Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Status gizi pada orang dewasa dipengaruhi oleh banyak faktor, salah
Kebiasaan makan tidak dipengaruhi oleh zat-zat gizi yang terkandung dalam
gurih dan manis. Sementara makanan kaya serat seperti sayur dan buah diabaikan.
Akibatnya, asupan energi (kalori) yang masuk ke dalam tubuh berlebih (Kurniasih
dkk, 2010). Padahal pada usia ini dianjurkan mengkonsumsi makanan yang tinggi
serat namun rendah lemak, ini dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan tidak
lagi terjadi dan hendaknya pemenuhan zat gizi dipusatkan untuk pemeliharaan
Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaannya
(Cakrawati & Mustika, 2012). Menurut Almatsier (2003) status gizi merupakan
suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan
yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal dan gizi lebih.
1. Usia
kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. Zat tenaga diperlukan untuk membantu tubuh
melakukan beragam aktivitas fisik. Namun kebutuhan zat tenaga akan berkurang
saat usia mencapai 40 tahun ke atas. Setiap 10 tahun setelah usia seseorang
(Putri, 2012).
status gizi obesitas tertinggi terjadi pada kelompok umur 31-40 tahun,
2. Jenis kelamin
pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini terjadi karena setelah pubertas,
perempuan akan cenderung memiliki proporsi massa lemak tubuh yang lebih
banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Rahmawati dan Sudikno (2007) terhadap orang dewasa di
Depok bahwa persentase status gizi obesitas pada perempuan diketahui sebesar
21,6 persen lebih tinggi dibandingkan persentase status gizi obesitas pada
3. Pendapatan
pendapatan maka akan semakin baik pula makanan yang dikonsumsi baik dari
kuantitas.
4. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik status gizinya. Ini
statistik terdapat hubungan antara pendidikan dan pengetahuan dengan status gizi
5. Sosial budaya
menunjukkan bahwa pola makan pada keluarga suku melayu di Desa Selemak
mengonsumsi makanan bersantan dengan frekuensi lebih dari 4 kali per minggu.
6. Perilaku makan
sikap. Jika keadaan ini terus-menerus berlangsung maka akan menjadi kebiasaan
makan dan akan membentuk pola makan. Perilaku makan yang tidak seimbang
7. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
8. Lingkungan
internal dan eksternal. Faktor internal adalah pengetahuan, sikap dan tindakan.
1. Pengetahuan
diketahui tersebut diperoleh secara formal maupun non formal. Perilaku yang
maka kebutuhan zat gizi dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang seharusnya,
sehingga dapat tercapai kesehatan yang optimal. Tingkat pengetahuan tentang gizi
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap sangat tergantung dari pengetahuan,
semakin baik pengetahuan maka akan semakin baik pula sikapnya. Sikap sangat
penting dalam pemenuhan zat gizi, karena tanpa adanya sikap yang baik maka apa
yang diperoleh dari pengetahuan akan sia-sia dan tindakan tidak akan tercapai.
3. Tindakan
mengenai gizi sudah baik maka kemungkinan untuk melakukan tindakan akan
baik pula. Tapi jika pengetahuan baik namun sikap bertolak belakang dengan
pengetahuan itu sendiri, maka tindakan tidak akan pernah tercapai seperti yang
makanan adalah cara-cara atau tindakan yang dilakukan oleh individu, keluarga,
makanan yang dikonsumsi akan mempengaruhi status gizi. Status gizi terbentuk
dari makanan apa yang dikonsumsi. Kekurangan maupun kelebihan nutrisi yang
nutrisi yang dikonsumsi kurang maka akan menyebabkan tubuh lemas karena
kekurangan energi, daya tahan tubuh menurun sehingga mudah sakit serta dapat
mengalami gizi kurang . Sebaliknya, jika asupan nutrisi yang dikonsumsi berlebih
akan menyebabkan penumpukan energi yang dapat memicu terjadinya gizi lebih.
