Vous êtes sur la page 1sur 43

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

PADA KELUARGA Tn.S DENGAN ANGGOTA KELUARGA MENDERITA PENYAKIT


DIABETES MELITUS

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah kelainan metabolik yang ditandai dengan intoleren glukosa. Penyakit
ini dapat dikelola dengan menyesuaikan perencanaan makanan, kegiatan jasmani dan pengobatan
yang sesuai dengan pengelolaan diabetes di Indonesia dan perlunya diadakan pendekatan
individual bagi penderita diabetes.
Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala sangat bervariasi.
Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai ketika orang tersebut
pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.
Diabetes Mellitus berhubungan dengan meningkatnya kadar glukosa darah dan bertambahnya
risiko komplikasi gawat darurat bila tidak dikelola dengan baik(Soegondo,2004). Komplikasi
dapat timbul oleh karena ketidak patuhan pasien dalam menjalankan program terapi sebagai
berikut : pengaturan diet, olah raga dan penggunaan obat-obatan (Putra,2000). Berbagai
penelitian telah menunjukan ketidak patuhan pasien DM terhadap perawatan diri sendiri( Efendi
Z,2002).
Jumlah penderita DM di dunia dan Indonesia diperkirakan akan meningkat, jumlah pasien DM di
dunia dari tahun 1994 ada 110,4 juta, 1998 kurang lebih 150 juta, tahun 2000= 175,4 juta (1
kali tahun 1994), tahun 2010=279,3 juta ( kurang lebih 2 kali 1994). Di Indonesia dapatlah
diperkirakan jumlah penderita DM pada tahun 1994 adalah 2,5 juta, 1998= 3,5 juta, tahun 2010 =
5 juta.
Disamping peningkatan prevalensi DM, penderita memerlukan perawatan yang komplek dan
perawatan yang lama. Kepatuhan berobat merupakan harapan dari setiap penderita DM. Berarti
setiap penderita DM sanggup melaksanakan instruksiinstruksi ataupun anjuran dokternya agar
penyakit DM nya dapat dikontrol dengan baik(Haznam,2004). Pada umumnya penderita DM
patuh berobat kepada dokter selama ia masih menderita gejala / yang subyektif dan mengganggu
hidup rutinnya sehari-hari. Begitu ia bebas dari keluhan keluhan tersebut maka kepatuhannya
untuk berobat berkurang.
Ketidakpatuhan ini sebagai masalah medis yang sangat berat, Taylor (1998). La Greca & Stone
(1999)menyatakan bahwa mentaati rekomendasi pengobatan yang dianjurkan dokter merupakan
masalah yang sangat penting. Tingkat ketidakpatuhan terbukti cukup tinggi dalam populasi
medis yang kronis. Walaupun pasien DM telah mendapatkan pengobatan OAD, masih banyak
pasien tersebut mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
pengetahuan yang relatif minim tentang penyakit DM, tidak menjalankan diet dengan baik dan
tidak melakukan latihan fisik secara teratur (Tjokroprawiro,A.,1998).
Salah satu upaya pencegahan DM adalah dengan perbaikan pola makan melalui pemilihan
makanan yang tepat. Semakin rendah penyerapan karbohidrat, semakin rendah kadar glukosa
darah. Kandungan serat yang tinggi dalam makanan akan mempunyai indeks glikemik yang
rendah sehingga dapat memperpanjang pengosongan lambung yang dapat menurunkan sekresi
insulin dan kolesterol total dalam tubuh. Menurut Basuki (2004), penderita DM dianjurkan
menganut pola makan seimbang.
Pengetahuan pasien tentang pengelolaan DM sangat penting untuk mengontrol kadar glukosa
darah. Penderita DM yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang diabetes, kemudian
selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga
dapat hidup lebih lama (Basuki, 2005).
Sehingga keperawatan keluarga di sini sangat dibutuhkan untuk memberikan bimbingan, arahan,
dan pengetahuan bagi semua anggota keluarga untuk dapat menjaga kesehatannya teruatama
dalam hal mencegah supaya gangguan kesehatan yang muncul dapat dikendalikan.

1. Tujuan
1. Tujuan umum :
Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik mampu menerapkan asuhan keperawatan pada
keluarga yang mempunyai masalah kesehatan sesuai tugas dan perkembangan keluarga.
2. Tujuan khusus :
a. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah kesehatan keluarga
b. Merumuskan diagnosa keperawatan keluarga sesuai dengan masalah kesehatan keluarga
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatan
d. Melaksanakan tindakan sesuai rencana yang telah ditentukan
e. Mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan keluarga
g. Membantu meningkatkan pengetahuan anggota keluarga tentang penyakit diabetes mellitus.
BAB II.TINJAUAN TEORI
I. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Keluarga
1. Defenisi keluarga
a. Menurut Depkes. RI. 1998
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ke
tergantungan.
b. Menurut S .G . Bailon dan Aracelis Maglaya 1989
Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan, atau pengangkatan dan mereka hidup bersama dalam satu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan ( Nasrul Effendi ,1998 : 33 ).
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah :
a. Unit terkecil dari masyarakat.
b. Terdiri atas dua orang atau lebih.
c. Adanya ikatan perkawianan dan pertalian darah.
d. Hidup dalam satu rumah tangga.
e. Dibawah asuhan seorang kepala keluarga.
f. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga.
g. Setiap anggota keluarga mempunyai perannya masing-masing.
h. Menciptakan dan mempertahankan kebudayaan
2. Keperawaatan kesehatan keluarga
Menurut S.G. Bailon dan Aracelis Maglaya 1978
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan
atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai
tujuan melalui perawatan sebagai sarana penyalur (Nasrul Effendi,1998:39)
3. Tipe keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak-anak.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya
nenek, kakek, keponakandan sebagainya .
c. Keluarga berantai (serial family) ialah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah
lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
d. Keluarga duda/janda (single family) adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau
kematian.
e. Keluarga berkomposisi (composite) adalah keluarga yang perkawinanya berpoligami dan hidup
secara bersamasama.
f. Keluarga kabitas (cahabitasia) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi
membentuk suatu keluarga .

4. Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga


Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga
meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga disepanjang waktu.
Perubahan ini terjadi melalui beberapa tahapan atau kurun waktu tertentu. Pada setiap tahapan
mempunyai tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan tersebut dapat dilalui dengan
sukses.
Perawat perlu memahami setiap tahapan perkembangan keluarga serta tugas tugas
perkemabangannya. Hal ini penting mengingat tugas perawat dalam mendeteksi adanya masalah
keperawatan yang dilakukan terkait erat dengan sifat masalah yaitu potensial atau aktual.
Tahap-tahap perkembangan keluarga
Tahap perkembangan dibagi menurut kurun waktu tertentu yang dianggap stabil. Menurut
Rodgers cit Friedman (1998), meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangan secara
unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama.
Tahap perkembangan keluarga menurut Duvall dan Milller (Friedman, 1998)
I. Pasangan Baru
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan perempuan (istri)
membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing.
Meninggalkan keluarga bisa berarti psikologis karena kenyataannya banyak keluarga baru yang
masih tinggal dengan orang tuanya.
Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi.
Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan
pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya
Tugas perkembangan

1. Membina hubungan intim danmemuaskan.

2. membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.

