Vous êtes sur la page 1sur 10

GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN DAN PENGENDALIANNYA

PADA KONDISI ADA ANGKUTAN SEDIMEN UNTUK SALURAN


BERBENTUK MAJEMUK

(Scour Around Abutment and Its Countermeasure In


Live Bed Scour Condition on Compound Channel)

Jaji Abdurrosyid 1) dan Achmad Karim Fatchan 2)


1)
Staf pengajar jurusan Teknik Sipil - Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani No. 1 Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102.
e-mail : jarrosyid@yahoo.com
2)
Staf pengajar jurusan Teknik Sipil - Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani No. 1 Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102.

ABSTRACT

Scour is erosion due to water flow on the alluvial channel bed and channel wall. In fact, scour happened in the
bridge abutment is total scour, that is a combination between local scour, general scour, and constriction scour. This
research aim is to find the impact of screen and pile to scour process and the depth of scour near abutment on live-bed
scour condition. This research was carried out using recirculation flume. The channel model was a compound channel
and using steady-uniform flow. The abutment model were Spillthrough type (ST) and Wing-Wall (WW) type. Screen and
pile variation were used as scour control model. The depth of scour near abutment was measured in each 6 hours
running, The research result shows that live-bed scour condition is the most critic condition, and the depth of scour on
this condition is maximum. The depth of scour is mostly affected by Reynold and Froude number of channel flow. The
screen which was placed on the upstream of abutment at optimum distance 1,75 Lb from abutment ace gave highest
reduction of scour depth compared with other distances. In the case of 1-piled screen placed on channel bank at 1,75 L, it
gave the best scour reduction, i.e. 26,68% on live-bed scour condition. In general, the scour pattern happened around
abutment is the same, either using protection or without protection. It can be seen on the scour contour pattern. The
scour contour pattern in this research shows similar pattern witch shaped a halp horseshoe with wide up at the side of
abutment perpendicular to the stream and lengthten up at downstream with the shallower scour depth.

Keywords : depth of scour, live-bed scour, scour pattern, screen, sacrificial piles.

PENDAHULUAN karena adanya gangguan pola aliran akibat


rintangan, dan gerusan terlokalisir terjadi karena
Gerusan adalah merupakan erosi pada dasar adanya penyempitan penampang sungai oleh adanya
dan tebing saluran alluvial (Hoffmans and Verheij, penempatan bangunan hidraulika (Yulistiyanto dkk.,
1997). Gerusan merupakan proses semakin dalamnya 1998). Sedangkan gerusan umum yang terjadi
dasar sungai karena interaksi antara aliran dengan melintang sungai di sepanjang saluran yang
material dasar sungai. Proses penggerusan akan menyebabkan degradasi dasar disebabkan oleh
terjadi secara alami, baik karena pengaruh morfologi energi dari aliran air, (Raudkivi dan Ettema, 1983).
sungai seperti tikungan sungai atau penyempitan Proses gerusan ini bisa menyebabkan erosi dan
aliran sungai, atau pengaruh bangunan hidraulika degradasi disekitar bukaan jalan air (water way
yang menghalangi aliran seperti abutmen jembatan. openning) suatu jembatan. Degradasi ini berlangsung
(Legono, 1990). secara terus menerus hingga dicapai keseimbangan
Gerusan yang terjadi pada abutmen maupun antara suplai dan angkutan sedimen yang saling
pilar jembatan adalah merupakan gerusan total (total memperbaiki. Apabila suplai sedimen dari hulu
scour), yaitu kombinasi antara gerusan lokal (local berkurang atau jumlah angkutan sedimen lebih besar
scour) dan gerusan umum (general scour). Bisa juga daripada suplai sedimen, maka bisa menyebabkan
kombinasi antara gerusan lokal, gerusan umum dan terjadinya kesenjangan yang begitu menyolok antara
gerusan terlokalisir atau penyempitan (localized degradasi dan agradasi di lokasi dasar jalan air
scour / constriction scour). Gerusan lokal yang jembatan. Sehingga lubang gerusan (scour hole)
terjadi disekitar abutmen jembatan ataupun pilar pada abutmen maupun pilar jembatan akan lebih
disebabkan oleh sistem pusaran air (vortex system) dalam bila tidak terdapat atau kurangnya suplai

