang lain

Intervensi :

1. Kontrak waktu dengan pasien untuk mendengar keluhan-keluhan pasien dan


mengungkapkan perasaannya

Rasional : untuk mengetahui apakah pasien menerima dirinya saat situasi tersebut

1. Anjurkan pasien untuk tidak merahasiakan masalahnya

Rasional : Merahasiakan sesuatu bersifat destruktif (merusak) terhadap harga diri.

1. Anjurkan keluarga pasien untuk memperlakukan pasien senormal mungkin

Rasional : melibatkan pasien dalam keluarga dapat mengurangi perasaan terisolasi dari
lingkungan sosial dan dapat pula memberikan kesempatan pada orang terdekat untuk
meningkatkan kesejahteraan pasien

1. Anjurkan pasien untuk ikut serta dalam setaip tindakan keperawatan atau tindakan
pengobatan dan sesuaikan dengan kemampuan pasien.

Rasional : partisipasi sebanyak mungkin dalam pengalaman dapat mengurang depresi tentang
keterbatasan

1. Berikan respon positif terhadap segala tindakan yang dapat dilakukan oleh pasien
secara mandiri dan kemajuan perkembangan kesehatannya

Rasional : Respon yang positif dapat membantu pasien untuk menghilangkan perasaan dari
kegagalan dan membentuk pasien muai menerima penanganan terhadap penyakitnya.

Dx. 4

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan rasa cemas
pasien dan keluarganya berkurang atau hilang, dengan kriteria hasil :
Pasien dan keluarganya tidak terus menerus menanyakan tentang penyakit yang
diderita oleh pasien

Pasien dan keluarganya memahami tentang penyakit dan proses penyakit yang
diderita oleh pasien

Pasien tampak rileks

Intervensi :

1. Evaluasi tingkat ansietas pasien dan keluarganya, catat respon verbal dan non-verbal.

R : untuk mengetahui tingkat ansietas pasien dan keluarganya

1. Berikan informasi kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit dan proses
penyakit yang diderita oleh pasien

R : informasi yang diberikan dapat mengurangi ansietas yang dirasakan oleh pasien dan
keluraganya, dan dapat pula meningkatkan kepahaman pasien dan keluarganya tentang
penyakit yang diderita oleh pasien

1. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya mengenai setiap tindakan


keperawatan yang akan diberikan

R : dapat mengurangi ansietas pasien dan keluarganya, serta dapat menciptakan rasa saling
percaya

1. d. Evaluasi

1. Dx. 1

Nyeri pasien hilang atau terkontrol.

1. Dx. 2

Pasien dapat mendengar dengan baik.

1. Dx. 3

Harga diri rendah pasien dapat diminimalisir

1. Dx. 4

Kecemasan pasien dan keluarganya berkurang atau hilang.

Vous aimerez peut-être aussi