Vous êtes sur la page 1sur 58

MAKALAH

PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK
FARMAKOTERAPI II

Oleh :
Huda Almuttaqin 142210101008

Hildawati Ilham 142210101040

Zumatul Amilin 142210101068

Luna Ivanka Dwi E. 142210101096

Dewi Novitasari 142210101120

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017
ANTIBIOTIK

Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan
bakteri, yang memiliki khasiat mematikan ataumenghambat
pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif
kecil. Turunan zat-zat ini, yang dibuat secara semi-sintesis, juga
termasuk kelompok ini, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat
antibakteri (Tjay & Rahardja, 2007).
Antibiotik adalah zat biokimia yang diproduksi oleh
mikroorganisme, yang dalam jumlah kecik dapat menghambat
pertumbuhan atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain
(Harmita dan Radji, 2008).
Penggolongan antibiotik secara umum dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Berdasarkan struktur kimia antibiotik

1. ANTIBIOTIK GOLONGAN PENISILIN


Definisi
Penisilin merupakan salah satu jenis antibiotik yang dihasilkan
oleh Penicillium. Penisilin ditemukan pertama kali oleh Alexander Fleming
pada tahun 1928 di London Penisilin merupakan kelompok antibiotik yang
ditandai oleh adanya cicin -laktam dan diproduksi oleh berbagai jenis jamur
(eukariot) yaitu dari jenis Penicillium, Aspergillus, serta oleh beberapa
prokariot tertentu. Sifat unik pada masing-masing penisilin ditentukan oleh
adanya rantai samping yang berbeda-beda. Secara kimia penisilin digolongkan
ke dalam antibiotik -laktam. Penisilin yang digunakan di dunia medis, terdiri
dari 2 yaitu :
1. Penisilin alam
2. Penisilin semisisntetik
Penisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang berkaitan dengan kulit,
gigi, mata, telinga dan saluran pernafasan. Aktif terutama pada bakteri gram (+)
dan beberapa gram (-).
Produksi Penisilin
Penisilin diproduksi oleh beberapa jenis jamur antara lain
jamur Penicillium notatum, Penicillium chrysogenum, dan lain-lain, serta
beberapa jenis Streptomyces. Penicillium chrysogenum adalah salah satu
mikroorganisme yang penting dalam bidang industri terutama dalam
menghasilkan penisilin yang merupakan salah satu antibiotik komersil yang
utama.
Produksi penisilin oleh jamur Penicillium chrysogenum terjadi selama
fase stasioner sehingga dikenal sebagai metabolit sekunder. Dalam metabolit
sekunder ini terdapat fase pertumbuhan (tropofase) dan fase pembentukkan
produk (idiofase). Kebanyakan produk diproduksi setelah pertumbuhan masuk
dalam fase stasioner Menurut Crueger dan Crueger (1990), produksi penisilin
dengan Penicillium chrysogenum berlangsung dari 0 sampai 140 jam (sekitar
5-6 hari). Fase pertumbuhan Penicillium chrysogenum mempunyai jangka
waktu sekitar 40 jam, selama waktu tersebut medium akan digunakan untuk
pembentukkan massa sel. Selanjutnya setelah 40 jam, medium digunakan
untuk produksi penisilin. Tahap produksi penisilin dapat diperluas dari 120
sampai 180 jam apabila digunakan menambah nutrien seperti glukosa dan
nitrogen dalam berbagai komponen medium kultur. Penisilin yang dihasilkan
oleh Penicillium chrysogenum merupakan hasil metabolit sekunder yang
bersifat ekstraseluler. Penisilin yang akan dikeluarkan dari sel dan terakumulasi
di dalam medium fermentasi, sehingga perlu dilakukan purifikasi.
Pembuatan penisilin semisismetik dilakukan dengan cara mengubah
struktur kimia penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti penisilin.
Penisilin semisintetik dibuat dengan cara memodifikasi struktur rantai
samping penisilin, yaitu dengan menggabungkan gugus rantai samping tertentu
secara langsung melalui reaksi asilasi terhadap inti penisilin yang dikenal
sebagai 6-APA. Penisilin semisintetik dibuat dengan bahan baku 6-APA yang
dapat dihasilkan melalui proses-proses: fermentasi, hidrolisis penisilin secara
kimiawi dan hidrolisis penisilin secara enzimatik.
Mekanisme kerja Penisilin
Cara kerja penisilin adalah dengan menghambat pembentukan
mukopeptida yang diperlukan untuk pembentukan sintesis dinding sel.
Sehingga penisilin akan menghasilkan efek untuk membunuh bakteri atau
mikroba yang sedang aktif membelah diri.
Penisilin memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel
bakteri, melalui penghambatan kerja enzim D-alanil karboksipetidase yang
berperanan pada proses cross-linking antara rantai peptidoglikan penyusun
dinding sel bakteri. Struktur penisilin yang mirip dengan struktur peptida D-
alilD-alanin pada ujung rantai peptidoglikan, menyebabkan antibiotika ini
dapat berikatan dengan enzim D-alanil karboksipeptidase dan menghambat
kerja enzim tersebut pada proses pembentukan dinding sel bakteri (Katzung,
1998).
Efek samping
Efek samping yang mungkin akan timbul saat penggunaan penisilin adalah :
o Mudah marah
o Halusinasi
o Kejang
o Nyeri pada bagian lidah atau tenggorokan
o Muntah
o Diare
o Dan bukan merupakan sesuatu yang serius
Pada orang yang pengalami alergi pada penisilin kemungkinan akan
mengalami masalah kulit seperti :
o Gatal-gatal
o Ruam
Hingga reaksi sistemik yang serius. Pada dosis yang tinggi, efek samping
penggunaan penisilin dapat memicu reaksi nefrotoksis dan neurotoksis.
Hentikan konsumsi penisilin jika mengalami efek samping seperti:
o Napas tidak teratur atau sangat cepat.
o Demam
o Nyeri persendian.
o Pingsan.
o Pembengkakan di sekitar wajah.
o Kulit kemerahan dan gatal-gatal.
o Sesak napas atau napas pendek.
Dosis
Dosis penisilin untuk tiap pasien berbeda-beda. Dosis biasanya ditentukan
dokter berdasarkan beberapa faktor, yaitu:
o Gangguan medis yang dialami pasien.
o Kekuatan penisilin yang diberikan.
o Jumlah jadwal meminum penisilin setiap hari.
o Waktu jeda antar jadwal konsumsi penisilin yang diperlukan.
Sedangkan dosis penisilin untuk anak ditentukan dengan berkonsultasi
dokter, namun biasanya disesuaikan dengan berat badan anak.
Mengonsumsi Penisilin Dengan Benar
Pastikan untuk membaca petunjuk pada kemasan obat dan mengikuti
anjuran dokter dalam mengonsumsi penisilin. Jangan menambahkan atau
mengurangi dosis tanpa izin dokter.
Semua jenis penisilin, kecuali amoxicillin, penisilin V, pivampicillin, dan
pivmecillinam, biasanya dikonsumsi dengan satu gelas penuh (kurang lebih
250 mililiter) air mineral pada saat kondisi perut sedang kosong. Hindari
konsumsi minuman asam, seperti jus jeruk, satu jam sesudah mengonsumsi
penisilin G. Minuman jenis ini dapat mengganggu kerja obat dalam tubuh
penderita.
Usahakan untuk mempertahankan jumlah kandungan penisilin dalam
darah dan urine, dengan cara membagi rentang waktu antara jadwal meminum
obat yang sama. Contohnya, jika diresepkan mengonsumsi 4 kali per hari,
maka rentang waktu terbaik dalam meminum obat adalah setiap 6 jam sekali.
Jangan memperpanjang atau mengurangi durasi pengobatan tanpa izin dokter.
Bagi yang mengonsumsi obat jenis cair, pastikan menggunakan sendok
takar khusus dalam menentukan dosis yang tepat. Tidak disarankan
mengonsumsi obat cair dengan takaran sendok makan biasa.
Pastikan untuk menghabiskan obat sesuai dengan petunjuk dokter, meski
Anda sudah merasa baikan setelah mengonsumsinya selama beberapa hari.
Hal ini bertujuan agar infeksi hilang sepenuhnya dan agar infeksi ini tidak
kambuh kembali.
Interaksi
Dapat menurunkan efektivitas pil KB
Klasifikasi
Penisilin spectrum sempit :
o Benzil penisilin (Penisilin G)
Efektif untuk mengatasi infeksi Streptococcus, pneucoccus, gonococcus,
meningococcus, antraks, difteri, gangren gas, leptospirosis, sifilis, tetanus,
yaws, dan penyakit lime pada anak-anak. Namun efektivitas terhadap
pneucoccus, gonococcus, dan meningococcus kini mulai berkurang. Tidak
tahan asam lambung, sehingga pemberian secara oral akan diuraikan oleh asam
lambung, karena itu penggunaannya secara injeksi atau infuse intravena.
Memiliki efek samping reaksi alergi berupa urtikaria, nyeri sendi, syok
anafilaktik, dan diare.
Contoh : benzatin penisilin G (generik) injeksi.
o Fenoksimetil penisilin (Penisilin V)
Penisilin ini tahan asam lambung, pemberian sebaiknya dalam keadaan
sebelum makan. Memiliki efek samping seperti Penisilin G.
Contoh : Phenoxymethyl Penicilin (generik), Fenocin, Ospen,dan Venpe
o Penisilin tahan Penisilinase
Derivat ini hampir tidak terurai oleh penisilinase, tetapi aktivitasnya lebih
ringan dari penisilin G dan penisilin V. Umumnya digunakan untuk bakteri
yang resisten terhadap obat-obat tersebut.
Contohnya kloksasin, dikloksasin, flukloksasilin.
Penisilin spektrum luas :
o Ampisilin
Spectrum kerjanya meliputi banyak kuman gram positif dan gram negatif
yang tidak peka terhadap penisilin G. Khasiatnya terhadap bakteri gram positif
lebih ringan daripada penisilin-penisilin spectrum sempit. Banyak digunakan
untuk mengobati berbagai macam infeksi atau peradangan pada saluran
pernafasan (bronkitis), saluran pencernaan (desentri), dan infeksi saluran
kemih. Memiliki efek samping berupa mual, diare, ruam, kadang-kadang
colitis
Contoh : ampisilin (generik) kapsul 250 mg, kaptab 500 mg, serbuk injeksi,
sirup kering. Disimpan dalam wadah tertutup baik, pada suhu tidak lebih dari
25C
o Amoksisilin
Spectrum kerjanya sama dengan ampisilin, tetapi absorbsinya lebih cepat
dan lengkap. Banyak digunakan terutama pada bronkitis menahun dan infeksi
saluran kemih.Memiliki efek samping yang sama dengan ampisilin.
Contoh : amoksisilin (generik), kapsul 250 mg, kaptab 500 mg, serbuk injaksi,
sirup kering.Disimpan dalam botol tertutup rapat.
o Co-amoxiclav (amoksisilin-asam klavulanat)
Kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat menghasilkan efek sinergisme
dengan khasiat 50 kali lebih kuat, efektif terhadap E.coli, H.influenza dan
Staphylococcus aureus.
Contoh : Augmentin (Beecham), Co-amoxiclav (generik), kaptab.
Asam klavulanat adalah senyawa lactam dari hasil fermentasi streptomyces
clavuligerus.
Spesialite obat-obat penisilin.