20 Pengendalian Gerusan di Sekitar Abutmen pada.......(Jaji Abdurrosyid dan A. Karim Fatchan)


sedimen. Demikian juga apabila tidak terdapat pelat yang optimal adalah pelat yang berada di dasar
bangunan pengendali gerusan di sekitar abutmen saluran dan kemiringan 120 terhadap vertikal, posisi
ataupun pilar, maka dalamnya gerusan tidak bisa tersebut mampu mereduksi kedalaman gerusan
direduksi, sehingga kedalaman gerusan bisa sebesar 24,75%. Jaji (2004) melakukan penelitian
mencapai maksimum. Hal ini bisa menyebabkan tentang pengendalian gerusan pada model abutmen
rusaknya abutmen maupun pilar jembatan. Untuk itu, tipe sphill-through dengan menggunakan plat, tirai
maka perlu adanya kajian laboratorium mengenai dan groundsill sebagai pelindung pada kondisi live-
gerusan total yang terjadi di sekitar abutmen bed scour untuk saluran prismatis berbentuk segi
jembatan pada saluran majemuk seperti keadaan empat. Hasil penelitian menunjukkan proteksi
sungai di lapangan dan pengendaliannya. Untuk dengan tirai pada jarak 4 Lb untuk saluran prismatis
mengendalikan terjadinya gerusan ini, maka mampu mereduksi sebesar 49,71 %. Melville (1995),
dipasang tirai (screen) atau tiang-tiang kecil meneliti tentang kedalaman gerusan di sekitar
(sacrificial piles) di hulu abutmen pas di kaki abutment jembatan pada saluran majemuk
bantaran.Tujuan penelitian ini adalah untuk (compound channel) dengan menggunakan tipe
mengetahui pengaruh penempatan tirai (screen) atau wing-wall abutment. Penelitian dilakukan dengan
tiang-tiang kecil (sacrificial piles) terhadap proses membandingkan antara saluran persegi (rectangular
gerusan dan kedalaman gerusan yang terjadi di channel) dengan saluran majemuk. Hasil penelitian
sekitar abutmen, pada kondisi adanya angkutan menunjukkan bahwa kedalaman gerusan pada
sedimen (live-bed scour) untuk saluran dengan saluran majemuk lebih kecil bila dibandingkan pada
penampang berbentuk majemuk (compound saluran persegi.
channel). Menurut Breusers dan Raudkivi (1991),
Saluran majemuk adalah saluran yang kedalaman gerusan tergantung dari beberapa
mempunyai penampang berbentuk variatif, tidak variabel, yaitu karakterisitik fluida, material dasar,
persegi (rectangular channel) dan tidak prismatis. aliran dalam saluran dan bentuk pilar atau abutmen
Saluran ini bisa merupakan kombinasi dua persegi jembatan yang dapat ditulis:
yang berbeda luas tampangnya, bisa juga berbentuk
saluran alami (Melville, 1995). ds = f (, , g, d, s, h0, U,) (1)
Pada umumnya kebanyakan metode
pencegahan atau pengendalian gerusan dengan dengan = rapat massa fluida, = kekentalan
menggunakan riprap, yaitu menempatkan batuan kinematik fluida, g = percepatan gravitasi, d =
pada dasar sungai di sekitar pilar atau abutmen, diameter butiran sediment, s = rapat massa sedimen,
seperti yang direkomendasikan Bonasoundas (1973, h0 = kedalaman aliran, U = kecepatan aliran rata-rata,
dalam Breuser dan Raudkivi, 1991). Chiew (1992) Lb = lebar abutmen. Jika persamaan tersebut dibuat
meneliti tentang proteksi gerusan disekitar pilar tidak berdimensi, maka persamaan menjadi :
jembatan pada kondisi clear-water scour dengan
d UL 2
h
f ,
menggunakan riprap, slot dan collar/caissons, yang s b U d
, , 0 , (2)
diuji sendiri-sendiri. Proteksi gerusan menggunakan L gL L L
collar pada dasar mengelilingi pilar silinder dengan b b b b
diameter sisi luar sebesar dua kali diameter pilar
(2D), menunjukkan reduksi 20%. Melville dan dengan = rapat massa relatif dari butiran terendam,
Hadfield (1999), meneliti tentang proteksi gerusan
pada pilar jembatan dengan menggunakan tiang- s , dengan ds = kedalaman gerusan.

tiang kecil (sacrificial piles) sebagai pengendali,
tiang-tiang kecil berjumlah 3 dan 5 yang disusun
CARA PENELITIAN
dalam bentuk segitiga di hulu pilar, bentuk pilar
yang diteliti adalah silinder dan persegi
Penelitian dilakukan di Laboratorium
(rectangular). Penelitian ini dilakukan pada kondisi
Hidraulika Balai Penyelidikan Sungai Surakarta
clear-water dan live-bed. Hasil penelitian bahwa
dengan menggunakan sediment-recirculating flume
untuk pilar silinder pada kondisi clear-water dapat
dengan posisi model abutmen diletakkan pada jarak
mereduksi gerusan sebesar 48%, Sedangkan pada
as sejauh 14,18 m dari tail gate di hilir flume, seperti
kondisi live-bed untuk pilar silinder dapat mereduksi
yang terlihat pada Gambar 1, dan Gambar 2 (lihat
sebesar 17,5%, dan untuk pilar persegi dapat
lampiran). Model abutmen adalah tipe Spilltrough
mereduksi sebesar 26,5%. Rinaldi (2002), meneliti
(ST) dan Wing-Wall (WW) seperti yang terlihat pada
tentang proteksi gerusan pada abutmen tipe semi
Gambar 3 dan Gambar 4. Tipe ST maupun WW
circular end (SCE) dengan kondisi clear-water
mempunyai dimensi yang sama yaitu lebar abutment,
scour. Proteksi gerusan menggunakan pelat, posisi

Dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 7, Nomor 1, Januari 2007 : 20 29 21


Lb = 40 cm, panjang, L = 50 cm dan tinggi H = 45 Model pengendalian gerusan berupa variasi
cm. tirai dan tiang yang dipasang di hulu abutmen.
Dalam penelitian ini diambil rentang aspect ratio
B/h0 > 5 (Kironoto dan Graf, 1995). Sebelum
running pengendalian/proteksi kedalaman gerusan di
sekitar abutmen, dilakukan terlebih dahulu
pengamatan kedalaman gerusan tanpa proteksi pada
kondisi live-bed scour. Pengamatan pengendalian
kedalaman gerusan di sekitar abutmen juga
dilakukan pada kondisi live-bed scour. Pengukuran
dilakukan selama 360 menit untuk 1 running, dengan
posisi pengamatan terdiri dari 9 titik pengamatan
untuk tipe ST dan 8 titik pengamatan untuk tipe
WW, hal ini dapat dilihat pada Gambar 5 dan
Gambar 6, dimana pada gambar tersebut nampak
titik-titik pengamatan ditunjukkan dengan garis-garis
pita yang vertikal dengan nomor urut dari kiri ke
kanan.
Gambar 1. Foto saluran flume berbentuk majemuk Penelitian ini dilakukan sebanyak 29 running
dengan abutmen dengan 2 model, yaitu untuk model spilltrough
abutment sebanyak 27 running dan model wing-wall
abutment sebanyak 2 running.

Gambar 5. Posisi titik-titik pengamatan pada


tipe spilltrough
Gambar 3. Model abutmen tipe spilltrough

Gambar 6. Posisi titik-titik pengamatan pada


tipe wing-wall
Gambar 4. Model abutment tipe Wing-Wall

22 Pengendalian Gerusan di Sekitar Abutmen pada.......(Jaji Abdurrosyid dan A. Karim Fatchan)


HASIL DAN PEMBAHASAN sedimen (deposition). Pengendapan ini berkembang
terus hingga akhirnya tererosi kembali kebagian hilir,
Gerusan Pada Tipe Spilltrough dengan Live Bed akhirnya terkumpul serta endapan bertambah di
Scour Tanpa Proteksi bagian hilir dan semakin panjang seiring dengan
Kedalaman gerusan yang terjadi pada kondisi bertambahnya waktu.
live-bed scour untuk abutmen tipe spilltrough tanpa Adapun gambar kontur gerusan 3D tanpa
menggunakan proteksi tirai adalah merupakan proteksi pada tipe spilltrough diperlihatkan pada
kedalaman gerusan yang terdalam dibandingkan Gambar 9 berikut.
dengan clear-water scour untuk tipe abutmen yang
sama. Pengukuran kedalaman gerusan pada kondisi
live-bed scour dilakukan selama 360 menit. Pada
pengukuran tersebut, khususnya untuk live-bed scour
kedalaman gerusan maksimum terjadi pada posisi di
titik 3, sedangkan pada posisi titik 9 terjadi agradasi
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, adapun
data pengukuran dapat dilihat pada Tabel lmpiran-1.
Sedangkan kontur 2D diperlihatkan pada Gambar 8
dan kontur 3D diperlihatkan pada Gambar 9. Gambar 9. Gambar Tiga Dimensi Kontur Live Bed
Scour untuk Q= 30 lt/detik
Berdasarkan kajian fungsi Breusers dan
Live BedScour
Raudkivi (1991), dari data running dapat diperoleh
0,20 pos 1 grafik hubungan kedalaman gerusan relatif terhadap
0,10 pos 2 angka Reynold seperti pada Gambar 10 berikut.
pos 3
0,00 pos 4
(ds/Lb)