(2002) terhadap peragawati menunjukkan bahwa frekuensi makan per hari mereka
adalah > 2 kali per hari sebanyak 55 persen, tidak sarapan pagi sebanyak 72,5
energi mereka berada pada kategori defisit tingkat berat yaitu sebanyak 60 persen
dan 57,5 persen peragawati mengalami gizi kurang. Hasil penelitian menunjukkan
energi, dimana energi yang dikonsumsi lebih rendah daripada energi yang
energi pada orang dewasa adalah 1885 kalori dengan persentase karbohidrat
terhadap total energi sebesar 58,7 persen dan persentase lemak terhadap total
energi sebesar 28,30 persen. Disamping itu diketahui juga bahwa prevalensi gizi
kurang pada orang dewasa adalah sebanyak 10,7 persen sedangkan gizi lebih
sebanyak 29,4 persen. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan
total energi dengan Indeks Massa Tubuh orang dewasa di Kotamadya Bandung.
terhadap orang dewasa di Kota Depok pada tahun 2007 menunjukkan bahwa
persentase status obesitas tampak lebih tinggi pada orang dewasa yang
sering mengkonsumsi gorengan seperti pisang goreng, tempe goreng, tahu goreng,
(23,4 persen), dan makanan manis (20,4 persen). Data status gizi yang diperoleh
sebesar 16,4 persen orang dewasa di Kota Depok mengalami obesitas. Hasil uji
makanan berlemak, makanan manis) dengan status gizi obesitas pada orang
Sulawesi Utara, DKI Jakarta dan Gorontalo menunjukkan hasil bahwa prevalensi
kegemukan tertinggi terjadi di Sulawesi Utara dan DKI Jakarta pada sampel yang
jarang mengonsumsi makanan manis dengan persentase 34,6 persen dan 28.3%.
Sementara itu di Gorontalo prevalensi kegemukan sama pada sampel yang jarang
dan sering yaitu sebesar 24,6 persen. Namun hasil uji statistik menunjukkan hanya
Sulawesi Utara terjadi pada sampel yang sering mengonsumsi makanan berlemak
dengan persentase 34,7 persen. Sama halnya dengan Sulawesi Utara, prevalensi
kegemukan di DKI Jakarta dan Gorontalo tertinggi terjadi pada sampel yang
persentase 28,8 persen dan 26,3 persen. Namun hasil uji statistik menunjukkan
terjadi di Sulawesi Utara pada sampel yang sering mengkonsumsi jeroan seperti
usus, ampela, otak, paru, dan sebagainya yaitu sebesar 35,5 persen. Berbeda
persentase sebesar 27,2 persen dan 24,6 persen. Hasil uji statistik menunjukkan
Sulawesi Utara dan DKI Jakarta, namun tidak dengan orang dewasa di Gorontalo.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Saputra (2014) terhadap wanita
gorengan dengan kategori selalu ( 6 kali seminggu) sebesar 76,5 persen, sisanya
masuk dalam kategori sering (3-5 kali seminggu) sebesar 12,9 persen dan kategori
kadang-kadang (1-2 kali seminggu) sebesar 10,6 persen. Data status gizi yang
diperoleh adalah 76,5 persen responden mengalami obesitas sentral. Hasil uji
persen TNI mengkonsumsi lemak tidak sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi
yang di anjurkan, selain itu 57,9 persen TNI mengkonsumsi protein dalam jumlah
lebih. Data status gizi yang diperoleh adalah sebanyak 25,7 persen mengalami gizi
lebih berdasarkan persen lemak tubuh. Hasi uji statistik menunjukkan ada
hubungan antara konsumsi lemak dan protein dengan obesitas pada TNI.
Kepolisian Resort Kota Bogor pada tahun 2010 diperoleh bahwa status gizi lebih
banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi karbohidrat 60 persen dari total
karbohidrat < 60 persen dari total konsumsi energi yaitu sebesar 26,3 persen.