No Nama generic Nama dagang Pabrik


1 Penisilin V Fenocinospen ActavisNovartis
2 Kloksasilin Ikaclox Ikapharmindo
3 Ampicillinum PenbritinOmnipen GSKWyeth
Viccilin Meiji

Amoksisilin
4 Amoxilospamox BeechamSandoz
(amoxicillinum)
GSK
5 Co-amoxiclav Augmentinclavamox
kalbe farma

Farmakokinetik Penisilin
a. Absorbsi
Penisilin G mudah rusak dalam suasana asam (ph 2). Cairan lambung
dengan ph 4 tidak terlalu merusak penisilin. Adanya makanan akan
menghambat absorpsi yang mungkin disebabkan absorpsi penisilinpada
makanan. Kadar maksimal dalam darah tercapai dalam 30-60 enit. Sisa 2/3 dari
dosis oral diteruskan ke kolon. Di sini terjadi pemecahan oleh bakteri dan
hanya sebagian kecil obat keluar bersama tinaj. Bila dibandingkan dosis oral
terhadap i.m, maka untuk mendapatkan kadar efektif dalam darah, dosis
penisilin G oral haruslah 4-5 kali lebih besar daripada dosis i.m. oleh karena itu
penisilin G tidak dianjurkan untuk diberikan secara oral. Untuk memperlambat
absorpsinya, penisilin G dapat diberikan dalam bentuk repository umpamanya
penisilin G benzatin, penisilin G prokain sebagai suspense dalam air atau
minyak. Pensilin V walaupun relatif tahan asam, 30% mengalami pemecahan
di bagian atas saluran cerna sehingga tidak sempat diabsorpsi. Jumlah
ampisilin dan senyawa sejenisnya yang diabsorpsi pada pemberian oral
dipengaruhi besarnya dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna..
Dengan dosis yang lebih kecil persentase yang diabsorpsi relatif lebih besar.
Absorpsi amoksisilin disaluran cerna jauh lebih baik daripada ampisilin.
Dengan dosis oral yang sama, amoksisilin mencapai kadar dalam darah yang
tingginya kira-kira 2 kali lebih tinggi daripada yang dicapai ampisilin, sedang
masa paruah eliminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan ampisilin
terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedang amoksisilin tidak.
Karbenisilin tidak diabsorpsi di saluran cerna.
b. Distribusi
Penisilin G terdistribusi luas dalam tubuh. Ikatan proteinnya 65%. Kadar
yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usu, limfe, dan
semen, tetapi dalam cairan serebospinal sukar dicapai. Pemberian intatekal
jarang dikerjakan karena resiko lebih tinggi dan efektifitasnya tidak lebih
memuaskan. Ampisilin juga diditribusikan luas di dakam tubuh dan
pengikatanya oleh protein plasma hanya 20%. Penetrasi ke cairan serebospinal
dapat mencapai kadar efektif pada keadaan peradangan meningen. Pada
bronkitis atau pneumonia ampisilin disekresi ke dalam sputum sekitar 10%
kadar serum. Distribusi amoksisilin dan karbenisislin secara garis besar sama
dengan ampisilin.
c. Biotransformasi dan Ekskresi
Biotransformasi penisilin umumnya dilakukan oleh mikroba. Proses
biotrasformasi oleh hospes tidak bermakna berdasarkan pengaruh enzim
penisilinase dan amidase. Amidase memecah rantai samping (radikal ekor),
dengan akibat penurunan potensi antimikroba yang sangat mencolok. Penisilin
umumnya diekskresi melalui proses sekresi di tubuli ginjal yang dihambat oleh
probenesid, masa paruh eliminasi penisilin dalam darah diperpanjang oleh
probenesid menjadi 2-3 kali lebih lama. Selain probenesid, beberapa obat lain
juga menngkatkan masa paruh waktu eliminasi penisislin dalam darah, antara
lain fenilbutazon, sulfinpirazon, asetosal dan indometasin. Kegagalan fungsi
ginjal akan memperlambat ekskresi penisilin.

2. ANTIBIOTIK GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA


Definisi
Aminoglikosid merupakan senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus
gula amino yang terikat lewat ikatan glikosidik pada inti heksosa. Dengan
adanya gugusan-amino, zat-zat ini bersifat basa lemah dan garam sulfanya
yang digunakan dalam terapi mudah larut dalam air.Aminoglikosid dari
sejarahnya digunakan untuk bakteri gram negatif. Aminoglikosid pertama yang
ditemukan adalah Streptomisin.
Antibiotik aminoglikosida banyak digunakan untuk pengobatan penyakit
infeksi pada mata, paru, dan infeksi usus yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif dan penyebab endokarditis.Aktivitas bakteri Aminoglikosid dari
Gentamisin, Tobramisin, Kanamisin, Netilmisin dan Amikasin terutama tertuju
pada basil gram negatif yang aerobik (yang hidup dengan oksigen). Amikasin,
gentamisin dan tobramisin juga aktif terhadap Pseudomonas
aeruginosa. Streptomisin aktif terhadap Mycobacterium tuberculosis dan
penggunaan-nya sekarang sebagai cadangan untuk tuberkulosis.
Aminoglikosid merupakan produk streptomises atau fungus lainnya.
Yang termasuk antibiotika golongan aminoglikosida
Streptomisi Streptomyces griseus 1943 Penggunaannya
n hampir terbatas
hanya untuk
tuberkulosa.
Toksisitasnya
sangat besar,
Resistensinya
sangat cepat,
Pemberian melalui
parenteral karena
tidak diserap oleh
saluran cerna.
Neomisin Streptomyces 1949 Penggunaan
fradiae topical dan oral,
penggunaan
secara parenteral
tidak dibenarkan
karena toksik.
Antibiotik ini baik
untuk usus
sehingga
digunakan untuk
sterilisasi usus
sebelum operasi.
Penggunaan lokal
banyak
dikombinasikan
dengan antibiotic
lain, seperti
Polimiksin B dan
Basitrasin untuk
menghindari
terjadinya
resistensi.
Framisetin Streptomyces 1953 Rumus kimia dan
lavandulae khasiatnya mirip
Neomisin.
Framisetin hanya
digunakan secara
lokal seperti salep
atau kassa yang
diimpragnasi.
Kanamisin Streptomyces 1957 bentuk larutan
kanamyceticus atau bubuk kering
untuk injeksi,
pemakaian oral
hanya untuk
infeksi usus atau
membersihkan
usus untuk
persiapan
pembedahann.
Berkhasiat
bakteriostatik
pada basil TB,
bahkan yang
resisten terhadap
Streptomisin
sehingga menjadi
obat pilihan kedua
bagi penderita
TBC. Selain itu
digunakan dalam
pengobatan infeksi
saluran kemih oleh
pseudomonas
(suntikan). Efek
samping :
gangguan
keseimbangan dan
pendengaran,
toksis terhadap
ginjal.
Gentamisin Micromonospora 1963 Berkhasiat
purpurea terhadap infeksi
oleh kuman gram
negatif seperti
Protus,
Pseudomonas,
Klebsiella,
Enterobacter yang
antara lain dapat
menyebabkan
meningitis,
osteomilitis
pneumonia, infeksi
luka bakar, infeksi
saluran kencing
dan THT. Oleh
karena itu
sebaiknya
penggunaan
gentamisin secara
topical khususnya
di rumah sakit
dibatasi agar tidak
terjadi resistensi
pada kuman-
kuman yang
sensitive.
Efek
samping :
gangguan
keseimbangan dan
pendengaran,
toksis terhadap
ginjal.
Sediaan
: dalam bentuk
injeksi dan salep
(topical)

Tobramisin Streptomyces 1968 Toksisitasnya


tenebrarius paling ringan,
khasiat, efek
samping seperti
gentamisin
sehingga dapat
dipakai sebagai
pengganti
gentamisin.
Amikasin Asilasi kanamisin A 1972
Paromomisi Streptomyces 1959
n rimosus
Contoh lain golongan antibiotik aminoglikosida antara lain :
dihydrostreptomycin, ribostamycin, arbekacin, bekanamycin,
dibekacin, spectinomycin, hyangromycin B, netilmicin,
sisomicin, isepamicin, verdamicin dan astromicin
Produksi
Antibiotika golongan aminoglikosida dihasilkan oleh berbagai jenis
Streptomyces dan Micromonospora.
Penggolongan
Aminoglikosida dapat dibagi atas dasar rumus kimianya sebagai berikut :
Streptomisin yang mengandung satu molekul gula-amino dalam
molekulnya
Kanamisin dengan turunan amikasin, dibekasin, gentamisin, dan
turunannya netilmisin dan tobramisin, yang semuanya memiliki dua
molekul gula yang dihubungkan oleh sikloheksan
Neomisin, framisetin dan paramomisin dengan tiga gula-amino.
Spektrum kerja aminoglikosida
o Secara in vitro senyawa aminoglikosida aktif terhadap bakteri gram negatif
aerob.
o Diantara bakteri Gram positif hanya Staphylococcus yang dapat diinhibisi
oleh aminoglikosida.
o Tidak aktif terhadap bakteri anaerob seperti Clostridia, Rickettsia, jamur
dan virus.
Mekanisme kerja aminoglikosida
o Aminoglikosida berdaya kerja bakterisida.
o Aminoglikosida terikat pada sub unit 30 S dari ribosom maka sub unit 70
S nya tidak terbentuk sehingga terjadi inhibisi sintesis protein karena salah
baca kode genetik.
o Asam amino yang salah yang disambungkan pada rantai polipeptida
sehingga terbentuk protein yang berbeda.
o Mekanisme lain yaitu merusak membran sel bakteri sehingga bakteri mati.
Efek Samping Aminoglikosida
Sebagian besar efek samping antibiotik golongan ini tergantung dari
dosis, oleh karena itu dosis perlu diperhatikan dengan seksama dan pemberian
obat sebaiknya tidak lebih dari 7 hari.
o Alergi
Potensinya untuk menimbulkan alergi rendah.
Kadang-kadang dapat terjadi reaksi kulit memerah, eosinofilia, demam,
kelainan darah, dermatitis, angioudem, stomatitis dan syok anafilaksis.
o Reaksi iritasi:
Reaksi iritasi berupa rasa nyeri di tempat penyuntikan.
Suntikan diikuti radang dan peningkatan suhu 0,5-1,5oC.
Misal: pada penyuntikan sreptomisin i.m.
o Efek Toksik
Reaksi toksik dapat terjadi pada SSP berupa :
-Efek Ototoksik (gangguan pendengaran dan keseimbangan)
-Efek Nefrotoksik (gangguan pada ginjal)
Merupakan efek samping yang utama, biasanya terjadi pada lansia
atau pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
Interaksi
Kombinasi Interaksi
Aminoglikosida dengan as. Etakrinat Ototoksik meningkat
Aminoglikosida dengan furosemid Ototoksik meningkat
Aminiglikosida/antikoagulan Produksi vit K di usus berkurang
Aminoglikosida/relaksan otot rangka Efek relaksan meningkat
Gentamisin/Karbenisilin Inaktivasi gantamisin
Aminoglikodida/karbenisilin Nefrotoksik meningkat
Tobramisin/Heparin Aritmia jantung
Aminoglikosida/sefalosporin Nefrotoksik meningkat
Cara Pemberian
Obat ini tidak dapat diserap oleh usus. Oleh karena itu pemberian
antibiotik ini dilakukan secara injeksi intravena dan intamuskular.
Pemberian secara topikal juga lazim misalnya salep gentamicin.
Tobramycin juga bisa diberikan dalam bentuk sediaan nebulasi.
Sediaan dari Aminoglikosid
Sediaan dari Aminoglikosid dapat dibagi dalam dua kelompok :
Sediaan Aminoglikosid sistemik untuk pemberian IM atau IV yaitu
Amikasin, Gentamisin, Kanamisin dan Streptomisin
Sediaan Aminoglikosid topikal terdiri dari Aminosidin, Kanamisin,
Neomisin, Gentamisin dan Streptomisin. Dalam kelompok topikal
termasuk juga semua Aminoglikosid yang diberikan per oral untuk
mendapatkan efek lokal dalam lumen saluran cerna.
Sediaan Aminoglikosid pada umumnya tersedia sebagai garam sulfat.
Dosis
Dosis satu kali sehari. Aminoglikosida umumnya diberikan 2-3 kali
sehari dalam dosis terbagi, namun sekarang lebih sering digunakan dosis satu
kali sehari asalkan kadar serum memadai. Namun demikian sebaiknya
mengacu pada panduan lokal mengenai kesetaraan dosis dengan kadar dalam
serum.
o Streptomisin
Suntikan i.m merupakan cara yang paling sering diberikan. Dosis total
sehari berkisar 1-2 g (15-25 mg/kg BB); 500 mg - 1 g disuntikkan setiap
12 jam. Untuk infeksi berat dosis harian dapat mencapai 2-4 g dibagi
dalam 2-4 kali pemberian. Dosis untuk anak ialah 20-30 mg/kgBB sehari,
dibagi untuk dua kali penyuntikkan
o Gentamisin
Tersedia sebagai larutan steril dalam vial atau ampul 60mg/1,5 ml; 80
mg/2 ml; 120 mg/3 ml dan 280 mg/2 ml. Salep atau krim dalam kadar 0,1
and 0,3 % salep mata 0,3 %.
Sediaan parenteral ada di pasar tidak boleh digunakan untuk
suntikan intratekal atauintraventrikular (otak) karena mengandung zat
pengawet.
o Kanamisin
Untuk sediaan tersedia larutan dan bubuk kering. Larutan dalam vial
ekuivalen dengan basa Kanamisin 500 mg/2 ml dan 1 g/3 ml untuk orang
dewasa; serta 75 mg/2 ml untuk anak. Vial bubuk kering berisi 1 g dan 0,5
g. Untuk pemberian oral tersedia bentuk kapsul/tablet 250 mg dan sirup 50
mg/ml.
o Amikasin
Obat ini tersedia untuk suntikan IM dan IV dalam vial berisi 100; 250;
500; 1.000; dan 2.000 mg. Dosis total sehari umumnya tidak lebih dari 1,5
gram sehari. Penyesuaian dosis perlu dipertimbangkan pada berbagai
keadaan. Adanya gangguan faal ginjal memerlukan pengurangan dosis dan
perpanjangan interval waktu antara dosis, dengan berpedoman pada kadar
efektif dalam darah yang berkisar antar 5-10 ug/ml sampai 20-25 ug/ml.
o Tobramisin
Obat ini tersedia sebagai larutan 80 mg/2 ml untu suntikan IM. Untuk
infus Tobramisin dilaruntukan dalam Dekstrose 5% atau larutan NaCl
isotonis dan diberikan dalam 30-60 menit. Jangan diberikan lebih dari 10
hari.
o Netilmisin
Obat ini boleh diberikan IM atau IV, dan tersedia sebagai larutan 50 dan
100, 150 mg/2 ml. Dosisnya ialah 4-6,5 mg/kg BB sehari yang dibagi
dalam 2-3 dosis.
Untuk penggunaan intravena dosis tunggal diencerkan dalam 50 sampai
200 ml pelbagai larutan.
o Neomisin
Neomisin tersedia untuk penggunan topikal dan oral, penggunaan
parenteral tidak lagi dibenarkan karena toksisitasnya.
Salep mata dan kulit mengandung 5 mg/g untuk digunakan 2-3 kali sehari.
Untuk oral tersedia tablet 250 mg. Dosis oral neomisin dapat mencapai 4-8
g sehari, dalam dosis terbagi; misalnya yang digunakan pada pengendalian
koma hepatik atau pembersihan lumen usus.
Farmakokinetik
Semua golongan aminoglikosida mempunyai sifat farmakokinetik yang
hampir sama. 1530 menit paska pemberian intravena mengalami distribusi ke
ruang ekstraseluler dan konsentrasi puncak dalam plasma dialami setelah 30-60
menit paska pemberian. Aminoglikosida sangat polar sehingga sulit diabsorbsi
di saluran cerna, hanya 1% yang diabsorspsi (oral atau rektal).
Aminoglikosid sebagai polikation bersifat sangat polar, sehingga sangat
sukar diabsorpsi melalui saluran cerna. Kurang dari 1 % dosis yang diberikan
diabsorpsi lewat saluran cerna.
Pemberian per oral hanya dimaksudkan untuk mendapatkan efek lokal
dalam saluran cerna saja, misalnya pada persiapan prabedah usus. Untuk
mendapatkan kadar sistemik yang efektif aminoglikosid perlu diberikan secara
parenteral.

