Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Immunodeficiency Virus (HIV). Terapi dengan ARV adalah strategi yang secara
klinis paling berhasil hingga saat ini. Tujuan terapi dengan ARV adalah menekan
kualitas hidup penderita yang pada gilirannya akan dapat menurunkan morbiditas
5. Menekan replikasi virus (VL) secara maksimal dan secara terus menerus
terdeteksi.
Indikasi pemberian terapi ARV segera pada ODHA dengan diagnosa HIV adalah
(Depkes, 2006):
Apabila tidak ada sarana pemeriksaan CD4, maka yang digunakan sebagai
indikator pemberian terapi pada infeksi HIV simptomatik adalah jumlah limfosit
nevirapin (NVP)
efavirenz (EFV)
saquinavir (SQV)
Bekerja dengan cara berikatan dengan subunit gp41 & gp120 selubung
glikoprotein virus sehingga fusi virus ke target sel dihambat. Satu-satunya obat
pematangan virus. Akibatnya virus yang terbentuk tidak masuk dan tidak
Tujuan kombinasi ini antara lain adalah untuk menghindari adanya resistensi virus
dikombinasi dengan 1 atau 2 PI, atau dengan 1 NNRTIs. Kombinasi NRTI dan
NNRTIs dilaporkan dapat menekan virus HIV sekitar 60%-90% dengan toksisitas
& interaksi obat yang relatif kecil, dibandingkan dengan kombinasi NRTI dan PI
(Dong, 2000)
Regimen antiretroviral lini pertama terdiri dari dua NRTIs dan satu
NNRTIs untuk ODHA dewasa. Rekomendasi regimen lini pertama menurut WHO
Recomendation Regimen
Prefered first-line regimens AZT + 3TC + NVP
Alternative first-line regimens AZT + 3TC + EFV
d4T + 3TC + (NVP or EFV)
Other options TDF/ABC + 3TC + (NVP or EFV)
1. Zidovudin
asimtomatis dan CD4 kurang dari 500 sel/mm3. Durasi Zidovudin monoterapi
Resistensi Zidovudin berhubungan dengan mutasi kodon 215 pada gen Reverse
Trancriptase, kodon 70, 41, 67 dan kodon 219. Sedikit resistensi silang terjadi
antara Zidovudin yang menginduksi mutasi dan resistensi NRTI lain (Dong,
2000).
dementia. Waktu paruh Zidovudin 3-4 jam, diberikan dengan dosis 200 mg 5-6
kali sehari. Beberapa studi menunjukkan Zidovudin 300 mg 2 kali sehari atau 200
rendah. Penyesuaian dosis perlu dilakukan pada gagal ginjal terminal. Dosis
anoreksia, pusing, kembung, badan lemah, insomnia, bingung atau gejala seperti
flu. Efek samping tersebut dapat diatasi dengan melanjutkan terapi dalam dosis
terbagi (misalnya 200 mg 3 kali sehari sebagai ganti 300 mg 2 kali sehari).
dosis yang lebih rendah ( kurang dari 600 mg sehari), tetapi cenderung terjadi
pada infeksi HIV stadium lanjut atau pada pasien yang menerima terapi obat yang
menekan sumsum tulang. Anemia berat (Hb kurang dari 9 g/dl), biasanya terjadi
tulang. Pada keadaan ini terapi Zidovudin dapat dilanjutkan bila diberikan
anemia lebih mudah dan lebih efektif. Miopati terjadi pada 6-18% pasien setelah 6
bulan terapi dengan Zidovudin dan efek ini bersifat reversibel setelah terapi
(CPK) menandakan reaksi idiosinkrasi dengan gejala nyeri dan kelemahan otot.
Hepatitis dan hiperpigmentasi kuku dan kulit jarang terjadi. (Dong, 2000).
leukosit) dan fungsi liver setiap 2-4 minggu selama 3 bulan, kemudian selama 3
bulan atau disesuaikan dengan gejala yang terjadi (Dong, 2000; Depkes, 2006).
