Vous êtes sur la page 1sur 26

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN

SEKTOR PUBLIK

JENIS JENIS PENGANGGARAN

SEKTOR PUBLIK

KELOMPOK 6

1. Kiki Retno S. N. (14030027)


2. M. Muklis (140300
3. Erga Frendy N. (14030045)
4. Putri Nabella Sari (14030046)
5. Abdul Mutholib (14030073)

STIE YPPI REMBANG


2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Jenis Jenis Penganggaran Sektor Publik.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Akuntansi Manajemen


Sektor Publik dengan pokok materi Jenis Jenis Penganggaran Sektor Publik
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Rembang, 28 Februari 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................1


DAFTAR ISI .......................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ........................................................................................3
2. Rumusan Masalah ...................................................................................5
3. Tujuan Penulisan .....................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK .......................6
B. ANGGARAN TRADISIONAL .............................................................16
C. ANGGARAN PUBLI DENGAN PENDEKATAN NPM ......................18
D. PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN.....................................24
E. ANGGARAN KINERJA ........................................................................26
F. ZERO BASED BUDGETING (ZBB) ....................................................27
G. PPBS .......................................................................................................6

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan dan Saran.............................................................................28
2. Daftar Pustaka .........................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrumen
kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
organisasi. Hal tersebut terutama tercemin pada komposisi dan besarnya
anggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayan
masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik
yang yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat digunaan sebagai
alat pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat berjalan
dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan
pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah mengalami
banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik berkembang dan
berubah sesuai dengan dinamika perkembangan manajemen sektor publik dan
perkembangan tuntutan yang muncul di masyarakat. Pada dasarnya terdapat
beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran
mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah :
a) Anggaran tradisional atau anggaran Konvensional
b) Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public
Management.
B. ANGGARAN TRADISIONAL
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara
berkembang dewasa ini. Terdapat dua cirri utama dalam pendekatan ini, yaitu:
a. Cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism
b. Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item.
Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah:
c. Cendurung Sentralis.
d. Tahunan.
e. Menggunaan prinsip anggaran bruto.

Struktur anggaran tradisional dengan cirri-ciri tersebut tidak mampu


mengungapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan
bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tersebut
, maka satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan
hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.

Incrementalism
Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan
dan pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat incrementalism,
yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang
sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar
untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau penggurangan tanpa dilakukan
kajian yang mendalam. Pendekatan semacam ini tidak saja belum menjamin
terpenuhinya kebutuhan riil, namun juga dapat mengakibatkan kesalahan yang terus
berlanjut. Hal ini disebabkan karena kita tidak pernah tahu apakah pengeluaran
periode sebelumnya yang dijadikan sebagai tahun dasar penyusunan anggaran tahun
ini telah didasarkan atas kebutuhan yang wajar.
Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya
perhatian terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan efetivitas
seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional.
Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini, seringkali pada
akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengaloasiannya kemudian
dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk
dilaksanakan. Aktivitas-aktivitas susulan ini semata-mata dimaksudkan untuk
menghabiskan sisa anggaran. Apabila hal tersebut tidak dilakuan akan berdampak
pada alokasi anggaran tahun berikutnya. Hal ini disebabkan karena pada pedekatan
tradisional, kinerja dinilai berdasarkan habis tidaknya anggaran yang diajukan dan
bukan berdasarkan pada pertimbangan output yang dihasilkan dari aktivitas yang
dilakukan dibandingkan dengan target kinerja yang dikehendaki (outcome).
Anggaran tradisional yang bersifat incrementalism cenderung menerima
konsep harga pokok pelayanan historis (historic cost of service) tanpa memperhatikan
pertanyaan seperti :
1. Apakah pelayanan tertentu yang dibiayai dengan pengeluaran pemerintah
masih dibutuhkan atau masih menjadi prioritas?
2. Apakah pelayanan yang diberikan telah terdistribusi secara adil dan
merata diantara kelompok masyarakat?
3. Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?
4. Apakah pelayanan yang diberikan mempengruhi pola kebutuhan publik?
Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu
item, program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya
meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak dibutuhkan. Perubahan anggaran
hanya menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat
inflasi. Jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.