3. mendiskusikan rencana memiliki anak.

4. Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami, keluarga istri
dan keluarga sendiri.

II. Keluarga child bearing kelahiran anak pertama


Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak berumur 30
bulan atau 2,5 tahun.
Tugas perkembangan kelurga yang penting pada tahap ini adalah:
1. Persiapan menjadi orang tua
2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual dan kegiatan.
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaiaman orang tuan berinteraksi dan
merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang tua dan bayi yang positif dan hangat
sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tua dapat tercapai.
III. Keluarga dengan anak pra sekolah
Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5
tahun.
Tugas perkembangn

1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa
aman.

2. Membantu anak untuk bersosialisasi

3. Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga harus
terpenuhi.
4. Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan
masyarakat.

5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.

6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.

7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.

IV. Keluarga dengan anak sekolah


Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada saat anak
berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal sehingga
keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki minat sendiri.
Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga.
1. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk kebutuhan untuk
meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada anak
untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah.
V. Keluarga dengan anak remaja
Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian. Tujuannya
untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri
menjadi orang dewasa.
Tugas perkembangan
1. Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
2. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3. Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari perdebatan,
kecurigaan dan permusuhan.
Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk
bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja.
VI. Keluarga dengan anak dewasa
Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir
meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada atau tidaknya anak
yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.
Tugas perkembangan
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Membantu orang tua memasuki masa tua.
4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
VII. Keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat
pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini dianggap sulit
karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal sebagai orang tua.
1. Tugas perkembangan
2. Mempertahankan kesehatan.
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak.
4. Meningkatkan keakraban pasangan.
5. Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah raga rutin,
menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.
VIII. Keluarga usia lanjut
Dimulai saat pensiun sanpai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya
meninggal.
Tugas perkembangan
1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan.
3. Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5. Melakukan life review.
6. Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini.
II. Konsep Dasar Diabetes Melitus
A. Pengertian
Mansjoer (1999) menyatakan bahwa DM adalah keadaan hiperglikemi kronik yang
disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Diabetes Mellitus (DM) adalah
penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demam tanda-tanda hiperglikemia dan
glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat
dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar,
2000).
Sedangkan Tapan (2006) menjelaskan bahwa DM adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh kekurangan produksi insulin (kuantitas / kualitas) baik oleh keturunan atau
didapat. Konsentrasi glukosa yang berlebih pada darah dapat menyebabkan kerusakan sel tubuh.
Long (1996) menjelaskan bahwa DM merupakan penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya
komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler dan neurologis.
Price dan Wilson (1995) menambahkan bahwa DM merupakan gangguan metabolisme
yang dimanifestasikan dengan hilangnya toleransi karbohidrat yang terjadi secara genetis
maupun didapat. Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi. Glukosa secara normal bersirkulasi
dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Dari berbagai definisi diatas tentang DM diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DM
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini adalah hormon
insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat dimana
seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi dengan baik, karena proses autoimmune, dipengaruhi secara genetik dengan gejala
yang pada akhirnya menuju tahap perusakan imunologi sel sel yang memproduksi insulin.
B. Klasifikasi
Klasifikasi yang ditentukan oleh National Diabetes Data Group of The National Institutes
of Health, sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) atau tipe juvenil:
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin untuk
mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset, karena kebanyakan
terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel beta pankreas dan menjurus ke
defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung mengalami komplikasi metabolik akut berupa
ketosis dan ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara absolut
melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Terjadi pada
semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada kecenderungan familiar. NIDDM dapat
berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah namun tetap memiliki
reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.
3. Gestational Diabetes Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational.
Yaitu intoleransi glukosa yang timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya hormon
hormon pertumbuhan dan meningkatkan suplai asam amino dan glukosa pada janin yang
mengurangi keefektifitasan insulin.
4. Intoleransi glukosa Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu., yaitu hiperglikemi
yang terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat obatan, dan bahan kimia. Kelainan
reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu. Umumnya obat obatan yang mencetuskan
terjadinya hiperglikemia antara lain: diuretik furosemid (lasik), dan thiazide, glukotikoid,
epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat (Long, 1996).
C. Anatomi dan Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kirakira 15 cm, lebar 5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya ratarata 6090 gram. Terbentang pada
vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin
terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala)
kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari
lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa
dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini.
Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah. Pulau pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari
pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 3 % dari berat total pankreas.
Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50, sedangkan yang terbesar 300, terbanyak adalah yang
besarnya 100 225. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 2 juta.
Pulau Langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
a. Selsel A (alpha), jumlahnya sekitar 2040% ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin like activity .
b. Sel sel B (betha), jumlahnya sekitar 6080 % , membuat insulin.
c. Selsel D (delta), jumlahnya sekitar 515 %, membuat somatostatin. Masing masing sel
tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-
pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler.
Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel
beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul
insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21
asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 47 dengan titik
isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor
yang besar di dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di
simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin
dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah
meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa
normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain
seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam
derajat berbedabeda.
Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa
melalui membran sel ke jaringan terutama sel sel otot, fibroblas dan sel lemak.
D. Etiologi dan Predisposisi
DM dapat disebabkan oleh banyak faktor Noer (1996) menyebutkan bahwa ada 4
penyebab terjadinya DM, yaitu faktor keturunan, fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang
berkurang, kegemukan atau obesitas, perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan
resistensi insulin. Faktor keturunan dapat menjadi penyebab yang mengambil peranan paling
penting dalam terjadinya DM karena pola familial yang kuat (keturunan) mengakibatkan
terjadinya kerusakan sel-sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Sehingga terjadi kelainan
dalam sekresi insulin maupun kerja insulin (Long, 1996). Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin
yang berkurang dapat terjadi karena insulin diperlukan untuk transport glukosa, asam amino,
kalium dan fosfat yang melintasi membran sel untuk metabolisme intraseluler. Jika terjadi
kekurangan insulin akibat kerusakan fungsi sel pankreas akan menyebabkan gangguan dalam
metabolisme karbohidrat, asam amino, kalium dan fosfat (Long, 1996).
Kegemukan atau obesitas dapat sebagai pencetus terjadinya DM karena insiden DM
menurun pada populasi dengan suplai yang rendah dan meningkat pada mereka yang mengalami
perubahan makanaan secara berlebihan. Obesitas merupakan faktor resiko tinggi DM karena
jumlah reseptor insulin menurun pada obesitas mengakibatkan intoleransi glukosa dan
hiperglikemia (Price dan Wilson, 1995).
Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin dapat mendukung
terjadinya DM karena toleransi glukosa secara berangsurangsur akan menurun bersamaan
dengan berjalannya usia seseorang mengakibatkan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dan
lebih lamanya keadaan hiperglikemi pada usia lanjut. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya
pelepasan insulin dari selsel beta, lambatnya pelepasan insulin dan penurunan sensitifitas
perifer terhadap insulin (Long, 1996). Etiologi pada DM telah dijabarkan oleh para ahli, yaitu
berkaitan dengan fungsi organ dan berbagai faktor resiko yang mendahului. Mansjoer (1996 :
588) menyatakan bahwa Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM), atau DM yang tergantung
pada insulin (tipe I) disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses
autoimmune. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau tipe II
disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya (terjadi defisiensi relatif insulin). Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya
DM, diantaranya :
1. Faktor genetik (herediter) Resiko terkena DM meningkat apabila ada anggota yang terkena atau
menderita DM, yaitu kesesuaian pada kembar monozigote dan autosomonal dominan. Insulin
Dependen Diabetes Melitus : <50 % dan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus : 90100%
(Long, 1996).
2. Faktor ras dan etnik tertentu NIDDM biasanya dialami oleh non kulit putih, pada masyarakat
Amerika angka kejadian NIDDM adalah 1:3, sedangkan pada populasi umum adalah 1:200
(Long, 1996)
3. Faktor autoimmune Sel sel beta pankreas dihancurkan oleh proses autoimmune.
4. Proses radang atau infeksi Pada kasus pankreatitis akan terjadi hambatan sekresi insulin
5. Faktor obesitas, Jumlah reseptor insulin menurun pada orang yang kegemukan (Long, 1996).
6. Pada keadaan tertentu Misalnya pada wanita dalam masa kehamilan atau karena efek dari obat
obatan tertentu (Long, 1996).
E. Patofisiologi
Insulin dan glukagon diproduksi dalam pankreas, yang merupakan kelenjar eksokrin dan
endokrin yang lebih dari sejuta kumpulan pulau pulau sel terletak menyebar dalam organ ini.
Terdapat 3 jenis sel sel endokrin, yaitu sel alpha yang memproduksi glukagon ; sel beta, yang
mensekresi insulin , sel delta yang mensekresi gastrin dan somatostatin pankreas. Mekanisme
kerja insulin adalah hipoglikemik dan anabolitik. Dalam keadaan normal jika terdapat insulin,
asupan glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel sel
hati dan otot yang disebut proses glikogenesis. Proses ini mencegah terjadinya hiperglikemi. Jika
terjadi kekurangan insulin maka menyebabkan perubahan metabolisme yang menyebabkan
hiperglikemi, antara lain :
1. Transpor gula yang melewati membran sel berkurang.
2. Glukogenesis berkurang,dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
3. Glikogenesis meningkat sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati akan
dicurahkan secara terus menerus.
4. Glukoneogenesis meningkat sehingga glukosa dalam darah meningkat dari hasil pemecahan
asam amino dan lemak. Ketosis menyebabkan asidosis dan terjadi koma. Hiperglikemia
meningkatkan osmolaritas darah. Jika konsentrasi glukosa dalam darah meningkat dan melebihi
ambang ginjal, maka pada penyaringan di glomerulus dan reabsorpsi glukosa pada tubulus pun
berkurang sehingga terjadi glukosuria. Karena glukosa dalam larutan, maka pengeluaran urine
pun banyak sebanding dengan pengeluaran glukosa. Hal ini dinamakan poliuri. Banyak garam
mineral tubuh pun ikut keluar bersama urine sehingga menyebabkan kekurangan kadar garam
dan terjadi penarikan cairan dari intraseluler dan ektraseluler dan merangsang rasa haus
berkepanjangan (polidipsi), starvasi seluler dan kehilangan kalori akan merangsang rasa lapar
yang berkepanjangan (polifagi).
F. Manifestasi Klinis
Gejala klasik pada DM adalah :
1. Poliuri (banyak buang air kecil), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk pada malam hari.
2. Polidipsi (banyak minum), rasa haus meningkat.
3. Polifagi (banyak makan), rasa lapar meningkat.
4. Gejala lain yang dirasakan penderita
5. Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari.
6. Keletihan.
7. Penglihatan atau pandangan kabur.
8. Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan
9. penurunan kesadaran. 3. Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :
10. Kehilangan berat badan.
11. Luka, goresan lama sembuh.
12. Kaki kesemutan, mati rasa.
13. Infeksi kulit.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat golongan lain, yaitu
biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para
penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan. Obat obat yang beredar dari
kelompok ini adalah:
(a) Glibenklamida (5mg/tablet).
(b) Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
(c) Glikasida (80 mg/tablet).
(d) Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan glukosa dari
jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien dengan kelebihan berat
badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan, sehingga dapat
menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang
masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human Monocommponent
Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah Actrapid. Injeksi insulin juga
diberikan kepada penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak
berhasil dengan penggunaan obat obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami
kontraindikasi dengan obat obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana
sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan
gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
(a) Insulin kerja cepat Jenis jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan semilente.
(b) Insulin kerja sedang Jenis jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
(c) Insulin kerja lambat Jenis jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
2. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun telah mendapat
tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien tidak melaksanakannya.
Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya
sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang tepat untuk
mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi
kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak
konsumsi serat.
b. Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin bekerja lebih efektif.
Olahraga juga membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan mengurangi stress.
Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan
olahraga yang berat berat.
H. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik. (Carpenito, 2001)
1. Komplikasi Akut,
Ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan dengan
keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah
(Smeltzer, 2002 : 1258)
a. Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit
diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer, 2002 : 1258)
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN
dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262)
c. Hypoglikemia Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah)
Terjadi kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan
yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256)
2. Komplikasi kronik
Diabetes Melitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian tubuh
(Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu: (Long 1996)
a. Mikrovaskuler
1) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahanperubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada
struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal
akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 :
1272)
2) Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan kabur sampai kebutaan. Keluhan
penglihan kabur tidak selalu disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan
karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan
kerusakan lensa (Long, 1996 : 16)
3) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom, Medulla spinalis, atau
sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahanperubahan metabolik lain dalam sintesa
atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi
saraf (Long, 1996 : 17)
b. Makrovaskuler
1) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja
jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau
Diabetes Melitus. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya
arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke
2) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf-saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam
terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi
dimulai dari celahcelah kulit yang mengalami hipertropi, pada selsel kuku yang tertanam pada
bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus demikian juga pada daerahdaerah yang
terkena trauma (Long, 1996 : 17)
3) Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah keotak menurun
(Long, 1996 : 17)
I. Pathways