2. Lamivudin
Lamivudin merupakan analog trifosfat sitosin, diterima tahun 1995 oleh FDA
sebagai NRTI keempat untuk infeksi HIV. Lamivudin juga digunakan untuk
karena cepat terjadi resistensi dari mutasi kodon M184V, sehingga Lamivudin
sering dikombinasi dengan 2 atau lebih antiviral dengan tujuan untuk regimen
viral load dan meningkatkan CD4 60-80 sel/mm3 dalam 52 minggu pada pasien
atau kombinasi Zidovudin dan Zalcitabin yang dapat dilihat pada efek
peningkatan CD4 dan penurunan viral load. Kombinasi Zidovudin dan Lamivudin
(Depkes, 2006).
sehari. Penurunan dosis perlu dilakukan pada pasien gagal ginjal karena 79%
Lamivudin dieliminasi dalam bentuk tidak berubah lewat urine. Efek sampingnya
3. Nevirapin
1996. Desember 1998 Nevirapin diterima FDA untuk terapi HIV pada anak.
aktif melawan virus yang sensitif dan resisten terhadap Zidovudin (Dong, 2000).
dengan CD4 < 50 sel/mm3 diperoleh hasil peningkatan CD4 > 50 sel/mm3 (antara
50-150 sel/mm3) dengan terapi selama 48 minggu pada pasien usia 37 tahun-46
dipengaruhi makanan dan antasida. Nevirapin terikat protein 60%, penetrasi pada
cairan serebrospinal 50% dari konsentrasi plasma. Waktu paruh Nevirapin 22-84
jam (rata-rata 40 jam), sehingga pemberian dosis satu kali sehari sudah efektif.
enzim dan dapat menurunkan kadar obat lain dalam darah, termasuk menginduksi
peningkatan dua kali klirens Nevirapin sistemik setelah 1-2 minggu pada dosis
menjadi 25-30 jam. Oleh karena itu peningkatan dosis Nevirapin diperlukan untuk
terutama rash. Dosis Nevirapin 200 mg sehari selama 2 minggu pertama untuk
mengurangi terjadinya rash dan jika kemudian tidak ada rash, dosis ditingkatkan
menjadi 200 mg dua kali sehari (Dong, 2000). Pada studi research pasien AIDS
CD4 < 50 sel/mm3 menggunakan Nevirapin dosis 200mg sehari selama 2 minggu
kemudian ditingkatkan menjadi 200mg 2xsehari, terjadi efek samping skin rash
berupa urtikaria, angioedema, Stevens Johnson syndrome sekitar 9.2% (11 pasien
dari 120 pasien) dan hepatotoksis. Sedangkan pada pasien AIDS CD4 > 50
sel/mm3 ditemukan sekitar 14.3% dari (12 pasien dari 84 pasien) (Manosuthi,
2007).
rash maculopapular yang terjadi pada 50% pasien serta hepatotoksis. Rash
tersebut biasanya terjadi pada beberapa minggu pertama terapi. Rash tersebut
mengurangi gejala rash tetapi Nevirapin harus dihentikan bila rash semakin parah
atau terjadi gejala dasar (demam). Sindrom Stevens-Johnson juga terjadi pada
0,5% pasien. Efek samping yang lain adalah pusing, sakit kepala, kelemahan
badan, mual, stomatitis ulserasi, nyeri perut, diare dan peningkatan enzim
tiap 2 minggu untuk 2 bulan pertama, dan selanjutnya tiap bulan untuk 3 bulan
mngakibatkan semakin beratnya gangguan fungsi hati. Tetapi pada wanita hamil-
4. Efavirenz
September 1998 untuk terapi HIV-1 pada pasien dewasa dan anak. Penggunaan
optimal Efavirenz harus dikombinasi dengan minimal dua antiretroviral lain untuk
bersama atau tanpa makanan, tetapi jangan diberikan bersama makanan berlemak
tinggi untuk membatasi absorpsinya. Waktu paruh Efavirenz lebih dari 40 jam
isoenzim CYP3A4 dan merupakan inhibitor dan induksi enzim sitokrom P450.