Line-item
Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang
didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line-
item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau
pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara riil
item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Karena
sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak memungkinkan untuk
dilakukan penilaian kinerja secara akurat. Karena satu-satunya tolak ukur yang dapat
digunakan adalah semata-mata pada ketaatan dalam menggunakan dana yang
diusulkan.
Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi
alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol
pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat
penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan,
pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja
barang, dan sebagaimanya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan
pengeluaran yang dilakukan.

Kelemahan Anggaran tradisional


Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki
beberapa kelemahan, anatara lain:
1. Hubungan yang tidak menandai (terputus) antara anggaran tahunan dengan
rencana pembangunan jangka panjang.
2. Pendekatan Incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak
pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
3. Lebih berorientasi pada input dari pada output. Hal tersebut menyebabkan
anggaran tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat
kebijakan dan pilihan sumberdaya, atau memonitor kinerja dievaluasi dalam
bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan mencapai.
4. Sekat-sekat antara departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara
keseluruan sulit dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan konflik,
overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar departemen.
5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran
modal/investasi
6. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya
terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat
mendorong praktik-praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi)
7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak
memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya
adalah munculnya budget padding atau budgetary slack.
8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme
pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilaksanakan
revisi anggaran dan manipulasi anggaran.
9. Aliran informasi (sistem informasi financial) yang tidak memadai yang
menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan
tindakan.

C. ANGGARAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN NPM


Era New Public Management
Sejak pertengahan tahun1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor
publik yang cukup drastic dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku,
birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektok publik yang fleksibel
dan lebih mengakomondasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan
kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah
terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigm
baru muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New
Public Management.
Model New public management mulai dikenal tahun 1980-an dan kembali
popular tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnya
munculnya konsep managerialism (Pollit, 1993); market-based public
administration. (Lan Zhiyong, and Rosenbloom, 1992); post-bureaucratic
paradigm (Barzelay, 1992); dan entrepreneurial government (Osborne and
Gaebler, 1992). New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik
yang berorirntasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan
paradigma New Public Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi
bagi pemerintah diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi,
pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender.
Salah satu model pemerintah di era New Public management adalah model
pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan gaebler (1992) yang tertuang
dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep reinventing government.
Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan kompetisi tender.
Salah ssatu model pemerintahan di era New Public management adalah model
pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang
dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep reinventing government
Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah;
1. Pemerintahan Katalis : fokus pada pemberian pengarahan bukan
produksi pelayanan publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak
harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing).
Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan,
sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta
dan/atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan nonprofit
lainnya). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan
sebagai pengecualian, dan bukan keharusan: pemerintah hanya
memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak
non-pemerintah. Pada saat ini, banyak pelayanan publik yang dapat
diproduksi oleh sektor swasta dan sektor ketiga (LSM). Bahkan, pada
beberapa negara, penagihan pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihak
non-pemerintah.
2. Pemerintah milik masyarakat : memberdayakan masyarakat dari pada
melayani.
Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat
sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong
dirinya sendiri sendiri (self-help community). Sebagai misal, masalah
keselamatan umum adalah juga merupakan tanggungjawab masyarakat,
tidak hanya kepolisian. Karenanya, epolisian semestinya tidak hanya
memperbanya polisi untuk menanggapi peristiwa criminal, tetapi juga
membantu warga untuk memecahkan masalah yang menyebabkan
timbulnnya tindak kriminal. Contoh lain: untuk dapat lebih
mengembangkan usaha kecil, berikanlan wewenang yang optimal pada
asosiasi pengusaha kecil untu memecahan masalah yang sedang dihadapi.
3. Pemerintah yang komperatitif: menyuntikkan semangat kompetisi
dalam pemberian pelayanan publik.
Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan
publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar
biaya. Misalnya pada pelayanan pos negara, akibat kompetisi yang
semakin keras, pelayanan titipan kilat yang disediakan menjadi relative
semakin cepat dari pada kualitasnya dimasa lalu.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi: menggubah organisasi yang
digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur
dalam mandatnya. Namun tujuan pemerintah buanlah mandatnya tetapi
misinya.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil bukan masukan.
Pada pemerintahan tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit
kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi, semakin besar
pula dana yang terjadi adalah, unit kerja tidak punya insentif untuk
memperbaiki kinerjanya. Justru, mereka memiliki peluang baru: semakin
lama permasalahan dapat dipecahkan, semakin banyak dana yang dapat
diperoleh.
Pemerintahan Wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan
insentif itu, yaitu membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah daerah
wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur
seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang
menjadi tanggungjawabnya. Semakin baik kinerjanya, semakin banyak
pula dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.
6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan : memenuhi ebutuhan
pelanggan, bukan birokrasi.
Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan
pelanggannya. Penerimaan pajak memang dari masyarakat dan dunia,
tetapi pemanfaatannya harus disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya,
pemerintah seringkali menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat
yang ikut dalam pembahasan anggaran adalah pelanggannya. Bila
DPR/DPRD dan para pejabat eksekutif tidak menomorsatukan
kepentingan kelompoknya, maka pelanggan yang sebenarnya, yaitu
masyarakat, akan cenderung dilupakan. Dalam kondisi seperti ini,
pemerintah tradisional akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan
birokrasi, sedangkan kepada masyarakat mereka seringkali menjadi
arogan.
Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. Ia akan mengidentifikasikan
pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seprti ini, tidak berati bahwa
pemerintah tidak bertanggungjawab pada dewan legislatif, tetapi
sebaliknya, ia menciptakan sistem pertanggungjawaban ganda (dual
accountability): kepada legislatif dan masyarakat. Dengan cara seperti ini,
pemerintah tidak akan arogan tetapi secara terus menerus akan berupaya
untuk lebih memuaskan masyarakat
7. Pemerintah wirausaha: mampu menciptakan pendapat dan tidak sekedar
membelanjakan
Pemerintah tradisioanal cenderug tidak berbicara tentang upaya yang
menghasilkan pendapat dari aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa
dilakukan untuk menghasilaakn pendapat dari proses penyediaan
pelayanan public. Pemerintah daerah wirausaha dapat mengembangkan
beberapa pusat pendapatan, misalnya; BPS dan Bappeda, yang dapat
menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian;
BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para
pengusaha dan masyarakat; penyertaan modal; dan lain-lain.
8. Pemerintah antisipatik: berupaya mencegah daripada mengobati.
Pemerintah tradisiaonal yang birokratis memusatkan diri pada produksi
pelayanan public untuk memecahkan masalah publik. Pemerintah
birokratis cenderung bersifat reaktif: seperti suatu satuan pemadam
kebakaran, apabla tidak ada kebakaran maka tidak ada upaya pemecahan.
Pemerintah wirausaha tidak reaktif tapi proaktif. Ia tidak hanya mencoba
untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk mengantifikasi
masa depan. Ia menggunakan perencanaanstrategis untuk menciptakan
visi.
9. Pemerintah desentralisasi: dari hierarkhi menuju pertisipatif dan tim
kerja.
Lima puluh tahun lalu, pemerintahan yang sentralis dan hierarkhis sangant
diperlukan. Pengambilan kepetusan harus berasal dari pusat, mengikuti
rantai pemandunya hingga sampai pada staf yang palig berhuhungan
dengan masyarakat dan bisnis.pada saat itu, sistem tersebut sangat cocok,
teknologi informasi masih sangat pemitif, komunikasi antar berbagai
lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah masih relative belum
terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk lansgung atas apa-apa yang
harus dilaksanakan ). Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudah berubah,
perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebeetuhan/keinginan
masyarakat dan bisnis sudah mulai kompleks, dan staf pemerintah sudah
banyak yang berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan keputusan
harus digeser ke tangan masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelayanan, dan
lembaga swadaya masyarakat .
10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan
perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan buhkan dengan
mekanisme administratife (sistem prosedur dan pemaksaan).
Ada 2 cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme
adminiftratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang
terbaik dalam mengalokasi sumberdaya, pemerintah tradisional
menggunakan mekanisme administratife, sedangkan pemerintah
wirausaha menggunakan mekanisme pasar. Dalam mekanisme
administrative, pemerintah tradisional menggnggunakan perintah dan
pengendalin, mengeluarkan prosedur dan definisi baku kemudian
memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur
tersebut). Dalam mekanisme pasar, pemeintah wirausaha tidak
memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan
sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang
merugikn masyarakat.
Muculnya konsep new public manajement berpengaruh langsung terhadap
konsep anggaran pubik. Salah satu pengruhnya adalah terjadinya
perubahan sistem anggaran dari model anggaran tradisional menjadi
anggaran tradisioanal menjaadi anggaran yang lebih berorientasi pada
kinerja. Berikut ini akan dibahas jenis-jenis anggaran dengan pendeatan
New Public Management.
Tabel 5.1
Perbandingan Anggaran Tradisional dengan Anggaran Berbasis Pendekata
n NPM
Anggaran Tradisional New Public Management
Sentralis Desentralisasi dan devolved
management
Berorientasi pada input Berorientasi pada input, output, dan
outcome(value for money)
Tidak terkait dengan perencanaan Utuh dan komprehensif dengan
jangka panjang perencanaan jangka panjang
Line-item dan incrementalism Berdasarkan sasaran kinerja
Menggunakan aturan klasik: Lintas department (cross
Vote accounting department)
Prinsip anggaran bruto Zero-base Budgeting, planning,
progemming, budgeting, system.
Bersiifat tahuanan Sistematik dan rasional
Spesifik Bottom-up budgeting

D. PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN


Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era
New Public Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan
pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggran sektor publik.
Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa tehnik
pengganggaran sektor publik, misalnya adalah tehnik anggaran kinerja
(performance budgeting), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning,
Progamming, and Budgeting System (PPBS).
Penedekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung memiliki
karakteristik umum seperti berikut:
1. Komperhensif/ komparative
2. Terintregasi dan lintas departemen
3. Proses pengambilan keputusan yang rasional
4. Berjangka panjang
5. Spesifukasi tujuan dan perangkingan prioritas
6. Analisis total cost dan benefik (termasuk opportunity cost)
7. Berorintasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input
8. Adanya pengawasan kinerja

E. ANGGARAN KINERJA
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang
terdapat dalam anggaran tradisional, kususnya kelemahan yang disebabkan
oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Anggaran dengan
pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value for money dan
pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan
mekanisme penentuan dan pembutan prioritas tujuan serta pendekatan yang
sistematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan untuk
menginplenmentasikan hal-hal tersebut anggaran kinerja dilengkapi dengan
teknik penggaran analitis.
Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh
karna itu, anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian
kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektifitas anggaran.
Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang
menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akan
menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (over spending).
Menurut pendekatan anggran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat
diawasi dan dikembalikan melalui penerapan internal cost awareness, audit
keuangan dan audit kinerja, serta evalusi kinerja eksternal. Dengan kata lain,
pemerintah dipaksa bertindak berdasarkan cost minded dan harus efisien.
Selain didorong untuk menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga
dituntut untuk mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karna itu, agar
dapat mencapai tujuan tersebut maka diperlukan adanya program dan tolak
hokum sebagai standart kinerja.

Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang


mencaup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai
instrument untuk mencapai tujuan dan sasran program. Penerapan sistem
anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan
program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan
program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang
bertanggungjawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indicator
kinerja yang digunakan sebagai tolak ukur dalam mencapai tujuan program
yang ditetapkan.
F. ZERO BASED BUDGETING (ZBB)
Konsep Zero Based Budgeting dimaksutkan untuk mengatasi kelemahan yang
ada pada sistem anggaran tradisional. Penyusunan anggaran dengan
menggunakan konsep Zero Based Budgeting dapat menghilngkan
incrementalism dan line-item karna anggaran diasumsikan mulai dari nol
(Zero-Base). Penyusuanan anggaran yang bersifat incremental mendasaran
besarnya realisasi anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun
depan, yaitu dengan menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah
penduduk. ZBB tidak berpatokam pada anggaran tahun lalu untuk menyusun
anggaran tahun ini, namun penentuan angaran didasarkan pada kebutuhan saat
ini. Dengan ZBB seolah-olah proses anggaran dimulai dari hal yang yang baru
sama sekali. Item anggaran yang sudah tidak relevan tidak mendukung
pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari sruktur anggaran, atau
mungkin juga muncul item baru.
Proses Implementasi ZBB
Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Identifikasi unit-unit keputusan
Struktur Organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat
pertanggungjawaban (respon-sibility center). Setiap pusat
pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan (decision unit)nyang
salah satu fungsinya adalah untuk menyiapkan anggaran. Zero Based
Budgeting merupakan sistem anggaran yang berbasis pusat
pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dan pengendalian anggaran.
Suatu unit keputusan merupakan suatu unit keputusan besar yang dapat
dipecah-pecah lagi menjadi dinas-dinas; dinas-dinas dipecah lagi menjadi
subdinas-subdinas; subdinas dipecah lagi menjadi subprogram, dan
sebagainya. Dengan demikian, suatu pemerintah daerah bisa memilii ribuan
unit keputusan.
Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secra tepat, tehap
berikutnya adalahmenyiapkan dokumen yang berisitujuan unit keputusan dan
tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen
tersebut disebut paket-paket eputusan (decision packages)
2. Penetapan paket-paket keputusan
Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari
aktifitas atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Paket
keputusan dibuat oleh manajer pusat pertanggungjawaban dan harus
menunjukkan secara detail estimasi biaya dan pendapatan yang dinyatakan
dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Secara teoritis,
paket-paket keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai
alternative kegiatan untuk melaksanakan fungsi unit keputusan dan untuk
menentukan perbedaan level usaha pada tiap-taip alternative. Terdapat dua
jenis paket keputusan, yaitu:
a. Paket keputusan mutually-exclusive.
Paket keputusan yang bersifat mutually-exclusive adalah paket-paket
keputusan yang memiliki fungsi yang sama. Apabila dipilih salah satu
paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak
semua alternative yang lain.
b. Paket keputusan incremental
Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha yang berbeda
(dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu.
Terdapat base package yang menunjukkan tingkat minimal suatu
kegiatan, dan paket lain yang tingkat aktivitasnya lebih tinggi yang
akan berpengaruh terhadap kenaikan level aktivitas dan juga akan
berpengaruh terhadap biaya. Setiap paket memiliki biaya dan manfaat
yang dapat ditabulasikan dengan jelas.
3. Meranking dan mengevaluasi paket keputusan
Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah
meranking semuapaket berdasarkan manfatnya terhadap organisasi. Tahap ini
merupakan jembatan untuk menuju proses alokasi sumber daya diantara
berbagai kegiatan yang beberapa diantaranya sudah ada dan lainnya baru
sama sekali.
Keunggulan ZBB
1. Jika ZBB dilaksanakan dengan bai maka dapat menghasilkan alokasi sumber
daya secara lebih efisien.
2. ZBB berfokus pada Value for money
3. Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidak
efektivan biaya
4. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
5. Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan
anggaran.
6. Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong
organisasi untuk selalu menguji alternative aktifitas dan pola perilaku biaya
serta tinggkat pengeluaran.

Kelemahan ZBB
1. Prosesnya memakan waktu lama(time consuming), terlalu teoritis dan tidak
praktis, membutuhkan biaya yang sangat besar, serta menghasilkan kertas
kerja yang menumpuk karena pembuatan keputusan.
2. ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
3. Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju.
4. Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan
mereview paket keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan
pekerjaan yang melelahkan dan membosankan, sehingga dapat mempengaruhi
keputusan.
5. Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang
memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi paket keputusan . selain itu dalam
perankingan muncul pertimbangan subyektif atau mungkin terdapat tekanan
politi sehingga tidak obyektif lagi.
6. Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan
harus masuk dalam anggaran.
7. Implementasi ZBB Menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi.

