Vous êtes sur la page 1sur 30

A.

Latar Belakang
Masyatakat Jawa yang mayoritas beragama Islam dalam

praktek keagamaan masih diwarnai dengan unsur Kejawen,

sehingga terjadi perpaduan antara ajaran-ajaran islam

dengan upacara-upacara Kejawen. Ritual Wilujeng Sura

menjadi salah satu bagian dari slametan yakni bersih desa

serta menjadi salah satu sarana komunikasi yang baik antar

umat Hindu dan masyarakat Kejawen disana. Nuansa Budaya

Jawa sangat kental terlihat pada acara ritual ini sehingga

walau umat ini hampir 99% beragama Islam tetapi mereka

sangat mencintai budaya leluhurnya melalui acara Wilujeng

Suro yang mempunyai makna spiritual yang adiluhung.


Wilujeng Suro yang dilakukan di Petilasan Kyai I Gusti

Ageng Pamacekan secara rutin ini, memang kental dengan

tradisi Jawa, baik dari segi sarana upacara maupun bentuk

penghormatan lainnya. Dilaksanakan di Petilasan karena

mereka menganggap Kyai I Gusti Ageng Pamacekan yang

mereka sebut dengan Eyang Putro Rsi Pitu adalah cikal

bakal atau Dahyang yang sangat di hormati. Bagi Pengempon

karena ikatan batin penduduk setempat sudah sejak lama ada

sementara Pratisentana Pasek menemukan beliau

1
belakangan, maka sepantasnya mendukung umat yang

menjalankan bakti ini.1


Prosesi wilujeng sura ini mulai dilaksanakan pada 18

Desember 2009 (tepat 1 Muharam/1 Sura) dengan Muludan

yang bermakna bersih desa. Proses ritual ini berjalan

dengan tradisi Jawa dengan sesaji Jawa berujud Bubur

Rampe Sajangkepe dimana wujud persembahan kepada sang

pencipta juga ada yang bermakna Tolak Bala. Acara

menghaturkan sesaji dipimpin oleh Tetua atau sesepuh Dukuh

Pasekan dan didampingi Jero Mangku Pasek serta pangempon

dan umat lainnya dari Bali dan Solo/Karanganyar sekitarnya,

untuk ikut memohonkan kepada Eyang Putro Rsi Pitu.

Sementara itu di Bale Banjar yang msih disekitar Pura Pasek

ketua RW 05 membacakan doa secara Jawa yang sekilas

seperti Puja Mantra Pembersihan dan menyebut Dewa Hindu,

sebagai bukti bahwa yang mereka teruskan walau terbungkus

budaya adalah tradisi Jawa yang berbau Hindu.2


Dalam mencipkan kerukunan dimana atas keberadaan

Pura Pamacekan di lingkungan masyarakat yang bukan etnis

1 Data hasil wawancara di Pura Pasek dengan Engku penjaga Pura, pada
tanggal 27 Maret 2016

2 Ibid

2
Bali dan sebagian besar bukan umat Hindu. Hal ini merupakan

siuasi yang tidak mudah bagi umat Hindu khususnya dari segi

komunikasi, dimana hubungan yang baik agar tetap terjaga.

Dengan adanya Piodalan masyarakat di dukuh Pasekan selalu

diikutkan dalam kegiatan kerja bakti, menjaga parkir, dan

juga berjualan disekitar Petilasan sehingga mereka

merasakan manfaat dari keberadaan Petilasan tersebut.3

Seiring dengan terjadinya interaksi manusia, maka

terjadi pula komunikasi dan penyebaran kebudayaan. Proses

disfusi atau penyebaran unsur kebudayaan itu terjadi karena

dua hal, pertama: adanya migrasi bangsa atau kelompok dari

satu tempat ke tempat lain, dan mereka membawa pula

unsur-unsur kebudayaannya di tempat baru. Kedua, individu

tertentu seperti pedagang, pelaut, mubalig atau tokoh agama.

Akibat dari pertemuan pendukung unsur-unsur kebudayaan

yang berbeda itu, ada hubungan simbiotik yang hampir tidak

berpengaruh terhadap bentuk kebudayaan masing-masing.

