Vous êtes sur la page 1sur 26

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesikan tugas referat yang berjudul
Parkinson ini. Adapun penulisan referat dibuat dengan tujuan untuk memenuhi
salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit Umum
Daerah Cilegon periode 10 Agustus 12 September 2015.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Mukhdiar Kasim, Sp.S selaku pembimbing yang telah membantu dan memberikan
bimbingan dalam penyusunan referat ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan
kepada semua pihak yang turut serta membantu penyusunan referat ini yang tidak
mungkin diselesaikan tepat waktu jika tidak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak.
Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan. Untuk segala kekurangan
dalam referat ini, penulis memohon maaf dan juga mengharapka kritik dan saran yang
bersifat membangun bagi perbaikan referat ini. Terimakasih

Jakarta, Agustus 2015

(Penulis)

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar 1
Daftar isi. 2
BAB I PENDAHULUAN.. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4
BAB IV KESIMPULAN.. 25
Daftar Pustaka 26

2
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan gerak dapat didefinisikan sebagai sindrom neurologik dengan gejala


gerakan yang berlebihan atau gerakan yang kurang, yang tidak berkaitan dengan
kelemahan (paresis) atau spastisitas. Kondisi ini disebut juga dengan diskinesia. Salah
satu contoh dari penyakit yang melibatkan gangguan gerak adalah penyakit
Parkinson.1
Parkinsonisme adalah kumpulan gejala atau sindrom tremor saat istirahat,
bradikinesia, rigiditas, hilangnya refleks postural, postur fleksi, dan blok motorik
sehingga parkinsonisme juga dikenal sebagai sindrom parkinson. Penyakit Parkinson
merupakan bentuk tersering dari sindrom Parkinson. Penyakit Parkinson merupakan
penyakit neurodegeneratif yang banyak dijumpai di masyarakat. dr. James Parkinson
pada tahun 1817 yang pertama kali menulis deskripsi gejala penyakit Parkinson
dengan rinci dan lengkap kecuali kelemahan otot sehingga disebutnya paralysis
agitans. Pada tahun 1894, Blocg dan Marinesco menduga substansia nigra sebagai
lokus lesi, dan tahun 1919 Tretiakoff menyimpulkan dari hasil penelitian post mortem
penderita penyakit Parkinson pada disertasinya bahwa ada kesamaan lesi yang
ditemukan yaitu lesi di substansia nigra. Lebih lanjut, secara terpisah dan dengan cara
berbeda ditunjukkan Bein, Carlsson, dan Hornykiewicz tahun 1950an, bahwa
penurunan kadar dopamine sebagai kelainan biokimiawi yang mendasari penyakit
Parkinson.2
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia. Sebanyak 5-10 % orang menderita
penyakit parkinson. Gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata
menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada
umumnya mencapai 1% di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 %
pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun. Di Amerika Serikat,
ada sekitar satu juta penderita Parkinson.3

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindrom Parkinson


Terdapat dua istilah yang perlu dibedakan, yaitu penyakit Parkinson dan
Parkinsonsime atau sindrom Parkinson.4
Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonisme yang secara
patologi ditandai dengan degenerasi ganglia basalis terutama di pars
kompakta subtansia nigra, disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik
yang disebut dengan badan Lewy.
Sindrom Parkinson atau Parkinsonisme, adalah suatu sindroma yang
ditandai dengan tremor saat istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya
refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai
macam sebab.
Jenis-jenis sindrom Parkinson atau parkinsonisme yaitu: 5

1. Penyakit Parkinson (parkinsonisme primer): meliputi 80% tipe


parkinsonisme dengan awitan rata-rata usia 55 tahun dan lebih sering
mengenai pria, dengan perbandingan pria:wanita 3:2
2. Drug-induced parkinsonism: obat-obatan yang menghambat reseptor
dopamine-D2 di korpus striatum (fenotiazine dan butirophenon) atau yang
menurunkan produksi dopamine di korpus striatum (resepin dan
tetrabenazine)
3. Sindrom hemiparkinson-hemiatrofi: terdiri atas hemiparkinsonisme dan
berkaitan dengan hemiatrofi tubuh ipsilateral atau hemiatrofi otak
kontralateral dari sisi yang terkena parkinsonisme
4. Parkinsonisme pascaensefalitis: gejalanya mirip dengan parkinsonisme
(perlahan), tetapi pada penyakit ini sering disertai krisis okulogirik dan
menyebabkan mata berdeviasi dengan posisi yang tetap selama beberapa
menit sampai beberapa jam. Terdapat juga gangguan tingkah laku, tik,
distonia, dan kelemahan ocular
5. 1-methy-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine-induced parkinsonism
(MPTP): penyakit ini disebabkan penyalahgunakan obat-obatan secara
intravena dan menyerang pekerja laboratorium yang terpapar oleh toksin

