Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN :
Nama : Tn. N
Usia : 71 tahun
No. RM : 00-44-xx-xx
B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih diantar keluarga dengan keluhan
tidak sadarkan diri sejak 2 jam SMRS, penurunan kesadaran tiba- tiba saat pasien
sedang berbaring, istri beliau mengatakan pasien tidak bergerak saat tidur,
kemudian pasien dibangunkan, mata pasien melotot, namun tidak ada respon
saat dipanggil maupun ditepuk- tepuk, tidak ada keluhan lemas, sakit kepala,
mual, muntah, mau pun demam sebelumnya . Pasien memiliki riwayat Diabetes
Melitus dan Hipertensi sejak lebih dari 5 tahun yang lalu, dan dikontrol serta
pernah mengalami hal seperti ini pada tahun 2011 karena gula darah rendah.
Pasien sering merasa haus, gatal- gatal seluruh tubuh tanpa penyebab yang pasti,
pada malam hari pasien terbangun 2-3 kali untuk BAK.
1
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat Operasi:
Riwayat pengobatan :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien
Riwayat alergi:
Riwayat psikososial :
C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2
Kesadaran : Kompos Mentis
Total: 15
Tanda vital:
Nadi : 100x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Antropometri
BB : 55 kg
TB : 160 cm
Status generalis:
Kepala : Normocephal,
Mata : Konjungtiva anemis (+/+ ), Sklera ikterik (-/-) edema palpebral (-/-)
mata cekung(-/-) mata merah dan berair(-/-)
3
Leher : Perbesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-), JVP normal
Thorax :
Pulmo :
Inspeksi :Dada simetris (+/+), tidak ada bagian dada yang tertinggal
saat bernafas
Jantung :
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
4
Turgor Kulit: Baik, kembali dalam waktu< 2 detik
Ekstremitas :
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
23 April 2015
HEMATOLOGI RUTIN
Hematokrit 31 40- 52 %
ELEKTROLIT
5
Cl 96 94-111 mEq/L
E. RESUME
Laki- laki, 71 tahun datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih diantar keluarga
dengan penuruan kesadaran tiba- tiba saat pasien sedang berbaring, tidak ada
keluhan sakit kepala, mual, muntah, mau pun demam sebelumnya . Pasien juga
mengalami polidipsi, polifagi, dan poliuri serta memiliki riwayat DM dan HT , rutin
dikontrol( minum obat) dan pasien pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya
karena hipoglikemia. Pada pemeriksaan fisik: TD: 150/80 mmHg N: 100 x/min RR:
20x /min dan S: 36,5 C. pada periksaan laboratorium : Hb: 10,3 g/ dL , leukosit: 6,99
ribu/ L Ht: 31%, Trombosit: 137 ribu/ L, eritrosit: 3,2 106 / L , GDS : 38 mg/dL
F. DAFTAR MASALAH
- Penurunan kesadaran ec hipoglikemia
- Diabetes Melitus Tipe II
- Hipertensi
G. ASSESMENT
6
Objektif:
Antropometri
BB : 55 kg
TB : 160 cm
IMT : 21,5 kg/m2
Status gizi : Normal
7
Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20% : 20% x 1620= 324 kal
Jadi, total kebutuhan kalori perhari untuk penderita ini adalah : 1620 + 324-
324= 1620 kal
- Edukasi : berikan penjelasan pada pasien dan keluarganya bahwa sakit gula
(Diabetes mellitus) tidak dapat disembuhkan dan untuk memperbaiki
kondisinya harus dilakukan dengan disiplin untuk kontrol ke dokter, dan
harus di dukung dengan modifikasi gaya hidup menjadi gaya hidup yang
lebih sehat.
2. Hipertensi
Subjektif:
Pasien memiliki riwayat Hipertensi , sering dikontrol dan minum obat
Objektif:
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Assessment :
Hipertensi Grade 1
Planning:
- Penanganan : amlodipine 1x 5 mg
- Pemeriksaan penunjang : Rongent thorax, , EKG, pemeriksaan fungsi
ginjal.