Perubahan polaeliminasi uri

Faktor etiologi Usia, keturunan, infeksi, gaya hidup, kehamilan, obesitas Sel beta
pancreas rusak/ terganggu Produksi insulin meningkat Glokosa dalam darah meningkat Asam
lemak Lipolisis meningkat bebas meningkat glukoneogenesis Sel kelaparan Hiperosmolaritas
Diabetes Melitus >20mg/dl Asam lemak teroksidasi Kalori keluar Glukosuria Produksi energi
metabolisme menurun Katabolisme protein meningkat Sel tidak mampu menggunakan glukosa
sebagai energi Rasa lapar Diuresis osmotik Ketonuria Ketonemia polifagi Poliuri Dehidrasi
III. Pengkajian Fokus Asuhan Keperawatan Keluarga
Pengkajian keperawatan keluarga adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis
untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan
asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi keperawatan terhadap keluarga sesuai rencana
yang telah disusun dan mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan
terhadap keluarga. Proses keperawatan merupakan kerangka kerja dalam melaksanakan tindakan
yang digunakan agar proses asuhan keperawatan dan kesehatan terhadap keluarga menjadi lebih
sistematis (Effendy, 1998 : 46).
A Pengkajian Keluarga
Friedman (1998) membagi proses pengkajian keperawatan keluarga kedalam tahap-tahap
meliputi mengidentifikasi data, tahap dan riwayat perkembangan, data lingkungan, struktur
keluarga, fungsi keluarga dan koping keluarga.
1. Mengidentifikasi data
Data-data dasar yang digunakan oleh perawat untuk mengukur keadaan pasien dengan memakai
norma kesehatan keluarga maupun social yang merupakan system integritas dan kesanggupan
untuk mengatasinya (Friedman, 1998).
Pengumpulan data pada keluarga dengan Diabetes Mellitus difokuskan pada komponen-
komponen yang berkaitan dengan diabetes Mellitus.
2. Data Identitas
a. Umur
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastic menurun dengan cepat
setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut,
terutama mereka yang berat badannya berlebih karena tubuh tidak peka terhadap insulin,
semakin bertambah usia semakin tinggi resiko diabetes (Setiono, 2005 :24).
b. Jenis Kelamin
Wanita pada umumnya cenderung mudah terserang Diabetes Mellitus bila dibandingkan dengan
pria, hal ini dikarenakan wanita lebih banyak mempunyai factor yang mendorong terjadinya DM
seperti obesitas saat kehamilan, strees, kelelahan, serta makanan yang tidak terkontrol.
c. Pekerjaan
Penghasilan yang tidak seimbang mempengaruhi keluarga dalam melakukan perawatan dan
pengobatan pada anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus. Salah satu penyebab
ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan dan perawatan adalah tidak
seimbangnya sumber-sumber yang ada dalam keluarga, misalnnya keuangan (Effendy,1998).
d. Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi fungsi kognitif karena dengan pendidikan yang rendah, daya
ingat klien, afektif dan psikomotorik dalam pengelolaan penderita Diabetes Mellitus dan
akibatnya serta pentingnya fasilitas pelayanan kesehatan.
e. Hubungan (genogram)
Resiko terkena diabetes meningkat apabila ada anggota keluarga yang menderita diabetes.
Resiko juga meningkat pada keadaan kembar monozigot dan autosomal dominan.
f. Tipe atau Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga extended family yang mempunyai riwayat penyakit DM lebih cenderung
menderita DM dari pada keluarga yang ukurannya lebih kecil dan tidak mempunyai riwayat DM.
g. Latar Belakang atau Kebiasaan Keluarga
1) Kebiasaan Makan
Pola makan keluarga telah tergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak
karbohidrat dan serat dari sayuran ke pola makan dengan komposisi makan yang terlalu banyak
mengandung protein, gula, lemak, garam, dan mengandung sedikit serat. Pola makan seperti
inilah yang beresiko terjadinya penyakit diabetes mellitus (Noer, 1996).
2) Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan
Pemanfaatan fasilitas kesehatan merupakan factor penting dalam pengelolaan pasien dengan
Diabetes Mellitus. Effendy (1998) menyatakan bahwa fasilitas kesehatan yang terjangkau
memberikan pengaruh yang besar terhadap perawatan dan pengobatan pada keluarga yang
anggota keluarganya menderita Diabetes Mellitus. Bila keluarga mampu memanfaatkan fasilitas
kesehatan, maka dengan rajin mereka akan melakukan control dan memeriksakan dirinya secra
teratur apabila ada keluhan lemas-lemas ke tempat pelayanan kesehatan terdekat. Pada keluarga
yang kurang mampu memanfaatkan pelayanan fasilitas kesehatan, maka keluarga hanya
memeriksakan kesehatan apabila sakit saja, termasuk ketika merasakan adanya gejalagejala yang
terkait dengan Diabetes Mellitus.
3) Pengobatan Tradisional
Cara-cara yang lazim digunakan adalah meminum jamu tradisional. Namun perlu diperhatikan
dalam melakukan pengobatan tersebut harus kontrol teratur agar pengobatannya berhasil. Namun
mayoritas penderita Diabetes Mellitus telah memanfaatkan pengobatan modern untuk mengatasi
gejala dan keluhan Diabetes Mellitus.
h. Status Sosial Ekonomi
Diabetes Mellitus sering terjadi pada keluarga yang mempunyai status ekonomi menengah
keatas. Karena factor lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan berlebihan,
berlemak, kurang aktivitas fisik, dan strees berperan penting sebagai pemicu diabetes.
3. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga yang berisiko mengalami masalah Diabetes Mellitus adalah tahap
perkembangan keluarga dengan usia pertengahan dan lansia. Karena pada tahap ini terjadi proses
degeneratif yaitu suatu kemunduran fungsi system organ tubuh, termasuk penurunan fungsi dari
sel beta pancreas.
b Riwayat Kesehatan Keluarga
Diabetes Mellitus berkaitan erat dengan penyakit yang lain misalnya riwayat keluarga dengan
Diabetes Mellitus, Hiperensi, Penyakit ginjal, Stroke dan lain-lain.
4. Data Lingkungan
a Karakteristik Rumah
Penataan perabot rumah yang tidak teratur, penerangan atau pencahayaan yang kurang,
keadaan lantai yang licin, merupakan factor yang meningkatkan resiko injury karena pada
pendrita Diabetes Mellitus yang lanjut akan mengalami gangguan pada system persepsi sensori
terutama visual seperti adanya keluhan pandangan kabur.
b Karakteristik tetangga dan komunitasnya
Menjelaskan tentang karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat
1) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat menjelaskan mengenai waktu yang
digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana
keluarga berinteraksi dengan masyarakat setempat
2) Fasilitas pelayanan kesehatan Adanya fasilitas pelayanan kesehatan sangat menentukan
pemulihan kesehatan, pencegahan penyakit serta pengobatan.
3) Fasilitas transportasi
Transportasi yang memadai sangat berpengaruh terhadap kemampuan keluarga untuk
menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan.
4) Sistem pendukung
Pengelolaan pasien yang menderita Diabetes Mellitus di keluarga sangat membutuhkan peran
aktif seluruh anggota keluarga, petugas dari pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.