4
6. Parkinsonisme vascular: hipertensi dapat mencetuskan penyakit ini.
Gejala yang timbul adalah gangguan berjalan yang terjadi secara
perlahan-lahan dan progresif. Terdapat cara berjalan freezing dan refleks
postural. Tremor jarang terjadi. Respons terhadap obat Parkinson tidak
memuaskan
7. Cortical-basal ganglionic degeneration: onsetnya perlahan dan biasanya
unilateral, yang ditandai oleh rigiditas-distonia pada lengan yang terkena.
Gejala kortikal terdiri dari apraksia, perasaan aneh pada tungkai,
hilangnya sensibilitas, reflek mioklonus, dan tremor
8. Parkinson-dementia-amyotrophic lateral sclerotic complex of Guam:
selain kombinasi parkinsonisme, demensia, dan gangguan motorneuron,
juga terjadi supra nuclear gaze defect.
9. Sindrom Parkinson-demensia lain: walaupun bradifrenia sering terjadi
pada penyakit Parkinson, demensia dapat timbul pada 15-20% kasus.
Insiden demensia meningkat seiring bertambahnya usia, dan
meningkatnya angka kematian
10. Multiple system atrophy: MSA terdiri dari empat sindrom, yaitu:
degenarasi striatonigral, sindrom Shy-Drager, atrofi olivopontoserebral,
dan sindrom amiotrofi parkinsonisme. Gejalanya adalah parkinsonisme
tanpa tremor. Respon terhadap levodopa kurang karena neuron striatal
yang berisi reseptor dopamin hilang. Stridor laring timbul karena paresis
pita suara. Untuk membantu diagnosis MSA, dipakai PET
fluorodeoxyglukosa yang menunjukkan hipometabolisme pada striatum
dan lobus frontalis. Pengobatan sampai batas dosis toleransi atau hingga 2
g/hari (dengan karbidopa). Dapat juga digunakan antikolinergik.

Berikut ini adalah tabel jenis-jenis sindrom Parkinson:4


Major Parkinsonian Syndrome
Primary idiopathic parkinsonism
Parkinson disease (sporadic and familial)
Secondary parkinsonism
Drug-induced (dopamine antagonist and depletors)
Hydrocephalus (normal-pressure hydrocephalus)
Trauma

5
Tumor
Vascular (multi-infarc state)
Metabolic (hypoparathyroidsm)
Toxin (mercury, manganese, carbon monoxide, cyanide, MPTP)
Infectious (postencephalitic)
Hypoxia
Atypical parkinsonian syndromes
Progressive supranuclear palsy
Corticobasal degeneration
Mutliple system atrophy:
Shy-Drager syndrome
Striatal nigral degeneration
Olivopontocerebellar atrophy
Dementias
Diffuse Lewy Body disease
Alzheimer disease
Inherited degenerative disease
Wilson disease
Huntington disease
Neuroacanthocytosis
Hallervorden-Spatz disease
Tabel 2. Klasifikasi sindrom parkinson6

Manifestasi klinis parkinsonisme terdiri dari gejala positif: tremor, rigiditas,


flexed posture dan gejala negatif: bradikinesia, hilangnya refleks postural tubuh, dan
freezing phenomenon.(3,6)
1. Resting tremor: gerakan seperti menggulung pil (pill rolling). Resting tremor
akan hilang saat ekstremitas bergerak, dan segera kembali saat diam. Gejala ini
merupakan gejala ynag muncul paling awal.
2. Rigiditas: peningkatan tonus otot yang muncul saat pemeriksa menggerakkan
lengan, leher, atau tungkai pasien secara pasif (cogwheel).
3. Flexed posture: kepala tampak menunduk, badan terdorong ke depan, punggung
dalam posisi kifosis, lengan terletak di depan tubuh, dengan siku, panggul, dan
lutut dalam posisi fleksi.