Efek sampingnya berupa gangguan sistem saraf pusat terjadi pada 50%
gugup dan mengantuk. Efek samping ini bersifat sementara dan dapat hilang
setelah 7-14 hari atau sekitar 1 bulan meskipun terapi efavirenz tetap dilanjutkan.
efek samping pada susunan saraf pusat dapat dikurangi dengan diminum sebelum
tidur (Dong, 2000; Depkes, 2006). Pasien dengan riwayat gangguan mental dan
yang lain adalah mual, pusing dan rash, bila terjadi efek samping tersebut tidak
perlu dilakukan penghentian terapi Efavirenz. Efek samping Efavirenz trial fase II
yang dilaporkan terjadi pada 58% dari 54 pasien yaitu rash grade II (10,7%),
diare (6%), nyeri perut (9%), mual (6%), sakit kepala (5%), hematuria (8%) dan
Efek samping obat merupakan respon obat berlebihan, efek yang tidak
diinginkan pada sistem organ yang berbeda saat terapi, reaksi hipersensitifitas
atau alergi, reaksi idiosinkrasi atau interaksi obat yang menyebabkan peningkatan
dirawatnya pasien dan mortalitas. Tabel 2.5 merupakan efek samping secara
Tingkat kegawatan (grade) efek samping obat ARV menurut WHO, dibagi
Kriteria grade efek samping obat ARV dapat di baca pada tabel 2.6 dibawah ini
(WHO, 2006).
Tabel 2.6 Tingkat Kegawatan (Grade) Efek Samping Obat ARV
(WHO,2006)
obat. Interaksi ART dengan obat anti TB terjadi pada pemberian Rifampisin.
overlap toksisitas yang sama berupa skin rash & hepatotoksis menyebabkan
toksisitas yang lebih besar dari pemakaian bersamaan kedua obat ini. Pemakaian
Efavirenz lebih direkomendasikan pada terapi ini karena toksisitasnya pada hati
sehingga menurunkan potensinya sebagai antiretroviral pada AIDS. Tetapi hal ini
dapat diatasi dengan peningkatan dosis Efavirenz dari 600mg sehari menjadi
800mg sehari. Efavirenz jangan diberikan pada ibu hamil yang terinfeksi
dengan memonitoring secara ketat fungsi faal hati karena efek samping
Zidovudin dalam plasma menurun sekitar 47%. Interaksi dengan Rifampisin juga
Piscitelli, 2001).
peningkatan efek samping atau toksisitas dari Zidovudin berupa gangguan pada
dari Saquinavir sekitar 150% dan terjadi peningkatan kadar Saquinavir dalam
dapat meningkatkan kadar Lamivudin dalam plasma sekitar 44% dengan jalan
Dong, 2000):
1. Toksisitas
menahan efek samping obat, sehingga menimbulkan disfungsi organ yang cukup
berat. Toksisitas ARV ini tergantung dari kombinasi obat yang dipakai, dan dapat
dipantau secara klinis yaitu dari keluhan atau hasil pemeriksaan fisik pasien, dan
satu atau lebih obat dari golongan yang sama dengan obat yang dicurigai
Tabel 2.9 Toksisitas regimen ARV lini pertama dan anjuran penggantinya
(Depkes, 2004)
Terapi yang gagal dalam hal ini adalah dengan menilai perkembangan
inflammatory syndrome / IRIS), yaitu keadaan yang dapat muncul pada awal
beberapa minggu setelah ART dimulai sebagai suatu respon inflamasi terhadap
pada pasien dengan gangguan kebalan tubuh yang telah lanjut. Kembalinya fungsi
Kriteria khusus untuk penggantian terapi menjadi rejimen yang baru secara
1. ODHA pernah menerima rejimen yang sama sekali tidak efektif lagi,
2. Viral load masih terdeteksi setelah 4-6 bulan terapi, atau bila viral load
kegagalan terapi ini juga terjadi peningkatan viral load (VL) >0.5 log10 dari
VL sebelumnya.
3. Jumlah CD4 terus menerus turun setelah dites dua kali dengan interval
3. Resistensi ARV
dengan baik. HIV dapat mengalami mutasi gen atau mengubah struktur kimia
serta struktur genetiknya sehingga resisten terhadap ARV. Secara umum resistensi
IRIS