Neo
misin, framisetin dan paromomisin tidak dianjurkan untuk penggunaan
sistemik, maka farmakokinetiknya hanya disinggung sepintas lalu.
Aminoglikosida Parenteral
Aminoglikosid dalam bentuk garam sulfat yang diberikan im baik sekali
absorpsinya. Kadar puncak dalam darah dicapai dalam waktu rata-rata
sampai 2 jam. Pengikatan oleh protein plasma darah hanya jelas terlihat pada
streptomisin, yaitu dan seluruh aminoglikosid dalam darah. Yang lain tidak
diikat oleh protein plasma.
Streptomisin di dalam darah, hampir seluruhnya terdapat di dalam plasma dan
hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit maupun makrofag. Sifat
polar menyebabkan aminoglikosid sukar masuk sel. Kadar dalam sekret dan
jarlngan rendah; kadar tinggi dalam korteks ginjal, endolimf dan perilimf
telinga, menerangkan toksisitasnya terhadap alat tersebut.
Ekskresi aminoglikosid berlangsung melalui ginjal terutama dengan filtrasi
glomerulus. Penggunaan tobramisin bersama probenesid pada pria usia lanjut
tidak mempengaruhi bersihan ginjal total untuk tobramisin.
Karena ekskresi hampir seluruhnya berlangsung melalui ginjal, maka keadaan
ini menunjukkan adanya seskuestrasi ke dalam jaringan. Walaupun demikian
kdr dalam urin mencapai 50-200 mg/ml. Sebagian besar ekskresi terjadi dalam
12 jam setelah pemberian.
Streptomisin dan gentamisin diekskresi dalam jumlah yang cukup besar
melalui empedu sehingga kadarnya cukup tinggi: streptomisin dosis tinggi
menghasilkan kadar dalam empedu setinggi 10-20 mg/ml.
Aminoglikosid Non-Sistemik
Neomisin, paromomisin dan framisetin tidak digunakan secara parenteral,
karena sifatnya yang terlalu toksik dibandingkan dengan aminoglikosid
lainnya.
Pada orang yang fungsi ginjalnya baik, neomisin walaupun diberikan 10 g oral
selama 3 hari, tidak mencapai kadar toksik dalam darah.
Absorpsi lebih tinggi bila ada lesi di saluran cerna. Adanya insufisiensi faal
ginjal dan hati, cepat meningkatkan kadar neomisin dalam darah, sehingga
mungkin timbul efek toksik: dosis oral 4-8 g sehari sudah dapat menghasilkan
kadar dalam plasma seperti pemberian parenteral.
Penggunaan neomisin oral pada anak kecil harus dibatasi masa pemberiannya,
terlebih pada penyakit dengan lesi intestinal. Dosis 100 mg/kg BB sehari
jangan diberikan lebih dari tiga minggu. Neomisin yang tidak diabsorpsi di
usus, akan keluar dalam bentuk utuh bersama tinja. Pramisetin, hanya
digunakan topikal pada kulit.

3. ANTIBIOTIK GOLONGAN KLORAMFENIKOL


Definisi
Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas yang
mempunyai aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis tinggi
bersifat bakterisid. Kloramfenikol aktif terhadap sejumlah
organisme gram positif dan gram negatif, tetapi karena
toksisitasnya penggunaan obat ini dibatasi hanya untuk
mengobati infeksi yang mengancam kehidupan dan tidak ada
alternative lain. Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum
luas, menghambat bakteri Gram-positif dan negatif aerob dan
anaerob, Klamidia, Ricketsia, dan Mikoplasma. Kloramfenikol
mencegah sintesis protein dengan berikatan pada subunit
ribosom 50S. Efek samping yang ditimbulkan adalah supresi
sumsum tulang, grey baby syndrome, neuritis optik pada anak,
pertumbuhan kandida di saluran cerna, dan timbulnya ruam
(Kemenkes, 2011).
Kloramfenikol memiliki nama kimia 1-(pnitrofenil)-
dikloroasetamido-1,3-propandiol, rumus molekul
C11H12Cl2N2O5dan memiliki struktur :

Gambar struktur
kloramfenikol

Hubungan Struktur dengan Aktivitas


Kloramfenikol merupakan senyawa fenil propan
tersubstitusi yang mempunyai dua unsur struktur tidak
lazim untuk bahan alam yaitu suatu gugus nitro aromatik dan
residu diklor asetil. Gugus R pada turunan kloramfenikol
berpengaruh pada aktivitasnya sebagai anti bakteri
Staphylococcus aureus. Kloramfenikol (R=NO2) mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap Staphyllococcus aureus yang
optimal.Untuk mendapatkan senyawa turunan kloramfenikol
baru dengan aktivitas optimal, harus diperhatikan agar
gugus R bersifat penarik elektron kuat dan mempunya
sifat lipofilik lemah. Turunan kloramfenikol yang mempunyai
gugus trifluoro lebih aktif daripada kloramfenikol terhadap
E. coli. Turunan yang gugus hidroksilnya pada C3 terdapat
sebagai ester juga digunakan dalam terapi. Sifat Kloramfenikol
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang, putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan.
Kelarutan: Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol,
dalam propilena glikol.
Titik Lebur: Antara 1490 dan 1530 C.
pH: Antara 4,5 dan 7,5.
Pengaruh Lingkungan
Stabilitas salah satu antibiotik yang secara kimiawi
diketahui paling stabil dalam segala pemakaian.
Stabilitas baik pada suhu kamar dan kisaran pH 2-7, suhu
25oC dan pH mempunyai waktu paruh hampir 3 tahun.
Sangat tidak stabil dalam suasana basa. Kloramfenikol
dalam media air adalah pemecahan hidrofilik pada
lingkungan amida. Stabil dalambasis minyak dalam air, basis
adeps lanae.
Cara Pembuatan
Kloramfenikol adalah antibiotik yang dihasilkan oleh
Streptomyces venezuelae, oraganisme yang pertama kali
diisolasi tahun 1947 dari sample tanah yang dikumpulkan
di Venezuela ( Bartz, 1948). Sewaktu struktur materi
kristalin yang relatif sederhana tersebut ditemukan antibiotik,
antibiotik ini lalu dibuat secara sintetik. Biosintesis
kloramfenikol pada siklus hidupnya yang normal,
Streptomyces venezuelae akan tumbuh dalam medium
yang sesuai dan menghasilkan jumlah sel maximum,
setelah itu berhenti pertumbuhannya, dan memasuki fase
stasioner, akhirnya diikuti oleh kematian sel vegetatif atau
pembentukan spora. Pada stadium ini, setelah sel-sel
berhenti mambelah, metabolit sekunder mulai diproduksi.
Metabolit sekunder mulai di produksi dalam jumlah
besar dan kebanyakan disekresikan ke dalam medium
biakan. Kebanyakan antibiotik merupakan metabolit
sekunder.Proses isolasi Kloramfenikol menggunakan metode
pemisahan Kromatografi Lapis Tipis pada mikroorganisme
Streptomyces venezuelae.
Mekanisme
Agen yang mengganggu fungsi subunit ribosom 30S
atau 50S sehingga menghambat sintesis protein secara
reversibel, biasanya bersifat bakteriostatik atau kloramfenikol
bekerja dengan mengikat ub unit 50S ribosom bakteri dan
menghambat sintesis protein bakteri. Yang dihambat ialah
enzim peptidil transferase yang merupakan katalisator untuk
pembentukan ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis
protein bakteri. Karena kemiripan ribosom mitokondria
mamalia dengan bakteri, sintesis protein pada organela ini
dihambat dengan kadar kloramfenikol tinggi yang dapat
menimbulkan toksisitas sumsum tulang. Efek toksiknya pada
sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik dan
diuga berhubungan dengan mekanismu kerja obat ini.
Indikasi
Antibiotik ini diindikasikan pada pasien dengan demam
tifoid, infeksi berat lain terutama yang disebabkan oleh
Haemophilus influenzae, abses serebral, mastoiditis, ganggren,
septikemia, pengobatan empiris pada meningitis.
Dosis
Dosis yang diberikan untuk infeksi yang disebabkan oleh
bakteri sensitif tetapi tidak sensitif terhadap antibiotic lainnya
adalah bayi<2 minggu: 25 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis
terbagi, bayi 2 minggu1 tahun: 50 mg/kgBB/hari dalam 4
dosis terbagi, anak : oral atau injeksi IV atau infuse IV: 50
mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi. Untuk infeksi berat
seperti meningitis, septikemia, dan epiglotitis hemofilus hingga
100 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi, kurangi dosis tinggi
segera setelah terjadi perbaikan gejala klinis (IDAI 2012).
Efek Samping
Reaksi Hematologik. Terdapat dalam 2 bentuk. Pertama
yaitu reaksi toksik dengan manfestasi depresi sumsum tulang.
Kelainan darah yang terlihat yaitu anemia, retikulositopenia,
peningkatan serum ion dan iron binding capacity serta
vakuolisasi seri eritrosit bentuk muda. Bentuk kedua
prognosinya sangat buruk karena anemia yang timbul bersifat
irreversibel. Bentuk yang hebat bermanifestasi sebagai anemia
aplastik dengan pansitopenia.
Interakasi dengan Obat, Makanan, dan Minuman
Kloramfenikol mampu menghambat fungsi penggabungan
oksidase hepatik sehingga dapat menghambat metabolisme
obat seperti warfarin, fenitoin, tolbutamid dan klopropamid,
sehingga meningkatkan konsentrasi dan efeknya.
Contoh Sub Golongan
Kloramfenikol, contoh: tiamfenikol dan kloramfenikol .
Farmakokinetik
a. Absorbsi
Diabsorbsi secara cepat di GIT dengan bioavailabilitas 75-90%.
Kloramfenikol oral memiliki bentuk aktif dan inaktif prodrug dan mudah
berpenetrasi melewati membran luar sel bakteri. Pada sel eukariotik
menghambat sintesa protein meitokondria sehingga menghambat
perkembangan sel hewan dan manusia. Sediaan kloramfenikol untuk
penggunaan parenteral (IV) adalah water soluble.
b. Distribusi
Kloramfenikol berdifusi secara cepat dan dapat menembus plasenta,
Konsentrasi tertinggi dialami pada organhati dan ginjal sedangkan
konsentrasi terendah dialami di otak dan CFS ( Cerebrospinal fluid). Dapat
juga ditemukan di pleura dan cairan ascites, saliva, air susu, dan aqueos dan
vitreous humors.
c. Metabolisme
Kloramfenikol mengalami metabolismedi hati dan ginjal, Half-life
kloramfenikol berhubungan dengan konsentrasi bilirubin. Kloramfenikol
terikat dengan plasma protein 50% : menurun pada pasien sirosis dan pada
bayi.
d. Eliminasi
Rute utama dari eliminasi kloramfenikol adalah pada metabolisme hepar ke
inaktif gukuronida

4. ANTIBIOTIK GOLONGAN KUINOLON


Definisi
Kuinolon (fluorokuinolon) adalah antibiotic broad
spectrum yang mempunyai mekanismemenghambat sisntesis
asam nukleat. Obat ini menghambat kerja DNA tirase
(topoisomerase II), merupakan enzim yang bertanggung jawab
pada terbuka dan tertutupnya lilitan DNA bakteri.7 Kuinolon
bersifat bakterisid, terutama aktif terhadap bakteri gram
negative. (Sastroasmoro, 2005)
Antibiotik golongan kuinolon, senyawa-senyawa
kuinolon berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan
kuman, berdasarkan inhibisi terhadap enzim DNA-gyrase
kuman, sehingga sintesis DNAnya dihindarkan. Golongan
ini hanya dapat digunakan pada infeksi saluran kemih
(ISK) tanpa komplikasi.

