Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembahasan materi ini penulis berharap agar kita semua,
khususnya para pembaca dapat memahami tentang masalah kekurangan kalori dan
protein pada ana.
2. Tujuan Khusus
Menjelaskan pengertian kurang kalori dan protein
1
Menjelaskan etiologi kurang kalori dan protein
Menjelaskan patofisiologi kurang kalori dan protein
Menjelaskan gejala klinis kurang kalori dan protein
Menjelaskan komplikasi kurang kalori dan protein
Menjelaskan pemeriksaan penunjang kurang kalori dan protein
Menjelaskan pengobatan kurang kalori dan protein
Menjelaskan asuhan keperawatan pasien anak dengan KKP
Menjelaskan diagnosa keperawatan pasien anak dengan KKP
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca dapat memahami tentang
askep kurang kalori dan protein.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kurang kalori dan protein ini terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi
kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan anergi atau defisiensi atau
deficit energi dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita karena
pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi
makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori,maka akan terjadi defisiensi
tersebut (kurang kalori dan protein).
Penyakit ini dibagi dalam tingkat-tingkat, yakni:
1. KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai 84-95 % dari berat badan.
2. KKP sedang, kalau berat badan anak hanya mencapai 44-60 % dari berat
badan.
3. KKP berat (gizi buruk), kalau berat badan anak mencapai 60 % dari berat
badan.
Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 kkp saja yakni kkp ringan atau gizi
kurang dan gizi berat(gizi buruk) atau lebih sering disebut maramus(kwashiorkor).
Anak atau penderita maramus ini tampak sangat kurus,berat badan kurang dari 60%
dari berat badan ideal menurut umur, muka berkerut seperti orang tua, apatis
terhadap orang tua,apatis terhadap sekitarnya,rambut kepala halus dan jarang
berwarna kemerahan.
Penyakit kkp pada orang dewasa memberikan tanda-tanda klinis: oedema atau
honger oedema(ho) atau juga disebut penyakit kurang makan,kelaparan,atau busung
lapar. Oedema pada penderita biasanya tampak pada daerah kaki.
Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein ( Ratna
Indrawati, 1994). Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi
nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah
(balita). (Ngastiyah,)
3
2.2 Etiologi
Kurang kalori protein yang dapat terjadi karena
Diet yang tidak cukup
Kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orang tua-
anak terganggu,karena kelainan metabolic, atau malformasi congenital
Pada bayi dapat terjadi karena tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi
makanan penggantinya atau sering diare
1.3 Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,protein,
atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan
makanan, tubuh berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan
pokok atau energi, kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,protein
merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan,karbohidrat(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan
tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kebutuhan tubuh untuk memepertahankan
karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah terjadi kekurangan.
Akibat katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilakan
asam amino yang akan segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama
puasa lemak di pecah menjadi asam lemak,gliserol,dan ketan bodies. Otot dapat
memepergunakan asam lemak dan keton bodies,sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan
sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
4
9. Apatis
10. Kelaparan
1.5 Komplikasi
1. Infeksi
2. Kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung
3. Melabsorbsi
4. Gangguan metabolic
5. Penyakit ginjal menahun
6. Gangguan saraf pusat
7. Gangguan asupan vitamin dan mineral
8. Anemia gizi
1.7 Pengobatan
Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung
protein bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral.
Makan tersebut dalam bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap.
Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai
berikut:
1. Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus
kwashiorkor.
2. 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus.
3. Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB
4. Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari
5. Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar
5
6. KCL oral 75-150mg /kgBB/hari.
7. Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.
6
f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis
obatnya.
b. Pola penyakit dahulu
a) Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang
c. Riwayat penyakit keluarga
a) Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang
berhubungan dengan kekurangan gizi atau kurang protein.
d. Riwayat penyakit sosial
a) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu.
b) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi.
c) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien
d) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
e. Riwayat spiritual
a) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.
B. PENGKAJIAN FISIK.
1. Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi
pasien meliputi :
a) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien
b) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka
seperti bulan.
c) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam,
tampak siannosis, perut membuncit.
2. Palpasi
a) Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek
b) Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.
7
Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot
intercostal)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila
terjadi diare.
Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement
dematosis popliteal, lutut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Data laboratorium;
feses, urine, darah lengkap (feses: encer karena adanya gangguan penyerapan
makanan),
pemeriksaan albumin.
Hitung leukosit, trombosit
Hitung glukosa darah. (kadar glukosa darah <54 mg/dl atau <3 mmol/L)
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB
bertambah kg per 3 hari.
Intervensi :
a. Mengukur dan mencatat BB pasein
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )
8
Rasional:
Evaluasi :
Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah kg tiap 3 hari.
Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-harinya tanpa dibantu orang lain.
Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari
b. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing dalam merubah posisi.
d. Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.
Rasional :
9
Evaluasi :
Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-harinya tanpa bantuan orang lain.
Tujuan :
Mencegah komplikasi
Intervensi :
a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP)
b. Menjaga personal hygiene pasien
c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan.
d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.
Rasional :
Evaluasi :
Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.
B. Pada marasmus.
1. gangguan pemenuhan nutrisi b.d intake yang kurang adekuat ditandai dengan
pasien tidak mau makan, BB menurun, anoreksia, rambut merah dan kusam, fisik
tampak lemah.
Tujuan :
Kebutuhan nutisi pasien terpenuhi dengan kreteria; BB bertambah kg / 3 hari ,
rambut tidak kusam, penderita mau makan.
Intervensi :
10
a. Mengukur dan mencatat berat badan pasien.
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan.
d. Memberi makanan TKTP
e. Memberi motivasi kepada penderita agar mau makan.
f. Memberikan makanan lewat parenteral ( D 5% )
Rasional :
Evaluasi :
Pasien mau makan makanan TKTP , BB bertambah kg tiap 3 hari.
2. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang kurang adekuat
ditandai dengan turgor kulit yang jelek, bibir pecah-pecah. Pasien merasa
haus ,nadi cepat 120 / menit.
Tujuan :
Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan kreteria ; turgor kulit normal,
bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus, nadi normal.
Intervensi :
a. mengukur tanda vital pasien.
b. Menganjurkan agar minum yang banyak kepada pasien
c. Mengukur input dan output tiap 6 jam.
d. Memberikan cairan lewat parenteral
Rasional :
11
a. Tanda vital ( nadi dan tensi ) menggambarkan keseimbangan cairan dan
elektrolit pasien.
b. Alternative penggantian cairan secara cepat.
c. Input dan output menggambarkan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
pasien.
d. Sebagai alternatif penggantian cairan cepat melalui parenteral.
Evaluasi :
Keseimbangan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi ditandai dengan turgor kulit
normal, mokusa bibir lembab, pasien tidak mengeluh haus , Td dan nadi normal.
Tujuan :
Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kriteria pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa dibantu orang lain.
Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari.
b. Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi.
d. Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan.
Rasional :
Evaluasi
Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa bantuan orang lain.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kurang kalori dan protein ini terjadi karena ketidakseimbangan antara
konsumsi kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi atau
terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein. Pada umumnya penyakit ini
terjadi pada anak balita karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan
yang pesat. Apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori
maka akan terjadi defisiensi tersebut (kurang kalori dan protein).
Anak atau penderita marasmus tampak sangat kurus, berat badan kurang dari
60% dari berat badan ideal menurut umur, muka berkerut seperti orang tua, apatis
terhadap sekitarnya, rambut kepala halus dan jarang berwarna kemerahan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi4 EGC. Jakarta.
14