-0,10 pos 5
pos 6
-0,20 Grafik Hubungan kedalaman gerusan relatif dengan
pos 7
-0,30 pos 8 angka reynold abutment
pos 9
-0,40 1
0,000 0,014 0,042 0,139 0,306 0,472 0,639 0,806 0,972
(t/t tot)
y = 0,2824Ln(x) - 2,338
2
R = 0,3718
Gambar 7. Hubungan (t/t total) dengan (ds/Lb) Kondisi
Live-Bed Scour Pada Sembilan Posisi Titik
Pengamatan
0,1
arah aliran 6000 7000 8000 9000 10000
120.00
6.00
5.00
100.00 4.00
3.00
2.00
80.00 1.00
0.00
Gambar 10. Hubungan kedalaman gerusan relative dengan
60.00
-1.00
-2.00
angka Reynold pada kondisi Live Bed- Scour
-3.00
40.00 -4.00
-5.00
-6.00 Pada Gambar 10 diatas terlihat adanya
20.00 -7.00
-8.00
-9.00
pengaruh kecepatan dan lebar abutmen terhadap
0.00 -10.00
-120.00 -100.00 -80.00 -60.00 -40.00 -20.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 -11.00 kedalaman gerusan yang dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut.
Gambar 8. Kontur Permukaan Gerusan Tanpa Proteksi
Pada kondisi Live-Bed Scour untuk
Q = 30 lt/ detik ds U Lb
= 0.6503 log ( ) 0.2338 (3)
Lb
Berdasarkan Gambar 7 dan Gambar 8 ternyata
gerusan terjadi dimulai pada ujung abutmen sebelah Berdasarkan grafik (Gambar 10) dan persamaan (3)
hulu, kemudian berkembang sepanjang sisi abutmen tersebut disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan
ke arah hilir. Gerusan terus berlangsung hingga aliran dan semakin lebar panjang abutmen akan
membentuk lubang gerusan (scour hole) yang semakin besar kedalaman gerusannya.
dalamnya cenderung mengalami pendangkalan ke Adapun grafik hubungan kedalaman
arah hilir. Sedangkan di bagian hilir lubang gerusan gerusan relatif terhadap angka Froud
terutama dibagian pinggir, terjadi pengendapan diperlihatkan dalam Gambar 11 berikut ini.

Dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 7, Nomor 1, Januari 2007 : 20 29 23


hingga membentuk lubang gerusan (scoure hole)
Grafik Hubungankedalamangerusanrelatif dengan yang dalamnya cenderung mengalami pendangkalan
kuadrat dari angka Froude abutment ke bagian hilir. Sedangkan di bagian hilir lubang
gerusan terutama dibagian pinggir, terjadi
pengendapan sedimen (deposition) sementara,
1
pengendapan ini berkembang terus hingga akhirnya
y = 0,1412Ln(x) + 1,555 tererosi kembali kebagian lebih hilir, akhirnya
2
R = 0,3718 terkumpul serta endapan bertambah di bagian hilir
lubang gerusan dan semakin panjang seiring dengan
bertambahnya waktu. Lubang gerusan tersebut
0,1 membentuk setengah sepatu tapal kuda seperti yang
0,00004 0,00005 0,00006 0,00007 0,00008 0,00009 0,0001 terlihat pada Gambar 12.
U2 Adapun data hasil pengukuran lebar lubang
gLb gerusan (L) dan panjang lubang gerusan (P) serta
Gambar 11. Hubungan kedalaman gerusan relative hubungannya dapat dilihat pada Tabel Lampiran-2.
dengan kuadrat dari angka Froud pada Live Bed- Scour

Gambar 11 diatas terlihat adanya pengaruh


kecepatan dan lebar abutmen terhadap
kedalaman gerusan yang dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut.

U2
ds
= 0.351 log + 1.555 (4)
Lb gL
b

Berdasarkan persamaan (3) dan (4) di atas, Gambar 12. Sketsa Lubang Gerusan
maka kedalaman gerusan pada kondisi live-bed scour
mempunyai kriteria yaitu sangat dipengaruhi oleh Berdasarkan data tersebut dapat diperoleh
kecepatan aliran, kekentalan aliran, lebar dasar persamaan hubungan antara kecepatan relatif aliran
abutmen dan gravitasi aliran. (U/U*) terhadap lebar relatif lubang gerusan (L/ds)
Berdasarkan data yang diperoleh dalam pada kontur kedalaman gerusan di sekitar abutmen
penelitian dan dari persamaan Breusers dan Raudkivi jembatan yang dapat dinyatakan dalam persamaan
(1991) dapat dibuat persamaan non dimensional sebagai berikut.
dengan persamaan least square, sehingga didapat
persamaan yang lebih lengkap, yaitu : U L
= 21.315 4.145 log ( ) (6)
U* ds
ds -5 U.L b U 2
ho
1,13 - 1,76.10 54,6 1,54

Lb g.L b Lb Demikian juga hubungan antara kecepatan relatif
aliran (U/U*) terhadap panjang relatif lubang gerusan
............................(5) (P/ds) pada kontur kedalaman gerusan di sekitar
abutmen jembatan dapat dinyatakan dalam
Dari persamaan (5) terlihat bahwa kedalaman persamaan sebagai berikut.
gerusan relative dipengaruhi oleh angka Reynold
abutmen, angka Froud abutmen, dan kedalaman U P
relatif aliran. Kedalaman gerusan pada kondisi live- = 24.369 5.88 log ( ) (7)
bed scour sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran,
U* ds
kekentalan aliran, lebar dasar abutmen, gravitasi
aliran dan kedalaman aliran. Berdasarkan persamaan (6) dan (7), terlihat bahwa
Mengenai kajian lubang gerusan (scour-hole), terdapat hubungan yang erat antara kecepatan aliran
gerusan terjadi dimulai pada ujung abutmen sebelah dengan besarnya lebar maupun panjang lubang
hulu, kemudian berkembang sepanjang sisi abutmen gerusan disekitar abutmen jembatan pada kondisi
sampai bagian hilir. Gerusan terus berlangsung live-bed scour.