Mekanisme
Fluorokuinolon bekerja dengan mekanisme yang sama
dengan kelompok kuinolon terdahulu.Fluorokuinolon
menghambat topoisomerase II dan IV pada kuman. Enzim
topoisomerase IIberfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA
yang mengalami positif supercoiling (pilihan positif yang
berlebihan) pada waktu transkripsi dalam proses replikasi DNA.
Topoisomerase IVberfungsi dalam pemisahan DNA baru yang
terbentuk setelah proses replikasi DNA kumanselesai.
Indikasi
Asam nalidiksat dan asam pipemidat hanya digunakan
sebagai antiseptik saluran kemih, khususnya untuk sistitis akut
tanpa komplikasi pada wanita.
Fluorokuinolon digunakan untuk indikasi yang jauh lebih luas
antara lain :
- Infeksi saluran kemih
- Infeksi saluran nafas
- Infeksi tulang dan sendi
Efek samping
Efek samping kuinolon meliputi mual, muntah, dispepsia,
nyeri lambung, diare (jarang, kolitis terkait antibiotik), sakit
kepala, pusing, gangguan tidur, ruam (sindroma Stevens-
Johnson dan nekrolisis epidermal toksik), dan pruritus. Efek
samping yang jarang terjadi antara lain anoreksia, peningkatan
kadar urea dan kreatinin dalam darah, mengantuk,
restlessness, astenia, depresi, bingung, halusinasi, kejang,
tremor, paraestesia, hipoastesia, fotosensitivitas, reaksi hiper-
sensitivitas termasuk demam, urtikaria, angioedema, artralgia,
mialgia dan anafilaksis serta gangguan darah (mencakup
eosinofilia, leukopenia, trombositopenia, selain itu dapat juga
terjadi gangguan penglihatan, pengecapan, pendengaran dan
penciuman. Juga dilaporkan terjadinya inflamasi tendon dan
kerusakan tendon (terutama pada lansia dan penggunaan
bersama kortikosteroid). Efek samping lain yang juga
dilaporkan anemia hemolitik, gagal ginjal, nefritis interstisial
dan disfungsi hati (termasuk hepatitis dan cholestatic
jaundice). Obat sebaiknya dihentikan bila terjadi reaksi
hipersensitivitas (termasuk ruam berat), reaksi neurologis atau
reaksi psikiatrik.

Resistensi
Resistensi terhadap kinolon dapat trejadi melalui 3 Mekanisme,
yaitu :
- Mutasi Gen gyr A yang menyababkan subunit A dari DNA
graise kuman berubah sehingga tidak dapat diduduki
molekul obat lagi.
- Perubahan pada permukaan sel kuman yang mempersulit
penetrasi obat kedalam sel.
- Peningkatan Mekanisme Pemompaan obat keluar sel
(efflux).
Spektrum Antibakteri
Kuinolon aktif terhadap beberapa kuman Gram-Negatif
antara lain : E. Coli, Proteus, Klebsiella, dan Enterobacter.
Kuinolon ini bekerja dengan menghambat subunit A dari Enzim
DNA graise Kuman, Akibatnya reflikasi DNA terhenti.
Flurokuinolon lama (Siproflaksin, Ofoflaksin, Norfloksasin)
mempunyai daya antibakteri yang sangat kuat terhadap E.
Coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H. Influenzae,
Providencia, Serratia, Salmonelle, N. Meningitis, n.
Gonorrhoeae, B. Catarrhalis dan Yersinia entericolitia, tetapi
terhadap kuman Gram-positif daya antibakteinya kurang baik.
Flurokuinolon baru (Moksifloksasin, Levloksasin)
mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman Gram
Positif dan kuman Gram-Negatif, serta kuman atipik
(Mycoplasma, chlamdya), Uji klinik menunjukan bahwa
flurikuinolon baru ini efektif untuk bakterial bronkitis kronis.
Dosis
Oral atau infus intravena selama 1 jam, 400 mg sekali
sehari; lama pengobatan umumnya 7- 14 hari, tetapi pada
infeksi yang lebih serius atau infeksi kronis kulit dan jaringan
lunak dan infeksi tulang dan sendi dibutuhkan pengobatan
yang lebih lama (hingga 12 minggu); Infeksi gonokok tanpa
komplikasi, infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (sistitis
pada ibu-ibu muda) dosis tunggal, oral, 400 mg.Infeksi saluran
kemih, oral, 200 mg selama 7-10 hari.Infeksi saluran
pernafasan bagian bawah, infus intravena, 400 mg sekali
sehari, oral, 400 mg sekali sehari. Infeksi saluran kemih
(disertai komplikasi atau tanpa komplikasi), oral, 200 mg sekali
sehari.Gonore (infeksi gonokok tanpa komplikasi), oral, 400 mg
sekali sehari.Infeksi salmonella yang disebabkan Salmonella
typhi atau paratyphi, infus intravena, 400 mg sekali sehari,
oral, 400 mg sekali sehari. Infeksi kulit dan jaringan lunak,
infus intravena, 400 mg sekali sehari; oral, 400 mg sekali
sehari. Infeksi tulang dan sendi, infus intravena, 400 mg sekali
sehari, oral, 400 mg sekali sehari. Penyesuaian dosis tidak
diperlukan pada infeksi-infeksi yang diobati dengan dosis
ganda 200 mg atau dosis tunggal 400 mg, tetapi penyesuaian
dosis diperlukan untuk golongan pasien tertentu, pengobatan
dimulai dengan dosis tunggal 400 mg, kemudian dilanjuntukan
dengan dosis tetap 200 mg sekali sehari selama pengobatan;
golongan pasien ini adalah pasien dengan bersihan kreatinin <
40 mL per menit atau yang menjalani hemodialisa dan chronic
ambulatory peritoneal dialysis (CAPADA), pasien dengan berat
badan < 50 Kg, pasien wanita berumur 65 tahun atau lebih
dan pasien berusia 75 tahun atau lebih dimana ekskresi
ginjalnya menurun; pasien dengan kasus sirosis hati yang
disertai asites; pasien dengan kegagalan fungsi hati.
Interakasi dengan Obat, Makanan, dan Minuman
- Antasid dan preparat besi
Absorpsi Kuinolon dan Fluookuinolon dapat berkurang
hingga 50% atau lebih. Karena itu pemberian antasid dan
preparat besi harus diberikan dengan selang waktu 3 jam.
- Teofilin
Beberapa kuinolon misalnya siprofloksasin, pefloksasin
dan enoksasin menghambat metabolisme teofilin dan
meningkatkan kadar teofilin dalam darah sehingga dapat
terjadi intoksikasi. Karena itu pemberian kombinasi kedua
golongan obat ini perlu dihindarkan.
- Obat-obatan yang dapat memperpanjang interval QTc
Golongan kuinolon sebaiknya tidak dikombinasikan dengan
obat-obat yang dapat memperpanjang QTc interval, antara
lain obat anti aritmia kelas IA (co, kuinidin, prokoinamid) dan
golongan III (co, amiodaron, sotalol), terfenadin dan sisaprid.
Contoh Sub Golongan
Golongan Kinolon (fluorokinolon), antara lain asam
nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin,
dan trovafloksasin.
- Asam nalidiksat
Asam nalidiksat menghambat sebagian besar
Enterobacteriaceae.
- Fluorokuinolon
Golongan fluorokuinolon meliputi norfloksasin,
siprofloksasin, ofloksasin, moksifloksasin, pefloksasin,
levofloksasin, dan lain-lain. Fluorokuinolon bisa digunakan
untuk infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella,
E.coli, Salmonella, Haemophilus, Moraxella catarrhalis
sertaEnterobacteriaceae dan P. Aeruginosa (Kemenkes,
2011).

5. ANTIBIOTIK GOLONGAN MAKROLIDA


Definisi
Antibiotik golongan makrolida yang pertama ditemukan adalah
Pikromisin, diisolasi pada tahun 1950. Macrolide merupakan salah satu
golongan obat antimikroba yang menghambat sintesis protein mikroba.
Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein.
Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan
tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang
berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan
50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu
pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Kerja dari makrolida ini
adalah berikatan pada ribosome sub unit 50S dan mencegah pemanjangan
rantai peptida.
Antibiotika golongan makrolida mempunyai persamaan yaitu
terdapatnya cincin lakton yang besar dalam rumus molekulnya. Secara umum,
antibiotika golongan makrolida memiliki ciri-ciri struktur kimia seperti berikut:
1. Cincin lakton sangat besar, biasanya mengandung 12 17 atom
2. Gugus keton
3. Satu atau dua gula amin seperti glikosida yang berhubungan dengan
cincin lakton
4. Gula netral yang berhubungan dengan gula amino atau pada cincin lakton
5. Gugus dimetilamino pada residu gula, yang menyebabkan sifat basis
dari senyawa dan kemungkinan untuk dibuat dalam bentuk garamnya.
Biosintesis Antibiotik
Antibiotik merupakan salah satu produk metabolit sekunder.
Keistimewaan dari metabolisme sekunder adalah lintasan reaksinya yang
berbeda-beda tergantung jenis organismenya, dibandingkan dengan lintasan
reaksi metabolism primer yang hamper sama di berbagai kelompok organisme.
Karena perbedaan dalam hal lintasan biosintesis yang bersifat karakteristik
untuk organisme, maka biosintesis antibiotic tidak dapat ditinjau dari satu
organisme tertentu saja.
Salah satu contoh biosintesis antibiotik dari golongan makrolida adalah
biosintesis erithromisin. Biosintesis erithromisin dapat dibagi atas dua fasa.
Fasa pertama yaitu poliketida sintase (PKS) mengkatalisis kondensasi seduek
dari satu unit propionil KoA dan enam unit metilmalonil KoA untuk
menghasilkan 6-deoksierithronolida B, sebuah intermediet bebas enzim. Fasa
kedua yaitu 6-deoksierithronolida B mengalami hidroksilasi pada C-6
menghasilkan erithronolida B dengan enzim C-6 erithronolida hidroksilase.
Gugus mikarosa kemuadian terikat pada gugus hidroksil C-3 erithronolida B
dengan enzim TERDAPAT-mikarosa glikosiltransferase, menghasilkan 3-O-
mikarosil-erithronolida B. Amino gula desosamin kemudian ditambahkan pada
gugus hidroksil C-5 dengan enzim TERDAPAT-desosamin glikosiltransferase,
menghasilkan intermediet erithromisin D. Hidroksilasi C-12 dengan enzim C-
12 hidroksilase akan menghasilkan erithromisin C, sedangkan O-metilase pada
gugus hidrokilasi C-3 dengan enzim O-metiltransferase akan menghasilkan
erithromisin B. Erithromisin A kemudian dihasilkan baik erithromisisn C
melalui O-metilase ataupun erithromisin B melalui hidroksilasi C-12.
Mekanisme Kerja
Golongan makrolida menghambat sintesis protein bakteri pada
ribosomnya dengan jalan berikatan secara reversibel dengan Ribosom
subunit 50S,. Sintesis protein terhambat karena reaksi-reaksi translokasi
aminoasil dan hambatan pembentuk awal sehingga pemanjangan rantai
peptide tidak berjalan. Macrolide bisa bersifat sebagai bakteriostatik atau
bakterisida, tergantung antara lain pada kadar obat serta jenis bakteri
yang dicurigai. Efek bakterisida terjadi pada kadar antibiotika yang lebih
tinggi, kepadatan bakteri yang relatif rendah, an pertumbuhan bakteri
yang cepat. Aktivitas antibakterinya tergantung pada pH, meningkat pada
keadaan netral atau sedikit alkali.
Meskipun mekanisme yang tepat dari tindakan makrolid tidak jelas,
telah dihipotesiskan bahwa aksi mereka makrolid menunjukkan dengan
menghambat sintesis protein pada bakteri dengan cara berikut:
1. Mencegah Transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs P.
2. Mencegah pembentukan peptida tRNA
3. Memblokir peptidil transferase.
4. Mencegah perakitan ribosom
Antibiotik macrolida terikat di lokasi P-dari subunit 50S ribosom. Hal
ini menyebabkan selama proses transkripsi, lokasi P ditempati oleh
makrolida. Ketika t-RNA terpasang dengan rantai peptida dan mencoba
untuk pindah ke lokasi P, t-RNA tersebut tidak dapat menuju ke lokasi P
karena adanya makrolida, sehingga akhirnya dibuang dan tidak dipakai.
Hal ini dapat mencegah transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs-P
dan memblok sintesis protein dengan menghambat translokasi dari rantai
peptida yang baru terbentuk. Makrolida juga memnyebabkan pemisahan
sebelum waktunya dari tRNA peptidal di situs A.
Mekanisme kerja makrolida, selain terikat di lokasi P dari RNA
ribosom 50S, juga memblokir aksi dari enzim peptidil transferase. Enzim ini
bertanggung jawab untuk pembentukan ikatan peptida antara asam amino
yang terletak di lokasi Adan P dalam ribosom dengan cara menambahkan
peptidil melekat pada tRNA ke asam amino berikutnya. Dengan
memblokir enzim ini, makrolida mampu menghambat biosintesis protein dan
dengan demikian membunuh bakteri.
Efek samping
Efek Samping dari makrolida:
a) Efek-efek gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah dan diare sesekali
menyertai pemberian oral. Intoleransi ini disebabkan oleh stimulitas
langsung pada motilitas usus.
b) Toksisitas hati : dapat menimbulkan hepatitis kolestasis akut (demam,
ikterus, kerusakan fungsi hati), kemungkinan sebagai reaksi
hepersensitivitas.
c) Interaksi-interaksi obat : menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan
meningkatkan konsentarsi serum sejumlah obat, termasuk teofilin,
antikoagulan oral, siklosporin, dan metilprednisolon. Meningkatkan
konsentrasi serum digoxin oral dengan jalan meningkatkan bioavailabilitas.

