Vous êtes sur la page 1sur 3

Nama: Arini Rhosidatin

OFF: C/2014

NIM: 140731600096

1. Apa yang dimaksud dengan postivisme?


Jawab: positivisme secara etimologi berasal dari kata positif, yang dalam bahasa
filsafat bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi yang dialami
sebagai suatu realita. Sedangkan dalam ilmu filsafat positivisme adalah ilmu alam
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang
berkenaan dengan metafisik. Pemikiran Agus Comte pada abad k3 19 menyatakan
positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan sains.
2. Apa implikasi positivisme pada kerja sejarawan?
Jawab: positifisme yang memiliki arti berbikir secara ilmiah berkomponen bahasa
teoritis, bahasa observasional, dan kaidah-kaidah korespondensi memiliki implikasi
terhadap cara kerja sejarawan. Dalam hal ini sejarawan akan menformulasikan dirinya
sebagai sebuah pendekatan, dimana pendekatan tersebut akan dikerjar dan dikuasai
oleh para sejarawan. Adapun hal tersebut adalah:
a. Filsafat positivisme mempertegas bahwa dalam persoalan sumber data dan tujuan
ilmu sejarah dengan agama tidak ada pertemtangan
b. Menambah akan ilmu pengetahuan yang berpengaruh pada bertambahnya ilmu
cakrawala pengetahuan dan cara pandang yang luas. Hal tersebut bertujuan untuk
memecahkan masalah sejarawan secara bijaksana.
c. Pola pikiryang sebelumnya bergantung pada dewadiubah menjadi pola pokir yang
lebih kedepan dan rasional.
d. Disiplin ilmu yang berusaha melihat apa yang dikatakatan dengan apa yang
dilihat, sebagai upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik
lengkap tentang seluruh kehidupan dan juga sejarah.
3. Apa kaum positivist percaya bahwa tidak ada dokumen tidak ada sejarah?
Jawab: Kaum positivist melihat bahwa sejarah merupakan peritiswa yang disusun
oleh manusia pada masa lampau, dimana hal terbukti atas adanya dokumen. Sejarah
tidak akan terpercaya jika tidak ada dokumen. Oleh karena itu sejarah ada karena
adanya tulisan atau dokumen, dokumenlah yang menjadikan sejarah sebagai kejadian
atau (actually event).
Kajian metodologi dan teori merupakan hal yang wajib digunakan dalam menulis
sejarah. Setiap teori yang digunakan oleh seseorang akan memformulasikan dirinya
menjadi sebuah pendekatan. Pendekatan tersebutlah yang harus dikejar oleh
sejarawan. Keterkaitan filsafat positivisme dengan sejarah adalah untuk mempertegas
dalam urusan sumber sejarah. Dari hal tersebutlah kaum positivist percaya bahwa
dokumen merupakan hal yang menarasikan sejarah.
4. Bagaimana kaum positivist menarasikan suatu peristiwa?
Dalam menarasikan suatu peristiwa kaum positivist melalui 3 tahapan. Adapun tiga
tahapan tersebut sebagai berikut:
a. Pertama tahap teologi, tahap ini masyarakat percaya akan supranatural dan agama
diatas segala-galanya. Menurut Comte umat manusia mencari sebab-sebab
terakhir di belakang peristiwa-peritiwa alam dan menemukannya didalam
kekuatan adimanusiawi.
b. Tahap metafisik, pada tahap ini merupakan tingkatan metafisika yang hendak
menerangkan segala sesuatu melalui abstrak. Dalam tahap ini manusia meyakini
bahwa kekuatan abstrak dan buka personifikasi. Tuhan adalah sumber kekuasaan
fisik maupun sosial. Dengan kata lain ketika menjelaskan sebagai peristiwa dan
fenomena alam, manusia mencoba melakukan abstraksi dengan akal dan budinya.
Sehingga diperoleh pengertian metafisis yang menjelaskan tentang prinsip-prinsip
realitas dan fenomena peristiwa akan dicari alam tersebut.
c. Tahap positif, tahap ini merupakan memperhatikan yang sungguh-sungguh serta
sebab yang sudah ditentukan. Pada tahap ini manusia tidak lagi berpengetahuan
abstrak, artinya pengetahuan manusia tersebut pasti, jelas dan bermanfaat. Pada
tahap ini manusia menyakini bahawa ilmu pengetahuan didapati oleh hasil
observasi untuk menemukan keteraturan pada dunia fisik dan sosial. Pada tahap
ini juga gejala alam dirangkai atas akal budi bedasarkan hukumnya dan dapat
diujidan dapat dibuktikan atas dasar metode empirik.
5. Apa kritik kaum non-positivist terhadap positivisme?
Jawab: kritik yang dilontarkan kaum non-positivist terhadap positivisme salah satunya
datang dari R Popper. Dia mengkritik positivisme dalam pokok teorinya. Teori
tersebut berbunyi bahwa sauatu teori harus diuji dengan fakta-fakta yang
menunjukkan kebenaran. Selain dalam teorinya P Popper juga mengkritiknya dengan
menyajikan ilmu pengetahuan baru yang beranggapan bahwa pengetahuan ilmah pada
dasarnya tidak lain hanya berupa generaslisasi pengalaman atau fakta nyata dengan
ilmu pasti dan logika.
R Popper mengkritik positivisme tentang metode induksi, menurutnya induksi
hanyalah khayalan belaka, dan mustahil untuk dapat pengetahuan melalui induksi.
Tujuam ilmu pengetahuan adalah mengembangkan pengetahuan ilmiah yang berlaku
dan benar untuk mencapai tujuan tersebut diperlukannya logikam, namun jenis logika
yang dipakai oleh teri positivisme adalah induksi yang disarankan tidak tepat, karena
jenis penalaran ini tidak mungkin menghasilkan suatu pengetahuan ilmiah yang benar
dan berlaku, hal ini disebabkan karena kelemahan yang bisa terjadi adalah kesalahan
dalam penarikan kesimpulan.
Rujukan
Hardiman, F. B. 2003. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Yogyakarta:
Kanisisus.
Soemargono, S. 1987. Filsafat abad Ke 20. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya

Vous aimerez peut-être aussi