Semuanya berperan dalam pemberian edukasi, motivasi dan memonitor atau mengontrol
perkembangan kesehatan anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus.
c Struktur keluarga
1) Pola komunikasi
Interaksi antar anggota keluarga yang positif akan menimbulkan saling pengertian satu sama lain
dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga dan merupakan tugas anggota keluarga yang
dapat menurunkan tingkat stress yang menjadi pemicu terjadinya suatu masalah kesehatan
(Effendy, 1998).
d Struktur kekuasaan
Pada masyarakat Indonesia kebanyakan pemegang kekuasaan yang lebih dominant adalah
patriarkal yaitu pemegang kekuasaan yang tertinggi di pihak ayah (Effendy, 1998).
e Struktur peran
Friedman (1986), menyatakan peran atau status seseorang dalam keluarga dan masyarakat
mempengaruhi gaya hidupnya, peran dalam keluarga terbagi dalam peran sebagai suami, ayah,
istri, ibu, anak, kakak, adik, cucu, dan lain-lain.
f Nilai-nilai dalam keluarga
Kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga adalah yang bertentangan dengan masalah
DM seperti halnya pergi ke dukun dan bukan pada petugas fasilitas kesehatan (Effendy, 1998).
g Fungsi keluarga
1) Fungsi Afektif
Bagaimana keluarga merasakan hal-hal yang dibutuhkan oleh individu lain dalam keluarga
tersebut. Keluarga yang kurang memperhatikan keluarga yang menderita DM akan menimbulkan
komplikasi lebih lanjut (Noer, 1996).
2) Fungsi Sosialisasi
Keluarga yang memberikan kebebasan kepada anggota keluarga yang menderita DM untuk
berinteraksi dengan lingkungan akan mengurangi tingkat stress keluarga. Biasanya penderita DM
akan kehilangan semangat oleh karena merasa jenuh dengan pengobatan yang berlaku seumur
hidup.
3) Fungsi Perawatan Kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganan masalah Diabetes Mellitus:
(a) Mengenal masalah kesehatan keluarga
Ketidak sanggupan keluarga mengenal masalah pada DM salah satu factor penyebabnya adalah
karena kurang pengetahuan tentang DM (Effendy, 1998). Apabila keluarga tidak mampu
mengenal masalah Diabetes Mellitus, penyakit tersebut akan mengakibatkan komplikasi.
(b) Mengambil keputusan bagi anggota keluarga yang sakit
Ketidak sanggupan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat dalam melakukan tindakan
disebabkan karena tidak memahami tentang sifat, berat, dan luasnya masalah yang dihadapi dan
masalah yang tidak begitu menonjol. Penyakit Diabetes Mellitus yang tanpa penanganan akan
mengakibatkan komplikasi.
(c) Merawat anggota keluarga yang sakit
Ketidak mampuan ini disebabkan karena tidak mengetahui keadaan penyakit, tanda dan gejala,
penyebab dan pengelolaan pada Diabetes Mellitus (Effendy, 1998).
(d) Ketidak sanggupan keluarga dalam memelihara lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap
kesehatan.
Ketidak mampuan ini disebabkan karena sumber-sumber dalam keluarga tidak mencukupi,
diantaranya adalah biaya (Effendy, 1998).
(e) Ketidakmampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas kesehatan
Hal ini sangat penting sekali untuk keluarga yang mempunyai masalah Diabetes Mellitus. Agar
penderita dapat memeriksakan kesehatan secara rutin dan sebagai tempat jika ada keluhan
(Effendy, 1998).
h Koping keluarga
Apabila terdapat stressor yang muncul dalam anggota keluarga, sedangkan koping keluarga tidak
efektif, maka ini akan menjadi stress pada anggota keluarga yang menderita diabetes, karena
salah satu cara mengatasi kekambuhan yaitu dengan menjaga diit yang teratur, dan mengurangi
stress.
B Diagnosa Keperawatan
Perubahan Arteroskleosis vasikuler Diagnosa keperawatan adalah pernayataan tentang
factor-faktor yang mempertahankan respon atau tanggapan yang tidak sehat dan menghalangi
perubahan yang diharapkan (Effendy, 1998). Diagnosa adalah yang mungkin timbul pada
keluarga dengan diabetes melitus antara lain (Doengoes, 2000: 51):
1. Kekurangan volume cairan, kemungkinan dibuktikan oleh peningkatan pengeluaran urine, urine
encer, kelemahan, haus, penurunan berat badan, kulit atau membrane mukosa kering, turgor kulit
buruk, hipotensi, takikardia, pelambatan pengisian kapiler. Berhubungan dengan
a Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
b Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat.
c Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
d Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
e Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kemungkinan dibutuhkan oleh masukan
makanan yang tidak adekuat, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan 10-20% atau
lebih dari yang diharapkan, kelemahan, tonus otot buruk, diare berhubungan dengan
a Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
b Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
c Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
d Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
e ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan:
a Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
b Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
c Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
d Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
e Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori, dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan
gejala-gejala untuk membuat diagnosa aktual berhubungan dengan
a Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
b Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
c Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
d Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
e ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
5. Kelelahan, kemungkinan dibuktikan oleh kurang energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk
mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan kinerja biasanya biasanya berhubungan dengan
a Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
b Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
c Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
d Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
e ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
C Rencana Keperawatan
a. Menyusun prioritas
Setelah menentukan diagnosis keperawatan, selanjutnya adalah melakukan prioritas masalah
kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan (Effendy, 1998):
a Masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga tidak dapat diatasi
sekaligus.
b Mempertimbangkan masalah yang dapat mengancam kesehatan.
c Respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
d Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi.
e Sumber daya keluarga yang menunjang masalah kesehatan keluarga atau keperawatan keluarga.
f Pengetahuan dan kebudayaan keluarga.
b. Kriteria prioritas masalah (Effendy, 1998: 52):
Kriteria masalah, dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, keadaan sakit atau kurang sehat,
dan situasi krisis. Bobot terbesar adalah kurang sehat kemudian ancaman kesehatan dan yang
ketiga adalah krisis.