Contoh sub golongan dan farmakokinetik


Dalam penjelasan farmakokinetik berikut akan dijelaskan
mekanisme farmakokinetik 3 antibiotik turunan makrolida yaitu
Eritromycin, Claritromycin, dan azitromycin.
1. Eritromycin
Eritromisin termasuk antibiotika golongan makrolid yang sama-
sama mempunyai cincin lakton yang besar dalam rimus molekulnya.
Erithromisn A pertama kali diisolasi dari Saccharopolyspora erythraea. Obat
ini sulit larut dalam air (0,1%) namun dapat langsung larut pada zat-zat
pelarut organik. Larutan ini cukup satabil pada suhu 4 oC, namun dapat
kehilangan aktivitas dengan cepat pada suhu 20 oC dan pada suhu asam.
Ertromycin biasanya tersedia dalam bentuk berbagai ester dan garam.
Ertromycin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus
diberikan dengan salut enteric. Stearat dan ester cukup tahan pada
keadaan asam dan diabsorbsi lebih baik. Garam lauryl dan ester propionil
ertromycin merupakan preprata oral yang paling baik diabsorbsi. Dosis
oral sebesar 2 g/hari menghasilkan konsentrasi basa ertromycin serum dan
konsentrasi ester sekitar 2 mg/mL. Akan tetapi, yang aktif secara
mikrobiologis adalah basanya, sementara konsentrasinya cenderung sama
tanpa memperhitungkan formulasi.
Waktu paruh serum adalah 1,5 jam dalam kondisi normal dan 5 jam
pada pasien dengan anuria. Penyesuaian untuk gagal ginjal tidak
diperlukan. Ertromycin tidak dapat dibersihkan melalui dialysis. Jumlah besar
dari dosis yang diberikan diekskresikan dalam empedu dan hilang dalam
fases, hanya 5% yang diekskresikan dalam urine. Obat yang telah diabsorbsi
didistribusikan secara luas, kecuali dalam otak dan cairan serebrospinal.
Ertromycin diangkut oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Oabt ini
melintasi sawar plasenta dan mencapai janin.
2. Claritromycin
Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3
mg/mL. Waktu paruh claritromycin (6 jam) yang lebih panjang
dibandingkan dengan eritromycin memungkinkan pemberian dosis 2 kali
sehari. Claritromycin dimetabolisme dalam hati. Metabolit utamanya
adalah 14-hidroksiclaritromycin, yang juga mempunyai aktivitas antibakteri.
Sebagian dari obat aktif dan metabolit utama ini dieliminsai dalam urine, dan
pengurangan dosis dianjurkan bagi pasien-pasien dengan klirens kreatinin
dibawah 30 mL/menit.
3. Azitromycin
Azitromycin berbeda dengan eritromycin dan juga claritromycin,
terutama dalam sifat farmakokinetika. Satu dosis Azitromycin 500 mg dapat
menghasilkan konsentrasi serum yang lebih rendah, yaitu sekitar 0,4
g/mL. Akan tetapi Azitromycin dapat melakukan penetrasi ke sebagian besar
jaringan dapat melebihi konsentrasi serum sepuluh hingga seratus kali lipat.
Obat dirilis perlahan dalam jaringan-jaringan (waktu paruh jaringan adalah
2-4 hari) untuk menghasilkan waktu paruh eliminasi mendekati 3 hari. Sifat-
sifat yang unik ini memungkinkan pemberian dosis sekali sehari dan
pemendekan durasi pengobatan dalam banyak kasus.
Azitromycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik
secara oral. Obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam
setelah makan. Antasida aluminium dan magnesium tidak mengubah
bioavaibilitas, namun memperlama absorbsi dan dengan 15 atom (bukan
14 atom), maka Azitromycin tidak menghentikan aktivitas enzim-enzim
sitokrom P450, dan oleh karena itu tidak mempunyai interaksi obat
seperti yang ditimbulkan oleh eritromycin dan claritmycin.

6. ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSORIN


Definisi

Sefalosporin termasuk golongan antibiotika Betalaktam, bekerja dengan


menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada
dinding sel bakteri.Struktur dasar dari antibiotik golongan sefalosporin adalah
cincin - laktamase dan molekul 7-aminocephalosporin acid (7-ACA).
Seperti antibiotik Betalaktam lain, mekanisme kerja antibiotik
Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang
dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi
pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif terhadap bakteri gram positif
maupun garam negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi.

Cephalosporium acremonium merupakan sumber awal senyawa


sefalosporin, diisolasi pada tahun 1948 oleh B rotzu dari laut didekat saluran
pembuangan air dipesisir Sardinia. Filtrate kasar jamur ini diketahui dapat
menghambat pertumbuhan s. aureus secara in vitro dan menyembuhkan infeksi
stafilokokus dan demam tifoid pada manusia. Cairan kultur tempat
jamursardinia ini ditumbuhkan mengandug tiga antibiotik berbeda yang
dinamakan sefalosporin P,N, dan C. Dengan diisolasinya inti aktif sefalosporin
C, yaitu asam 7-aminosefalosporanat, dan dengan penambahan rantai samping.
Memungkinkan dibuatnya senyawa semisintetik dengan aktivitas antibakteri
yang jauh lebih besar dibandingkan senyawa induknya.

Antibiotik sefalosporin terbagi menjadi 3 generasi, yang pertama adalah


cephalothin dan cephaloridine yang sudah tidak banyak digunakan. Generasi
kedua (antara lain: cefuroxime, cefaclor, cefadroxil, cefoxitin, dll.) digunakan
secara luas untuk mengatasi infeksi berat dan beberapa di antaranya memiliki
aktivitas melawan bakteri anaerob. Generasi ketiga dari sefalosporin (di
antaranya: ceftazidime, cefotetan, latamoxef, cefotetan, dll.) dibuat pada tahun
1980-an untuk mengatasi infeksi sistemik berat karena bakteri gram negatif-
basil.

Pembuatan Antibiotik
C. acremonium ditumbuhkan pada agar-agar miring selama 7 hari,
koloninya disuspensikan dengan akuades steril dan dituangkan ke dalam cawan
petri steril yang selanjutnya diletakkan di bawah lampu ultraviolet (UV) yang
telah dikondisikan dengan jarak 15 cm. Pengambilan contoh sebanyak 1 ml
dilakukan tepat pada saat cawan petri mulai diletakkan di bawah lampu UV (0
menit) sampai 50 menit dengan interval pengambilannya setiap 5 menit.
Contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml akuades steril, dikocok,
dan didiamkan selama 30 menit dalam gelap. Dari setiap contoh tersebut dibuat
kurva matinya untuk mengetahui jarak dan waktu radiasi yang tepat. Selain itu
juga dicoba kombinasi mutasi menggunakan sinar UV dan metode kimia
menggunakan etil metana sulfonat (EMS). Mutan terpilih diseleksi lagi untuk
mendapatkan mutan unggul yang menghasilkan antibiotik sefaloporin C.
Penggunaan sinar UV 254 nm pada jarak 15 cm dari objek selama 29
menit dapat meningkatkan produksi sefalosporin C sebesar 128.0% dari hasil
mutasi I dan 149.1% dari hasil mutasi II. Produksi sefalosporin C dapat
ditingkatkan dengan mutasi fisik menggunakan sinar UV yang dikombinasikan
dengan cara kimia menggunakan EMS dengan konsentrasi 160 l/ml selama
45 menit, yakni menghasilkan kenaikan produksi sefalosporin C sebesar
198.8% pada mutan GBKI-17.
Mekanisme Kerja
Sefalosporin biasanya bakterisida terhadap bakteri dan bertindak dengan
sintesis mucopeptide penghambat pada dinding sel sehingga penghalang rusak
dan tidak stabil. Mekanisme yang tepat untuk efek ini belum pasti ditentukan,
tetapi antibiotik beta-laktam telah ditunjukkan untuk mengikat beberapa enzim
(carboxypeptidases, transpeptidases, endopeptidases) dalam membran
sitoplasma bakteri yang terlibat dengan sintesis dinding sel. Afinitas yang
berbeda bahwa berbagai antibiotic beta-laktam memiliki enzim tersebut (juga
dikenal sebagai mengikat protein penisilin; PBPs) membantu menjelaskan
perbedaan dalam spektrum aktivitas dari obat yang tidak dijelaskan oleh
pengaruh beta-laktamase. Seperti antibiotik beta-laktam lainnya, sefalosporin
umumnya dianggap lebih efektif terhadap pertumbuhan bakteri aktif.
Efek samping
- Obat oral dapat menimbulkan terutama gangguan lambung-usus (diare,
nausea, dan sebagainya), jarang terjadi reaksi alergi (rash, urticaria).
- Alergi silang dengan derivat penislin dapat terjadi.
- Beberapa obat memperlihatkan reaksi disulfiram bila digunakan bersama
alkohol, yakni sefamandol dan sefoperazon.
- Reaksi hipersensitifitas dan dermatologi : shock, rash, urtikaria, eritema,
pruritis, udema,
- Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik
- Saluran cerna, terutama penggunaan oral : colitis (darah dalam tinja), nyeri
lambung, diare, rasa tidak enak pada lambung, anoreksia, nausea,
konstipasi.
- Defisiensi vitamin K : karena sefalosporin menimbulkan efek anti vitamin
K.
- Efek pada ginjal : meningkatnya konsentrasi serum kreatinin, disfungsi
ginjal dan toksik nefropati. Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksik,
walaupun jauh kurang toksik dibandingkan dengan aminoglikosida dan
polimiksin. Kombinasi sefalosporin dengan aminoglikosida memper-mudah
terjadinya nefrotoksisitas. Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia
jarang terjadi.
Contoh sub golongan
Golongan Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi, perbedaan generasi
dari Sefalosporin berdasarkan aktivitas mikrobanya dan yang secara tidak
langsung sesuai dengan urutan masa pembuatannya.Berikut merupakan
penggolongan generasi SefalosporinBerdasarkan khasiat antimikroba dan
resistensinya terhadap betalaktase, sefalosporin lazimnya digolongkan sebagai
berikut :
1. Generasi ke I, yang termasuk dalam golongan ini adalah Sefalotin dan
sefazolin, sefradin, sefaleksin dan sefadroxil.
Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram positif, tidak berdaya terhadap
gonococci, H. Influenza, Bacteroides dan Pseudomonas. Pada umumnya tidak
tahan terhadap lactamase.

