Vous êtes sur la page 1sur 18

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Ayat di atas memuat pujian Allah SWT kepada Rasul pilihan-Nya Muhammad SAW.
Bahwa memang tidak ada manusia yang lebih sempurna akhlaknya daripada beliau
dan merupakan suatu anugerah dari Allah SWT yang telah memberi taufik
kepadanya.

Tidak ada satu pun kebagusan dan kemuliaan melainkan didapatkan pada diri
beliau dalam bentuk yang paling sempurna dan paling utama. Hal ini pun
diakui oleh para sahabat yang menyertai hari-hari beliau sebagaimana
dinyatakan Anas bin Malik radhiyallahu anhu:

Adalah Rasulullah SAW manusia yang paling bagus akhlaknya.

Bagaimana Anas tidak memberikan sanjungan yang demikian sementara ia telah


berkhidmat pada beliau sejak usia sepuluh tahun dan terus menyertai beliau
selama sembilan tahun. Dan tidak pernah sekalipun ia mendapat hardikan dan kata-
kata kasar dari Nabi nan mulia ini.

Aku berkhidmat kepada beliau ketika safar maupun tidak. Demi Allah
terhadap suatu pekerjaan yang terlanjur aku lakukan, tidak pernah beliau
berkata Kenapa engkau lakukan hal tersebut demikian? Sebalik bila ada
suatu pekerjaan yg belum aku lakukan tidak pernah beliau berkata
Mengapa engkau tdk lakukan demikian?. Demikian pengakuan Anas
radhiyallahu anhu.

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha ketika ditanya oleh Sad bin Hisyam bin
Amir tentang akhlak Rasulullah SAW ia menjawab:

Akhlak beliau adalah Al-Qur`an. Tidakkah engkau membaca firman Allah


SWT Sungguh engkau berbudi pekerti yang agung?

Bahwa gambaran apa saja yg diperintahkan Al-Qur`an pasti beliau lakukan. Dan apa
saja yang dilarang Al-Qur`an beliau tinggalkan. Selain memang Allah SWT telah
menciptakan beliau dengan sebaik-baik tabiat dan akhlak seperti rasa malu,
dermawan, berani, penuh pemaaf, sangat sabar dan lain sebagai dari perangai-
perangai yg baik.

Kebagusan akhlak ini tampak dari diri beliau ketika bergaul dengan istri sanak
family sahabat masyarakat bahkan dengan musuhnya. Tidak heran masyarakat
Quraisy yang paganis ketika itu memberi gelar pada beliau Al-Amin, yakni orang
yang terpercaya, jujur, tidak pernah dusta, lagi amanah, sebagai bentuk pengakuan
terhadap salah satu pekerti beliau yang mulia.

Ahlak Rasulullah SAW Bersama Istrinya


Keberadaan Rasulullah SAW sebagai pemimpin tiap hari tersibukkan dengan
beragam persoalan umat, mengurusi dan membimbing mereka bukanlah menjadi
alasan beliau untuk tidak meluangkan waktu membantu istri di rumah.

Bahkan didapati beliau adalah orang yang perhatian terhadap pekerjaan dalam
rumah. Sebagaimana persaksian Aisyah radhiyallahu anha ketika ditanya
tentang apa yang dilakukan Rasulullah SAW ketika di rumah.

Aisyah radhiyallahu anha mengatakan: Beliau biasa membantu istrinya. Bila


datang waktu shalat beliau pun keluar untuk menunaikan shalat.

Beliau ikut turun tangan meringankan pekerjaan yang ada,

Beliau manusia sebagaimana manusia yang lain. Beliau membersihkan


pakaian memerah susu kambing dan melayani diri sendiri.

Sifat penuh pengertian kelembutan kesabaran dan mau memaklumi keadaan istri
amat lekat pada diri Rasul. Aisyah radhiyallahu anha berbagi cerita tentang kasih
sayang dan pengertian beliau SAW:

Rasulullah SAW masuk ke rumahku sementara di sisiku ada dua budak


perempuan yang sedang berdendang dengan dendangan Buats. Beliau
berbaring di atas pembaringan dan membalikkan wajahnya. Saat itu
masuklah Abu Bakr. Ia pun menghardikku dengan berkata Apakah
seruling setan dibiarkan di sisi Nabi SAW? Rasulullah SAW menghadap ke
arah Abu Bakr seraya berkata Biarkan keduanya. Ketika Rasulullah telah
tertidur aku memberi isyarat kepada kedua agar menyudahi dendangan
dan keluar. Kedua pun keluar.

Termasuk akhlak Nabi SAW beliau sangat baik hubungan dengan para
istri beliau. Wajahnya senantiasa berseri-seri suka bersenda gurau dan
bercumbu rayu bersikap lembut terhadap mereka dan melapangkan
mereka dalam hal nafkah serta tertawa bersama istri-istrinya.Sampai-
sampai beliau pernah mengajak Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu
anha berlomba lari utk menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau
terhadapnya.

Ummul Mukminin Shafiyyah radhiyallahu anha berkisah bahwa suatu malam


ia pernah mengunjungi Rasulullah SAW saat sedang itikaf di masjid pada sepuluh
hari yang akhir di bulan Ramadhan. Shafiyyah berbincang bersama beliau beberapa
waktu. Setelah ia pamitan untuk kembali ke rumahnya. Rasulullah SAW pun bangkit
untuk mengantarkan istrinya. Hingga ketika sampai di pintu masjid di sisi pintu
rumah Ummu Salamah lewat dua orang dari kalangan Anshar kedua mengucapkan
salam lalu berlalu dgn segera.

Melihat gelagat seperti itu Rasulullah SAW menegur kedua Pelan-pelanlah


kalian dalam berjalan tdk usah terburu-buru seperti itu karena tidak ada
yang perlu kalian khawatirkan. Wanita yg bersamaku ini Shafiyyah bintu
Huyai istriku. Kedua menjawab Subhanallah, wahai Rasulullah tidaklah
kami berprasangka jelek padamu. Beliau menanggapi Sesungguhnya
setan berjalan pada diri anak Adam seperti beredarnya darah dan aku
khawatir ia melemparkan suatu prasangka di hati kalian.