8
- Edukasi : ajarkan pasien untuk menghindarai makanan yang mengandung
tinggi garam dan anjurkan pasien untuk melakukan aktifitas fisik
(olahraga) rutin minimal 3 kali seminggu dengan pola aerobic.
H. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
23-04 Kepala terasa TD: 180/90 mmHg DM Tipe2 dg Cek GDS 6 jam/
-2015 pusing S : 36,8 C Riw.Hipoglikemia hari
RR : 20 x/mnt Hipertensi Infus D40%
N : 92 x/mnt Valsartan 1x 80
GDS: Asam folat 3x1
06:00: 226 mg/dl B12 3x1
08;00: 192 mg/dl Versilon 1x1
10:00:113 mg/dl Stop obat DM
12:00:157 mg/dl
16:00:113 mg/dl
20:00:106 mg/dl
23:00:72 mg/dl
9
RR : 22 x/mnt Infus Ringer
N : 88 x/mnt Asering
GDS: Valsartan 1x 80
02.00: 136 mg/dL Asam folat 3x1
06.00: 220 mg/dL B12 3x1
11.00:186 mg/dL Versilon 1x1
17.00:96 mg/dL Glimepiride 1x1
23.00:110 mg/dL
SGOT : 30 U/L
SGPT : 35 U/L
Ureum : 66
mg/dL
Kreatinin:2 mg/dL
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah
di bawah normal. Pada umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal
jarang melampaui 126 mg/dl, jika diatas itu tergolong tidak normal. Biasanya
pada penderita hipoglikemia terjadi kadar glukosa yang rendah yaitu kurang
dari 50 mg/dl(2,8 mmol/L) atau bahkan kurang dari 40 mg/dl (2,2 mmol/L).
Kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10%
dibandingkan dengan kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki
kadar glukosa yang relatif rendah. Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus
tipe 1 (DMT 1) dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor
penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal
atau mendekati normal. Pengendalian glukosa darah yang baik dan lengkap
didasarkan pada kondisi bebas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul
akibat mekanisme dalam tubuh yang tidak sempurna dimana kadar insulin
pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan
fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman.
(Soemadji, 2009).
Secara epidemiologi , Hipoglikemia biasanya ditemukan pada pasien
diabetes melitus. Sekitar 90% dari semua pasien yang menerima insulin
mengalami episode hipoglikemia. Kejadian hipoglikemia sangat bervariasi,
namun pada umumnya penderita diabetes mellitus tipe 1 memiliki rata-rata
episode hipoglikemia simtomatik per minggu dan per tahun. Diperkirakan 2-
11
4% dari mortalitas akibat diabetes melitus dikaitkan dengan hipoglikemia
(Shafiee, 2012).
Frekuensi hipoglikemia lebih rendah pada orang dengan diabetes
mellitus tipe 2 dibandingkan tipe 1. Studi di Inggris menunjukkan bahwa pada
pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 risiko hipoglikemia berat rendah dalam
beberapa tahun pertama (7%) dan meningkat menjadi 25% dalam perjalanan
diabetes. Namun prevalensi diabetes mellitus tipe 2 adalah sekitar dua puluh
kali lipat lebih tinggi dari diabetes mellitus tipe 1 dan banyak pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 akhirnya memerlukan pengobatan insulin, sehingga
sebagian besar episode hipoglikemia terjadi pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2 (Shafiee, 2012).
Hasil penelitian di RSCM 1990- 1991 yang dilakukan Karsono dkk,
memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus
pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar
belakang DM.( Boedisantoso, 2007)
2.2.2 Klasifikasi
12
Diabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang
tertera pada table 1.
13
kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah
transplantasi organ).
2.2.2 Diagnosis
2 Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
14
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa
sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa
oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dl
(Sudoyo,Aru W, 2006).