Ada pula unsur kebudayaan yang secara tidak sengaja ikut

3 Nyoman Sukadana 27 Maret 2016

3
masuk dengan damai ke dalam kebudayaan penerima

(penetration pasifique) (Koentjaraningrat, 1996:152-154).4

Akibat dari terjadinya komunikasi budaya, tidak mesti

membawa perubahan pada semua unsur budaya. Bahkan,

ada yang hampir tidak mempengaruhi bentuk kebudayaan

masin-masing. Namun, ada pula unsur asing yang

berpengaruh terhadap kebudayaan penerimanya


5
( koentjaraningrat, 1996:152).

Hinduisme mempengaruhi munculnya dua tradisi

budaya Jawa, yakni tradisi besar yang berkembang di

lingungan istana dan bersifat Hindu kejawen, serta tradisi

kecil atau tradisi petani yang tetap buta huruf dan terpusat

pada religi animisme dan dinamisme.6


Dalam skripsi dari Rina Utaminingsih dengan judul

Perubahan Pelaksanaan Dalam Tradisi Rasulan di Dusun

Kalidadap Gari Wonosari. Dimana dalam sikripsi tersebut

membahas tentang perubahan yang terjadi dalam tradisi


4 Dr. Hj Sri Suhandjati Sukri, Ijtihad Progresif Yasadipura II: Dalam
Akulturasi Islam dengan Budaya Jawa, ( Yogyakarta: Gama Media, 2004),
hlm 326-327.

5 Ibid hlm. 287.

6 Simuh, Islam dan pergumpulan budaya Jawa (Yogyakarta: Teraju, 2003) ,


hlm 52-54

4
Rasulan ini terjadi secara berangsur-angsur dan dibeberapa

aspek saja. Perubahan tersebut terjadi karena beberapa

faktor baik itu dari dalam maupun dari luar masyarakat.

Perubahan-perubahan yang terjadi seperti, perubahan dalam

ritualnya, dalam aspek hiburan dan keagamaan, serta tingkat

partisipasi masyarakat. Perubahan tersebut akibat faktor dari

dalam masyarakat itu sendiri seperti, pergantian pemimpin

dan kesadaran masyarakat. Sedangkan faktor dari dalam

seperti adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan

tehnologi serta ekonomi. Seperti tujuan, nilai-nilai serta

simbol yang ada dalam tradisi Rasulan tidak mengalami

perubahan.7 Sedangkan yang akan peneliti lakukan disini

mengenai tradisi Wilujeng Sura dimana akan melihat

bagaimana masyarakat dalam memaknai tradisi Wilujeng

Sura ini dan dampak sosialnya di masyarakat kemudian

bentuk hubungan sosial antar umat beragama disana dalam

menciptakan kerukunan, sehingga masih berjalan sampai saat

ini.
Dalam skripsi dari Ahlan Muzakir dengan judul Interaksi

Sosial Masyarakat slam dan Hindu di Dusun Sumberwatu,


7 Rina Utaminingsih, Perubahan Pelaksanaan dalam Tradisi Rasulan di
Dusun Kalidadap Gari Wonosari, Skripsi, (Fakultas Ilmu Sosial dan
Humaniora, Jurusan Sosiologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,2010)

5
Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman

dalam Mengembangkan Kerukunan Beragama. Dalam skripsi

tersebut membahas mengenai kerukunan beragama,

masyarakat menjaga kerukunan agar tetap terjaga. Adanya

kerukunan membuat masyarakat dapat hidup nyaman dan

damai. Untuk menjaga kerukunan beragama masyarakat

Dusun Sumberwatu mempunyai beberapa hal yang tetap ada,

yaitu adanya gotong royong serta kerjasama dan saling

menghargai sesame penganut agama yang melibatkan warga

dengan cara tidak saling mengganggu penganut agama lain,

semua sama. Hal ini tujuannya untuk tetap menjaga

kerukunan dan keharmonisan dalam bermasyarakat dan

menjalankan agama. Adanya interaksi dan kerukunan di

Dusun Sumberwatu karena adanya sikap toleransi yang tinggi

antar sesama dan juga komunikasi yang lancar serta kerja

sama dan gotong royong yang mendukung dalam menjalin

kehidupan yang damai.8 Sedangkan yang akan peneliti

lakukan disini hampir sama namun perbedaannya terletak

pada salah satu fokusnya, disini yang akan peneliti lakukan


8 Ahlan Muzakir, Interaksi Sosial Masyarakat slam dan Hindu di Dusun
Sumberwatu, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman
dalam Mengembangkan Kerukunan Beragama, Skripsi, (Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015)

6
akan membahas tradisi atau ritual Wilujeng Sura dalam

masyarakat, mengenai dampak sosial dan hubungan sosial di

masyarakat Desa Pamacekan.