24 Pengendalian Gerusan di Sekitar Abutmen pada.......(Jaji Abdurrosyid dan A. Karim Fatchan)


Gerusan Pada Tipe Spilltrough-abutment dengan Tabel 1. Nilai Reduksi Gerusan Untuk Masing-masing
Menggunakan Proteksi Tirai Pada Kondisi Live Jarak Lb Tertentu dengan Tirai 7 3d
Bed Scour
Posisi ds LBS ds
No Tirai (cm) (cm) Nilai Reduksi
Menentukan Jarak Optimum ( L optimum )
1 2 3 4 5
Langkah awal penelitian proteksi tirai terhadap
1 1,25 Lb 12,11 9,87 18,49 %
kedalaman gerusan pada kondisi live-bed scour
2 1,50 Lb 12,11 10,68 11,81 %
adalah mencari jarak optimum yaitu seberapa jauh
3 1,75 Lb 12,11 9,78 19,24 %
jarak tirai terhadap as abutmen sehingga
4 2,00 Lb 12,11 10,23 15,52 %
menghasilkan reduksi kedalaman gerusan yang
maksimum atau paling bagus.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
proteksi tirai 7 susun tiang-tiang dengan jarak antara Hasil pengukuran pada posisi titik terdalam
tiang 3 kali diameter tiang tirai (7-3d). Pengamatan untuk masing-masing variasi jarak tirai, pada akhir
kedalaman gerusan seimbang dilakukan selama 360 keseimbangan terlihat bahwa jarak tirai 1,75 Lb
menit dengan variasi jarak L (jarak antara as tirai adalah merupakan jarak yang optimum, hal ini dapat
sampai as abutmen) terdiri dari : 1,25 Lb, 1,5 Lb, dilihat pada Gambar 14 berikut.
1,75 Lb, dan 2 Lb. Mengenai posisi tirai maupun
tiang diletakkan di hulu abutmen dengan sisi
pinggir/awal pas kaki bantaran seperti yang nampak
Grafik Kedalaman Gerusan pada Jarak Lb
pada Gambar 13.
-4.00
0 100 200 300
-5.00

-6.00

-7.00 1,25 Lb
1,5 Lb
ds (cm)

-8.00
1,75 Lb
-9.00 2 Lb
-10.00

-11.00

-12.00
t (menit)

Gambar 14. Perbandingan Kedalaman Gerusan pada


Jarak Lb tertentu

Menentukan Kedalaman Gerusan Minimum


Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari
kedalaman gerusan yang minimum pada keadaan
telah mencapai keseimbangan, ds. Penelitian
dilakukan pada debit yang sama 30 l/det pada Lopt
dengan menggunakan variasi jumlah tirai dan jarak
antar tirai yang meliputi 7 running. Hasil running
ditunjukkan pada Tabel 2.
Menurut Tabel 2 terlihat bahwa nomor running
2 yaitu proteksi tirai dengan 1 tiang yang dipasang
Gambar 13. Posisi tirai di hulu abutmen pas kaki bantaran (Tirai 1 kaki bantaran)
dengan sisi pinggir pas kaki bantaran mempunyai ds minimum, yaitu sebesar 8,89 cm dan
nilai reduksi terbesar 26,58 %. Adapun grafik hasil
gerusan untuk 7 running pada Tabel 2 dapat dilihat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1,75 pada Gambar 15.
Lb adalah merupakan jarak yang optimum, hal
ini bisa dilihat dari data pengukuran pada Tabel
1 berikut, juga pada Gambar 14.

Dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 7, Nomor 1, Januari 2007 : 20 29 25


Grafik Hubungan (t/t total) dengan (ds/Lb)
Tabel 2. Nilai Reduksi Gerusan Untuk Masing- masing
0.2
Variasi Tirai
No ds LBS ds Nilai 0.2
Run Posisi Tirai (cm) (cm) Reduksi 0.1
1 2 3 4 5 0.1
1 Tirai 4 6d 12,11 9,51 21.40 %
0.0

ds/lb
Tirai 1 - kaki
2 bantaran 12,11 8,89 26.58 % -0.1
3 Tirai 2 6d 12,11 9,43 22.07 % -0.1
Tirai 7 3d
-0.2
4 rata air 12,11 10,68 11.74 %
5 Tirai 3 9d 12,11 9,34 22.81 % -0.2
Tirai 1 6d -0.3
Kaki 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
6 bantaran 12,11 10,68 11.74 % t/t tot
Tirai 1 12d Posisi1 Posisi 2 Posisi 3 Posisi 4 Posisi 5
Kaki Posisi 6 Posisi 7 Posisi 8 Posisi 9
7 bantaran 12,11 12,47 3.06 %

Gambar 16. Hubungan (t/t total) dengan (ds/Lb) Proteksi


Tirai 1 Tiang di kaki bantaran Pada
Grafik Kedalaman Maksimum Posisi Titik 3 Sembilan Posisi Titik Pengamatan
-4.0