Aisyah radhiyallahu anha pernah ditanya: Apakah yang dilakukan Rasulullah


SAW di dalam rumah? Ia radhiyallahu anha menjawab: Beliau SAW
adalah seorang manusia biasa. Beliau menambal pakaian sendiri,
memerah susu dan melayani diri beliau sendiri. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Dari rumah beliau yang penuh berkah itulah memancar cahaya Islam, sedangkan
beliau sendiri tidak mendapatkan makanan yang dapat mengganjal perut beliau.
An-Numan bin Basyir menuturkan kepada kita keadaan Rasulullah SAW:

Aku telah menyaksikan sendiri keadaan Rasulullah SAW, sampai-sampai


beliau tidak mendapatkan kurma yang jelek sekalipun untuk mengganjal
perut. (HR. Muslim)

Aisyah radhiyallahu anha menuturkan:

Kami, keluarga Muhammad, tidak pernah menya-lakan tungku masak


selama sebulan penuh, makanan kami hanyalah kurma dan air. (HR. Al-
Bukhari)

Tidak ada satu perkara pun yang melalaikan Rasulullah SAW dari beribadah dan
berbuat ketaatan. Apabila sang muadzin telah mengumandangkan azan; Marilah
tegakkan shalat! Marilah menggapai kemenangan! beliau segera
menyambut seruan tersebut dan meninggalkan segala aktifitas duniawi.

Diriwayatkan dari Al-Aswad bin Yazid ia berkata: Aku pernah bertanya kepada
Aisyah radhiyallahu anha: Apakah yang biasa dilakukan Rasulullah SAW
di rumah? Aisyah radhiyallahu anha menjawab: Beliau biasa membantu
keluarga, apabila mendengar seruan azan, beliau segera keluar (untuk
menunaikan shalat). (HR. Muslim)

Tidak satupun riwayat yang menyebutkan bahwa beliau mengerjakan shalat fardhu
di rumah, kecuali ketika sedang sakit. Beliau SAW pernah terserang demam yang
sangat parah. Sehingga sulit baginya untuk keluar rumah, yakni sakit yang
mengantar beliau menemui Allah SAW.

Tawadhu Rasulullah SAW di hadapan istri-istri beliau

Rasulullah SAW bersikap tawadhu (rendah diri) dihadapan istri-istrinya, sampai-


sampai beliau membantu istri-istrinya dalam menjalankan pekerjaan rumah tangga
meskipun ditengah kesibukan beliau menunaikan kewajiban beliau untuk
menyampaikan risalah Allah atau kesibukan mengatur kaum muslimin-.
Aisyah berkata, Rasulullah SAW dalam kesibukan membantu istrinya, dan
jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi sholat. (HR Al-Bukhari V/2245
no 5692)

Imam Al-Bukhari membawakan perkataan Aisyah ini dalam dua bab yaitu Bab
tentang bagaimanakah seorang (suami) di keluarganya (istrinya)? dan Bab
seseorang membantu istrinya

Urwah berkata kepada Aisyah, Wahai Ummul Mukminin, apakah yang


dikerjakan oleh Rasulullah SAW jika ia bersamamu (di rumahmu)?, Aisyah
berkata, Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang
dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya,
menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember. (HR Ibnu Hibban (Al-Ihsan
XII/490 no 5676, XIV/351 no 6440),)

Dalam buku Syamail karya At-Thirmidzi, Dan memerah susu kambingnya


(Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di As-Shahihah 671)

Berkata Ibnu Hajar, Hadits ini menganjurkan untuk bersikap rendah diri dan
meninggalkan kesombongan serta seorang suami yang membantu istrinya. (Fathul
Bari II/163)

Hal ini tidak sebagaimana yang kita lihat pada sebagian suami yang merasa terhina
jika melakukan hal-hal seperti ini, merasa rendah jika membantu istrinya mencuci,
meneyelesaikan beberapa urusan rumah tangga, apalagi jika mereka adalah para
suami berjas (alias kantoran). Maka seakan-akan pekerjaan seperti ini tidak pantas
mereka kerjakan. Atau mereka merasa ini hanyalah tugas ibu-ibu dan para suami
tidak pantas dan tidak layak untuk melakukannya.

Berikut ini beberapa kisah yang menunjukan tawadunya Rasulullah SAW


dihadapan istri-istrinya

Dari Anas bin Malik berkata, Suatu saat Nabi SAW di tempat salah seorang
istrinya maka salah seorang istri beliau (yang lain) mengirim sepiring
makanan. Maka istri beliau yang beliau sedang dirumahnyapun memukul
tangan pembantu sehingga jatuhlah piring dan pecah (sehingga makanan
berhamburan). Lalu Nabi SAW mengumpulkan pecahan piring tersebut dan
mengumpulkan makanan yang tadinya di piring, beliau berkata, Ibu
kalian cemburu. (HR Al-Bukhari V/2003 no 4927)

AKHLAK RASULULLAH SAW, MENOLAK KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN.

Rasulullah SAW adalah sosok pribadi yang dalam prilaku kesehariannya selalu
mencerminkan akhlakul karimah.
Berikut ini adalah realitas kehidupan Rasulullah yang dapat menjadi renungan kita
semua dan dapat kita jadikan sebagai suri tauladan

Tatkala seorang pandir Quraisy mencegat rasulullah di tengah jalan, lalu


menyiramkan tanah di atas kepala beliau. Muhammad SAW diam menahan pedih.
kemudian pulang ke rumah dengan tanah yang masih menempel di kepala.
Fatimah, putrinya, kemudian datang mencucikan tanah di kepala ayahnya itu. Ia
membersihkannya sambil menangis. Tak ada yang lebih pilu rasanya dalam hati
seorang ayah daripada mendengar tangis sang anak. Lebih-lebih anak perempuan.

Setitik air mata kepedihan yang mengalir dari kelopak mata seorang putri adalah
sepercik api yang membakar jantung. Beliau pun tak kuasa menahan getir, lalu
menangis tersedu-sedu di sisi sang putri. Juga, secercah duka yang menyelinap ke
dalam hati adalah rintihan jiwa yang terasa mencekik leher, dan hampir pula
menyuluti emosinya untuk membalas. Tetapi Rasul Muhammad adalah seorang
yang sabar dan pemaaf. lalu, apakah yang beliau lakukan dengan tangis putrinya
yang baru saja kehilangan sang ibu tercinta itu?

Rasulullah Muhammad SAW hanya bisa menghadapkan jiwanya kepada Allah,


seraya memohon dikuatkan batinnya untuk menerima perlakuan keji itu. Jangan
menangis anakku ucap sang ayah kepada putrinya yang sedang berlinang air mata
itu. Tuhan akan melindungi ayahmu.