Menariknya dari penelitian yang akan peneliti lakukan

disini yakni keterkaitan antara tradisi Kejawen yang di lakukan

di tempat peribadatan agama Hindu yang mana mereka yang

melakukan tradisi tersebut bukanlah orang Hindu melainkan

masyarakat disekitar Pura atau tempat peribadatan agama

Hindu, yang kita ketahui masyarakat disana hampir 99%

beragama Islam. Tanggapan masyarakat disana seperti apa

dan bagaimana pendapat bagi pemeluk agama Hindu dengan

adanya Tradisi Wilujeng Sura yang di lakukan di tempat

peribadatan mereka. Adakah terjalin kerukunan beragama,

sikap toleransi serta saling gotong royong anatar sesama di

lingkungan masyarakat disana.

B. Rumusan Masalah

Ritual Wilujeng Sura merupakan tradsi masyarakat Jawa di

desa Pasekan kecamatan Karangpandan dimana tradisi atau

ritual tersebut merupakan sebuah bentuk upacara slametan

bersih desa. Dari situlah tidak menutup kemungkinan adanya

komunikasi antar masyarakat setempat dengan masyarakat

pendatang yang memiliki tradisi dan budaya yang berbeda,

7
serta saling memahami makna dari ritual yang mereka

lakukan. Adapun rumusan maslahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk hubungan dan dampak sosial yang ada di

masyarakat dalam menciptakan kerukunan antar umat

beragama?
2. Apa unsur dan makna yang terkandung dalam ritual wiljeng

sura terhadap masyarakat?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan dalam penelitian ini

adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk hubungan dan dampak sosial

yang ada di masyarakat dalam menciptakan kerukunan

antar umat beragama.


2. Untuk mengetahui unsur dan makna yang terkandung

dalam Ritual Wilujeng Sura.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan

pemikiran dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya

terkait dengan Aspek Sosial dari Tradisi Wilujeng Sura

dalam Menciptakan Kerukunan antar Umat Beragama.


b. Penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan

kontribusi pengetuan bagi Sosiologi Budaya maupun

Sosiologi Agama.
2. Secara Praktis

8
a. Memberikan pengetahuan informasi kepada pembaca

mengenai adanya Akulturasi budaya di dalam

masyarakat di sekitar kita yang sudah berjalan sejak

lama dan hidup berdampingan.


b. Memberikan tambahan informasi terkait dengan hal-hal

apa saja yang menjadikan kedua agama yang berbeda

ini hidup berdampingan.

E. Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka pada intinya dilakukan untuk mendapatkan

gambara tentang hubungan topik penelitian yang akan di

ajukan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh

para peneliti sebelumnya, sehingga tidak terjadi pengulangan

yang tidak perlu dan sia-sia.9


Berikut ini beberapa jurnal dan skripsi yang di tulis oleh

peneliti sebelumnya yang mana karya-karyanya hampir sama

dengan kajian yang penulis lakukan, rujukan datanya sebagai

berikut :
Pertama, Moh. Marzuqi (2009) Jurusan Perbandingan

Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta. Skripsinya berjudul Akulturasi Islam dan

Budaya Jawa (studi terhadap praktek Laku Spiritual Kadang

Padepokan Gunung Lawang di Desa Sindutan Kecamatan


9 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada
2006), hlm 183.

9
Temon Kabupaten Kulon Progo).10 Penelitian ini berisikan

tentang 1) bagaimana proses terjadinya pencampuran unsur-

unsur islam dan budaya Jawa dalam praktek Laku Spiritual

Kadang Padepokan Gunung Lawang di Desa Sindutan Temon

Kulon Progo. 2) untuk mengetahui wujud pencampuran unsur-

unsur Islam dan budaya Jawa dalam praktek Laku Spiritual

Kadang Padepokan Gunung Lawang di Desa Sindutan Temon

Kulon Progo. Teori yang digunaan adalah Akulturasi Budaya.

Metode yang digunakan adalah tehnik pengumpulan data

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pendekatan

penelitiannya adalah Antropologi.