-5.0
3.0
-6.0

-7.0
-2.0
-8.0
Ds

-9.0

-10.0

-11.0

-12.0
)m
c( na
rulaSrabeL

-13.0
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Waktu
Tirai 4-6d Tirai 1 di Kaki Bantrn
Tirai 2-6d
Tirai 3-9d
Tirai 7-3d
Tirai 1-6d dari Kaki Bantrn
PanjangLongitudinal (cm)
Tirai 1-12d dari kaki bantrn
Gambar 17. Kontur Permukaan Gerusan Abutmen
Gambar 15. Kedalaman Gerusan Maksimum Pada Posisi kondisi LBS dengan 1 tirai di kaki
Titik 3 untuk masing-masing variasi tirai bantaran

Dari grafik di atas terlihat bahwa untuk 1 tiang


Berdasarkan hasil pengamatan di atas, maka
pas kaki bantaran (Tirai 1 di kaki bantaran) berada
proteksi dengan 1 tiang pas kaki bantaran adalah
pada posisi teratas yang menunjukkan nilai reduksi
merupakan model pengendalian gerusan yang paling
terbesar diantara yang lain. Sedangkan grafik untuk 1
bagus dan efisien karena dapat mereduksi kedalaman
tiang pas kaki bantaran yang menggambarkan 9
gerusan dengan baik sebesar 26,58 %. Model ini bila
titik posisi pengamatan pada abutmen dapat dilihat
kita uji dalam kondisi tenggelam di bawah
pada Gambar 16. Sedangkan gambar konturnya 2D
permukaan air dengan variasi tinggi tenggelam
ditunjukkan pada Gambar 17.
terdiri dari : h0, h0, dan h0 (h0 = kedalaman
Pada Gambar 16, terlihat adanya trend /
aliran). Hasil penelitian masing-masing tiang tunggal
kecenderungan dari posisi 1 di hulu hingga posisi 9
tenggelam dibandingkan dengan tiang tunggal tidak
di hilir menunjukkan kedalaman gerusan semakin
tenggelam pada posisi pengamatan titk-3 (titik 3
dangkal ke arah hilir, dan pada akhirnya terjadi
merupakan titik yang paling maksimum) pada waktu
pengendapan sedimen pada posisi di titik 9, pada
mencapai 360 menit ditunjukkan pada Tabel 3
posisi titik 3 adalah merupakan posisi kedalaman
berikut, dan juga dapat dilihat grafiknya pada
gerusan terdalam.
Gambar 18 berikut.

26 Pengendalian Gerusan di Sekitar Abutmen pada.......(Jaji Abdurrosyid dan A. Karim Fatchan)


wing-wall) sampai mencapai waktu 360 menit
Grafik Kedalaman Gerusan Tirai 1Tiang
ditunjukkan pada Tabel 4 berikut.
0.00
0 100 200 300
-2.00 1 kaki bant (tdk
tenggelam) Tabel 4. Kedalaman Gerusan Tanpa Proteksi Pada
-4.00
tenggelam 3/4 ho Tipe Spilltrough dan Wing-wall
-6.00
ds (cm)

tenggelam 1/2 ho Posisi


-8.00
No ds (cm) Tipe Abutmen Titik Kondisi
-10.00 tenggelam 1/4 ho
1 2 3 4 5
-12.00
LBS tanpa tirai 1 12,11 spilltrough 3 LBS
-14.00
2 15,00 wing-wall 4 LBS
-16.00
t (menit)

Berdasarkan Tabel 4 di atas, terlihat bahwa


Gambar 18. Perbandingan Kedalaman Gerusan Antara kedalaman gerusan yang terjadi pada tipe wing-wall
Tiang Tenggelam, Tidak Tenggelam dan
mempunyai kedalaman gerusan yang lebih besar
LBS Tanpa Proteksi
dibandingkan dengan tipe spilltrough. Jika
dibandingkan dengan proteksi tirai dan tanpa
Berdasarkan dari hasil pengamatan yang proteksi tirai yang lain dalam kondisi LBS dapat
ditunjukkan pada Gambar 18 dan hasil analisis dilihat pada grafik Gambar 19 berikut ini.
reduksi pada Tabel 3 terlihat bahwa nilai reduksi
gerusan bernilai negatif. Jadi pemasangan tirai 1 0.0
0 100 200 300
tiang di kaki bantaran dengan tenggelam hanya akan -2.0

menambah daya pusaran yang menyebabkan -4.0

semakin dalamnya kedalaman gerusan di sekitar -6.0

abutmen. Kondisi di atas semuanya terjadi dalam -8.0

kondisi adanya angkutan sedimen (live-bed scour). -10.0

-12.0

-14.0

Tabel 3. Nilai Reduksi Gerusan Untuk Masing- masing -16.0 t (menit)


Variasi Tirai Tenggelam dengan Tirai Tidak
LBS spillt rough t anpa prot eksi
Tenggelam
ds LBS wing-wall t anpa prot eksi
LBS ds Nilai
LBS spillt rough dg prot eksi t irai t unggal
No Posisi Tirai (cm) (cm) Reduksi