Inilah akhlak cantik yang telah diperlihatkan oleh Rasul kepada kita semua,
menolak kejahatan dengan kebaikan meskipun ajaran agama memberikan
kesempatan pada rasul yang telah diperlakukan secara tidak manusiawi (dzalim)
untuk mengadakan perlawanan demi membela diri, bahkan, apabila mau bisa
membalas . namun rasulullah memilih sabar dan memaafkan perbuatan keji
tersebut.

Sungguh, membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama, tidak dikenakan


sanksi dosa, karena dosa itu hanya berlaku bagi orang-orang yang berbuat aniaya
(dzalim) tanpa berpijak pada logika kebenaran, namun agama lebih mengutamakan
sikap sabar dan saling memaafkan ketimbang sikap saling membalas dan saling
memusuhi.Kejahatan hendak dibalas dengan kejahatan, tentulah bukan sebuah
pilihan yang baik bagi responsibiliti moral sebuah agama.

Dan, kalau kamu hendak melakukan pembalasan, balaslah seperti yang


mereka lakukan kepadamu. Tetapi, kalau kamu bersabar, maka
kesabaranmu itu lebih baik bagimu. Dan hendaklah kamu tabahkan
hatimu, karena berpegang kepada pertolongan Allah. Janganlah kamu
bersedih hati terhadap perbuatan mereka. Jangan pula engkau bersesak
dada terhadap apa yang mereka rencanakan. (QS. Al-Nahl: 126-127).

Rasulullah SAW benci kepada orang yang berdiri menghormatinya


Dari Anas bin Malik t berkata :

Tak seorangpun yang mereka cintai lebih dari cinta kepada Rasulullah
SAW tapi jika mereka melihat Rasululloh tidak berdiri menghormati beliau
karena mereka tahu bahwa beliau benci kepada hal yang yang serupa.
(HR. Ahmad dan Turmudzi).

Sejarah tak akan mampu mengingkari betapa indahnya akhlak dan budi pekerti
Rasulullah tercinta, Sayyidina Muhammad SAW hingga salah seorang isteri beliau,
Sayyidatina Aisyah Rodhiyallahuanha mengatakan bahawa akhlak Rasulullah
adalah Al-Quran.

Tidak satu perkataan Rasulullah merupakan implementasi dari hawa nafsu beliau,
melainkan adalah berasal dari wahyu ilahi. Begitu halus dan lembutnya perilaku
seharian beliau. Rasulullah SAW adalah sosok yang mandiri dengan sifat tawadhu
yang tiada tandingnya.

Beliau pernah menjahit sendiri pakaiannya yang koyak tanpa harus menyuruh
isterinya. Dalam berkeluarga, beliau adalah seorang yang ringan tangan dan tidak
segan-segan untuk membantu pekerjaan istrinya di dapur.

Selain itu dikisahkan bahwa beliau tiada merasa canggung makan disamping
seorang tua yang penuh kudis, kotor lagi miskin. Beliau adalah seorang yang paling
sabar dimana ketika itu pernah kain beliau ditarik oleh seorang badui hingga
membekas merah dilehernya, namun beliau hanya diam dan tidak marah.

Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa ketika beliau mengimami shalat berjemaah,
para sahabat mendapati seolah-olah setiap kali beliau berpindah rukun terasa susah
sekali dan terdengar bunyi yang aneh. Selepas shalat, salah seorang sahabat,
Sayyidina Umar bin Khatthab bertanya,

Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah baginda menanggung


penderitaan yang amat berat. Sedang sakitkah engkau ya Rasulullah?
Tidak ya Umar. Alhamdulillah aku sehat dan segar. Jawab Rasulullah. Ya
Rasulullah, mengapa setiap kali Baginda menggerakkan tubuh, kami
mendengar seolah-olah sendi-sendi tubuh baginda saling bergesekkan?
Kami yakin baginda sedang sakit. Desak Sayyidina Umar penuh cemas.

Akhirnya, Rasulullah pun mengangkat jubahnya. Para sahabatpun terkejut


ketika mendapati perut Rasulullah SAW yang kempis tengah di lilit oleh
sehelai kain yang berisi batu kerikil sebagai penahan rasa lapar.

Ternyata, batu-batu kerikil itulah yang menimbulkan bunyi aneh setiap kali tubuh
Rasulullah SAW bergerak.

Para sahabatpun berkata, Ya Rasulullah, adakah bila baginda menyatakan


lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya untuk
tuan?. Baginda Rasulullah pun menjawab dengan lembut, Tidak para
sahabatku. Aku tahu, apapun akan kalian korbankan demi Rasulmu.
Tetapi, apa jawabanku nanti dihadapan Allah, apabila aku sebagai
pemimpin, menjadi beban bagi umatnya? Biarlah rasa lapar ini sebagai
hadiah dari Allah buatku, agar kelak umatku tak ada yang kelaparan di
dunia ini, lebih-lebih di akhirat nanti.

Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa ketika beliau mengimami shalat berjemaah,
para sahabat mendapati seolah-olah setiap kali beliau berpindah rukun terasa susah
sekali dan terdengar bunyi yang aneh. Selepas shalat, salah seorang sahabat,
Sayyidina Umar bin Khatthab bertanya,

Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah baginda menanggung


penderitaan yang amat berat. Sedang sakitkah engkau ya Rasulullah?
Tidak ya Umar. Alhamdulillah aku sehat dan segar. Jawab Rasulullah. Ya
Rasulullah, mengapa setiap kali Baginda menggerakkan tubuh, kami
mendengar seolah-olah sendi-sendi tubuh baginda saling bergesekkan?
Kami yakin baginda sedang sakit. Desak Sayyidina Umar penuh cemas.

Akhirnya, Rasulullah pun mengangkat jubahnya. Para sahabatpun terkejut


ketika mendapati perut Rasulullah SAW yang kempis tengah di lilit oleh
sehelai kain yang berisi batu kerikil sebagai penahan rasa lapar.

Ternyata, batu-batu kerikil itulah yang menimbulkan bunyi aneh setiap kali tubuh
Rasulullah SAW bergerak.

Para sahabatpun berkata, Ya Rasulullah, adakah bila baginda menyatakan


lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya untuk
tuan?. Baginda Rasulullah pun menjawab dengan lembut, Tidak para
sahabatku. Aku tahu, apapun akan kalian korbankan demi Rasulmu.
Tetapi, apa jawabanku nanti dihadapan Allah, apabila aku sebagai
pemimpin, menjadi beban bagi umatnya? Biarlah rasa lapar ini sebagai
hadiah dari Allah buatku, agar kelak umatku tak ada yang kelaparan di
dunia ini, lebih-lebih di akhirat nanti.