Hasil dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana ritual

Laku Spiritual ini berjalan dan seperti apa prosesnya sehingga

bisa diterima oleh masyarakat di desa tersebut. meski

demikian di masa-masa mendatang prosesi Laku Spriritual ini

akan mengalami perubahan sehingga tetap masih diterima

oleh masyarakat.
Perbedaan penelitian ini adalah terletak pada lokasi yang

akan menjadi tempat penelitian, fokus penelitiannya, teori

yang digunakan, sedangkan untuk persamaannya yakni pada


10 Moh. Marzuqi, Akulturasi Islam dan Budaya Jawa (studi terhadap
praktek Laku Spiritual Kadang Padepokan Gunung Lawang di Desa
Sindutan Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo), Skripsi, ((Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009).

10
metode penelitian yaitu penelitian Kualitatif, sama-sama

membahas akulturasi, namun Marzuqi berfokus pada praktek

Laku Spiritual di Padepokan, sedangkan penelitian yang akan

dilakukan fokus pada sistem kemasyarakatan di Desa

Pasekan.

Kedua, Tedi Dia Ismaya (2010) Jurusan Perbandingan

Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Skripsi berjudul Akulturasi Budaya Hindu dan Islam dalam

cerita Pewayangan (Telaah terhadap Interrelasi Dewa dengan

Allah, Malaikat, dan Nabi).11 Penelitian ini bertujuan untuk

mengkaji dan menganalisis secara komprehensif mengenai

proses akulturasi Hindu Islam dalam Pewayangan. Teori yang

digunakan adalah teori Akulturasi dari Koentjaraningrat.

Metode yang digunakan adalah penelitian Kualitatif.

Pendekatan penelitian menggunkan studi kasus.


Hasil dari penelitian ini bahwa akulturasi Hindu Islam dalam

cerita pewayangan ini memiliki posisi yang sama yakni saling

melengkapi dan dapat diterima oleh masyarakat. Perbedaan

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pada

11 Tedi Dia Ismaya, Akulturasi Budaya Hindu dan Islam dalam cerita
Pewayangan (Telaah terhadap Interrelasi Dewa dengan Allah, Malaikat,
dan Nabi), Skripsi, (Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2010).

11
lokasi, teori serta fokus utamanya, jika penelitian oleh Tedi

pada Akulturasi Hindu Islam dalam cerita Pewayangan namun

peneliti disini berfokus pada sistem masyarakat akulturasi.

Persamaannya pada metode yang digunakan yakni Kualitatif

dan sama-sama membahas akulturasi Hindu Islam di Jawa.


Ketiga, Rina Utaminingsih (2010) Jurusan Sosiologi,

Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta. Skripsi berjudul Perubahan Pelaksanaan dalam

Tradisi Rasulan di Dusun Kalidadap Gari Wonosari12. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui perubahan apa saja yang

terjadi dalam tradisi Rasulan dan faktor penyebabnya, untuk

mengungkap unsur-unsur dan makna yang terkandung dalam

tradisi Rasulan. Teori yang digunakan adalah Interaksionise

Simbolik. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif

dengan menggunakan data lapangan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan yang

terjadi dalam tradisi Rasulan ini terjadi secara berangsur-

angsur dan dibeberapa aspek saja. Perubahan tersebut terjadi

12 Rina Utaminingsih, Perubahan Pelaksanaan dalam Tradisi Rasulan di


Dusun Kalidadap Gari Wonosari, Skripsi, (Fakultas Ilmu Sosial dan
Humaniora, Jurusan Sosiologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,2010)

12
karena beberapa faktor baik itu faktor dari dalam maupun

dari luar masyarakat.

Perbedaan dari penelitian ini terletak pada fokus utamanya

dan ada beberapa kesamaan seperti teori yang digunakan

namun nantiya akan disesuaikan dengan penelitian yang

peneliti lakukan.

Keempat, Ahlan Muzakir (2015) Jurusan Sosiologi Agama

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Skripsinya berjudul

Interaksi Sosial Masyarakat Islam dan Hindu di Dusun

Sumberwatu, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan,

Kabupaten Sleman dalam Mengembangkan Kerukunan

Beragama.13 Penelitian ini berisi tentang pola interaksi sosial

masyarakat Islam dan Hindu di Dusun Sumberwatu.

Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh interaksi sosial bagi

kerukunan beragama masyarkat Islam dan Hindu di Dusun

Sumberwatu. Teori yang digunakan adalah Interaksi Sosial

dari Soerjono Soekanto. Metode yang digunakan adalah

13 Ahlan Muzakir, Interaksi Sosial Masyarakat slam dan Hindu di Dusun


Sumberwatu, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman
dalam Mengembangkan Kerukunan Beragama, Skripsi, (Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015)

13
observasi peneliti mengamati secara langsung, wawancara

yakni mengumpulkan data dengan bertatap muka secara

langsung, dokumentasi yakni sumber-sumber dalam

memperkuat penelitian.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa terjaganya interaksi dan

kerukunan di Dusun Sumberwatu karena adanya sikap

toleransi yang tinggi antar sesama dan juga komunikasi yang

lancar serta kerjasama dan gotongroyong yang mendukung

dalam menjalin kehidupan yang damai.

Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan

peneliti lakukan adalah terletak pada fokus peneliti lakukan

kemudian pada teorinya namun ada persamaannya pada

tema yang di laukan yakni pada masyarakat Islam dan Hindu

di masyarakat.

Kelima, jurnal yang disusun oleh Ismail Suardi Wekke (2013)

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) dengan judul

Islam dan Adat: Tinjauan Akulturasi Budaya dan Agama dalam

Masyarakat Bugis.14 Penelitian ini membahas tentang interaksi

14 Ismail Suardi Wekke, Tinjauan Akulturasi Budaya dan Agama dalam


Masyarakat Bugis, Jurnal volume XIII Nomor 01, (Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN), 2013)

14
antara Islam dan adat di masyarakat Bugis dalam tinjauan

akulturasi budaya. Penelitian ini menjunjukkan bahwa ada

sinergi antara keteguhan dalam adat dengan ketaan

beragama. Dengan menjadikan adat dan syariat keduanya

sebagai struktur dalam undang-undang sosial, maka ini

menyatukan fungsi keduanya dalam mengatur kehidupan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, serta

wawancara mendalam selama pengumpulan data. Hasil dari

penelitian ini adalah Islam dalam nuansa adat bugis

diinterpretasi kedalam nilai dan tradisi sehingga membentuk

identitas masyarakat Bugis. Akhirnya, perjumpaan adat dan

agama dalam budaya masyarakat Bugis menunjukkan telah

terjadi dialog dan merekontruksi sebuah budaya baru dalam

nuansa lokal. Persamaan dari penelitian ini dan penelitian

yang akan dilaukan adalah pada pembahasan Islam dan

budaya serta akulturasi, meskipun pembahasan yang akan

peneliti lakukan lebih mengkerucut pada tradisi ritual dan

masyarakatnya.

F. Landasan Teori
1. Interaksionisme Simbolik
Hubungan individu dengan masyarakat bermula timbul

dari pengaruh keluarga dan dari kondisi sosial keluarga

15
membawa kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan

lingkungan sosialnya. Dengan perbedaan-perbedaan ini

berarti individu semakin menyadari akan kekurangan masing-

masing, yang apabila tidak dipertukarkan, maka individu-

individu itu tidak akan dapat mencapai harapan hidupnya

dengan sempurna.15
Dari pengertian tersebut diketahui bahwa individu perlu

bersosialisasi antar sesama, apa lagi ketika individu tersebut

tinggal di desa, sangat diperlukan bersosialisasi seperti

halnya gotong royong untuk saling mengakrabkan satu sama

lain.
George Herbert Mead mengatakan bahwa manusia

mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan pihak-

pihak lain, dengan perantaraan lambang-lambang tersebut,

maka manusia memberikan arti pada kegiatan-kegiatannya.

Mereka dapat menafsirkan keadaan dan perilaku dengan

mempergunakan lambang-lambang tersebut. manusia

membentuk perspektif-perspektif tertentu, melalui suatu

proses sosial dimana mereka memberi rumusan hal-hal

15 Abdulsyani, Sosiologi: skematik, teori dan terapa/Abdulsyani (Jakarta:


Bumi Aksara,1994) hlm 34.

16
tertentu, bagi pihak-pihak lainnya. Selanjutnya mereka

berperilaku menurut hal-hal yang diartikan secara sosial.16


Beberapa Interksionis Simbolik (Blumer, 1969a; Manis dan

Melter, 1978; A. Rose, 1962; Snow, 2001) telah menyebutkan

satu demi satu prinsip-prinsip dasar teori yang mencakup hal-

hal berikut ini17:


1. Manusia, tidak seperti hewan-hewan yang lebih rendah,

diberkahi dengan kemampuan untuk berfikir.


