Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh:
Alifia Rizqi Pratama Darnoto, S.Kep
122311101025
3) Piameter
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak.
Piameter berhubungan dengan arachnoid melalui struktur jaringan ikat. Tepi
flak serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior
yang mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium memisahkan serebrum
dengan serebelum.
Piamater merupakan suatu membrane vaskuler yang ditutupi oleh sel-sel
mesothelial gepeng. Secara erat menyokong otak, menutupi gyri dan turun
kedalam sulki yang terdalam. Piamater meluas keluar pada saraf-saraf cranial
dan berfusi dengan epineurium. Arteri serebralis yang memasuki substansi otak
membawa sarung pia mater bersamanya. Piamater membentuk tela choroidea
dari atap ventrikulus otak ketiga dan keempat, dan berfusi dengan ependyma
untuk membentuk pleksus choroideus dalam ventrikulus lateralis, ketiga, dan
keempat otak. (Smeltzer & Bare, 2002)
B. FISIOLOGI MENINGEN
Otak dan medulla spinalis terbungkus dalam tiga sarung membranosa yang
konsentrik. Membran yang paling luar tebal, kuat dan fibrosa disebut duramater,
membrane tengah tipis dan halus serta diketahui sebagai arachnoidea mater, dan
membrane paling dalam halus dan bersifat vaskuler serta berhubungan erat
dengan permukaan otak dan medulla spinalis serta dikenal sebagai piamater.
Duramater mempunyai lapisan endosteal luar, yang bertindak sebagai
periosteum tulang-tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu lapisan
meningeal yang berfungsi untuk melindungi jaringan saraf dibawahnya serta
saraf-saraf cranial dengan membentuk sarung yang menutupi setiap saraf kranial.
Sinus venosus terletak dalam duramater yang mengalirkan darah venosa dari otak
dan meningen ke vena jugularis interna dileher. Pemisah duramater berbentuk
sabit yang disebut falx serebri, yang terletak vertical antara hemispherium serebri
dan lembaran horizontal, yaitu tentorium serebelli, yang berproyeksi kedepan
diantara serebrum dan serebellum, yang berfungsi untuk membatasi gerakan
berlebihan otak dalam kranium. Arachnoidea mater merupakan membrane yang
lebih tipis dari duramater dan membentuk penutup yang longgar bagi otak.
Arachnoidea mater menjembatani sulkus-sulkus dan masuk kedalam yang dalam
antara hemispherium serebri. Ruang antara arachnoidea dengan piamater
diketahui sebagai ruang subarachnoidea dan terisi dengan cairan serebrospinal.
Cairan serebrospinal merupakan bahan pengapung otak serta melindungi jaringan
saraf dari benturan mekanis yang mengenai kepala (Muttaqin, 2008)
C. PENGERTIAN/DEFINISI
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang
terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak adalah kejadian cedera
minor yang dapat menyebabkan kerusakan otak (Smeltzer & Bare, 2002). Trauma
kepala diklasifikasikan menjadi derajat berdasarkan nilai dari Glasgow Coma
Scale ( GCS ) yang terdiri dari:
a. Ringan
GCS = 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur
cerebral, dan hematoma.
b. Sedang
GCS = 9 12, kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
GCS = 3 8, kehilangan kesadaran dan terjadi amnesia lebih dari 24 jam,
juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intracranial.
Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara durameter dan
tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media,
vena diploica, vena emmisaria, sinus venous duralis (Muttaqin, 2008). Epidural
hematoma adalah suatu perdarahan yang cepat terakumulasi diantara tulang
tengkorak dan durameter, biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri meningea dan
media dan jika tidak di atasi akan membawa kematian (Dewanto, Suwono,
Riyanto & Turana, 2007)
D. ETIOLOGI
Epidural hematoma utamanya disebabkan oleh pukulan atau tumbukan
langsung pada kalvarium yang menyebabkan terlepasnya perlekatan durameter
dari pemukaan dalam kalvarium yang disertai terputusnya atau robeknya
pembuluh darah baik disertai dengan atau tanpa adanya fraktur tulang cranium
(Purwirantono, 2002). Pada epidural hematoma yang terjadi ketika pecahnya
pembuluh darah, biasanya arteri, yang kemudian mengalir ke dalam ruang antara
duramater dan tengkorak.
E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi epidural hematoma menurut Muttaqin (2008) antara lain:
1. Penurunan kesadaran disertai laterilasi (ada ketidaksamaan antara tanda-
tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh)
2. Hemiparese (jika salah satu sisi tangan atau kaki atau wajah menjadi
lemah namun tak sepenuhnya lumpuh)
3. Hemiplegia (jika satu tangan atau kaki, wajah menjadi lumpuh dan tidak
dapat bergerak)
4. Pupil anisokor
5. Reflex patologis satu sisi
6. Lucid interval (adanya fase sadar diantara 2 fase tidak sadar karena
bertambahnya volume darah)
7. Nyeri kepala yang hebat dan menetap tidak hilang dengan pemberian
analgesic.
F. PATOFISIOLOGI
Pada epidural hematoma, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematoma dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital. Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak
melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan
dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural,
desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang
kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah
temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan
dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di
bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda
neurologik. Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus
formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di
tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf
ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Karena
perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga
makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin
penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam,
penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian
kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama
penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid
interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau
pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural
hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien
langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
G. KOMPLIKASI
1. Peningkatan tekanan intrakranial, yaitu tekanan yang terjadi pada ruang
serebral akibat bertambahnya volume otak melebihi ambang toleransi
dalam ruang kranium. Hal ini dapat disebabkan karena edema serebri dan
perdarahan serebral.
2. Edema serebri, merupakan keadaan-gejala patologis, radiologis, maupun
tampilan intra-operatif dimana keadaan ini mempunyai peranan yang
sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain shift) dan
peningkatan tekanan intracranial
3. Kompresi batang otak sehingga mengakibatkan kematian
.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
I. PENATALAKSANAAN
a. Perawatan sebelum ke Rumah Sakit
1) Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi
suportif dengan mengontrol jalan nafas dan tekanan darah.
2) Berikan O2 dan monitor
3) Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik tidak
kurang dari 90 mmHg.
4) Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler
Dewanto, G., Suwono W. J., Riyanto, B., & Turana, Y. 2007. Panduan
Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC
Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medical Bedah Bruner dan Sudarth.
Jakarta: EGC