Diriwayatkan oleh Yakub bin al-Fasawy dari Hassan bin Ali r.a, dia berkata, Pernah
aku tanyakan kepada bapa saudaraku yang bernama Hindun bin Abi Haala
kerana dia adalah seorang yang pandai sekali dalam menyifatkan tentang
peribadi Rasulullah SAW, dan aku sangat senang sekali mendengarkan
sifat Rasulullah SAW untuk aku jadikan bahan ingatan.

Maka katanya, Rasulullah SAW adalah agung dan diagungkan, wajahnya berkilauan
bagaikan bulan purnama, tingginya cukup (tidak pendek dan tidak jangkung),
dadanya lebar (bidang), rambutnya selalu rapi dan terbelah di tengahnya,
rambutnya panjang sampai pada hujung telinganya, dan berambut banyak,
mukanya bergabung menjadi satu, di antara kedua alisnya ada urat yang dapat
dilihat pada waktu Baginda sedang marah, hidungnya membungkuk di tengahnya
dan kecil lubangnya, nampak sekali padanya cahaya, sehingga orang yang
memperhatikannya mengira hidung Baginda itu tinggi (mancung).

Janggutnya (jambang) lebat, bola matanya sangat hitam sekali, kedua pipinya
lembut (halus), mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang, pada dadanya
tumbuh bulu halus, lehernya indah seperti berkilauan saja, bentuknya sedang, agak
gemuk dan gesit (lincah), antara perut dan dadanya sama (tegak), dadanya lebar,
di antara dua bahunya melebar, tulangnya besar, kulitnya bersih, antara dada
sampai ke pusarnya ditumbuhi bulu halus seperti garis, pada kedua teteknya dan
pada perutnya tidak ada bulu, sedangkan pada kedua hastanya dan kedua bahunya
dan pada dadanya ditumbuhi bulu, lengannya panjang, telapaknya lebar, halus
tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang
hujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak terkena tanah apabila Baginda sedang
berjalan, kedua telapak kakinya lembut (licin) tidak ada lipatan dan kerutan.

Apabila berjalan derapan kakinya itu terangkat tinggi seolah-olah air yang sedang
jatuh (jalannya ringan, kakinya terangkat, tetapi tidak seperti jalannya orang yang
sombong), jalannya tunduk dan menunjukkan kehebatan, apabila berjalan, maka
jalannya agak cepat bagaikan dia turun dari tempat yang tinggi, apabila menoleh,
Baginda menolehkan seluruh badannya, matanya selalu tertunduk ke bawah, dan
pandangannya sentiasa memperhatikan sesuatu dengan bersungguh-sungguh,
selalu berjalan dengan para sahabatnya, dan selalu memulai dengan salam apabila
Baginda berjumpa dengan
sesiapa pun.

KEBIASAAN RASULULLAH SAW

Kataku selanjutnya, Terangkanlah kepadaku tentang kebiasaannya. Maka


katanya,

Keadaan pribadi Rasulullah SAW itu biasanya tampak selalu kelihatan


seolah-olah selalu berfikir, tidak pernah mengecap istirahat walau sedikit
pun, tidak berbicara kecuali hanya apabila perlu, senantiasa diam, selalu
memulai berbicara dan menutupnya dengan sepenuh mulutnya (jelas),
apabila sedang berbicara Baginda selalu memakai kalimat-kalimat yang
banyak artinya (bijaksana), pembicaraannya itu jelas tanpa berlebihan
ataupun kurang, lemah lembut budi pekertinya, tidak kasar, tetapi
bukannya rendah, selalu mengagungkan nikmat Allah SAWWT walaupun
yang sekecil-kecilnya dan tidak pernah mencela-Nya sedikit pun.

RASULULLAH SAW APABILA DI LUAR

Kata Hassan selanjutnya, Kemudian aku tanyakan kepada ayahku


bagaimanakah keadaan Rasulullah SAW apabila berada di luar.
Maka jawabnya, Rasulullah SAW sentiasa menjaga lidahnya kecuali hanya
untuk berbicara seperlunya, apabila berbicara senantiasa berbicara
dengan halus (lemah-lembut) dan tidak pernah berbicara dengan kasar
terhadap mereka, dan senantiasa memuliakan terhadap orang yang
terpandang (berkedudukan) dan memperingatkan orang jangan sampai
ada yang bertindak menyinggung perasaannya dan perbuatannya.
Kebiasaan Baginda selalu menanyakan keadaan sahabat-sahabatnya, dan
Baginda selalu memuji segala sesuatu yang baik dan membenci segala
sesuatu yang buruk.

Segala urusannya itu dibuatnya sebaik mungkin. Tidak pernah Baginda


lalai atau malas, demi menjaga jangan sampai mereka melalaikan dan
meremehkan. Segala sesuatu dipersiapkannya terlebih dahulu, dan tidak
pernah akan meremehkan (mengecilkan) kebenaran. Orang yang paling
terpandang menurut Rasulullah SAW ialah mereka yang paling baik
kelakuannya, orang yang paling mulia ialah mereka yang paling banyak
bernasihat (memberikan petunjuk) kepada orang lain, dan orang yang
paling tinggi sekali kedudukannya ialah orang yang selalu ramah-tamah
dan yang paling banyak menolong orang lain..

Kata Hasan, Kemudian aku tanyakan tentang duduknya Rasulullah SAW.

Jawabnya,
Kebiasaan Rasulullah SAW tidak pernah duduk ataupun berdiri melainkan
dengan berzikir, tidak pernah menguasai tempat duduk dan Baginda
melarang seseorang untuk menguasai tempat duduk, dan apabila Baginda
sampai pada tempat orang yang sedang berkumpul maka Baginda duduk
di mana ada tempat terluang (tidak pernah mengusir orang lain dari
tempat duduknya) dan Baginda juga menyuruh berbuat seperti itu.

Baginda selalu memberikan kepuasan bagi sesiapa saja yang duduk


bersama Baginda, sehingga jangan sampai ada orang yang merasa
bahawa orang lain dimuliakan oleh Baginda lebih daripadanya. Apabila
ada yang duduk di majlisnya, Baginda selalu bersabar sampai orang itu
yang akan bangkit terlebih dahulu (tidak pernah mengusir teman
duduknya).

