Vous êtes sur la page 1sur 2

ANALISIS TEMPE

Pada praktikum pengaruh perbedaan ragi terhadap kualitas


tempe, ada 3 jenis ragi yang digunakan, yaitu daun jati, daun
waru, dan ragi tempe. Parameter yang diukur (diamati) meliputi
warna, aroma, dan kepadatan tempe yang dihasilkan.
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa pada tiap
jenis ragi yang digunakan dalam pembuatan tempe
menghasilkan tempe dengan karakteristik yang berbeda, namun
sama dalam setiap ulangannya. Tempe yang menggunakan daun
jati dan daun waru sama-sama berwarna putih kecoklatan,
beraroma tidak sedap dan busuk, dengan tekstur lunak dan
berair. Sedangkan tempe yang menggunakan ragi tempe
berwarna putih kecoklatan, tidak beraroma, dengan tekstur lunak
dan putih. Jika dilihat secara menyeluruh, semua jenis ragi
menyebabkan tempe memiliki warna putih kecoklatan. Tempe
yang menggunakan ragi dari daun waru dan daun jati
menyebabkan tempe beraroma tidak sedap dan bertekstur lunak
berair, sedangkan tempe yang menggunakan ragi tempe
menyebabkan tempe tidak beraroma dengan tekstur lunak dan
putih. Berdasarkan analisis tersebut, kesimpulan sementara yang
dapat diperoleh adalah:

1. Ragi daun jati dan daun waru menyebabkan tempe beraroma


tidak sedap dan bertekstur lunak berair, sedangkan tempe
yang menggunakan ragi tempe menyebabkan tempe tidak
beraroma dengan tekstur lunak dan putih.
2. Jenis ragi yang paling baik digunakan dalam pembuatan
tempe adalah ragi tempe.

Kebenaran kesimpulan sementara tersebut beserta penyebab


dan penjelasannya akan dijabarkan pada sub bab pembahasan.

ANALISIS CUKA
Pada praktikum pengaruh lam fermentasi dan macam
starter A. acetii terhadap nilai pH asam cuka kulit buah pisang
(M. paradisiaca), variasi lama waktu fermentasi yang digunakan
adalah 7, 14, dan 21 hari. Jenis starter yang digunakan ada 2,
yaitu starter cuka meja dan starter air kelapa. Parameter yang
diamatei (diukur) pada praktikum ini adalah kadar alkohol (%),
suhu (oC), dan nilai pH. Pada pembuatan cuka kulit pisang menggunakan starter
cuka meja, kadar alkohol tertinggi adalah 10% dengan rerata 9,25% dan suhu
tertinggi adalah 28,1oC denga rerata 27,8 oC. Nilai pH pada hari ke-7, 14, dan 21
tetap sama yaitu 3. Sedangkan pada pembuatan cuka kulit pisang menggunakan
starter cuka meja, kadar alkohol tertinggi adalah 10,5% dengan rerata 9,275% dan
suhu tertinggi adalah 28,1oC denga rerata 27,725 oC. Nilai pH pada hari ke-7, 14,
dan 21 tetap sama yaitu 4. Jika dilihat secara keseluruhan, pada pembuatan cuka
kulit pisang dengan 2 jenis starter tersebut kadar lakohol yang dihasilkan dan
suhunya relatif sama. Namun, ada perbedaan utama pada nilai pH-nya, pada cuka
kulit pisang dengan starter cuka meja memiliki pH lebih asam (3) dibandingkan
dengan yang menggunkan starter air kelapa (4). Dari data tersebut juga dapat
diketahui bahwa lama waktu fermentasi juga tidak berpengaruh terhadap nilai pH.
Berdasarkan analisis tersebut, dapat dibuat kesimpulan sementara bahwa
perbedaan starter berpengaruh terhadap nilai pH cuka kulit pisang, starter cuka
meja meyebabkan cuka memiliki nilai pH lebih asam. Namunm lama waktu
fermentasi tidak berpengaruh terhadap nilai pH cuka kulit pisang. Penyebab hal
ini beserta penjelasannya akan dibahas pada sub bab pembahasan.

Vous aimerez peut-être aussi