6
4. Bradikinesia: mempunyai banyak bentuk, bergantung pada bagian tubuh mana
yang terkena. Pada wajah akan memberikan gambaran hilangnya ekspresi
spontan (masked faces, hypomimia) disertai berkurangnya frekuensi kedipan
mata. Intensitas bicara melemah (hipofonia) dan intonasi menjadi monoton,
dengan hilangnya nada bicara (aprosodi). Beberapa pasien berbicara pelo
(disartria) dan tidak memisahkan suku kata dengan jelas saat berbicara, sehingga
kata-kata terdengar bergumam/menyatu (takifemia). Bradikinesia pada tangan
yang dominan akan menghasilkan tulisan yang kecil dan lambat (mikrografia).
Gaya berjalan juga lambat, dengan langkah yang semakin lama semakin pendek
dan cenderung menyeret kaki; lenggang lengan biasanya hilang, tetapi dapat
muncul jika diinginkan oleh penderita (voluntary movement). Saliva biasanya
sulit ditelan (hilangnya gerakan otomatis menelan ludah)
5. Hilangnya refleks postural: penderita parkinsonisme tidak mampu berdiri sendiri
tanpa dibantu orang lain. Untuk memeriksanya dapat dilakukan pull-test
(pemeriksa berdiri di belakang pasien, kemudian memberikan sedikit tarikan pada
bahu pasien, dan perhatikan ada tidaknya gerakan menstabilkan postur tubuh).
Hilangnya refleks ini akan memberikan gambaran sikap jatuh pasien seolah akan
duduk di kursi (sitting en bloc)
6. Freezing phenomenon (blok motorik): ketidakmampuan sementara untuk
melakukan gerakan volunter yang diinginkan atau diperintahkan. Hal ini biasanya
mengenai tungkai, tetapi dapat juga mengenai kelopak mata (apraksia kelopak
mata atau inhibisi elevator), bicara (palilalia), dan gerakan menulis. Freezing
phenomenon ini terjadi sebentar, biasanya tidak lebih dari beberapa detik untuk
tiap kejadian.

2.2 Penyakit Parkinson


2.2.1 Definisi
Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia.1 Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi
neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra
yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga
parkinsonisme idiopatik atau primer.1 Penyakit Parkinson adalah contoh tersering dari

7
penyakit neurogeneratif yang ditandai dengan akumulasi neuron protein -synuclein
di presinaps dan derajat parkinsonisme yang beragam.7
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor
waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat
penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut
sebagai Sindrom Parkinson.(1,4,6)
Hampir seluruh bentuk parkinsonisme disebabkan oleh penurunan transmisi
dopamine di dalam basal ganglia. Sebanyak 75% kasus parkinsonisme merupakan
penyakit Parkinson sporadik dan idiopatik, sisanya 25% disebabkan genetik dan sebab
lain seperti penyakit neurogeneratif, penyakit serebrovaskuler, dan obat-obatan.(1,4,6)

2.2.2 Epidemiologi
Terdapat lebih dari satu juta orang menderita penyakit Parkinson di Amerika
Serikat (35-85 tahun. 1% diantaranya berusia > 55 tahun.). Puncak umur saat onset
yaitu usia 60 tahun. Lamanya penyakit berkisar antara 10 dan 25 tahun. Lebih kurang
5% kasus penyakit Parkinson merupakan penyakit Parkinson familial (dominan dan
resesif autosom). Penyakit Parkinson familial ditandai dengan onset sebelum usia 50
tahun dan perjalanan penyakit yang lebih lama daripada penyakit Parkinson sporadik.
Meskipun kebanyakan pasien dengan penyakit Parkinson seringkali tidak memiliki
kelainan genetik, namun bukti epidemiologik menunjukkan hubungan yang erat
antara kelainan genetik dan faktor lingkungan. Sehingga faktor risiko penyakit
Parkinson diantaranya riwayat positif pada keluarga, laki-laki, cedera kepala,
eksposur pestisida, dan bertempat tinggal di daerah rural. 7