Dan apabila ada yang meminta pada Baginda sesuatu hajat maka Baginda
selalu memenuhi permintaan orang itu, atau apabila tidak dapat
memenuhinya Baginda selalu berkata kepada orang itu dengan perkataan
yang baik. Semua orang selalu puas dengan budi pekerti Baginda
sehingga mereka selalu dianggap sebagai anak Baginda dalam kebenaran
dengan tidak ada perbezaan sekikit pun di antara mereka dalam
pandangan Baginda.
Kemudian majlis Baginda itu adalah tempatnya orang yang ramah-tamah,
malu, orang sabar dan menjaga amanah, tidak pernah di majlisnya itu ada
yang mengeraskan suaranya, di majlisnya itu tidak akan ada yang
mencela seseorang jelek dan tidak akan ada yang menyiarkan kejahatan
orang lain. Di majlisnya itu mereka selalu sama rata, yang dilebihkan
hanya ketakwaan saja, mereka saling berlaku rendah diri (bertawadhu)
sesama mereka, yang tua selalu dihormati dan yang muda selalu
disayangi, sedangkan orang yang punya hajat lebih diutamakan
(didahulukan) dan orang-orang asing (ghorib) selalu dimuliakan dan dijaga
perasaannya.

RASULULLAH SAW DI TENGAH PARA SAHABAT

Kata Hassan, Maka aku tanyakan tentang keadaannya apabila Baginda


sedang berada di tengah-tengah para sahabatnya.

Jawabnya, Rasulullah SAW sentiasa periang (gembira), budi pekertinya


baik, sentiasa ramah-tamah, tidak kasar maupun bengis terhadap
seseorang, tidak suka berteriak-teriak, tidak suka perbuatan yang keji,
tidak suka mencaci, dan tidak suka bergurau (olok-olokan), selalu
melupakan apa yang tidak disukainya, dan tidak pernah menolak
permintaan seseorang yang meminta.

Beliau meninggalkan tiga macam perbuatan :


Beliau tidak mau mencela seseorang atau menjelekkannya, dan tidak
pernah mencari-cari kesalahan seseorang, dan tidak akan berbicara
kecuali yang baik saja (yang bermanfaat).

Namun apabila Baginda sedang berbicara maka pembicaraannya itu akan membuat
orang
yang ada di sisinya menjadi tunduk, seolah-olah di atas kepala mereka itu ada
burung yang hinggap. Apabila Baginda sedang berbicara maka yang lain diam
mendengarkan, namun apabila diam maka yang lain berbicara, tidak ada yang
berani di majlisnya untuk memutuskan pembicaraan Beliau.

Beliau sentiasa ikut tersenyum apabila sahabatnya tersenyum (tertawa), dan ikut
juga takjub (hairan) apabila mereka itu merasa takjub pada sesuatu, dan Baginda
sentiasa bersabar apabila menghadapi seorang baru (asing) yang atau dalam
permintaannya sebagaimana sering terjadi.

Beliau bersabda, Apabila kamu melihat ada orang yang berhajat maka tolonglah
orang itu, dan Baginda tidak mahu menerima pujian orang lain kecuali dengan
sepantasnya, dan Baginda tidak pernah memotong pembicaraan orang lain sampai
orang itu sendiri yang berhenti dan berdiri meninggalkannya.

RASULULLAH SAW APABILA DIAM


Kata Hassan, Selanjutnya aku tanyakan padanya bagaimanakah peribadi
Rasulullah SAW apabila Baginda diam.

Jawabnya,

Diamnya Rassulullah SAW terbagi dalam empat keadaan : diam karena berlaku
santun, diam karenaa selalu berhati-hati, diam untuk mempertimbangkan sesuatu
dan diam karena sedang berfikir.

Adapun pertimbangannya berlaku untuk mempertimbangkan pendapat orang lain


serta mendengarkan pembicaraan orang lain, sedangkan pemikirannya selalu
tertuju pada segala sesuatu yang akan kekal dan sesuatu yang akan lenyap.

Pribadi Rasulullah sAW sentiasa berlaku santun dan sabar dan Baginda tidak pernah
membuat kemarahan seseorang dan tidak pernah membuat seseorang
membencinya, dan Baginda sentiasa berlaku hati-hati dalam segala perkara; selalu
suka pada kebaikan, dan berbuat sekuat tenaga untuk kepentingan dan demi
kebaikan mereka itu baik di dunia mahupun kelak di akhirat.

Rasulullah SAW adalah suri teladan kita. Beliau dijuluki sebagai The Living
Quran (Alquran hidup). Dan ini diperkuat oleh pernyataan Aisyah RA,
Akhlak beliau (Rasulullah) adalah Alquran. (HR Abu Dawud dan Muslim).

Sejak kecil Nabi Muhammad SAW hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan.
Rumah beliau di samping sebelah timur Masjid Nabawi, sangat kecil. Atapnya
rendah terbuat dari rumbia kurma yang bisa disentuh tangan karena pendeknya.

Di dalam rumah beliau nyaris tak ada perabot. Yang tampak hanya tempat minum
beliau yang terbuat dari kayu keras yang dipatri dengan besi dan sebuah baju besi
yang biasa dipakai beliau ketika berperang. Baju besi inipun konon menjelang Nabi
SAW wafat digadaikan kepada seorang Yahudi. Tempat tidur beliau selembar tikar
dari anyaman pelepah kurma.

Pernah seorang sahabat menawarkan tempat tidur yang lebih layak bagi seorang
Rasul Allah. Namun, beliau menjawab, Apalah artinya dunia bagiku bukankah
engkau rela mereka memperoleh dunia sedangkan kita memperoleh akhirat?
Begitulah gambaran kesederhanaan beliau yang tidak butuh dunia dan tidak silau
dengan gemerlapnya harta.

Rasulullah SAW juga sangat rendah hati. Walau seorang pemimpin agung, beliau
tidak mau disanjung dan dihormati serta dielu-elukan. Anas bin Malik RA berkata,
Para sahabat yang mau berdiri menyambut kehadiran Rasulullah, tidak
jadi berdiri, ketika tahu bahwa Rasulullah tidak mau dihormati seperti
itu. (HR Ahmad).

Walau beliau sibuk dengan pekerjaannya, tapi jika mendengar azan, beliau segera
ke masjid. Belum pernah Rasulullah shalat di rumah kecuali shalat sunah. Sifat
Rasulullah yang lain ialah mudah berkomunikasi dengan siapa pun, berlaku sopan,
lemah lembut, sabar, tidak pernah marah walau disakiti, namun wajah beliau akan
berubah merah padam bila melihat kemungkaran atau hak-hak Allah diinjak-injak
dan dihina.