Kemungkinan masalah diabetes mellitus dapat diubah, hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Pengetahuan, teknologi, dan tindakan untuk menangani diabetes mellitus.
b. Sumber daya keluarga, diantaranya keuangan, tenaga, sarana dan prasarana.
c. Sumber daya keperawatan, diantaranya adalah pengetahuan tentang diabetes mellitus,
ketrampilan dalam perawatan.
d. Sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi seperti posyandu, polindes dan
sebagainya.
c. Potensi masalah untuk dicegah
Adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul dan dapat dikurangi / dicegah melalui
tindakan keperawatan dan kesehatan misalnya dengan memberikan informasi tentang diabetes
mellitus, cara mencegah dan merawat, serta menganjurkan keluarga untuk memeriksakan
kesehatan anggota keluarga dengan diabetes mellitus ke pelayanan kesehatan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah diabetes mellitus:
a. Kesulitan masalah diabetes mellitus, berkaitan dengan beratnya penyakit diabetes mellitus yang
menunjukkan kepada prognosa DM (Diabetes Mellitus).
b. Lamanya masalah berhubungan dengan terjadinya masalah diabetes mellitus, dan kemungkinan
masalah diabetes mellitus dapat dicegah.
c. Tindakan yang sudah dan sedang dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki masalah diabetes
mellitus dalam rangka meningkatkan status kesehatan keluarga.
d. Adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat peka menambah
potensi untuk mencegah masalah.
d. Masalah yang menonjol
Adalah cara keluarga melihat dan menilai masalah diabetes mellitus dalam hal beratnya dan
mendesak untuk diatasi melalui intervensi keperawatan (Effendy, 1998: 49).
e. Penyusunan Tujuan
Perencanaan meliputi perumusan tujuan yang berorientasi pada klien, penyusunan tujuan
bersama tersebut terdiri atas kemungkinan sumber-sumber, menggambarkan pendekatan
alternatif untuk memenuhi tujuan, menyeleksi intervensi keperawatan yang spesifik dan
mengoperasionalkan perencanaan (menyusun prioritas dan menulis bagaimana rencana tersebut
dilaksanakan dalam fasenya).
a. Tujuan umum
Setelah diberikan informasi kepada keluarga mengenai diabetes mellitus, maka keluarga mampu
mengenal masalah diabetes mellitus, mampu mengambil keputusan untuk mengambil tindakan
yang tepat bagi anggota keluarga yang mengalami diabetes mellitus.
b. Tujuan khusus
Masalah tentang diabetes mellitus dalam keluarga dapat teratasi atau tidak bertambah buruk
keadaanya.
f. Menentukan kriteria evaluasi
Kriteria yang akan dicapai adalah:
1) Respon verbal kognitif, keluarga dapat menyebutkan tentang masalah kesehatan diabetes
mellitus, yaitu pengertian, penyebab, tipe, tanda dan gejala, dan perawatan diabetes mellitus.
2) Respon afektif dari keluarga, mampu mengungkapkan secara verbal akan mengambil tindakan
yang tepat bagi anggota keluarga yang menderita diabetes mellitus.
3) Respon motorik keluarga dan evaluasi perilaku yaitu keluarga mampu melakukan perawatan
diabetes mellitus dan mencegah terjadinya komplikasi diabetes mellitus.
g. Menentukan standar evaluasi:
Pengertian, tipe-tipe, penyebab, tanda dan gejala, perawatan diabetes mellitus.
h. Fokus Intervensi
1) Kekurangan volume cairan
(a) Afektif / pengetahuan
(1) Berikan informasi kepada keluarga dan klien tentang manifestasi klinik kekurangan volume
cairan sebagai tanda memberatnya penyakit Diabetes Mellitus.
(2) Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang cara mengatasi kekurangan
volume cairan.
(b) Kognitif / sikap
(1) Anjurkan kepada klien untuk selalu memonitor keluaran urine.
(2) Motivasi klien untuk menimbang berat badannya ke pelayanan kesehatan terdekat.
(c) Psikomotor / ketrampilan
(1) Anjurkan kepada keluarga untuk membawa klien ke pelayanan kesehatan.
(2) Motivasi klien untuk patuh atau kooperatif dalam regimen pengobatan.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(a) Afektif / pengetahuan
(1) Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga klien tentang pengertian pentingnya gizi bagi
penderita Diabetes Mellitus.
(2) Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara diit yang benar bagi penderita
Diabetes Mellitus.
(b) Kognitif / sikap
(1) Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang adanya resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh pada penderita Diabetes Mellitus.
(2) Demonstrasikan cara diit yang benar bagi klien dan keluarga.
(c) Psikomotor / ketrampilan
(1) Motivasi keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara diit yang benar bagi penderita
Diabetes Mellitus.
(2) Motivasi klien untuk melakukan cara diit yang benar bagi penderita Diabetes Mellitus.
3) Resiko infeksi
(a) Afektif / pengetahuan
(1) Berikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga tentang adanya resiko tinggi infeksi pada
luka penderita Diabetes Mellitus.
(2) Ajarkan pada klien cara mencegah infeksi pada luka penderita Diabetes Mellitus.
(b) Kognitif / sikap
(1) Ajarkan cara perawatan luka yang benar pada klien dan keluarga agar terhindar dari infeksi.
(2) Motivasi klien dan keluarga untuk mendemonstrasikan cara perawatan luka yang benar.
(c) Psikomotor / ketrampilan
(1) Anjurkan keluarga untuk membawa klien ke pelayanan kesehatan agar mendapatkan perawatan
luka yang benar.
(2) Rujuk ke pelayanan kesehatan .
4) Resiko gangguan persepsi sensori
(a) Afektif / pengetahuan
(1) Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang gangguan persepsi sensori
visual (pandangan kabur) sebagai manifestasi penyakit Diabetes Mellitus.
(2) Anjurkan klien untuk memeriksakan kesehatan matanya ke pelayanan terdekat.
(b) Kognitif / sikap
(1) Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang adanya penurunan ketajaman penglihatan
sebagai manifestasi dari terjadinyya komplikasi Diabetes Mellitus yang lanjut.
(2) Anjurkan kepada klien untuk menggunakan alat bantu penglihatan jika terjadi gangguan
penglihatan.
(c) Psikomotor / ketrampilan
(1) Anjurkan keluarga untuk membawa klien ke pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan lanjutan,
penggunaan kacamata dan penggunaan obat.
(2) Motivasi klien untuk patuh dalam pengobatan.
5) Kelelahan, kelemahan
(a) Afektif / pengetahuan
(1) Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga klien tentang pengertian pentingnya gizi bagi
penderita Diabetes Mellitus.
(2) - Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara diit yang benar bagi penderita
Diabetes Mellitus.
(b) Kognitif / sikap
(1) Motivasi keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara diit yang benar bagi penderita
Diabetes Mellitus.
(2) Demonstrasikan cara diit yang benar bagi klien dan keluarga.
(c) Psikomotor / ketrampilan
(1) Motivasi keluarga untuk mendemonstrasikan kembali cara diit yang benar bagi penderita
Diabetes Mellitus.
(2) Motivasi klien untuk melakukan cara diit yang benar bagi penderita Diabetes Mellitus.
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN KELUARGA
I. Data Umum
1. Nama KK : Tn. S
2. Umur : 60 Tahun
3. Alamat : Gemarang barat, Watualang, Ngawi
4. Pekerjaan : Tani
5. Pendidikan : SD
6. Komposisi keluarga :