2. Kemampuan untuk berfikir dibentuk oleh interaksi

sosial.
3. Dalam interaksi sosial orang mempelajari makna dan

simbol-simbol yang memungkinkan, mereka

melaksanakan kemampuan manusia yang khas untuk

berpikir.
4. Makna-makna dan simbol-simbol memungkinkan orang

melaksanakan tindakan dan interaksi manusia yang

khas.
5. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna-

makna dan simbol-simbol yang mereka gunakan di

dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran

mereka atas situasi.

16 Suryono Sukanto, Teori Sosiologi Tentang Pribadi dalam Masyarakat


(Ghalia Indonesia, 1982) hlm 8.

17 George Ritzer, Teori Sosiologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012) hlm


625

17
6. Orang mampu membuat modifikasi-modifikasi dan

perubahan-perubahan itu, sebagian karena kemampuan

mereka berinteraksi dengan dirinya sendiri, yang

memungkinkan mereka memeriksa rangkaian tindakan

yang mungkin, menaksir keuntungan-keuntungan dan

kerugian-kerugian relatifnya, dan kemudian memilih

salah satu diantaranya.


7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang terangkai

membentuk kelompok-kelompok dan masyarakat-

masyarakat.
Di dalam proses interaksi sosial, orang

mengkomunikasikan secara simbolis makna-makna

kepada orang-orang yang terlibat. Orang-orang lain

menafsirkan simbol-simbol itu dan mengorientasikan

tindakan mereka, merespon berdasarkan penafsiran

mereka. Dengan kata lain, di dalam interaksi sosial,

para actor terlibat di dalam suatu proses saling

mempengaruhi. Christopher (2001) mengacu kepada

interaksi sosial yang dinamis itu sebagai suatu tarian

yang melibatkan para partner tersebut.18


Sarana simbolis yang merupakan inti fenomena

keagamaan yang kita namakan pemujaan (cult), ialah


18 Ibid, hlm 632

18
suatu ungkapan perasaan, sikap, dan hubungan.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Malinowski;

perasaan, sikap, dan hubungan ini diungkapkan tidak

memiliki tujuan selain dalam dirinya sendiri. Mereka

merupakan tindakan yang mengungkapka, pemujaan

mempunyai nilai misteri yang terkait dalam dirinya

sehingga kita tidak dapat menalarkannya secara

penuh19. Hubungan yang diungkapkan dalam

pemujaan itu merupakan hubungan dengan objek suci.

Mereka hanya merupakan hubungan sekunder antara

sesama anggota, dan antara para angggota dengan

pemimpin, hubungan yang implisit dalam tindakan

pemujaan itu sendiri.20


Pada masyarakat tradisional, tujuan individu dan

kelompok, dan bahkan tujuan masyarakat itu sendiri,

telah ditetapkan dan diakui sejak dulu, bila karena

perbauran dengan kebudayaan lain atau perkembangan

lain yang internal pada suatu msyarakat, timbul tujuan

19 George Herbert Mead, Mind, Self, and Society, Charles W. Moris (ed)
(Chichago: University of Chichago Press, 1934) hlm 296

20 Thomas F. ODea, Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal,


(Yogyakarta: Rajawali, 1985) hlm 75

19
baru dan nilai baru maka masyarakat membutuhkan

ideologi.
Seperti yang dijelaskan pada teori diatas, dalam

Ritual Wilujeng Sura terjadi proses interaksi dengan

lingkungan sekitar yang mana dalam tradisi tersebut

terlihat adanya suatu budaya dalam lingkungan orang

Jawa khususnya dalam memaknai suatu peristiwa. Yang

mana diwujudkan dengan simbol pemujaan atau

pemberian doa terhadap leluhur, Tradisi Wilujeng Sura

juga merupakan suatu wujud rasa syukur masyarakat

kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dalam

pelaksanaannya mengandung nilai-nilai sosial. Dalam

ritual tersebut terjadi interaksi antar sesama yakni

dengan semua golongan masyarakat serta tidak

terkecuali orang-orang yang memiliki keyakinan

berbeda (agama) bahwa pada tradisi tersebut

menyatukan perbedaan yang ada serta

memperkenalkan budaya baru bagi masyarakat

pendatang. Adanya tenggang rasa antar umat

beragama merupakan salah satu wujud interaksi sosial

yang ditunjukkan oleh masyarakat Hindu disana yang

20
memperbolehkan tempat peribadatan mereka (Pura)

digunakan untuk ritual tersebut.