2.2.3 Etiologi
Etiologi penyakit Parkinson masih belum diketahui. Terdapat beberapa
dugaan, di antaranya ialah: infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat
toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat. 1
Penyakit Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di
substansi nigra, suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan involunter.
Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak
disadarinya.(1,3)

8
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada
beberapa faktor risiko (multifaktorial) yang telah diidentifikasikan, yaitu : 1
1. Usia : insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200
dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia
nigra pada penyakit parkinson.
2. Genetik: penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen -sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan penyakit parkinson autosomal
dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan
mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan
adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga
meningakatkan faktor risiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada
usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun
sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada
usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan
kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian.
Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari
penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus
penyakit tersebut terjadi pada usia 46 tahun.
3. Faktor lingkungan
a) Xenobiotik: berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan: lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi
dan lama.
c) Infeksi: paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor
predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra.
Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh
infeksi Nocardia astroides.
d) Diet: konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah
satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,
kopi merupakan neuroprotektif.
4. Ras: angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan
kulit berwarna.

9
5. Trauma kepala: cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson,
meski peranannya masih belum jelas benar.
6. Stress dan depresi: beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului
gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena
pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu
stress oksidatif.

2.2.4 Neuroanatomi
Gerakan otot tubuh dikendalikan oleh neuron otak di daerah korteks motorik.
Jalur motorik utama disebut sistem piramid, berjalan dari korteks motorik ke medulla
spinalis. Lower motor neuron akan membawa perintah dari medulla spinalis ke otot
untuk melakukan gerakan. Sistem piramid ini bekerja dipengaruhi oleh sirkuit
ekstrapiramid, yang termasuk disini adalah substansia nigra, striatum, nukleus
subtalamik, globus palidus internus dan eksternus, dan thalamus. Sistem
ekstrapiramid ini dapat memfasilitasi atau menghambat gerakan, tergantung dari tonus
inervasi dopamin pada striatum. Gerakan normal ditentukan oleh produksi dopamin
yang memadai dari substansia nigra yang mempersarafi striatum. Degenerasi yang
terjadi pada penyakit Parkinson mencapai 60-80% dari neuron substansia nigra,
menyebabkan sistem ekstrapiramid tidak lagi efektif untuk memfasilitasi gerakan,
sehingga muncul gejala penyakit Parkinson.2
Ada dua jalur di dalam sistem ekstrapiramid yang keluar dari striatum, yaitu
jalur langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Jalur langsung memiliki sifat
inhibisi, sedangkan jalur tidak langsung bersifat eksitatorik terhadap globus palidus
internus atau substansia nigra. Keluaran dari jalur ini ke thalamus ventrolateral
bersifat inhibitorik dalam kondisi normal, namun bisa berubah tergantung hasil akhir
kekuatan jalur langsung dan jalur tidak langsung. Neuron di striatum mengandung dua
jenis reseptor dopamin, yaitu D1 yang terletak di jalur langsung, dan D2 yang terletak
di jalur tidak langsung. Efek dopamin terhadap jalur langsung melewati reseptor D1
adalah eksitatorik, dan terhadap jalur tidak langsung lewat reseptor D2 adalah
inhibitorik.2

2.2.5 Patofisiologi

10
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta
(SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy
bodies) dengan penyebab multifaktorial.(1,4)
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di
otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi
pusat control/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan
neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh
gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak
terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara). Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron di SNc
mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamine menurun dan akibatnya semua
fungsi neuron di sistem saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan
gerak (bradikinesia), kelambatan bicara dan berpikir (bradifrenia), tremor dan
kekauan (rigiditas).1
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron
SNc adalah stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi
oksiradikal, seperti dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan -sinuklein (disebut
protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak dapat didegradasi oleh ubiquitin-
proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc. Mekanisme
patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain:1
Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan
nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.
Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi adenosin trifosfat
(ATP) dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif,
akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel.
Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang
memicu apoptosis sel-sel SNc.

2.2.6 Gejala Klinis


Diagnosis penyakit Parkinson dapat ditegakkan bila pasien memiliki
setidaknya dua dari tiga gejala kardinal rest tremor, rigiditas, dan brakininesia.