Hub. Riw.
No Nama Umur L/P Pendidikan Pekerjaan
keluarga kesehatan
1. Tn. S 62 L KK SD Tani Hipertensi
2. Ny. S 57 P Istri SD - DM

Genogram
Tn.SD

Tn. SY
Keterangan :
: laki-laki

: perempuan

: meninggal

: penderita Diabetes Melitus

: menikah
: tinggal serumah
7. Tipe keluarga : Keluarga inti
8. Suku Bangsa : Jawa
9. Agama : Islam
10. Status sosial ekonomi keluarga
Penghasilan keluarga Tn. S Rp 500.000 per bulan. Dana keluarga digunakan untuk kebutuhan
dasar (makan, minum, pakaian).
11. Aktifitas rekreasi keluarga
Anggota keluarga Tn. S yaitu istri, tidak mempunyai aktivitas rekreasi kecuali hanya nonton
Televisi.
II. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga Tn. S adalah keluarga dengan usia lanjut usia.
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Tugas perkembangan dalam keluarga Tn. S yang belum terpenuhi adalah perawatan pada usia
lanjut dalam keluarga dengan penyakit kronis pada istrinya (Ny.S) yaitu Diabetes Militus.
3. Riwayat keluarga
Riwayat kesehatan keluarga :
a. Keluarga Tn. S dan Ny. S, tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan.
b. Tn. S menderita penyakit hipertensi.
c. Ny. S menderita penyakit Diabetes Melitus
Dalam keluarga Tn. S biasanya menggunakan sumber pelayanan kesehatan keluarga yaitu
puskesmas.
4. Riwayat keluarga sebelumnya
Keluarga Ny. S tidak ada yang menderita penyakit keturunan, bawaan maupun menular.
III. Lingkungan
1. Karakteristik rumah dan denah rumah
Tipe rumah semi permanen dengan lantai dari tanah.
Septik Tank

Denah rumah

a. Janis bangunan : semi permanen


b. Status rumah : rumah pribadi
c. Atap rumah : genteng
d. Ventilasi : cukup.
e. Cahaya : cukup
f. Penerangan : cukup
g. Lantai : Bata / tanah
h. Saluran limbah : dibuang kebelakang rumah.
i. Jamban : jenis kloset angsatrin
2. Karakteristik tetangga dan keluarga
Interaksi tetangga dengan keluarga Tn. S cukup harmonis, dibuktikan Tn. S rajin mengikuti
pertemuan rutin warga. Tn S dan Ny. S rajin mengikuti Posyandu Lansia.
3. Mobilitas geografis keluarga
Keluarga Tn. S dalam aktivitas sehari-hari menggunakan fasilitas sepeda
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Keluarga Tn. S tidak mempunyai waktu tertentu untuk mengadakan pertemuan khusus dalam
keluarga, mereka cukup melakukan komunikasi setiap hari dengan anggota keluarga. Sedangkan
interaksi dengan tetangga cukup baik dengan mengikuti pertemuan RT.
5. Sistem pendukung keluarga
Anggota keluarga Tn. S termasuk dalam kategori kurang sehat karena Tn. S menderita hipertensi
sedangkan Ny. S menderita penyakit Diabetes Melitus. Fasilitas kesehatan yang dapat digunakan
keluarga adalah Puskesmas.
IV. Struktur Keluarga
1. Struktur peran (formal dan informal)
Formal
Tn. S, sebagai suami, kepala keluarga dan pencari nafkah.
Ny. S, sebagai istri.
Tn. S, mengikuti kegiatan di kampung (arisan RT)
2. Nilai dan norma keluarga
Keluarga beragama Islam, menghormati dan menjalankan norma agama dalam menjalani
kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat
3. Pola komunikasi keluarga
Komunikasi yang biasa digunakan sehari-hari adalah bahasa jawa. Hubungan komunikasi antar
anggota keluarga cukup baik.
4. Struktur kekuatan keluarga
Anggota keluarga satu dengan yang lain saling membantu dan mendukung
Ny. S jarang melakukan kontrol terhadap kadar gula darah karena kurang mempunyai biaya.
V. Fungsi Keluarga
1. Fungsi afektif
Setiap anggota keluarga saling menyayangi dan menghormati
2. Fungsi sosial
Setiap keluarga saling menjaga hubungan sosial yang baik dengan warga sekitar dengan
mengikuti kegiatan dalam masyarakat (pertemuan rutin, , arisan)
3. Fungsi pemenuhan (perawatan/pemeliharaan) kesehatan
a. Keluarga Tn.S mengetahui bahwa Ny. S menderita penyakit Diabetes Melitus.
b. Keluarga Tn. S kurang cepat dalam mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan karena
sangat tergantung pada kondisi keuangan.
c. Keluarga Tn. S belum tahu cara merawat penyakit Diabetes Melitus terutama untuk masalah
diet, kurang teratur dalam berobat dan tidak teratur kontrol gula darah.
d. Keluarga Tn. S belum mampu memelihara/memodifikasi lingkungan rumah yang sehat terutama
untuk ventilasi kurang dan lantai masih dari tanah, karena terbentur masalah biaya.
e. Keluarga Tn. S jarang menggunakan fasiltas kesehatan karena terkendala biaya.
4. Fungsi reproduksi
Tn. S mempunyai 2 (dua) orang anak yang masing masing sudah berkeluarga dan mempunyai
rumah sendiri
Ny. S Sudah menopouse.
5. Fungsi ekonomi
Kebutuhan ekonomi dicukupi lewat penghasilan Tn. S kadang kadang dibantu oleh anaknya
Tn. S, terutama untuk membeli obat Diabetes Melitus.
VI. Stress dan koping keluarga
1. Stressor jangka pendek
Tn.S tidak mempunyai pekerjaan tetap.
2. Stressor jangka panjang
Tn. S selalu mengatakan bahwa anaknya yang kedua nakal dan selalu menjadi beban orang tua.
3. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
Keluarga Tn. S cukup tenang dalam menghadapi permasalahan keluarga.
4. Strategi koping yang digunakan
Apabila menghadapi masalah yang berat Tn. S menghibur diri dengan menonton televisi atau
keluar rumah pergi ke warung kopi.
VII. Pemeriksaan Fisik
Tn. S

1. Vital sign :
TD : 180/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36 o C
RR : 18 x/menit

2. Kepala
a. Rambut: rambut bersih.
b. Mata : Visus 5/5, tidak ada kelainan, sclera putih.
c. Telinga :Telinga bersih, pendengaran cukup baik, tidak ada penyakit.
d. Hidung: Hidung bersih, penciuman masih normal.
e. Mulut : Mulut bersih, gigi ada beberapa yang tanggal.

3. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar gondok, bentuk leher normal.

4. Dada

a. Paru :
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada luka
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : suara paru vesikuler dan bronchovesikuler. tidak terdengar suara
wheezing
b. Jantung :
Inspeksi : denyut jantung normal, tidak ada dorongan.
Palpasi : tidak ada pulsasi
Perkusi : ukuran dan bentuk jantung dalam batas normal
Auskultasi : terdengar suara lup dan dup, suara jantung tunggal.

5. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk dan gerakan normal., simetris.