2. Teori fungsional
Fungsional memandang masyarakat sebagai suatu

lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan; yang

memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma

yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat

peran serta manusia itu sendiri. Teori fungsional melihat

kebudayaan sebagai sejumlah pengetahuan yang kurag

lebih agak terpadu, sebagai pengetahuan semu,

kepercayaan, dan nilai. Dalam hal ini kebudayaan

merupakan suatu sistem makna-makna simbolisyang

sebagian diantaranya menentukan realitas yang diyakini

dan sebagian menentukan harapan normatif yang

dibebankan kepada manusia.21


Durkheim berargumen bahwa agama secara simbolis

mewujudkan masyarakat itu sendiri. Agama adalah sistem

simbol-simbol yang melaluinya masyarakat menjadi sadar

atas dirinya. Itu adalah cara satu-satunya yang membuat

dia dapat menjelaskan mengapa setiap masyarakat

mempunyai kepercayaan-kepercayaan agamis, tetapi

masing-masing mempunyai kepercayaan-kepercayaan


21 Ibid, hlm 3

21
yang berbeda. Dibutuhkan sekumpulan ritual agamis, hal

itu adalah aturan-aturan perilaku yang menetapkan

bagaimana seorang manusia harus membawakan diri di

dalam kehadiran objek-objek sakral tersebut

(Durkheim,1912/1965:56).22
Durkheim menyimpulkan bahwa agama dan masyarakat

adalah satu dan sama. Dengan adanya ritual dalam suatu

tradsi mengajarkan kita bahwa kebudayaan itu sangat

beragam, yang mana menyatukan masyarakat yang

berbeda khususnya dalam agama. Kita tahu bahwa budaya

merupakan simbol khususnya dalam kaitan tradisi dengan

tujuan yakni sama-sama meminta keridhoan dari Tuhan.

G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian disini yang akan digunakan adalah

penelitian kualitatif, dimana penelitian ini merupakan


22 George Ritzer, Teori Sosiologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012) hlm
169

22
penelitian dengan menggunakan analalisa deskriptif yang

kemudian akan menghasilkan data-data yang diperoleh

dari lapangan baik berupa wawancara melalui pihak terkait

atau informan maupun data yang diperoleh melalui

beberapa dokumen yang terkait. Kemudian hasil data yang

diperoleh akan di klasifikasikan, dideskripsikan, dan

diinterpretasikan dalam bentuk kata-kata.


Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode

penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada

kondisi yang alamiah (natural setting) disebut juga sebagai

metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih

banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi

budaya; disebut sebagai metode kualitatif, karena data

yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana

peneliti adalah sebagai instrumen kunci, tehnik

pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi

(gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil

23
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari

generalisasi.23

2. Waktu dan lokasi penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Desa Pasekan Kecamatan

Karangpandan Kabupaten Karanganyar. Adapun mengenai

kapan penelitian ini akan dilaksanakan yang rencananya

akan di mulai pada tanggal 1 Mei sampai 1 Juni 2016.

Alasan mengapa memilih lokasi ini adalah menurut saya di

Desa Pasekan ini terdapat Pura Pasek agama Hindu yang

mana ini dahulunya adalah petilasan dari tokoh pemuka

masyarakat dan agama pada zaman dahulu. Namun

setelah dilakukan perombakan terhadap fasilitas fisik di

Pura tersebut, pada tahun 2005 secara resmi berada di

bawah naungan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi

(MGPSSR), dengan demikian terbentuk pengurus dan

berjalan hingga sekarang.

3. Tehnik Pengumpulan Data


Terkait penelitian ini peneliti menggunakan tehnik

pengumpulan data dengan :


a. Observasi

23 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009),


hlm 1.