11
Tremor merupakan gejala yang penting karena gejala ini ditemukan pada 85% pasien
dengan penyakit Parkinson. Diagnosis penyakit Parkinson sulit ditegakkan jika tidak
ada gejala tremor. Gejala yang unilateral dan onset yang gradual merupakan faktor
pendukung penegakkan diagnosis penyakit Parkinson. Gejala lainnya yaitu masked
facies (muka topeng), berkuranganya kedipan mata, stooped posture, dan menurunnya
ayunan lengan. Terkadang juga terdapat keluhan fatik, inkoordinasi, rasa nyeri, dan
tidak nyaman.7

Gambar 1. Gambaran klinis penyakit Parkinson


Sumber: http://parkinsons.ie
a. Tremor
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap
sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari
penyakit parkinson adalah tangan tremor jika sedang beristirahat. Namun, jika
orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang
disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.7
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis,
kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung
(pill rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki
fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup,

12
lidah terjulur-tertarik. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun
semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.(3,4)
b. Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor
tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada
pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi
sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun
di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya
menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat
penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan
pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-
pendek (march petit pas).3
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan,
hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena
roda bergigi (cogwheel phenomenon). 7
c. Akinesia/bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga
tanda akinesia/bradikinesia muncul. Bradikinesia merupakan gejala yang paling
mengganggu kegiatan sehari-hari seperti berjalan, berdiri dari duduk, turun dari
tempat tidur, dan berpakaian. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam
pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin
mengecil, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik
sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah
menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil,
refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.7
d. Tiba-tiba berhenti atau ragu-ragu untuk melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai
melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-
ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terdapat keluhan sering kencing dan
konstipasi. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Hilangnya refleks
postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan
sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan
mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita
mudah jatuh.(4,7)

13
e. Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus
hal ini merupakan gejala dini. 7
f. Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche
petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,
punggung melengkung bila berjalan. (3,7)
g. Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot
laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan
volume suara halus (suara bisikan) yang lambat.7
h. Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit
kognitif. 7
i. Gangguan tingkah laku
Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut,
sikap kurang tegas, dan depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan
lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal
diberi waktu yang cukup. 7
j. Gejala lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan di atas pangkal
hidungnya (tanda Myerson positif) 8

Gejala non motorik(6,7)


a. Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik
Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
Pengeluaran urin yang banyak
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual dan orgasme.
b. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
c. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
d. Gangguan sensasi

14
kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna
penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hipotensi
ortostatik, suatu kegagalan system saraf otonom untuk melakukan
penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau
anosmia).

Gejala neuropsikiatri
Gangguan mood, kognisi, dan tingkah laku merupakan gejala yang sering
muncul pada tahap lanjut penyakit Parkinson dan merupakan akibat langsung dari
penyakit Parkinson atau akibat dari penyakit komorbid seperti penyakit Alzheimer,
demensia kortikal dengan Lewy bodies, atau akibat efek samping terapi obat penyakit
Parkinson.7
Depresi mengenai hampir setengah dari seluruh pasien dengan penyakit
Parkinson. Depresi seringkali sulit untuk didiagnosis karena tumpang tindih dengan
gejala somatik dan vegetatif pada penyakit Parkinson. Akibatnya seringkali depresi
tidak terdiagnosis dan tidak diterapi. Depresi penting untuk didiagnosis karena dapat
menyebabkan perburukan gejala motorik, gejala somatik baru, dan gangguan tidur
pada penyakit Parkinson. Depresi dapat dipicu oleh obat antiparkinson atau obat
psikotropik.7
Gangguan cemas pada penyakit Parkinson akibat isolasi, depresi, atau
gangguan kognitif progresif. Gangguan cemas juga dapat disebabkan oleh akathisia
akibat dopamine hunger karena gejala motorik yang tidak ditatalaksana secara
adekuat.
Abnormalitas kognitif pada pasien penyakit Parkinson. Pasien sulit
menyelesaikan tugas, merencanakan kegiatan jangka panjang, dan
mengingat/mencerna informasi baru. Gejala lain yaitu gangguan fungsi visiospatial
serta gangguan atensi dan konsentrasi.(3,7)
Gejala psikotik terjadi pada 6-40% pasien dengan penyakit Parkinson. Gejala
awal yaitu halusinasi visual (biasanya berupa manusia atau hewan) dengan tilikan
yang masih baik. Meskipun depresi dan demensia merupakan faktor risiko terpenting
munculnya gejala psikotik pada penyakit Parkinson namun gejala juga dapat dipicu