G. PLANING, PROGRAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS)


PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarakan pasa teori sistem
yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya dalah
alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS
tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-
divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompoan aktifitas untuk
mencapai tujuan tertentu. PPBS adalah salah satu model penganggaran yang
ditujukkan untuk membantu manajemen pemerintah dalam membantu
keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan
sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya, sementara tuntutan
masyarakat tidak terbatas jumlahnya. Dalam keadaan tersebut pemerintah
diharapkan pada pilihan alternative keputusan yang memberikan manfaat
paling besar dalam pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan ppbs
memberikan rerangka untuk membuat pilihan tersebut.

Proses Implementasi PPBS


Langkah-langkah implementasi PPBS meliputi:
1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan
jelas.
2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit
dari masing-masing program.
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil.
5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui

PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk


mewujudkan tujuan organisasi melalui program-program kuncinya adalah
bahwa program-program yang disusun harus terkait dengan tujuan
organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi. Pemerintah harus
dapat mengidentifikasi struktur program dan melakukan analisis program.
Struktur program merupakan rerangka untuk mengidentifikasi keterkaitan
antara sumber daya yang dimiliki dengan aktifitas yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi, struktur program merupakan
semacam kerangka bangunan dari desain sistem PPBS. Analisi program
terkait dengan kegiatan menganalisi biaya dan manfaat dari masing-
masing program sehingga dapat dilakukan pilihan. Untuk mendukung hal
tersebut PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih agar dapat
memonitor kemajuan dalam pencapain tujuan organisasi. Sistem
pelaporan anggaran PPBS harus mampu melaporkan hasil (manfaat)
program bukan sekedar jumlah pengeluaran yang telah dilakukan.

Karakteristik PPBS:
1. Berfokus pada tujuan dan aktifitas (program) untuk mencapai tujuan.
2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang
akan datang karena PPBS berorientasi pada masa depan.
3. Mempertimbangkan semu biaya yang terjadi.
4. Dilakukan analisi secara sistematik atas berbagai alternatif program,
yang meliputi:
a. Identifikasi tujuan
b. Identifikasi secara sistematik alternatif program untuk mencapai
tujuan,
c. Estimasi biaya total dari masing-masing alternatif program
d. Estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari masing-masing
alternatif program.

Kelebihan PPBS
1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggungjawab dari manajemen
puncak ke manajemen menengah.
2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja.
3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-
consciousness/cost awareness) dalam perencanaan program
4. Lintas departemen sehinngga dapat meningkatkan komunikasi,
koordinasi,dan kerjasama antar departemen.
5. Meningkatkan program yang overlapping atau bertantangan dengan
pencapaian tujuan organisasi.
6. PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi
sumber daya secara optimal.
Kelemahan PPBS
1. PPBS membutuhkan sistm informasi yang canggih, ketersediaan
data, adanya sistem pengukuran, dan staf yang memiliki kapasitas
tinggi.
2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS
membutuhkan teknologi yang canggih
3. PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan.
4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai
kumpulan manusia yang kompleks.
5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented.
Penggunaan statistik terkadang kurang tajam untuk mengukur
efektivitas program. Statistik hanya tepet untuk mengukur beberapa
program tertentu saja.
6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait
dengan sifat program atau kegiatan yang lintas departemen
sehingga menyulitkan dalam melakukan alokasi biaya. Sementara
itu sistem akuntansi dibuat berdasarkan departemen bukan program.

Masalah utama penggunaan ZBB dan PPBS


1. Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternative
untuk melakukan aktivitas.
2. Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif, terutama untu
mengukur output.
3. Masalah Ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa depan,
perubahan politik, dan ekonomi.
4. Pelaksanaan teknik tersebut menimbulakan beban pekerjaan yang sangat
berat.
5. Kesulitan dalam menentukan tujuan dan perankingan program terutama ketika
terdapat pertentangan kepemimpinan (conflict of interest).
6. Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara
cepat dan tepat.
7. Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politi yang besar untuk berubah
(resisence to change).
8. Pelaksanaan tenik tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan
keputusan politik. Politik berusaha membuat pelaksaan lebih technocratic
yang hal tersebut bisa mempengaruhi proses anggaran.
9. Pada akhirnya, pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. mardiasmo, MBA, AK.; Penerbit andi.

Vous aimerez peut-être aussi