Sedangkan status gizi tidak lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi
karbohidrat < 60 persen dari total konsumsi energi sebesar73,7 persen daripada
yaitu sebesar 45,7 persen. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan status gizi polisi. Selain itu
didapatkan hasil bahwa status gizi lebih banyak terjadi pada polisi yang
mengkonsumsi protein 15 persen dari total konsumsi energi sebesar 42,3 persen
daripada polisi yang mengkonsumsi protein < 15 persen dari total konsumsi
energi yaitu sebesar 38,3 persen. Sedangkan status gizi tidak lebih banyak terjadi
pada polisi yang mengkonsumsi protein < 15 persen dari total konsumsi energi
sebesar 61,7 persen daripada polisi yang mengkonsumsi protein 15 persen dari
total konsumsi energi yaitu sebesar 57,7 persen. Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi
polisi. Sedangkan status gizi lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi
makanan kudapan seperti bakwan, singkong goreng, tahu goreng, tempe goreng
dan pisang goreng 250 kkal adalah sebesar 53,1 persen daripada polisi yang
mengkonsumsi makanan kudapan < 250 kkal yaitu sebesar 29,3 persen.
Sedangkan status gizi tidak lebih banyak terjadi pada polisi yang mengkonsumsi
makanan kudapan < 250 kkal dari total konsumsi energi sebesar 70,7 persen
daripada polisi yang mengkonsumsi protein 250 kkal dari total konsumsi energi
yaitu sebesar 46,9 persen. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat
Makan, Aktivitas Fisik dan Status Gizi pada Karyawan UD Alfa STAR Busana
dan PLS Ervina Medan menggambarkan bahwa pola makan karyawan masih
mengandung tinggi kalori, energi, garam dan gula setiap hari. Umumnya mereka
mengkonsumsi roti, keripik, bakso, gorengan, teh manis, kopi, minuman kemasan
dan susu. Aktivitas fisik yang dilakukan tergolong sedang yaitu sebanyak 84
persen. Selain itu terdapat 39 persen karyawan kelebihan berat badan dan 5 persen
perilaku makan karyawan yang tidak seimbang serta diimbangi dengan aktivitas
fisik yang kurang mempengaruhi status gizinya, ini terlihat sebagian karyawan
Penelitian lain yang dilakukan oleh Keviena (2013) pada karyawan shift
PT. Akebono Brake Astra Indonesia menunjukkan bahwa berdasarkan uji statistik
yang dilakukan diketahui bahwa karyawan yang mengasup energi lebih dari yang
dibutuhkan memiliki peluang 27,025 kali lebih besar mengalami status gizi lebih
dibandingkan dengan karyawan yang mengasup energi cukup. Begitu pula dengan
protein diketahui bahwa karyawan yang mengasup protein lebih dari yang
dibutuhkan memiliki peluang 1,622 kali lebih besar mengalami status gizi lebih
diketahui bahwa karyawan yang mengasup lemak lebih dari yang dibutuhkan
memiliki peluang 10,847 kali lebih besar mengalami status gizi lebih
dibandingkan dengan karyawan yang mengasup lemak cukup. Data status gizi
gizi lebih. Hasil uji statistik mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara
asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak dengan status gizi lebih.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nadimin (2011) pada pegawai Dinas
Kesehatan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa pola makan masih kurang baik
yaitu sebesar 62 persen. Sebagian besar pola konsumsi pegawai terhadap sayuran
dan buah masih kurang. Selain itu frekuensi konsumsi terhadap makanan pokok
dan lauk pauk juga kurang baik. Mereka juga cenderung mengkonsumsi makanan
siap saji yang banyak mengandung karbohidrat dan lemak atau tinggi kalori. Data
status gizi pegawai terdapat 50 persen mengalami obesitas. Terlihat bahwa pola
makan yang kurang baik menyebabkan status gizi tidak baik pula.
Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan Dewi dan Trias (2013)
mengenai Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik, Sikap dan Pengetahuan tentang
Obesitas dengan Status Gizi PNS di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
sebesar 59,8 persen dengan frekuensi terbanyak pada laki-laki 3 kali per hari
sebesar 39,1 persen dan perempuan 2 kali per hari sebesar 21,8 persen. Selain itu
kali/minggu sebesar 13,8 persen dan pada perempuan 1 kali/minggu sebesar 7,2
persen. Menurut data yang didapat dari 87 sampel, terdapat 56,3 persen pegawai
memiliki status gizi yang tidak baik, yaitu mengalami obesitas sentral.