24
Dimana peneliti terjun langsung ke lapangan guna

melakukan penelitian untuk mendapatkan informasi

atau data yang dibutuhkan.

b. Wawancara
Peneliti bisa membuat keputusan seketika untuk

mengajukan pertanyaan ketika kebutuhan atau

kesempatan muncul. Pada tahap awal penelitian

lapangan, wawancara informal bisa hanya berupa

serangkaian pertanyaan gambaran umum. Ketika

penelitian bergerak maju, pertanyaan-pertayaannya

akan menjadi lebih terfokus dan spesifik. Sewaktu

penelitian bergerak semakin maju, wawancara informal,

bisa pula disemprnakan dengan wawancara mendalam

yang intensif dengan para angggota kunci lapangan.24

c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau

karya-karya monumental dari seseorang, dokumen yang

berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah

kehidupan (life histories), ceriteran, biografi, peraturan,

24 Janet M Ruane, Dasar-dasar Metode Penelitian: Pandua Riset Ilmu


Sosial (Bandung: Nsa Media, 213), hlm 255

25
kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya

foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.25

4. Tehnik Analisis Data


Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu

studi yang mendalam dan komprehensif untuk

memecahkan masalah. Jenis penelitian ini berupa

penelitian deskriptif kualitatif. Dengan mengumpulkan data

kemudian membuat sebuh analisis dari data yang di

kumpulkan yang kemudian data tersebut disajikan dalam

bentuk tulisan, gambar maupun tabel. Selanjutnya

kesimpulan yang merupakan proses akhir dari

pengumpulan data.

25 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009)


Hlm 82

26
H. Sistematika Pembahasan
Penulisan sistematika pembahasan, dilakukan guna

mempermudah dalam memahami penulisan pada penelitian

ini, peneliti disisni menyusun sistematika pembahasan

sebagai berikut :

BAB I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan

teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.


BAB II berisikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian

Desa Pasekan Kecamatan Karangpandan Kabupaten

Karanganyar. Meliputi sejarah berdirinya, letak geografis,

struktur organisasi, ragam kegiatan.

BAB III disini peneliti akan menjabarkan hasil dari penelitian

yang dilakukan di lapangan. Menjawab dari rumusan masalah

atau hal-hal yang terkait dengan dengan pokok permasalahan

yang terjadi.

27
Bab IV peneliti akan menjelaskan analisis terhadap data-data

yang diperoleh dengan menggunakan teori yang relevan pada

kerangka teori.
BAB V bab terakhir yang berisikan penutup yang terdiri dari

kesimpulan dan saran-saran. Dan dilampirkan curriculum

vitae, dll

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Abdulsyani. 1994, Sosiologi: skematik, teori dan terapa/Abdulsyani,


Jakarta: Bumi Aksara.

F.ODea , Thomas. 1985, Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal,


Yogyakarta: Rajawali.

Herbert Mead , George. 1934, Mind, Self, and Society, Chichago:


University of Chichago Press

M Ruane , Janet. 2013, Dasar-dasar Metode Penelitian: Pandua Riset


Ilmu Sosial, Bandung: Nusa Media.

Ritzer, George. 2012, Teori Sosiologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Simuh. 2003. Islam dan pergumpulan budaya Jawa, Yogyakarta:


Teraju.

Sukanto, Suryono. 1982, Teori Sosiologi Tentang Pribadi dalam


Masyarakat, Yogyakarta: Ghalia Indonesia.

Sugiyono. 2009, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.

28
Sukri, Dr. Hj Sri Suhandjati . 2004, Ijtihad Progresif Yasadipura II:
Dalam Akulturasi Islam dengan Budaya Jawa, Yogyakarta: Gama
Media.

Skripsi

Ahlan Muzakir. (2015). Interaksi Sosial Masyarakat slam dan Hindu


di Dusun Sumberwatu, Desa Sambirejo, Kecamatan
Prambanan, Kabupaten Sleman dalam Mengembangkan
Kerukunan Beragama, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Moh. Marzuqi. (2009). Akulturasi Islam dan Budaya Jawa (studi


terhadap praktek Laku Spiritual Kadang Padepokan Gunung
Lawang di Desa Sindutan Kecamatan Temon Kabupaten Kulon
Progo), Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Rina Utaminingsih. (2010). Perubahan Pelaksanaan dalam Tradisi


Rasulan di Dusun Kalidadap Gari Wonosari, Fakultas Ilmu Sosial
dan Humaniora, Jurusan Sosiologi, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.

Tedi Dia Ismaya. (2010). Akulturasi Budaya Hindu dan Islam dalam
cerita Pewayangan (Telaah terhadap Interrelasi Dewa dengan
Allah, Malaikat, dan Nabi), Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.

Jurnal

Ismail Suardi Wekke. Tinjauan Akulturasi Budaya dan Agama dalam


Masyarakat Bugis, Jurnal volume XIII Nomor 01, (Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN), 2013)

29
30

Vous aimerez peut-être aussi