Palpasi : Ukuran normal, tidak ada benjolan.
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : peristaltik normal

6. Ekstremitas :

a. Atas
1) Kanan : Tidak ada keluhan
2) Kiri : Tidak ada keluhan
b. Bawah
1) Kanan : Tidak ada keluhan
2) Kiri : Tidak ada keluhan.

5 5
c. Kekuatan otot = 5 5

7. Genetalia : Tidak terkaji

Ny. S

8. Vital sign :
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36 o C
RR : 18 x/menit

9. Kepala

a. Rambut : rambut bersih.


b. Mata : Visus 5/5, tidak ada kelainan, sclera putih.
c. Telinga : Telinga bersih, pendengaran cukup baik, tidak ada penyakit.
d. Hidung : Hidung bersih, penciuman masih normal.
e. Mulut : Mulut bersih, gigi ada beberapa yang tanggal.

10. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar gondok, bentuk leher normal.

11. Dada

c. Paru :
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak ada luka
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : suara paru vesikuler dan bronchovesikuler. tidak terdengar suara
wheezing
d. Jantung :
Inspeksi : denyut jantung normal, tidak ada dorongan.
Palpasi : tidak ada pulsasi
Perkusi : ukuran dan bentuk jantung dalam batas normal
Auskultasi : terdengar suara lup dan dup, suara jantung tunggal.

12. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk dan gerakan normal., simetris.


Palpasi : Ukuran normal, tidak ada benjolan.
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : peristaltik normal

13. Ekstremitas :

a. Atas
1) Kanan : Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak tangan
kanan
2) Kiri : Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak tangan kiri
b. Bawah
1) Kanan : Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak kaki kanan
2) Kiri : Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak kaki kiri.

5 5
c. Kekuatan otot = 5 5

14. Genetalia : Tidak terkaji

VIII. Pemeriksaan Penunjang


Gula Darah Acak = 280 mg/dl
Klien mengatakan sudah lama menderita penyakit Diabetes Melitus dan sudah berobat tapi tidak
sembuh sembuh.
Klien jarang kontrol kadar gula darah.
Kadang kadang klien berhenti minum obat karena belum bisa beli obat.
IX. Terapi
Ny. S mendapat obat oral :
Ibuprofen 200 mg : 2 x 1 tab / hari
Glibenclamid : 2 x1 tab / hari
Vit B1 : 2 x1 tab / hari
X. Harapan keluarga
Keluarga Tn. S mengharapkan bisa mencukupi kebutuhan sehari hari termasuk untuk
kebutuhan berobat Ny.S dan untuk memperbaiki rumah.
ANALISA DATA
NO DATA MASALAH PENYEBAB
1 DS : Resiko syock Kekurangan
Klien mengatakan sering hyperglikemi insulin
kesemutan
Klien mengatakan telapak
kaki sakit
Klien mengatakan sudah
lama tidak periksa kadar transport glukosa
gula. menurun
DO :
Keluarga Tn.S tidak tahu
resiko dari penyakit DM
TD : 140/80 mmHg hiperglikemia
GDA : 280 mg/dl
Klien tidak punya
pedoman diet.
Riwayat Diabetes Melitus
syock

Ketidak mampuan
keluarga mengenal
masalah kesehatan
pada penyakit
diabetes miletus.
PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN DIABETES MELITUS
Tujuan Ktriteria evaluasi
No Diagnosa keperawatan keluarga Rencana
Umum Khusus Kriteria Standar
1 Resiko syock hyperglikemi b d Setelah dilakukan Setelah dilakukan Verbal Keluarga mengetahui 1.Observasi adanya penyebab
Ketidak mampuan keluarga tindakan kunjungan 2x dan memahami resiko syock hiperglikemi
merawat anggota keluarga yang keperawatan, diharapkan tentang resiko yang 2.Gali pengetahuan keluarga
sakit klien tidak keluarga dapat : bisa terjadi pada mengenai resiko syock
DS : mengalami syock menjelaskan penyakit Diabetes hyperglikemi pada Diabetes
Klien mengatakan sering hyperglikemi resiko pada Melitus apbila gula Melitus
kesemutan Diabetes Melitus darahnya tinggi. 3.Jelaskan mengenai resiko
Klien mengatakan telapak kaki gula darah yang tinggi
sakit 4.Berikan petunjuk diet.
Klien mengatakan sudah lama 5.Beri kesempatan kepada
tidak periksa kadar gula. keluarga untuk bertanya
DO :
Keluarga Tn.S tidak tahu resiko
dari penyakit DM
TD : 140/80 mmHg
GDA : 280 mg/dl
Klien tidak punya pedoman diet.
Riwayat Diabetes Melitus
PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN DIABETES MELITUS
No Diagnosa keperawatan Tujuan khusus Tanggal Implementasi Evaluasi
1 Resiko syock hyperglikemi b d Setelah dilakukan 21 1. Mengobservasi adanya 21 Januari 2012
Ketidak mampuan keluarga kunjungan 2x Januari penyebab resiko syock S:
merawat anggota keluarga yang diharapkan keluarga 2012 hiperglikemi Ny. S mengatakan mengerti dan
sakit dapat : 2. Menggali pengetahuan tahu kalau menderita penyakit
DS : menjelaskan resiko keluarga mengenai Diabetes Melitus
Klien mengatakan sering syock hiperglikemi Diabetes Melitus O:
kesemutan pada Diabetes 3. Menjelaskan mengenai TD : 140/80 mmHg
Klien mengatakan telapak kaki Melitus resiko syock Ny. S dapat menjelaskan kembali
sakit hiperglikemi pada tentang resiko syock hiperglikemi
Klien mengatakan sudah lama Diabetes Melitus pada Diabetes Melitus
tidak periksa kadar gula. 4. Memberikan pedoman Ny.S bersedia cek kadar gula
DO : diet untuk Diabetes secara rutin.
Keluarga Tn.S tidak tahu resiko Melitus Ny.S bersedia minum obat secara
dari penyakit DM 5. Memberikan kesempatan teratur
TD : 140/80 mmHg kepada keluarga untuk Ny.S bersedia melakukan diet
GDA : 280 mg/dl bertanya sesuai petunjuk
Klien tidak punya pedoman A:
diet. Masalah teratasi
Riwayat Diabetes Melitus P:
Modifikasi Intervensi
1. Anjurkan pada Klien untuk rutin
berolah raga
2. Anjurkan pada Klien agar aktif
datang ke Posyandu Lansia
DAFTAR PUSTAKA

Tjokronegoro, Arjatmo, 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI.

Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih,
Jakarta : EGC..

Doenges, Marilyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC.

Effendi, Nasrul, 1998.Perawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta : Depkes RI.

http://www.ilmukeperawatan.com. Diakses pada tanggal 6 Pebruari 2012 jam 16.04 WIB.

Ikram, Ainal, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi
ketiga, Jakarta : FKUI.

Luecknote, Annette Geisler, 1997. Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:
EGC.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih, Jakarta : EGC.

Diposkan oleh SANUSI di 00.33

Vous aimerez peut-être aussi