Tabel 2 . Kriteria diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2011
15
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa,
merupakan tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan
tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan
penyakit kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI, 2011).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat
diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (Sudoyo,Ari W,
2006).
16
Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa
terganggu. Sumber : PERKENI 2011
2.2.3 Penatalaksanaan
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe
2, yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan
terjadinya resistensi insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum
menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas
masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia
dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian
setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes
melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar
glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus (Sudoyo,
Aru W, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah
meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes (PERKENI, 2011).:
17
1. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda diabetes melitus,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian
glukosa darah.
2. Jangka panjang, mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
3. Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas diabetes melitus.
Untuk mencapai tujan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan,dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara holistic dengan mengajarkan perawatan mandii dan perubahan
perilaku.
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai
dengan pendekatan non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau
terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat
berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah tesebut sasaran
pengendalian belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau
intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan obat perlu diperhatikan
titik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya
hiperglikemia.
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlikan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai
18
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan
upaya peningkatan motivasi.
Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat
menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah (PERKENI,
2011) :
1 Mengikuti pola makan sehat
2 Meningkatkan kegiatan jasmani
3 Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara
aman, teratur
4 Melakukan Pementauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan data yang ada
5 Melakukan perawatan kaki secara berkala
6 Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan
tepat
7 Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.
8 Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
19
penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea
kerja panjang.
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepatsetelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati.
20
4 Penghambat glukosidase alfa (acarbose)
5 DPP- IV Inhibitor
Glucagon- like peptide-1( GLP-1) merupakan suatu hormone peptide
yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptide ini disekresi oleh
sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke saluran pencernaan.
GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus
sebagai penghambat sekresi glucagon. Sekresi GLP-1 ,menurun pada
DM tipe 2. Berbagai obat yang masuk golongnan DPP-4 inhibitor,
mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang
penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glucagon.
21
tabel 6. Mekanisme kerja, efek samping utama, dan pengaruh terhadap
penurunan A1C (Hb-glikosilat). Sumber : PERKENI, 2011.
22
Tabel 7. Obat Hipoglikemia Oral. Sumber : PERKENI, 2011:
6 Insulin
23
pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah
sesuai kebutuhan tubuh untik keperluan regulasi glukosa darah (Sudoyo, Aru
W, 2006).
Insulin diperlukan pada keadaan (PERKENI, 2011) :
1 Penurunan berat badan yang cepat
2 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3 Ketoasidosis diabetik
4 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
8 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
9 Yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
10 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
11 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni (PERKENI, 2011):
1 insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2 insulin kerja pendek (short acting insulin)
3 insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
4 insulin kerja panjang (long acting insulin)
5 insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
24
tabel 8. Farmakokinetik insulin berdasarkan waktu kerja. Sumber : PERKENI,
2011
25
Algoritma pengelolaan DM tipe 2 tanpa disertai dekompensasi
26
akibat mekanisme dalam tubuh yang tidak sempurna dimana kadar insulin
pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan
fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman.
(Soemadji, 2009).
Patogenesis
Turunnya
Contohnya insulin,produksi glukosa dan penggunaan glukosa ya
dan sulfonylurea
Hiperinsulinmia
27
pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu, hipoglikemia dapat terjadi karena
malproduksi insulin dari pankreas ketika terdapat tumor pankreas. Setelah
hipoglikemia terjadi, efek yang paling banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan
dan stimulasi masif dari saraf simpatik yang menyebabkan takikardi, berkeringat,
dan tremor (Silbernagl dan Lang, 2010).
Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme
homeostasis dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi
untuk menghambat penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang ada
di dalam darah. Glukagon akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat
meningkatkan proses glikogen dan glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak
memengaruhi penyerapan dan metabolisme glukosa di dalam sel (Carrol, 2007).
28
Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak dapat
di tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang yang terkena
hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa kebingungan.