15
oleh terapi obat seperti dopaminomimetik, antikolinergik, amantadine, dan selegiline.
Bentuk gejala psikotik lainnya yaitu delusi. Gejala prodromal psikotik yaitu subtle
erratic behavior dengan temperamental dan sifat yang meledak-ledak.7

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria: (1,8)
1. Secara klinis
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor, rigiditas,
bradikinesia atau
3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia, dan ketidakstabilan
postural.
2. Kriteria Koller
Didapati 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik: tremor saat istirahat atau
gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun
atau lebih.
Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang
(minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau
lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari :
1) Resting tremor
2) Bradikinesia
3) Rigiditas
4) Permulaan asimetris
Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri
dari :
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun
pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun
pertama
4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.

16
Diagnosis possible ialah terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A
dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala
kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levodopa
atau dopamine agonis. Diagnosis probable ialah terdapat paling sedikit 3 dari 4
gejala kelompok A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling
sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis. Diagnosis
pasti ialah memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan histopatologis yang
positif.
Untuk menentukan berat ringannya penyakit digunakan penetapan stadium
klinis penyakit Parkinson berdasarkan Hoehn and Yahr. Berikut ini adalah stadium
klinis penyakit Parkinson menurut Hoehn and Yahr:1
Stadium Deskripsi
I Unilateral, ekspresi wajah berkurang, posisi fleksi lengan yang terkena,
tremor, ayunan lengan berkurang
II Bilateral, postur membungkuk ke depan, gaya jalan lambat dengan
langkah kecil-kecil, sukar membalikkan badan
III Gangguan gaya berjalan menonjol, terdapat ketidakstabilan postural
IV Disabilitasnya jelas, berjalan terbatas tanpa bantuan, lebih cenderung jatuh
V Hanya berbaring atau duduk di kursi roda, tidak mampu berdiri/berjalan
meskipun dibantu, bicara tidak jelas, wajah tanpa ekspresi, jarang berkedip

2.2.8 Penatalaksanaan

Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang


progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi
penatalaksanaannya adalah 1) terapi simtomatik, untuk mempertahankan
independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3) neurorestorasi, keduanya untuk
menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk
mempertahankan kualitas hidup penderitanya.7

1. Terapi farmakologik
Dopaminergik

17
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa (dopamine precursor) merupakan pengobatan utama untuk penyakit
parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan
diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam
amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5%
dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di
sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme
feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan
benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah
metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.1
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot, dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara
normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan
efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.(1,7)
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu,
sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa
efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa
melintasi sawar darah otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami
perubahan enzimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron
di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa: (1,3)
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang
berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine
pada sistem konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker
seperti propanolol.
4) Diskinesia, yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher
atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik
terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off
yang sangat mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya
mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi
sejenak.

18
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal, dan
ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi
pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu
gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan
ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor,
atau MAO-B inhibitor.7
b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax),
Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin, dan lisurid dianggap
cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan
merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan
penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan
menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.1
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami
serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis
tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan
setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.1
Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki,
mual dan muntah.1
c. Penghambat Monoamin Oksidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada
penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan
mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya
sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan
selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit
Parkinson yaitu untuk menghaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan menginhibisi monoamine
oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang
dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-
amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan

19
gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai
antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan
darah, dan aritmia.(1,3)
d. DA release enhancer / DA reuptake blocker (Amantadine)
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat
ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatik pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan
fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita Parkinson
lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau
agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan mengantuk.7
e. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru,
berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan
memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi
levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis
levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan
aktivitas kehidupan sehari-hari.(1,7)
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes
fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin
berwarna merah-oranye.1
f. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif
adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics,
antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering
digunakan di klinik adalah MAO-inhibitor (selegiline atau rasagiline), dopamin
agonis, dan komplek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10. (1,7)
Non-dopaminergik
a. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di basal ganglia dan menghambat aksi
neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu
mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat

20
mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak
digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan
benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini
adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal), dan procyclidine
(kamadrin).1
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya
obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas 70
tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.1

Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson


Sumber: (dikutip dari 1 & 6)

2. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis
yang mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak1

21
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi.
Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat tidak aman untuk
melakukan ablasi di kedua tempat tersebut.
b. Deep Brain Stimulation (DBS)1
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti
alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi
relatif aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan
mengendalikan diskinesia.
c. Transplantasi1
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh
Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang
menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan
antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan
jaringan premordial steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya
fibroblas atau astrosit), testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial
glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat
immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga
masa hidup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat
mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya
menurun 4 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur
bermacam hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis
maupun perijinan.

3. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa
simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan
psikik mereka menjadi maksimal.3
b. Terapi rehabilitasi

22
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-
masalah sebagai berikut: abnormalitas gerakan, kecenderungan postur tubuh
yang salah, gejala otonom, gangguan perawatan diri (activity of daily living
ADL), dan perubahan psikologik.3 Latihan yang diperlukan penderita parkinson
meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.1
Latihan fisioterapi meliputi: latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan
ekstensi trunkus, latihan Frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada
tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot
ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.1
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tempat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi, yaitu:1
Strategi kognitif: untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas
dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual
dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
Strategi gerak: seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan
yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut
sesuatu dilantai.
Strategi keseimbangan: melakukan ADL dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada
dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat
ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan bicara atau
melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status
mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi
rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.

2.2.9 Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa
perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progres hingga terjadi disabilitas total,

23
sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan
kematian.3
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan
lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang
fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien
Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita Parkinson.
Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak,
pneumoni, dan lebih buruh dapat menyebabkan kematian. 1
Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih.
Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat
untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan
penatalaksanaan yang tepat, kebanyakan pasien penyakit parkinson dapat hidup
produktif beberapa tahun setelah didiagnosis.3

BAB III

24
PENUTUP

Sindrom Parkinson adalah kumpulan gejala yang ditandai oleh tremor waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar
dopamine dengan berbagai macam sebab. Bentuk sindrom Parkinson tersering adalah
penyakit Parkinson.(1,4,6)
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis
progresif, merupakan suatu penyakit karena gangguan pada ganglia basalis akibat
penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus
palidus/neostriatum (striatal dopamine deficiency). 1
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi
untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi
gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini.
Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. 1
Penatalaksanaan secara paliatif dianggap penting karena dapat meningkatkan kualitas
hidup penderita penyakit Parkinson.3

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahayu RA. Penyakit Parkinson. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,


Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 6. Jakarta: InternaPublishing.2014; p. 3834-45
2. Joesoef AA. Parkinsons Disease: Basic Science. Dalam: Sjahrir H, Nasution D,
Gofir A, editors. Parkinsons Disease and Other Movement Disorders. Medan:
Pustaka Cendekia.2007;p. 4
3. Longmore M, Wilkinson IB, Baldwin A, Wallin E. Parkinsonism. In: Oxford
Handbook of Clnical Medicine. 9th ed. New York: Oxford University Press
Inc.2014.p. 498
4. Deligtisch A, Ford B, Geyer H, Bressman SB. Movement Disorders. In: Brust
JCM, editor. A Lange Medical Book: Current Diagnosis & Treatment Neurology.
Singapore: Mc-Graw Hill.2012;p.201-4
5. Tan L. Overview of Movement Disorders. Dalam: Sjahrir H, Nasution D, Gofir
A, editors. Parkinsons Disease and Other Movement Disorders. Medan: Pustaka
Cendekia.2007;p.1-3
6. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Gangguan Gerak. Dalam:
Panduan Praktis: Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta:
EGC.2009;p.143-6
7. DeLong MR, Juncos JL. Parkinsons Disease and Other Movement Disorders. In:
Hauser SL, Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Jameson JL, editors.
Harrisons Neurology in Clinical Medicine. Pensylvania: McGraw-
Hill.2006;p.295-6
8. Shahab A. Clinical Features and Diagnosis of Parkinson Disease. Dalam: Sjahrir
H, Nasution D, Gofir A, editors. Parkinsons Disease and Other Movement
Disorders. Medan: Pustaka Cendekia.2007.p.21-7

26

Vous aimerez peut-être aussi