1 2 3 4 5 Gambar 19. Perbandingan Kedalaman Gerusan LBS


Tirai 1 di kaki bantaran Tanpa Proteksi dan dengan Proteksi
1 (tdk tenggelam) 12,11 8,89 26,58 %
untuk Tipe Spilltrough dan Wing-wall
Tirai 1 di kaki bantaran
2 (tenggelam ho) 12,11 13,72 -13,29 %
Tirai 1 di kaki bantaran
3 (tenggelam ho) 12,11 13,81 -14,04 %
Tirai 1 di kaki bantaran
Terlihat dari grafik di atas, tipe wing-wall
4 (tenggelam ho) 12,11 12,91 -6,61 % mempunyai kedalaman gerusan yang lebih besar
dibandingkan dengan yang lain pada kond kondisi
live-bed scour. Dengan demikian bahwa tipe
abutmen spilltrough jauh lebih bagus dalam
Gerusan Pada Wing-Wall Abutment Tanpa mereduksi gerusan dibandingkan dengan tipe wing-
Proteksi Tirai wall. Hal ini disebabkan tipe wing-wall mempunyai
Pada penelitian gerusan tipe wing-wall daya hambat terhadap aliran air yang jauh lebih besar
dilakukan tanpa menggunakan proteksi tirai, dibandingkan dengan tipe spilltrough.
pengamatan dilakukan dengan kondisi aliran live-
bed pada debit 30 l/det. Pengamatan dilakukan
selama 360 menit. Penelitian gerusan pada tipe wing- KESIMPULAN
wall ini dimaksudkan sebagai pembanding terhadap
tipe spilltrough. Hasil penelitian pada masing-masing 1. Proses gerusan yang terjadi pada abutmen tipe
kondisi aliran untuk posisi pengamatan titik-4 (titik spilltrough maupun tipe wing-wall pada saluran
kedalaman gerusan paling maksimum untuk tipe majemuk berjalan dari hulu ke hilir di sekitar

Dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 7, Nomor 1, Januari 2007 : 20 29 27


tubuh abutmen. Gerusan mempunyai kedalaman 8. Pemasangan tiang tunggal dalam kondisi
maksimum di titik separasi aliran (pas dihulu tenggelam di bawah permukaan air pada kondisi
kaki abutmen) dan mempunyai kecenderungan LBS tidak menghasilkan daya reduksi yang lebih
kedalaman gerusan yang semakin dangkal ke bagus, melainkan menambah dalamnya gerusan
arah hilir yang pada akhirnya terjadi karena semakin menambah daya pusaran.
pengendapan sedimen di hilir abutmen. 9. Berdasarkan hasil pengamatan, tipe spilltrough
Pengendapan ini berkembang terus hingga lebih bagus dibandingkan dengan tipe wing-wall
akhirnya tererosi kembali ke bagian hilir, dalam mereduksi kedalaman gerusan. Hal ini
akhirnya terkumpul serta endapan bertambah di disebabkan tipe wing-wall mempunyai daya
bagian hilir dan semakin panjang seiring dengan hambat aliran yang jauh lebih besar
bertambahnya waktu. dibandingkan dengan tipe spilltrough.
2. Kedalaman gerusan maksimum pada kondisi
LBS baik tanpa proteksi maupun dengan proteksi
tirai terjadi pada titik separasi aliran (point of UCAPAN TERIMA KASIH
separation) yaitu posisi titik-3 untuk tipe
abutmen spilltrough dan posisi titik-4 untuk tipe Penulis mengucapkan terima kasih atas seluruh
wing-wall. Sedangkan terjadi agradasi pada pembiayaan penelitian ini yang merupakan bagian
posisi titik-9 untuk tipe spilltrough dan posisi dari Research Grant Program Hibah Technological
titik-8 untuk tipe wing-wall. and Professional Skills Development Sector Project
3. Proses kedalaman gerusan untuk kondisi LBS (TPSDP), Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
dengan menggunakan proteksi maupun tanpa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta untuk
proteksi tirai pada akhirnya akan sampai kepada Tahun Anggaran 2004 Batch III di Jurusan Teknik
kedalaman gerusan yang mencapai Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
keseimbangan pada waktu tertentu. Surakarta.
4. Berdasarkan kajian persamaan fungsi
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
erat antara kedalaman gerusan dengan angka DAFTAR PUSTAKA
Reynold dan angka Froud aliran. Sehingga
kedalaman gerusan sangat dipengaruhi oleh Breusers, H.N.C. and Raudkivi, A.J., 1991. Scouring.
kecepatan aliran, kedalaman aliran, kekentalan IAHR Hydraulic Structure Design Mannual, 1st
aliran, gravitasi aliran dan lebar dasar abutmen. ed., A.A. Balkema, Rotterdam.
Semakin besar kecepatan aliran atau semakin Chiew, Y.M., 1992. Scour Protection at Bridge Piers.
lebar dasar abutmen atau juga semakin tinggi Journal of Hydraulic Engineering, Vol. 118,
kedalaman aliran akan menyebabkan semakin No. 9, pp. 1260-1269, ASCE, New York.
besarnya kedalaman gerusan. Hoffmans, G.J.C.M. and Verheij, 1997. Scour
5. Kontur gerusan di sekitar abutmen mempunyai Manual. A.A. Balkema, Rotterdam.
bentuk yang hampir sama untuk semua debit Kironoto, B.A. and Graf, W.H., 1995. Turbulence
aliran yaitu lubang gerusan berbentuk setengah Characteristics in Rough Uniform Open-
sepatu kuda. Besarnya lubang gerusan sangat Channel Flow. Journal of Water Maritime and
dipengaruhi oleh besarnya kecepatan aliran, baik Energy, Vol. 112, Issue 4, London.
mempengaruhi ukuran panjang maupun lebar Jaji Abdurrosyid, 2004. Kajian Pengendalian
lubang gerusan. Gerusan di Sekitar Abutmen Jembatan Pada
6. Pemasangan proteksi tirai di hulu abutmen dapat Kondisi Adanya Angkutan Sedimen. Tesis S2,
mengadakan reduksi kedalaman gerusan. Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Reduksi kedalaman gerusan akan mencapai nilai Legono, D., 1990. Gerusan pada Bangunan Sungai.
maksimum pada jarak tirai yang optimum PAU Ilmu-Ilmu Teknik UGM, Yogyakarta.
terhadap as abutmen. Jarak optimum untuk Melville, B. W., 1995. Bridge Abutment Scour
saluran majemuk dicapai sejauh 1,75 kali lebar In Compound Channels. Journal of
dasar abutmen (1,75 Lb). Hydraulic Engineering, Vol 121, No. 12,
7. Pemasangan tiang tunggal (1 tiang) pas di kaki pp. 863-868. ASCE, New York.
bantaran sejauh jarak optimum pada abutmen Melville, B.W. and Hadfield, A.C., 1999. Use of
tipe Spilltrough mempunyai daya reduksi Sacrificial Piles as Pier Scour Counter-
kedalaman gerusan paling besar diantara tirai measures. Journal of Hydraulic Engineering,
yang lain, yaitu sebesar 26,58 % pada kondisi Vol 125, No. 11, pp. 1221-1224. ASCE, New
LBS. York.