Walaupun penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar, tapi penderita akan
terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini disebabkan karena glukagon
tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan. Sehingga terkadang
ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat dibutuhkan penyuntikkan
glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat yang
dilatih atau tenaga medis terlatih (Nelms et al, 2007).
Penegakkan Diagnosis
29
Tanda-tanda hipoglikemia
30
Bila belum teratasi bisa iberi antagonis insulin seperti: adrenaline,
kortison dosis tinggi atau glucagon 1 mg intavena.(Boedisantoso,
2007)
a Hipoglikemia ringan
1 Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir
permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu.
2 Bila tidak membaik dalam 15 menit, ulangi pemberian.
3 Tidak dianjurkan untuk memberikan makanan tinggi kalori seperti
coklat, kue, ice cream, cake dan lain-lain.
b Hipoglikemia berat
1 Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.
2 Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberi makanan atau
minuman karena bisa berpotensi terjadi aspirasi.
2 Medika Mentosa
Adapun terapi medika mentosa hipoglikemia yang dapat diberikan adalah:
a Glukosa Oral.
b Glukosa Intravena.
c Glukagon (SC/IM).
d Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme.
e Monitoring
31
Kadar Glukosa (mg/dL) Terapi Hipoglikemia
< 30 mg/dl Injeksi IV dextrose 40 % (25 cc) bolus
3 flakon
30-60 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus
2 flakon
60-100 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus
1 flakon
Follow up :
1 Periksa kadar gula darah 30 menit setelah injeksi.
2 Setelah 30 menit pemberian bolus 3 atau 2 atau 1 flakon dapat
diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar
glukosa darah 120 mg/dl.
Pencegahan Hipoglikemia
32
Orang-orang yang mengkonsumsi obat untuk diabetes harus
bertanya kepada dokter atau tenaga kesehatan profesional kesehatan
mengenai
c Aktivitas sehari-hari
Untuk membantu mencegah hipoglikemia yang disebabkan oleh
aktivitas fisik, penyedia layanan kesehatan mungkin menyarankan:
1 Memeriksa glukosa darah sebelum olahraga atau aktivitas fisik lainnya
dan konsumsi camilan jika kadar gula darah di bawah 100 miligram
perdesiliter (mg/dL).
2 Menyesuaikan obat sebelum aktivitas fisik.
3 Pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan interval selama
waktu beraktivitas fisik dan konsumsi makanan ringan sesuai
kebutuhan.
4 Memeriksa glukosa darah secara berkala setelah aktivitas
fisik(Fonseca, 2008).
d Rencana pengelolaan diabetes
33
Manajemen diabetes intensif untuk menjaga glukosa darah agar
mendekati kisaran normal dapat mencegah komplikasi jangka panjang
yang bisa meningkatkan risiko hipoglikemia. Mereka yang berencana
melakukan kontrol ketat harus berbicara dengan penyedia layanan
kesehatan mengenai cara-cara yanga dapat dilakukan untuk mencegah
hipoglikemia dan cara terbaik untuk mengobatinya (Fonseca, 2008).
Prognosis
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan
waktu onset. Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis
baik (dubia et bonam) dibandingkan dengan asimtomatik tanpa segera diberikan
oral glucose (dubia et malam) (Hamdy, 2013).
Hipoglikemia pada bukan penderita diabetes tidak memiliki prognosis
yang relevan dapat bersifat baik maupun buruk untuk jangka panjang (Manucci et
al., 2006).
34
BAB III
KESIMPULAN
35
Daftar Pustaka
emedicine.medscape 122122.
Longo, Dan L, et al. 2011. Harrisons Principles of Internal Medicine 18th Edition.
Nelms, Marcia, Kathryn P. Sucher., dan Sara Long. 2007. Nutrition Therapy and
Nelms, Marcia, Kathryn P. Sucher., dan Sara Long. 2007. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Belmont: Thomson Learning Inc.
Silbernagl, Stefan, dan Florian Lang. 2010. Color Atlas of Pathophysiology 2nd Ed.
Interna Publishing.
36
Suyono, S dkk. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: FK UI
37
38