Salah satu contoh dari golongan ini adalah Sefadroksil. Dosis sefadroksil untuk berat
badan lebih dari 40 kg: 0,5-1 g dua kali sehari. Infeksi jaringan lunak, kulit, dan saluran
kemih tanpa komplikasi: 1 g/hari. Anak kurang dari 1 tahun: 25 mg/kg bb/hari dalam dosis
terbagi. Anak 1-6 tahun: 250 mg dua kali sehari. Anak lebih dari 6 tahun: 500 mg dua kali
sehari. Contoh lain adalah Sefaleksin. Sefaleksin memiliki dosis250 mg tiap 6 jam atau
500 mg tiap 8-12 jam. Dapat dinaikkan sampai 1-1,5 g tiap 6-8 jam untuk infeksi
berat.ANAK: 25 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi. Dapat dinaikkan dua kali lipat untuk
infeksi berat (maksimum 100 mg/kg bb/hari). Di bawah 1 tahun: 125 mg tiap 12 jam. 1
sampai 5 tahun, 125 mg tiap 8 jam; 6 sampai 12 tahun, 250 mg tiap 8 jam.Profilaksis
infeksi saluran kemih berulang, Dewasa, 125 mg pada malam hari.
2. Generasi ke II, terdiri dari sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim

lebih aktif terhadap bakteri Gram-negatif, termasuk H.influenza, Proteus,


Klensiella, gonococci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin.
Obat-obat ini agak kuat tahan-laktamase. Khasiatnya terhadap kuman Gram-
positif (Staph dan Strep) lebih kurang sama.
Salah satu contoh dari golongan ini adalah Sefaklor. Sefaklor memiliki
indikasiinfeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Sensitivitas terhadap
antibakteri beta-laktam, gangguan ginjal, kehamilan dan menyusui, positif
palsu untuk glukosa urin (jika diuji untuk penurunan glukosa), positif palsu
pada uji Coombs. Sefaklor hipersensitivitas terhadap sefalosporin. Efek
samping yang dapat ditimbulkan adalah diare dan kolitis yang disebabkan oleh
antibiotik (keduanya karena penggunaan dosis tinggi), mual dan muntah, rasa
tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus,
urtikaria, serum sickness-like reactions dengan ruam, demam dan artralgia,
anafilaksis, sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksis, gangguan
fungsi hati, hepatitis transien dan kolestatik jaundice; eosinofil, gangguan
darah (trombositopenia, leukopenia, agranulositosis, anemia aplastik, anemia
hemolitik); nefritis interstisial reversibel, gangguan tidur, hiperaktivitas,
bingung, hipertonia dan pusing, nervous. Dosis yang digunakan adalah 250 mg
tiap 8 jam, untuk infeksi berat dosis dapat dinaikkan dua kali lipat, maksimum
4 g per hari; Anak di atas 1 bulan: 20 mg/kg bb/hari dalam tiga dosis terbagi,
untuk infeksi berat dosis dapat dinaikkan dua kali lipat, maks 1 g sehari; atau 1
bulan tahun, 62,5 mg tiap 8 jam. Anak berusia 1-5 tahun: 125 mg. Di atas 5
tahun: 250 mg. Untuk infeksi berat dosis dapat dinaikkan dua kali lipat.
Contoh lain adalah Sefamandol. Indikasi sefamandol profilaksis pada tindakan
pembedahan dan memiliki kontraindikasi alergi terhadap antibiotik golongan
sefalosporin. Dosis yang digunakan adalah Injeksi intramuskuler atau intravena
selama 3-5 menit atau infus intravena 0,5-2 g tiap 4-8 jam. BAYI di atas 1
bulan, 50-100 mg/kg bb/hari dibagi dalam 3-6 dosis. Untuk infeksi berat, 150
mg/kg bb/hari.Profilaksis bedah, 1-2 g 30-60 menit sebelum operasi,
dilanjuntukan dengan 1-2 g tiap 6 jam selama 24-48 jam. (sampai 72 jam untuk
implantasi protesis).
3. Generasi ke III, Sefoperazon,sefotaksim, seftizoksim, seftriaxon, sefotiam,
sefiksim, sefpodoksim, dan sefprozil.Aktivitasnya terhadap bakteri Gram-
negatif lebih kuat dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan
Bacteroides, khususnya seftazidim. Resistensinya terhadap laktamase juga
lebih kuat, tetapi khasiatnya terhadap stafilokok jauh lebih rendah.
Salah satu contoh dari golongan ini adalah Sefaperazon. Indikasi sefaperazon
adalah infeksi saluran napas bawah dan atas, infeksi saluran urin, peritonitis,
kolesistitis, kolangitis, dan infeksi intra abdomen lainnya, septikemia, infeksi
kulit dan jaringan kulit, infeksi tulang dan sendi. penyakit inflamasi pelvis,
endometritis, gonore, dan infeksi saluran genital lainnya.Kontraindikasi
sefaperazon alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.Dosis yang
digunakan adalah Dewasa, 2-4 g perhari, dalam dosis terbagi, diberikan setiap
12 jam. Pada infeksi yang berat dosis ditingkatkan menjadi total 8 g perhari
dalam dosis terbagi, diberikan setiap 12 jam. Atau 12 g perhari diberikan dalam
dosis terbagi setiap 8 jam, dengan dosis maksimum 16 g perhari. Dosis untuk
pengobatan uretritis gonokokal 500 mg secara intramuskular dalam dosis
tunggal. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal dosis 2-4 g perhari. Bayi
kurang dari 8 hari dan anak-anak, 50-200 mg/kg bb perhari diberikan setiap 12
jam. Dosis dapat dinaikkan menjadi 300 mg/kg bb per hari untuk pengobatan
meningitis tanpa komplikasi.
Contoh lain adalah Sefotaksim. Indikasi sefotaksim adalah profilaksis pada
pembedahan,epiglotitis karena hemofilus, meningitis.Kontraindikasi
sefotaksim adalah alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.Dosis yang
digunakan adalah pemberian injeksi intramuskuler, intravena atau infus:1 g
tiap 12 jam, dapat ditingkatkan sampai 12 g per hari dalam 3-4 kali pemberian.
(Dosis di atas 6 g/hari diperlukan untuk infeksi pseudomonas). Neonatus: 50
mg/kg bb/hari dalam 2-4 kali pemberian. Pada infeksi berat, dapat ditingkatkan
150-200 mg/kg bb/hari. Anak: 100-150 mg/kg bb/hari dalam 2-4 kali
pemberian. (pada infeksi berat dapat ditingkatkan menjadi 200 mg/kg bb/hari).
Gonore: 1 g dosis tunggal.
4. Generasi ke IV, Sefepim dan sefpirom.

Obat-obat baru ini (1993) sangat resisten terhadap laktamase, sefepim juga
aktif sekali terhadap Pseudomonas.
Salah satu contoh golongan ini adalah Sefpirom. Dosis yang digunakan adalah
pemberian injeksi intravena atau infus.Infeksi saluran kemih atas dan bawah
dengan komplikasi, infeksi kulit dan jaringan lunak: 1 g tiap 12 jam, dapat naik
sampai 2 g tiap 12 jam pada infeksi sangat berat. Infeksi saluran napas bawah:
1-2 g tiap 12 jam. Infeksi berat, termasuk bakteremia: 2 g tiap 12 jam. Tidak
dianjurkan untuk anak di bawah 12 tahun.

7. ANTIBIOTIK GOLONGAN TETRASIKLIN


Struktur molekul tetrasiklin
Senyawa-senyawa yang
termasuk kelompok tetrasiklin
mempunyai kerangka dasar
karbon dari naftasen C-18 yang
terhidrogenasi secara parsial, oleh
karena itu disebut juga kerangka hidronaftasen.
Tetrasiklin adalah zat anti mikroba yang diperolah denga
cara deklorrinasi klortetrasiklina, reduksi oksitetrasiklina, atau
denga fermentasi. Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut
dalam air, tetapi bentuk garam natrium atau garam HClnya
mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan garam
HCl tetrasiklin bersifat relatif
Gambar struktur
stabil. Dalam larutan, tetrasiklin
kebanyakan tetrasiklin sangat
labil sehingga cepat berkurang
potensinya.
Biosintesis dan reaksi-reaksi
pokok tetrasiklin
Tetrasiklin adalah senyawa-senyawa yang termasuk
golongan poliketida. Percobaan-percobaan menunjukkan
bahwa tertrasiklin berasal dari delapan unit malonil-koenzim A.
Malonamoil-koenzim A bertindak sebagai inisiator untuk
polimerisasi delapan molekul malonil-koenzim A menghasilkan
suatu poliketida-amida yang linier. Poliketida-amida ini
selanjutnya direka menghasilkan tetrasiklin, melalui serentetan
reaksi sederhana dan berlangsung secara bertahap. Melalui
rangkaian reaksi ini, dihasilkan senyawa-senyawa antara yang
utama, seperti pret etramid dan 6-metilpretetramid, yang
mengandung semua atom karbon yang diperlukan pada hasil-
hasil akhir.
Tetrasiklin dari deret 6-dimetil, seperti 6-demetiltetrasiklin
dan 7-kloro-6-deametiltetrasiklin, diturunkan dari pretetramid.
Sedangkan, tetrasiklin, deret 7-klorotetrasiklin, dan deret 5-
hidrositetrasiklin diturunkan dari 6-metilpretetramid.
Biosintesis tetrasiklin bermula dari karboksilasi asetil-KoA
membentuk malonil-KoA dengan enzim asetil-KoA karboksilase.
Malonil-KoA kemudian bereaksi dengan 2-oksosuksinamat
menghasilkan malonamoil-KoA. 2-oksosuksinamat merupakan
hasil dari transaminasi asparagin dengan enzim asam okso-
asparagin transaminase. Malonamoil-KoA kemudian dikonversi
lebih lanjut menjadi 4-hidroksi-6-metilpretetramida melalui 6-
metilpretetramida. Senyawa inilah yang akan diubah menjadi
4-dedimethylamino-4-okso-anhidrotetrasiklin, yang merupakan
intermediat dalam menghasilkan klorotetrasiklin dan
tetrasiklin.
Sifat fungsi dan mekanisme kerja tetrasiklin
1. Sifat kimiawi tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air,
tetapi bentuk garam natrium atau garam HCl-nya mudah
larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan garam HCl
tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan
tetrasiklin sangat labil sehingga cepat berkurang
potensinya. Golongan tetrasiklin adalah suatu senyawa
yang bersifat amfoter sehingga dapat membentuk garam
baik dengan asam maupun basa. Sifat basa tetrasiklin
disebabkan oleh adanya radikal dimetilamino yang
terdapat didalam struktur kimia tetrasiklin, sedangkan sifat
asamnya disebabkan oleh adanya radikal hidroksi fenolik.
Tetrasiklin harus disimpan di tempat yang kering,
terlindung dari cahaya. Tetrasiklin apabila bereaksi dengan
logam bervalensi 2 dan 3 (Ca, Mg, Fe ) maka akan
membentuk kompleks yang inaktif sehingga tetrasiklin
tidak boleh diminum bersama dengan susu dan obat-obat
antasida.
Obat ini dalam bentuk kering bersifat stabil, tidak
demikian halnya bila antibiotika ini berada dalam larutan
air. Untuk tetrasiklin sediaan basah perlu ditambahkan
buffer. Dalam larutan tetrasiklin yang biasa digunakan
untuk injeksi mengandung buffer dengan pelarut propylen
glikol pada pH 7,5, dapat tahan 1 tahun pada suhu kamar
sampai 45C. Bila pH lebih tinggi dari 7,5 maka tingkat
kestabilan tetrasiklin akan menurun.
2. Efek antimikroba
Pada umumnya spektrum golongan tetrasiklin sama
(sebab mekanismenya sama), namun terdapat perbedaan
kuantitatif dan aktivitas masing-masing derivat terhadap
kuman
tertentu. Hanyamikroba yang cepat membelah yang dipeng
aruhi obat ini.
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang
terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan
menghambat sintesis protein kuman.
3. Mekanisme kerja tetrasiklin
Tetrasiklin bersifat bakteriostatik dengan jalan
menghambat sintesis protein. Hal ini dilakukan dengan
cara mengikat unit ribosoma sel kuman 30 S sehingga t-
RNA tidak menempel pada ribosom yang mengakibatkan
tidak terbentuknya amino asetil RNA. Antibiotik ini
dilaporkan juga berperan dalam mengikat ion Fe dan Mg.
Meskipun tetrasiklin dapat menembus sel mamalia namun
pada umumnya tidak menyebabkan keracunan pada
individu yang menerimanya.
Ada 2 proses masuknya antibiotik ke dalam ribosom
bakteri gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif
melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transport aktif.
Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom
30S dan menghalangi masuknya tRNA-asam amino pada
lokasi asam amino.
Farmakokinetika dan farmakodinamika tetrasiklin
Absorpsi
Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam saluran cerna.
Doksisiklin dan minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi
sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus.
Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan,
kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam
derajat tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan kelat yaitu
kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar
diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan
magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan
juga ferum. Tetrasiklin diberikan sebelum makan atau 2 jam
sesudah makan.
Distribusi dan Metabolisme
Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh
protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Dalam cairan
cerebrospinal (CSF) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-
20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSF ini tidak
tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan
tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini
ditimbun di hati, limpa dan sumssum tulang serta di sentin
dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin
menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI dalam kadar
yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya,
doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan
lebih baik.
Distribusi tetrasiklin berlangsung ke seluruh tubuh
kecuali jaringan lemak. Afinitas yang besar terjadi pada
jaringan dengan kecepatan metabolisme dan pertumbuhan
yang cepat seperti hati, tulang, gigi, dan jaringan
neoplasma. Dalam jaringan tulang dan gigi, tetrasiklin akan
disimpan dalam bentuk kompleks
kalsium. Tetrasiklin akanmembentuk ikatan dengan protein
plasma. Walaupun demikian, lama kerja suatu kelompok
senyawa tetrasiklin ini tidak ditentukan oleh ikatan
proteinnya, melainkan ditentukan oleh sifat-sifat kimia
masing-masing senyawa. Tetrasiklin dapat berikatan dengan
proteinsebesar 65%. Distribusi dalam plasenta dapat terjadi
dengan mudah karena senyawa tetrasiklin dapat melewati
plasenta. Kadar tetrasiklinyang tinggi juga terdapat dalam
air susu.
Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh
protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Pemberian
oral 250 mg tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin tiap
6 jam menghasilkan kadar sekitar 2.0-2.5 mcg/ml. Masa
paruh doksisiklin tidak berubah pada insufiensi ginjal
sehingga obat ini boleh diberikan pada gagal ginjal.
Ekskresi
Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan
filtrasi glomerolus dan melalui empedu. Pemberiaan per oral
kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin.
Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam
empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum.
Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus
ini mengalami sirkulasi enterohepatik; maka obat ini masih
terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi
dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau
gangguan faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam
darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja.
Antibiotik golongan tetrasiklin dibagi menjadi 3
golongan berdasarkan sifat farmakokinetiknya :
(1) Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin. Absorpsi
kelompok tetrasiklin ini tidak lengkap dengan masa
paruh 6-12 jam.
(2) Demetilklortetrasiklin. Absorpsinya lebih baik dan masa
paruhnya kira-kira 16 jam sehingga cukup diberikan
150 mg peroral tiap 6 jam,
(3) Doksisklin dan minosiklin.Absorpsinya baik sekali dan
masa paruhnya 17-20 jam. Tetrasiklin golongan ini
cukup diberikan 1 atau 2 kali 100mg sehari.
Efek samping tetrasiklin
Efek samping dalam penggunaan tetrasiklin diantaranya
yaitu:
1. Perusakan warna pada gigi
Tetrasiklin mengandung gugus-gugus hidroksil, dimana
gugus tersebut akan membentuk ikatan bila dikombinasikan
dengan Ca++sebagai unsur-unsur pembentuk gigi. Tetrasiklin
dapat mengikat kalsium secara irreversible, kemudian
berikatan dengan kristal hidroksiapatit baik di dentin
maupun enamel. Juga, mempunyai kemampuan membentuk
kompleks atau ikatan dengan kristal hidroksiapatit dalam
gigi sehingga mengakibatkan terbentuknya
senyawa orthocalcium phosphat complex yang tertimbun
pada gigi dan menyebabkan perubahan warna pada gigi.
Dentin ditunjukkan sebagai jaringan yang paling sulit untuk
berubah warna daripada enamel jika melalui plasenta.
Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya
perubahan warna pada gigi. Faktor-faktor tersebut antara
lain struktur kimia dari senyawa tetrasiklin, dosis yang
digunakan, lamanya pemakaian dan masa pembentukan
gigi.
Faktor utama penyebab dari perubahan warna pada gigi
anak akibat tetrasiklin adalah pemberian obat dalam masa
pembentukan gigi, baik gigi sulung maupun gigi permanen.
Pada masa pembentukan gigi, struktur gigi yang sedang
mengalami kalsifikasi seperti kalsium akan diikat oleh
tetrasiklin secara irreversible. Kemudian ikatan tersebut
mengikat hidroksi apatit dalam struktur gigi yang sedang
erupsi. Ikatan ini nantinya akan menetap pada dentin dan
enamel sehingga mengakibatkan perubahan warna pada
gigi.
2. Tetrasiklin terhadap gigi
Secara umum pemberian tetrasiklin dapat
menimbulkan efek samping, seperti mual, muntah, diare,
sakit kepala ringan, glositis, alergi, kadang-kadang juga
dapat memberi dampak yang lebih parah, seperti eritema
dan edema. Selama tetrasiklin digunakan untuk
penyembuhan, ditakuntukan terjadi superinfeksi seperti
kandidiasis, ini dikarenakan oleh sifat tetrasiklin sebagai
antibiotik spektrum luas yang tidak hanya bakteri patogen
saja, tetapi juga membunuh flora normal pada
gastrointestinal sehingga menimbulkan iritasi.
Pada rongga mulut, selain kandidiasis, efek samping
yang paling sering adalah perubahan warna pada gigi anak-
anak terutama jika diberikan dalam jangka waktu yang
panjang sehingga warna gigi menjadi coklat kehitam-
hitaman. Penggunaan antibiotik sebagai spektrum luas
dapat membunuh segala jenis bakteri dalam rongga mulut.
Ini memberikan kesempatan bagi kandida atau jamur untuk
berkembangbiak, karena banyaknya substrat yang dapat
mempercepat proses pertumbuhannya sehingga
mengakibatkan terjadinya kandidiasis oral.
Resiko yang paling
tinggi terjadi jika tetrasiklin diberikan pada usia
pembentukan gigi sulung dan gigi anterior permanen. Jika
diberikan usia 2 bulan-5 tahun, maka seluruh gigi sulung
dan kemungkinan gigi anterior permanen akan mengalami
perubahan warna yang akan menimbulkan permasalahan
estetis di kemudian hari. Perubahan warna gigi pada usia
dini umumnya bersifat permanen karena tetrasiklin masuk
dan berikatan dengan unsur-unsur gigi pada saat terjadinya
pembentukan dentin.
Pengobatan ibu hamil dengan tetrasiklin juga
menyebabkan perubahan warna gigi sulung pada bayi yang
dilahirkan. Ini dikarenakan tetrasiklin dapat menembus
plasenta sehingga si bayi yang berada dalam kandungan
dapat terpapar tetrasiklin. Bahaya perubahan warna gigi
terjadi akibak pemakaian tetrasiklin pada kehamilan
trimester kedua hingga trimester ketiga.
3. Merapuhkan gigi dan melubangi gigi
Pemakaian tetrasiklin yang terus-menerus
menyebabkan email gigi tidak terbentuk sempurna, dan
permukaan gigi tidaklah halus dan rata. Gigi menjadi sulit
dibersihkan, dan plak menempel dengan kuat sehingga gigi
mudah berlubang.
4. Gangguan pencernaan
Gangguan saluran pencernaan merupakan yang sering
terjadi. Diantaranya seperti mual, muntah, diare, nyeri
menelan , iritasi kerongkongan. Efek samping yang jarang
terjadi termasuk : kerusakan hati, pankreatitis, gangguan
darah, fotosensitif, reaksi hipersensitif (ruam, dermatitis
eksfoliatif, sindrom steven-johnson, urtikaria, angioedema,
anafilaksis, carditis). Sakit kepala dan gangguan penglihatan
dapat terjadi dan dapat menjadi penanda peningkatan
tekanan dalam kepala dan segera hentikan pengobatan bila
ini terjadi.
Resistensi tetrasiklin
Beberapa spesies kuman, terutama sterptokokus beta he
molitikus, E.coli, Pseudomonas aeruginosa,Str.pneumoniae, N.
gonorrhoeae, Bacteroides, Shigelladan S.aureus makin
meningkat resistensinya terhadap tetrasiklin. Resistensi
terhadap satu jenis tetrasiklin biasana disertai resistensi
terhadap semua tetrasiklin lainnya kecuali minosiklin pada
resistensi S.aureus dan doksisiklin pada resistensi B.fragilis.