28 Pengendalian Gerusan di Sekitar Abutmen pada.......(Jaji Abdurrosyid dan A. Karim Fatchan)


Raudkivi, A.J. and Ettema, R., 1983. Clear-Water
Scour at Cylindrical Piers. Journal of
Hydraulic Engineering, Vol. 109, No. 3, pp.
338-350, ASCE, New York.
Rinaldi, 2002. Model Fisik Pengendalian Gerusan di
Sekitar Abutmen Jembatan. Tesis S2, Program
Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Yulistiyanto B., Zech Y. and W.H. Graf, 1998. Free-
Surface Flow Around a Cylinder: Shallow -
water Modeling with Diffusion-Dispersion.
Journal Hydraulic Engineering, Vol. 124,
No.4, pp. 419-429, ASCE, New York.

LAMPIRAN :

Tail gate

Gambar 2. Tampak atas flume

Tabel Lampiran 1. Kedalaman gerusan seimbang ( ds) pada live-bed scour


No Debit Kedalaman gerusan seimbang ( ds ), cm. Ket.
Running lt/dt Pos.1 Pos.2 Pos.3 Pos.4 Pos.5 Pos.6 Pos.7 Pos.8 Pos. 9
1 23 1,24 -8,15 -9,49 -8,60 -8,60 -8,24 -8,06 -2,34 4,73 dse
2 20 4,56 -3,93 -8,85 -8,41 -8,41 -8,32 -6,17 -0,36 5,32 pada
3 15 5 -2,82 -7,02 -6,93 -6,13 -6,13 -4,70 -0,05 5 t = 360
4 10 5 -2,33 -5,73 -5,64 -4,57 -3,50 -3,94 0,89 5
menit
5 30 -3,88 -9,96 -12,11 -10,77 -10,68 -10,50 -8,89 -2,90 5

Tabel Lampiran 2 . Lebar dan panjang lubang gerusan pada kontur, serta hubungannya

Q U* L P U U/U* ds L/ds P/ds


No (m3/dt) (m/dt) (m) (m) (m/dt) (m)

1 0.010 0.014 0.180 0.330 0.276 19.207 0.057 3.158 5.789

2 0.015 0.019 0.150 0.430 0.364 19.445 0.070 2.143 6.143

3 0.020 0.018 0.160 0.590 0.369 19.976 0.089 1.798 6.629

4 0.023 0.019 0.190 0.550 0.376 20.221 0.095 2.000 5.789

5 0.030 0.019 0.250 0.550 0.393 20.676 0.121 2.066 4.545

Dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 7, Nomor 1, Januari 2007 : 20 29 29

Vous aimerez peut-être aussi