Sehingga, tidaklah berlebihan kalau Allah sendiri memujinya, Sesungguhnya


telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah. (QS Al Ahzab [33]: 21).

AKHLAK RASULULLAH DIUNDANG MAKAN SEORANG BUDAK

Dan Rasulullah SAW tidak pernah mau mengecewakan orang lain, sebagaimana
diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa seorang wanita ( Barirah RA) seorang
budak wanita miskin dari Afrika, ia mengundang Rasul SAW karena diberi makanan
oleh salah seorang sahabat makanan yang sangat enak, maka ia tidak berani
memakannya karena sudah lama ingin mengundang Rasul SAW tapi malu tidak
punya apa-apa.

Maka ketika datang makanan enak sebelum ia ingin mencicipinya, seumur hidup dia
belum mencicipinya dia teringat kepada Rasul SAW, aku ingin Rasul datang
mumpung ada makanan yang enak padahal seumur hidup dia belum mencicipi
makanan itu.

Barirah yang susah ini pun datang mengundang Rasul SAW ke rumahnya, maka
Rasul SAW datang bersama para sahabat untuk menyenangkan Barirah RA seorang
budak wanita yang miskin, Rasul saw tidak ingin mengecewakan orang lain maka
datang Sang Nabi bersama para sahabat, para sahabat melihat makanan yang
sangat enak dan mahal tidak mungkin Barirah membelinya sendiri, maka berkata
para sahabat :

Yaa Rasulallah barangkali ini adalah makanan zakat, sedangkan engkau tidak
boleh memakan zakat dan shadaqah , kalau bukan makanan zakat ya makanan
shadaqah, tentunya kau tidak boleh memakannya

Berubahlah hati Barirah dalam kekecewaan, hancur hatinya dengan ucapan itu
walau ucapan itu benar Rasul SAW tidak boleh memakan shadaqah dan zakat,
namun ia tidak teringat akan hal itu karena memang ia di sedekahi makanan ini,
hancur perasaan Barirah RA dan bingung juga risau dan takut serta kecewa dan
bingung karena sudah mengundang Rasul SAW untuk makan makanan yang
diharamkan pada Rasulullah SAW.

Namun bagaimana manusia yang paling indah budi pekertinya dan bijaksana, maka
Rasul SAW berkata : Makanan ini betul shadaqah untuk Barirah dan sudah
menjadi milik Barirah, Barirah menghadiahkan kepadaku maka aku boleh
memakannya , dan Rasul SAW pun memakannya.
Demikianlah jiwa yang paling indah tidak ingin mengecewakan para fuqara, itu
makanan sedekah betul untuk Barirah tapi sudah menjadi milik Barirah dan Barirah
tidak menyedekahkannya padaku ( Rasulullah SAW ) tapi menghadiahkannya
kepadaku demikian indahnya Sayyidina Muhammad SAW,

Dalam suatu peperangan

Seorang musuh ( Dathur ) dapat menghampiri Rasulullah yang sedang beristirahat.


Dengan pedang terhunus musuh berkata, Siapa lagi yang dapat menyelamatkan
engkau?

Dengan tenang Rasulullah menjawab, ALLAH!

Tiba-tiba pedang terlepas dari tangannya, sebagai satu mukjizat ALLAH pada
Rasulullah. Maka Rasulullah pun mengambil pedang itu dan mengangkatnya ke
hadapan musuh dan bertanya,

Siapa pula yang dapat menyelamatkan kamu sekarang?


Tiada siapa-siapa lagi jawabnya.
Lantas nabi pun memaafkannya. Sehingga karena itu orang tersebut berkata pada
kawan-kawannya, Aku baru kembali dari berjumpa sebaik-baik manusia.

Jika dinilai bahwa Rasulullah s.a.w. adalah sempurna di dalam kedua bentuk sifat
akhlak melalui pembuktian di atas, maka melalui itu dibuktikan juga keluhuran
akhlak para Nabi-nabi lainnya dan dengan demikian telah meneguhkan Kenabian
mereka, kitab-kitab yang mereka bawa serta kenyataan bahwa mereka semua
adalah kekasih Allah SWT.

Rasulullah dan Pengemis Buta

Di sebuah sudut Kota Madinah, selalu mangkal seorang pengemis Yahudi buta.
Setiap orang yang mendekati, ia selalu berkata, Wahai Saudaraku, jangan engkau
dekati Muhammad yang mengaku sebagai Rasul itu. Dia gila, pembohong, dan
tukang sihir. Jika kamu mendekatinya, dia akan memengaruhimu.

Walau begitu busuk hati dan perbuatan pengemis itu, setiap pagi Rasulullah selalu
membawakan makanan untuknya. Tanpa berkata, beliau menyuapi pengemis itu.
Rasulullah melakukan hal ini hingga wafat.

Ketika Abu Bakar berkunjung ke rumah Aisyah, beliau bertanya, Wahai anakku,
adakah sunah Rasulullah yang belum aku kerjakan? Aisyah menjawab, Wahai
ayah, engkau ahli sunah, hampir tidak ada sunah yang belum ayah lakukan, kecuali
setiap pagi Rasulullah pergi ke ujung pasar dengan membawa makanan untuk
seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana.
Keesokan harinya Abu Bakar pergi ke sudut pasar dengan membawa makanan. Abu
Bakar memberikan makanan kepada sang pengemis. Ketika mulai menyuapi,
pengemis marah sambil berteriak, Siapa kamu? Abu Bakar menjawab, Aku orang
yang biasa. Pengemis membantah, Engkau bukan orang yang biasa datang.
Apabila orang itu datang, tanganku tidak susah memegang dan mulutku tidak akan
susah mengunyah. Orang itu selalu menghaluskan makanan terlebih dahulu
sebelum menyuapkannya kepadaku.
Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya. Ia menangis sambil berkata jujur,
Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku sahabatnya. Orang
mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis
Yahudi itu mendengar cerita Abu Bakar, ia menangis dan berkata, Benarkah
demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, tapi ia tidak pernah
memarahiku sedikit pun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi.
Ia begitu mulia. Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya masuk Islam dan
bersyahadat di hadapan Abu Bakar.

Itulah salah satu bentuk keagungan seorang Muhammad. Kebaikannya dan


ketinggian akhlaknya tidak terbendung oleh kebencian dan cercaan. Bahkan, beda
keyakinan yang notabene merupakan hal yang paling esensial, menjadi lebur di
hadapan keluhuran hatinya. Ini sebuah cermin dan teladan yang sangat dibutuhkan
ketika saling pengertian, toleransi, dan objektivitas menjadi barang mahal.