Manfaat tetrasiklin untuk penyakit


Ini adalah beberapa contoh penyakit yang dapat di obati
dengan golongan tetrasiklin :
1. Infeksi Klamidia
Limfogranuloma venereum.
Untuk penyakit ini golongan tetrasiklin merupakan
obat pilihan utama. Pada infeksi akut diberikan terapi
selama 3-4 minggu dan untuk keadaan kronis
diberikan terapi 1-2 bulan. Empat hari setelah terapi
diberikan bubo mulai mengecil.
Psikatosis
Pemberian golongan tetrasiklin selama beberapa hari
dapat mengatasi gejala klinis. Dosis yang digunakan
ialah 2 gram per hari selama 7-10hari atau 1 gram per
hari selama 21 hari.
Trakoma
Pemberian salep mata golongan tetrasiklin yang
dikombinasikan dengan doksisiklin oral 2 x 100
mg/hari selama 14 hari memberikan hasil pengobatan
yang baik.
2. Infeksi Basil
Bruselosis
Pengobatan dengan golongan tetrasiklin memberikan
hasil baik sekali untuk penyakit ini. Hasil pengobatan
yang memuaskan biasanya didapat dengan
pengobatan selama 3 minggu. Untuk kasus berat,
seringkali perlu diberikan bersama streptomisin 1gram
sehari IM.
Tularemia
Obat pilihan utama untuk penyakit ini sebenarnya
ialah streptomisin, tetapi terapi dengan golongan
tetrasiklin juga memberikan hasil yang baik.
Kolera
Doksisiklin dosis tunggal 300 mg merupakan antibiotik
yang efektif untuk penyakit ini. Pemberian dapat
mengurangi volume diare dalam 48 jam.

Berikut ini contoh obat yang


mengandung tetrasiklin antara lain :
1. Conmycin
Komposisi : Tetracycline HCL
Indikasi : Infeksi karena organisme yang peka
terhadap tetrasiklin
Dosis : 1 kaps 4 x/ hr. Brucellosis 500 mg 4
x/hr selama 3 minggu. Sifilis 30-40 g
dalam dosis terbagi selama 15 hr.
Penggunaan obat : Berikan pada saat perut kosong 1 jam
sebelum atau 2 jam sesudah makan
dengan segelas air, dalam posisi tegak.
Dapat diberikan bersama makanan untuk
mengurangi rasa tidak nyaman pada GI.
Kontra Indikasi : Riwayat hipersensitivitas terhadap
tetrasiklin.Hamil, anak <12 tahun.
Efek samping : Anoreksia, mual, muntah, diare,
gossitis, disfagia, enterokolitis, lesi
inflamasi, ruam makulopapular dan
eritematosa, fotosensitif.
2. Corsamycin
Komposisi : Oxytetracycline HCl
Indikasi : Bronkitis akut dan kronis termasuk
pencegahan eksaserbasi akut,
bronkopneumonia dan atipikal
pneumonia disebabkan oleh
mikoplasma pneumonia, bronkiektasis
terinfeksi, bronkiolitis, otitis media,
angina vincenti, infeksi traktus
urinatius, uretritis non-GO, infeksi
bakteri pada trakusGI dan biliaris,
infeksi jaringan lunak, infeksi pasca
persalinan (endometritis), meningitis
dan endokarditis, akne vulgaris, GO
dan sifilis yang tidak sesuai dengan
penisilin. Granuloma inguinal dan
khankroid, bruselosis, kolera, amubasis,
tifus dan Q-fever, psikatosis dan
limfogranuloma venereum, trakoma.
Dosis : Dewasa 250-500mg tiap 6 jam selama
5-10 hari(untuk kebanyakan infeksi).
Infeksi nafas seperti eksaserbasi akut
bronkitis dan pneumonia karena
mikoplasma 500 mg 4 x/hr. Profilaksis
infeksi saluran respiratorius 250 mg 2-3
x/hr.
GO dansifilis, bruselosis total dosis 2-3
g/hr.
Penggunaan Obat : Berikan pada saat perut kosong 1
jam sebelum atau 2 jam sesudah
makan.
Kontra Indikasi : Hipersensitif, gangguan
ginjal. Hamil, anak < 7 tahun.
Efek samping : Gangguan GI, gatal di anus dan vulva.
Perubahan warna gigi dan hipoplasia
pada anak, hambatan pertumbuhan
tulang sementara. Dosis tinggi: uremia.

8. ANTIBIOTIK GOLONGAN LAIN LAIN


1. Penggolongan antibiotik berdasarkan infomasi dari
media informasi obat dan penyakit
a. Klindamisin
Klindamisin digunakan untuk infeksi bakteri anaerob.
Seperti infeksi pada saluran nafas, septikemia, dan peritonitis.
Untuk pasien yang sensitif terhadap penisilin, Klindamisin juga
dapat digunkan untuk infeksi bakteri aerobik. Klindamisin juga
dapat digunakan untuk infeks pada tulang yang disebabkan
Staphylococcus aureus.
Sediaan topikal klindamisin dapat menghambat P. Acnes
dan menyebabkan komedolitik sebagai aktivitas antiiflamasi.
Sediaan ini tersedia dalam bentuk gel, lotion, foam dan
disposable pad formulations dan biasanya di pakai dua kali
sehari. Kombinasi dengan PBO dapat meningkatkan efikasi.
Dosis
Oral 150450 mg/dose setiap 68 jam, dosis maksimum 1,8
g/hari
I.M.,I.V 1,22,7 g/hari dalam 24 dosis terbagi, dosis
maksimum 4,8 g/hari
Jerawat topikal berupa gel, pledenganet, lotion, solution di
aplikasikan dua kali sehari.