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terdapat hubungan antara frekuensi
mengkonsumsi nasi dan bakso keliling dengan status gizi pegawai negeri sipil di
zat dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
bersih dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan
Konsep dasar gizi seimbang pada orang dewasa tercantum dalam 10 Pesan
Gizi Seimbang Tahun 2014 adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI,
2014) :
Kualitas atau mutu gizi dan kelengkapan zat gizi dipengaruhi oleh
kelompok pangan setiap hari atau setiap makan. Kelima kelmpok pangan tersebut
Mengkonsumsi lebih dari satu jenis untuk setiap kelompok makanan (makanan
pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan) setiap kali makan akan lebih baik.
dan tidak tergesa-gesa akan mendukung terwujudnya cara makan yang baik.
dan serat pangan. Konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan salah satu
antioksidan, menjaga kenormalan tekanan darah, kadar gula dan kolesterol serta
menurunkan resiko sulit buang air besar dan kegemukan. Pada orang dewasa
hari atau setara dengan 2 porsi atau 2 gelas sayur setelah dimasak dan 3 buah
pisang ambon ukuran sedang, potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk
ukuran sedang.
Lauk pauk terdiri dari pangan hewani dan nabati. Pangan hewani terdiri
dari daging ruminansia (daging sapi, daging kambing, daging rusa,dll), daging
unggas (daging ayam, daging bebek, dll), ikan dan seafood. Pangan nabati terdiri
dari kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti kedelai, tahu, tempe, dan lain-
lain. Mewujudkan gizi seimbang, kedua kelompok pangan ini perlu dikonsumsi
bersama kelompok pangan lainnya setiap hari agar jumlah dan kualitas zat gizi
pangan hewani dan pangan nabati sebanyak 2-4 porsi per hari.
dengan mengkonsumsi lebih dari satu jenis makanan pokok dalam sehari.
natrium tidak lebih dari 1 sendok teh dan lemak/minyak tidak lebih dari 5 sendok
6. Biasakan sarapan
meningkatkan resiko jajan yang tidak sehat. Sarapan diperlukan untuk berfikir,
bekerja, dan melakukan aktivitas fisik secara optimal setelah bangun pagi.
Bagi orang yang tidak biasa makan kudapan pagi dan kudapan siang, porsi
makanan saat sarapan sekitar 1/3 dari total makanan siang. Sedangkan bagi orang
yang biasa makan kudapan pagi dan makanan kudapan siang, jumlah porsi
pelarut, pembentuk atau komponen sel dan organ, media transportasi zat gizi dan
gangguan atau penyakit, antara lain: konstipasi, infeksi saluran kemih, batu
saluran kemih, gangguan ginjal dan obesitas. Oleh karena itu dianjurkan
mungkin terjadi pada konsumen yang memiliki penyakit tertentu. Oleh karena itu
tersebut.
menggunakan sabun dan air mengalir agar terhindar dari kuman penyebab
penyakit
10. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal
selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu. Bagi orang
dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi keseimbangan
zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya berat badan normal, yaitu berat badan
yang sesuai dengan tinggi badannya. Oleh karena itu, pemantauan BB normal
merupakan hal yang harus menjadi bagian dari Pola Hidup dengan Gizi
Seimbang
zat-zat gizi bergantung pada berbagai faktor yaitu umur, tinggi badan, berat
badan, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Oleh karena itu, dalam pemenuhan zat
1. Kebutuhan energi
2. Kebutuhan karbohidrat
energi, terutama dalam bentuk karbohidrat kompleks seperti yang terdapat dalam
padia-padian (beras, jagung, gandum dan hasil olahannya seperti roti) dan umbi-
seperti gula maksimum dikonsumsi 5 persen dari kebutuhan energi total atau
3. Kebutuhan protein
energi. Kebutuhan konsumsi protein pada kelompok usia dewasa digunakan untuk
menggantikan protein yang hilang akibat rutinitas sehari-hari melalui urin, feses,
kulit dan rambut, serta untuk mengganti sel-sel yang rusak. Konsumsi protein
yang terlalu tinggi dapat meningkatkan hilangnya kalsium melalui urin, sehingga
resiko menderita osteoporosis bertambah. Asupan protein lebih dari 2 kali jumlah
terutama sebagai akibat dari tingginya asupan lemak jenuh dan kolesterol yang
protein yang berasal dari makanan nabati seperti tahu, tempe dan sebagainya
4. Kebutuhan lemak
lemak, ayam tanpa kulit, ikan, susu tanpa lemak (skim) serta mengurangi santan
5. Kebutuhan mineral
apabila makanan sehari-hari sesuai dengan Pesan Gizi Seimbang (PGS). Beberapa
mineral yang perlu diperhatikan yaitu garam natrium, besi dan kalsium. Garam
natrium terdapat dalam garam dapur (NaCl) dan monosodium glutamat (MSG).