AKHLAK RASULULLAH TERHADAP ANAK YATIM

Fajar 1 Syawal menyingsing, menandai berakhirnya bulan penuh kemuliaan.


Senyum kemenangan terukir di wajah-wajah perindu Ramadhan, sambil berharap
kembali meniti Ramadhan di tahun depan. Satu persatu kaki-kaki melangkah
menuju tanah lapang, menyeru nama Allah lewat takbir, hingga langit pun bersaksi,
di hari itu segenap mata tak kuasa membendung airmata keharuan saat berlebaran.
Sementara itu, langkah sepasang kaki terhenti oleh sesegukan gadis kecil di tepi
jalan.

Gerangan apakah yang membuat engkau menangis anakku? lembut menyapa


suara itu menahan beberapa detik segukan sang gadis.

Tak menoleh gadis kecil itu ke arah suara yang menyapanya, matanya masih
menerawang tak menentu seperti mencari sesosok yang amat ia rindui
kehadirannya di hari bahagia itu. Ternyata, ia menangis lantaran tak memiliki baju
yang bagus untuk merayakan hari kemenangan.

Ayahku mati syahid dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah, tutur gadis
kecil itu menjawab tanya lelaki di hadapannya tentang Ayahnya.
Seketika, lelaki itu mendekap gadis kecil itu. Maukah engkau, seandainya Aisyah
menjadi ibumu, Muhammad Ayahmu, Fatimah bibimu, Ali sebagai pamanmu, dan
Hasan serta Husain menjadi saudaramu? Sadarlah gadis itu bahwa lelaki yang
sejak tadi berdiri di hadapannya tak lain Muhammad Rasulullah SAW, Nabi anak
yatim yang senantiasa memuliakan anak yatim. Siapakah yang tak ingin
berayahkan lelaki paling mulia, dan beribu seorang Ummul Mukminin?

Begitulah lelaki agung itu membuat seorang gadis kecil yang bersedih di hari raya
kembali tersenyum. Barangkali, itu senyum terindah yang pernah tercipta dari
seorang anak yatim, yang diukir oleh Nabi anak yatim. Rasulullah membawa serta
gadis itu ke rumahnya untuk diberikan pakaian bagus, terbasuhlah sudah airmata.
Lelaki agung itu, shalawat dan salam baginya.

Sumamah adalah tokoh Hunaifiyah yang banyak membunuh para pemeluk agama
Islam. Namun pada akhirnya, ia tertangkap dan menjadi tawanan pihak muslim.
Tawanan itu pun diajukan ke hadapan Rasulullah. Segera setelah melihat Sumamah,
beliau memerintahkan para sahabat di sekelilingnya agar memperlakukannya
dengan baik. Sumamah sangat rakus bila makan, bahkan bisa melahap jatah
makanan sepuluh orang sekaligus tanpa merasa bersalah.

Setiap kali bertemu Nabi ia selalu mengatakan, Muhammad! Aku telah membunuh
orang-orangmu. Jika kamu ingin membalas dendam, bunuh saja aku! Namun jika
kamu menginginkan tebusan, aku siap membayar sebanyak yang kamu inginkan.

Rasulullah hanya mendengarkan ucapannya dan tidak mengucapkan sepatah kata


pun. Beberapa hari kemudian Rasulullah membebaskan Sumamah pergi. Setelah
melangkah beberapa jauh, Sumamah berhenti di bawah sebuah pohon. Ia selalu
berpikir, berpikir, dan berpikir. Kemudian ia duduk di atas pasir dan masih tetap
tidak habis pikir. Setelah beberapa lama ia bangkit, lalu mandi, dan mengambil air
wudlu, kemudian kembali menuju rumah Rasulullah. Dalam perjalanan menuju
rumah Rasulullah ia menyatakan masuk Islam.

Sumamah menghabiskan beberapa hari bersama Rasulullah dan kemudian pergi ke


Mekah untuk mengunjungi Kabah. Sesampainya di sana, Sumamah menyatakan
dengan suara lantang, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Saat itu Mekah masih berada di bawah kekuasaan Quraisy. Orang-orang


menghampirinya dan mengepung. Pedang sudah terayun-ayun mengintai kepala
dan lehernya. Salah seorang dari kerumunan itu berkata, Jangan bunuh dia! Jangan
bunuh dia! Dia adalah penduduk Imamah. Tanpa suplai makanan dari Imamah kita
tidak akan hidup.

Sumamah menimpali, Tetapi itu saja tidak cukup! Kalian telah sering menyiksa
Muhammad. Pergilah kalian menemuinya dan minta maaflah pada beliau dan
berdamailah dengannya! Kalau tidak, maka aku tidak akan mengizinkan satu biji
gandum pun dari Imamah masuk ke Mekah.
Sumamah kembali ke kampung halamannya dan ia benar-benar menghentikan
suplai gandum ke Mekah. Bahaya kelaparan mengancam peduduk Mekah. Para
penduduk Mekah mengajukan permohonan kepada Rasulullah, Wahai Muhammad!
Engkau memerintahkan agar berbuat baik kepada kerabat dan tetangga. Kami
adalah kerabat saudaramu, akankah engkau membiarkan kami mati kelaparan
dengan cara seperti ini?

Seketika itu pula Rasulullah menulis surat kepada Sumamah, memintanya untuk
mencabut larangan suplai gandum ke Mekah. Sumamah dengan rela hati mematuhi
perintah tersebut. Penduduk Mekah pun selamat dari bahaya kelaparan. Seperti
yang sudah-sudah, setelah mereka kembali menerima suplai gandum, mereka mulai
mempersiapkan rencana busuk untuk menyingkirkan Rasulullah.

***
Mengapa Sumamah masuk Islam? Sumamah masuk Islam karena ia mendapat
perlakuan baik dari Rasulullah dan para sahabat. Padahal, saat itu Rasulullah punya
kuasa untuk menghabisi nyawa Sumamah, baik dengan tangannya sendiri maupun
melalui para sahabat. Kalaupun Sumamah dibunuh, wajar karena ia telah
membunuh banyak orang dari kaum Muslim.