Mekanisme aksi
Berikatan secara reversible pada sub unit ribosom 50S
mencegah pembentukan ikatan peptida sehingga
menghambat sintesis protein bakteri, bakteriostatik atau
bakterisidal tergantung dari konsentrasi obat, tempat
infeksi dan organisme.
Efek samping (yang dilaporkan) : diare, infeksi
opportunistik
Interaksi Obat
o Eritromisin : antibiotik lincosamide dapat mengurangi
efek terapi dari eritromisin (mencegah adannya
kombinasi).
o Kaolin : dapat mengurangi absorbsi antibiotik
lincosinamide.
o Agen NeuromuscularBlocking: antibiotik lincocinamide
dapat meningkatkan efek neuromuscularblocking dari
agen neuromuscularblocking.
o Vaksin Thypoid : antibiotik dapat mengurangi efek
terapi dari vaksin thypoid.
Interaksi makanan : konsetrasi puncak bisa tertunda
oleh makanan.
Merk yang Beredar dipasaran : Albiotin
Anerocid
Biodasin Calinda
Cindala Climadan
Clinatic Clinberin
Clyndamicin
Clinex
b. Metronidazol
Metronidazol efektif untuk bakteri anaerob dan protozoa
yang sensitif karena beberapa organisme memiliki
kemampuan untuk mengurangi bentuk aktif metronidazol di
dalam selnya. Secara sistemik metronidazol digunakan untuk
infeksi anaerobik, trikomonasis, amubiasis, lambiasis dan
amubiasis hati.
Dosis
Dosis metrodinazole tergantung kepada jenis, tingkat keparahan
infeksi yang diderita, kondisi kesehatan dan respons tubuh pasien terhadap
obat. Dosis anak-anak akan disesuaikan dengan umur dan berat badan
mereka juga.
Dosis untuk orang dewasa umumnya berkisar antara 200-1200 mg
per hari. Dokter yang meresepkan metronidazole akan menganjurkan dosis
dan frekuensi minum obat yang sesuai dengan kondisi Anda.
Metronidazole biasanya diresepkan untuk jangka waktu antara 3-14 hari.
Tidak melebihi 4 g metronidazole per hari.
(http://www.alodokter.com/metronidazole)
Efek samping :
warna urin menjadi gelap sakit perut

nafsu makan menurun sakit kepala


mual pusing
konstipasi perubahan rasa
pada lidah
Interaksi obat :
o Alkohol (etil) : metronidazol dapat meningkatkan efek
samping/toxic dari alkohol (etil).
o Amprenavir : metronidazol dapat meningkatkan efek
samping/tosik dari amprenavir
o Penghambat calcineurin : metronidazol dapat
menurunkan metabolisme calcineurin.
Merk yang Beredar dipasaran : Andrizen
Anmerob
Bacnidazole
Dumozol
Decatrim Elyzol
c. Colistin
Colistin digunakan dalam bentuk sulfat atau kompleks sulfomethyl,
colistimetate. Tablet Colistin sulfat digunakan untuk mengobati infeksi usus
atau untuk menekan flora di kolon. Colistin sulfat juga digunakan dalam
bentuk krim kulit, bubuk dan tetes mata. Colistimethat digunakan untuk sedian
parenteral dan dalam bentuk aerosol untuk pengobatan infeksi paru-paru.
Dosis
o Kritik fibrosis : dewasa dan anak diatas 2 tahun 12 vial
3 kali sehari
o Infeksi saluran cerna, sterilisasi usus : 1,53 vial, 3 kali
sehari, anak dengan berat badan >15kg : 0,751,5 vial
3 kali sehari
o Infeksi parah akibat bakteri gram negatif : dewasa
2,55 mg/kg/hari dibagi menjadi 2-4 dosis pemberian.
Anak: 2.5 mg/kg/hari, dibagi menjadi 2-4 dosis
pemberian.
Efek samping : batuk, sakit tenggorokan, perubahan suara, sakit perut dan
gatalgatal.
d. Tinidazol
Tinidazol merupakan kelompok antibiotika azol.
Mekanisme kerjanya dengan cara masuk ke dalam sel mikroba
dan berikatan dengan DNA.Dengan cara ini mikroba tidak
dapat berkembang biak. Tinidazol adalah antibiotika khusus
yang digunakan untuk menghentikan penyebaran bakteri
anaerob. Bakteri ini biasanya menginfeksi lambung, tulang,
otak dan paru-paru.
Dosis
o Amebiasis, intestinal : dewasa oral 2g/hari selama 3
hari, anak oral >3 tahun 50 mg/kg/hari selama 3 hari
( dosis maksimum 2g/hari).
o Amebiasis, liver abscess : dewasa oral 2g/hari selama
35 hari, anak oral >3 tahun 50 mg/kg/hari selama 3
5 hari ( dosis maksimum 2g/hari).
o Bakterial vaginosis : dewasa 2g/hari untuk 2 hari atau
1g/hari untuk 5 hari,
o Giardiasis : dewasa oral 2 g dosis tunggal anak oral >3
tahun 50 mg/kg/hari dosis tunggal (dosis maksimum 2
g)
o Trikomoniasis : dewasa oral 2 g dosis tunggal,
Efek samping :
Memiliki efek samping seperti demam, menggigil, nyeri tubuh,
gejala flu, mati rasa, rasa sakit seperti terbakar, kesemutan dan kejang
Interaksi obat : tidak diketahui interaksi yang signifikan
Merk yang beredar : Tindamax
e. Vancomycin
Vancomycin digunakan untuk mengobati infeksi pada
beberapa bagian tubuh. Kadang kala digabung dengan
antibiotika lain.Vancomycin juga digunakan untuk penderita
dengan gangguan hati (mis demam rematik) atau prosthetic
(artificial) hati yang alergi dengan penisilin.Dengan kondisi
khusus, antibiotika ini juga dapat digunakan untuk mencegah
endocarditis pada pasien yang telah melakukan operasi gigi
atau operasi saluran nafas atas (hidung atau tenggorokan).
Vancomycin diberikan dalam bentuk injeksi untuk infeksi
serius kalau obat lain tidak berguna. Walaupun demikian, obat
ini dapat menimbulkan beberapa efek samping yang serius,
termasuk merusak pendengaran dan ginjal. Efek samping ini
akan sering terjadi pada pasien yang berumur lanjut.
Dosis :
o Dewasa
I.V. 23 g/hari (2045 mg/kg/hari) dosis terbagi setiap
612 jam, dosis maksimum 3 g/hari. Oral : 4001000
mg/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam.
o Anakanak
I.V. 1015 mg/kg setiap 6 jam.
Mekanisme aksi : Vancomycin bekerja dengan membunuh
atau menghentikan perkembangan bakteri.
Efek samping :
o Oral : >10% gastrointestinal (rasa pahit, mual, muntah),
1%10% demam obat, menggigil
o Parenteral : kardiovaskular, dermatologic.
Interaksi obat :
o Aminoglycosides : vancomycin dapat meningkatkan efek
nefrotoksik dari aminoglycoside.
o Colistimethate : vancomycin dapat meningkatkan efek
nefrotoksik dari colistimethate.
o Vaksin typhoid : antibiotik dapat mengurangi efek terapi
dari vaksin typhoid.
Merk yang beredar : Vancocin HCl (tablet)
f. Linezolid
Linezolid digunakan untuk mengobati infeksi vancomycin resisten dari
Enterococcus faecium (VRE), nosokomial pneunomia yang disebabkan karena
Staphylococcus aureustermasuk MRSA atau Stretococcus neumoniae
(termasuk resisten multidrug [MDRSP], infeksi struktur kulit. Linezolid
termasuk golongan antibiotika oxazolidinon.
Dosis
o Dewasa
Infeksi VRE bersama bakteremia, oral, I.V 600 mg
setiap 12 jam untuk 1428 hari.
MRSA, oral, I.V 600 mg setiap 12 jam.
Nosokomial pneumonia, infeksi struktur kulit, oral,
I.V 600 mg setiap 12 jam untuk 1014 hari.
o Anakanak
Infeksi VRE bersama bakteremia, (<34 minggu) oral,
I.V 10 mg/kg setiap 12 jam, usia 11 tahun: 10 mg/kg
setiap 8 jam untuk 1428 hari, usia 12 tahun: sesuai
dosis dewasa
Nosokomial pneumonia, infeksi struktur kulit, (<34
minggu) oral, I.V 10 mg/kg setiap 12 jam, usia 11
tahun: 10 mg/kg setiap 8 jam untuk 10 14 hari, usia
12 tahun: sesuai dosis dewasa.
Efek samping berupa pusing, diare, insomnia, demam,
mual, muntah, hematologik dan infeksi fungi
Interaksi obat
o Agonis alfa/beta : inhibitor MAO dapat meningkatkan
efek vasopresor antagonis alfa/beta. Kecuali dipiverin.
o Agonis alfa2 (optalmik): inhibitor MAO dapat
meningkatkan efek hipersensitif dari agonis alfa2
o Altretamin : dapat meningkatkan efek inhibitor MAO
o Amfetamin : inhibitor MAO dapat meningkatkan efek
hipertensif dari amfetamin.
Interaksi makanan:
Pencernaan bersamaan dengan makanan yang
mengadung banyak tiramin yang dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi secara mendadak dan hebat.
Merk yang beredar : Zyvoxa (tablet)

2. Penggolongan antibiotik berdasarkan daya hambat


antibiotik
Farmakologi antibiotik meliputi sifat farmakokinetik dan
farmakodinamik. Farmakokinetik menyinggung waktu dan dosis obat
ada host sedangkan farmakodinamik menyinggung interaksi dose
dependent dan time dependent dari antibiotik yang melawan
patogen pada host.
Dose/concentration dependent antibiotics :
Antibiotik CD memberikan peningkatan membunuh
bakteri berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi obat.
Agen ini berhubungan dengan sifat PAE yang memiliki aksi
bakterisida lanjutan beberapa waktu setelah konsentrasi
antibiotik dibawah level MIC. Konsentrasi puncak dan Area
dibawah kurva (Area Under Curve /AUC) menunjukkan
kemanjuran antibiotik ini. Pada kelompok ini, konsentrasi yang
diperlukan untuk efek bakterisida optimal adalah paling kecil 10
kali MIC.
Contoh : Aminoglikosida dan florokuinolon merupakan
golongan antibiotik yang menunjukkan dose dependent dalam
membunuh organisme.
Aminoglikosida dan kuinolon, memiliki konsentrasi tinggi pada
situs pengikatan yang dapat membunuh mikroorganisme,
karenanya obat ini dianggap memiliki berbagai jenis
pembunuhan bakteri, yang bernama concentration dependent
killing. Untuk agen concentration dependent killing, parameter
farmakodinamik dapat disederhanakan sebagai puncak / rasio
MIC.

Pada antibiotik golongan dose/concentration dependent, semakin tinggi


kadar obat dalam darah maka semakin tinggi pula daya kerjanya sehingga
kecepatan dan efektivitas kerjanya dapat ditingkatkan dengan menaikkan kadar
obat dalam darah hingga jauh di atas MIC.
Time dependent antibiotic :
Antibiotik TD memiliki efek optimal bakterisida ketika
konsentrasi tetap dijaga diatas Konsentrasi Hambat Minimum
(Minimum Inhibitory Concentration /MIC). Konsentrasi antibiotik
kategori ini dijaga 2-4 kali diatas MIC sepanjang interval
pemberian. Untuk agen ini, konsentrasi lebih tinggi tidak
menambah daya bunuh terhadap organisme. Lagi pula
kecenderungan agen ini secara minimum hingga tidak
menghasilkan Post Antibiotic Effect* (PAE) / Efek Paska
Antibiotik.
Contoh :
Antibiotik yang responnya tergantung waktu adalah penisilin,
sefalosporin, carbapenems, monobactams, klindamisin,
makrolida (eritromisin, klaritromisin), oxazolidinones (linezolid).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, Makalah Farmakologi Antibiotik Makrolida,


Anonim. 2011. Farmakokinetik Kloramfenikol.
http://farmainfo.blogspot.co.id/2011/02/kloramfenikol.html,
diakses pada 27 Februari 2017.
Anonim. 2013. Farmakokinetik Makrolida,
http://fharmashit.blogspot.co.id/2013/09/antibiotika-golongan
makrolida_7995.html, diakses pada 26 Februari 2017
BPOM RI. 2015. Sefalosporin. [serial on line]
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-antibakteri/512-
sefalosporin-dan-antibiotik-beta-laktam-lainnya/5121. Diakses
tanggal 21 Februari 2017
Charles F. L, Lora L. A dan Morton P. G. Drug Information Handbook.
20th ed. USA: Lexi Comp; 2011.
FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI 4. 1995. fakultas kedokteran UI
,Jakarta
Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapi. EGC: Jakarta
Harmita dan Radji, M., 2008. Kepekaan Terhadap Antibiotik. Dalam:
Buku Ajar. Analisis Hayati, Ed.3. EGC, Jakartar: 1-5.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29078/1/
Athirotin%20Halawiyah-fkik.padaf. Diakses pada 19 Februari
2017
Kemenkes RI, 2011c . Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik,
Jakarta: Kemenkes.
Muhlis, M. 2006. Drug Interaction. Jakarta
Munaf, S. 1994. Catatan Kuliah Farmakologi. EGC: Jakarta
Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi : ulasan bergambar Ed.2.
Jakarta :Widya Medika.
Siswandono, Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya:
Airlangga University Press.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi ke VI. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo: hal. 193
Weng, Antony. 2012. Biosintesis Antibiotik. [serial on line]
http://www.slideshare.net/antony weng/biosintesis-antibiotik.
Diakses tanggal 21 Februari 2017

Vous aimerez peut-être aussi