Konsumsi garam natrium dibatasi hingga 6 g per hari ( 2400 mg per hari). Selain
seperti ikan asin, ikan asap, makanan kaleng, serta acar begitupula dengan MSG.
AKG besi pada perempuan dewasa muda lebih tinggi dibandingkan dewasa
setengah tua karena pada usia tersebut perempuan kehilangan besi setiap bulan
melalui menstruasi. Makanan sumber zat besi yang dianjurkan adalah daging
merah, hati, kuning telur, sayuran hijau, serta kacang-kacangan dan hsil
olahannya sepertu tahu dan tempe. Kalsium penting untuk pembentukan tulang
dan menjaga agar tulang tetap kuat. Asupan kalsium yang cukup setiap hari dapat
dianjurkan untuk dikonsumsi adalah susu dan hasil olahannya (Almatsier dkk,
2013).
6. Kebutuhan vitamin
dipenuhi apabila makanan sehari-hari sesuai dengan Pesan Gizi Seimbang (PGS).
standar guna mencapai status gizi yang optimal. Angka Kecukupan Gizi (AKG)
zat gizi sehari bagi hampir semua orang sehat (97,5 persen) menurut golongan
umur, jenis kelamin, ukuran tubuh aktifitas fisik, genetik dan keadaan fisiologis.
AKG ini mencerminkan asupan rata-rata sehari yang dikonsumsi oleh populasi
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa umur
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi per orang per hari umur 19-64 tahun
Kelompok Umur
Pria Wanita
Jenis Zat Gizi
19-29 30-49 50-64 19-29 30-49 50-64
tahun tahun tahun tahun tahun tahun
Karbohidrat (gr) 375 394 349 309 323 285
Protein (gr) 62 65 65 56 57 57
Lemak (gr) 91 73 65 75 60 53
Vitamin
- Vitamin A (mg) 600 600 600 500 500 500
- Vitamin D (mg) 15 15 15 15 15 15
- Vitamin E (mg) 15 15 15 15 15 15
- Vitamin B1 (mg) 1,4 1,3 1,2 1,1 1,1 1,0
- Vitamin B2 (mg) 1,6 1,6 1,4 1,4 1,3 1,1
- Vitamin B3 (mg) 15 14 13 12 12 10
- Vitamin C (mg) 90 90 90 75 75 75
keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang
telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium
perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai
(Arisman, 2010).
Penilaian status gizi dibagi menjadi dua, yaitu penilaian secara langsung
langsung meliputi survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
antara protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan
fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh
Intepretasi nilai IMT untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat
konsumsi makanan dibagi atas dua metode yaitu metode kualitatif dan metode
makanan atau makanan jadi selama periode tertentu setiap hari, minggu, bulan,
tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan dan
yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi
yang cukup sering oleh responden. Sedangkan metode kuantitatif adalah untuk
jam. Penggunaan recall 24 jam dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan
yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu (Supariasa dkk, 2001).
sikap dan konsumsi makanan dengan status gizi dapat dilihat pada bagan di bawah
ini :
Pengetahuan
Sikap
Status Gizi
Konsumsi
makanan
- Susunan
makanan
- Frekuensi
makanan
- Kuantitas
makanan