Namun, mengapa Rasulullah tidak berbalas dendam kepada Sumamah atas


banyaknya korban nyawa kaum Muslim? Di sinilah letak keluhuran budi Rasulullah.
Untuk menjinakkan hati seseorang, Rasulullah tidak dendam dengan melakukan
tindak kekerasan yang samaseperti yang pernah dilakukan oleh Sumamah
terhadap kaum Muslim. Rasulullah justru menunjukkan sikap baiknya dengan
memberi makanseperti yang disukai Sumamah. Karena telah menaruh simpati
yang dalam terhadap Rasulullah, ia masuk Islam dan ia memenuhi permintaan
Rasululah Saw untuk mencabut larangan suplai gandum bagi penduduk Mekah.

Keluhuran budi Rasulullah Saw. tak diragukan lagi, baik terhadap kawan maupun
lawan. Beliau adalah sosok ideal yang layak kita tiru, tidak terkecuali dalam
dakwah. Dengan sikap lembutnya, beliau mampu menyuguhkan dakwah memikat.
Sejarah telah membuktikan kepada kita betapa Rasulullah Saw selalu berhasil
menaklukkan lawan bicara dan akhirnya mereka tertarik serta masuk Islam dengan
penuh kesadaran. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad Saw. dapat kita rasakan
hingga hari ini di mana Islam mampu menembus pelosok dunia yang semakin
mengglobal.

Di antara akhlak Rasulullah terhadap Allah SWT, Aisyah menceritakan: Suatu


ketika ditengah malam Aisyah merasa kehilangan Rasulullah ditempat
tidurnya, setelah diraba-raba, tidak ditemukan, ternyata dijumpainya
beliau sedang shalat. Usai shalat, Aisyah bertanya: Ya Rasulullah Anda
adalah orang yang sudah dijamin oleh Allah dengan surgaNya, Anda juga
mashum (terjaga dari dosa), diampuni oleh Allah, namun kenapa anda
terus melakukan shalat sampai nyaris, kaki anda bengkak? Beliau
menjawab: afala uhibba, an akuuna abadan syakuuraa (apakah aku tidak
senang, kalau aku berpredikat sebagai hamba Allah yang pandai
bersyukur?).

Jadi, cara bersyukur Rasulullah adalah dengan mengabdi dan beribadah kepada
Allah dengan sebanyak-banyaknya. Lalu bagaimana dengan kita, yang dosanya
senantiasa bertambah, sementara jaminan surga juga tidak ada?

Ibnu Umar juga pernah menanyakan kepada Aisyah: Ya Aisyah! beritahukan


kepadaku hal-hal yang menakjubkan pada diri Rasullulah SAW yang
pernah engkau saksikan. Aisyah sambil menangis menjawab: Kullu amrihi
kaana ajaban (semua urusan Rasulullah, semua hal ikhwal beliau sangat
mengagumkan). Suatu malam aku mendatangi beliau karena memang malam itu
giliranku. Aku menjumpai beliau, kulitku besentuhan dengan kulit beliau, kemudian
beliau bekata: Dzarinii ataabbadu lirobbi azza wajalla (biarkan aku beribadah
kepada Tuhanku yang Maha perkasa. Aisyah pun berkata: walloohi inii uhibbu
an tabudalloh (sungguh demi Allah aku senang melihat engkau
mendekatkan diri kepada Allah untuk beribadah).

Selanjutnya diceritakan, Rasulullah pun kemudian turun mengambil air wudlu,


mempergunakan air secukupnya. Menjelang subuh dia bangkit untuk menunaikan
shalat qoblal fajar, beliau menangis sehingga dagunya basah, ketika sujud
beliaupun menangis sehingga tempat sujudnya basah.

Lalu beliau berbaring menunggu waktu subuh, beliau tetap menangis, sampai bilal,
sang muadzin datang memberitahukan bahwa waktu subuh telah datang. Kemudian
bilal melihat wajah Rasulullah bengkak, sembab.

Dan bilal pun bertanya: wahai baginda Rasul, mengapa anda menangis? Bukankah
Allah telah mengampuni segala dosa anda yang dahulu maupun yang akan datang.
Beliau menjawab: Wahai Bilal, celakalah, mengapa aku tidak menangis, padahal
malam ini, Allah telah menurunkan kepadaku firmanNya (surat Ali-Imran ayat: 190)
Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Kemudian Rasulullah
bersabda: sungguh celaka orang yang membacanya tanpa memikirkan
maknanya). Demikian secuil dari akhlak Rasulullah terhadap Allah SWT.

Pada satu hari, hadir di dalam satu majlis makan seorang fakir yang hitam legam
kulitnya. Berkudis badannya. Para sahabat nampaknya kurang senang dan bimbang
kalau-kalau si fakir ini duduk bersebelahan dengan mereka.

Tetapi apa reaksi Rasulullah s.a.w? Baginda bangun dan pegang tangan si fakir,
dipimpin dan dibawa masuk ke dalam majlis dan dibawanya duduk betul-betul
bersebelahan dengan baginda. Maka makanlah baginda dengan si fakir itu
bersama-sama. Begitulah rendah diri dan tawadhuknya baginda terhadap manusia.
Walhal nama baginda diletakkan di sisi nama Allah, selaku manusia yang paling
dikasihi oleh Allah.

Hingga kini nama itu masih disebut dan dilaungkan di seluruh dunia setiap masa
dan ketika. Namun begitu hatinya tetap merasakan dirinya hamba allah yang hina.
Tidak sedikit pun rasa sombong, angkuh dan takabbur. Sebab itu baginda boleh
memegang tangan si fakir yang kotor dan busuk itu untuk duduk bersebelahan
dengan baginda. Itulah akhlak yang menjadi contoh dan tauladan kita.

Rasulullah s.a.w pernah dicaci maki, dihalau dan dilontar dengan batu hingga
mengalir darah meleleh hingga ke kakinya oleh kaum Thaqif di Taif. Mereka itu
marah dengan Rasulullah karena baginda mengajak mereka kepada agama Islam.

Maka berlarilah Rasulullah s.a.w berlindung di sebalik bukit menyembunyikan diri.


Kemudian turunlah malaikat berkata kepada baginda : Wahai kekasih Allah,
katakan apa saja untuk kami lakukan terhadap kaum ini?. Maka Jawab baginda
dengan jawaban yang tidak pernah diduga oleh siapapun. Kata-kata yang lahir
daripada jiwa yang benar-benar mulia lagi suci murni. Inilah akhlak baginda yang
mesti menjadi panutan kita.

Baginda memaafkan kesalahan orang yang menzalimi baginda dengan katanya :


Wahai Tuhan! Berilah petunjuk kepada kaumku karena mereka tidak mengetahui.
Begitulah baiknya Rasulullah s.a.w. Orang yang menyakitinya pun di doakannya

Vous aimerez peut-être aussi