Vous êtes sur la page 1sur 38

BAB I

PENDAHULUAN

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. N

TTL : Purworejo, 3 Februari 1944

Usia : 71 tahun

Jenis Kelamin : Laki- laki

Alamat : Kemayoran- Jakarta Pusat

Tanggal Masuk : 23 April 2015

No. RM : 00-44-xx-xx

Dokter yang Merawat : dr.Ihsanil Husna, Sp.PD

B. ANAMNESIS

Keluhan utama :

Tidak sadar sejak 2 jam SMRS

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih diantar keluarga dengan keluhan
tidak sadarkan diri sejak 2 jam SMRS, penurunan kesadaran tiba- tiba saat pasien
sedang berbaring, istri beliau mengatakan pasien tidak bergerak saat tidur,
kemudian pasien dibangunkan, mata pasien melotot, namun tidak ada respon
saat dipanggil maupun ditepuk- tepuk, tidak ada keluhan lemas, sakit kepala,
mual, muntah, mau pun demam sebelumnya . Pasien memiliki riwayat Diabetes
Melitus dan Hipertensi sejak lebih dari 5 tahun yang lalu, dan dikontrol serta
pernah mengalami hal seperti ini pada tahun 2011 karena gula darah rendah.
Pasien sering merasa haus, gatal- gatal seluruh tubuh tanpa penyebab yang pasti,
pada malam hari pasien terbangun 2-3 kali untuk BAK.

1
Riwayat penyakit dahulu :

Ada Riwayat Diabetes Melitus(DM), dikotrol

Ada Riwayat Hipertensi( HT), dikontrol

Tahun 2011: Pernah mengalami hal seperti ini disebabkan hipoglikemia

Tahun 2006: TB paru, sudah tuntas berobat

Riwayat Operasi:

Tahun 2005: operasi katarak mata kanan

Tahun 2014: operasi katarak mata kiri

Riwayat pengobatan :

Pasien sedang dalam pengobatan DM dan HT ( pasien lupa nama obat)

Riwayat pennyakit keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien

Riwayat DM dan HT pada keluarga disangkal

Riwayat alergi:

Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, debu, maupun cuaca

Riwayat psikososial :

Pasien merupakan seorang pensiunan polisi, dan aktifitas sekarang hanya di


rumah . Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien makan dengan teratur 3 kali
sehari dengan porsi tidak terlalu banyak dan tidak terlalu banyak makan- makanan
yang manis. Pasien takut gula darahnya naik. Pasien tidak merokok, dan tidak
mengonsumsi alkohol

C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

2
Kesadaran : Kompos Mentis

GCS : Motorik =6 , Verbal =5 , Eye =4

Total: 15

Tanda vital:

Tekanan darah : 150/80 mmHg

Nadi : 100x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,5 oC

Antropometri

BB : 55 kg

TB : 160 cm

IMT : 21,5 kg /m2

Kesimpulan : Gizi Normal

Status generalis:

Kepala : Normocephal,

Mata : Konjungtiva anemis (+/+ ), Sklera ikterik (-/-) edema palpebral (-/-)
mata cekung(-/-) mata merah dan berair(-/-)

Hidung : Deviasi septum (-/-),sekret (-/-), perdarahan(-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-/-)

Mulut : Mukosa bibir lembab, perdarahan gusi (-), stomatitis(-), Faring


hiperemis(-)

3
Leher : Perbesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-), JVP normal

Thorax :

Pulmo :

Inspeksi :Dada simetris (+/+), tidak ada bagian dada yang tertinggal
saat bernafas

Palpasi : vokal fremitus simetris, nyeri tekan(-/-)

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru,batas paru-hepar ICS 6

Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V sinistra

Perkusi : Batas atas : ICS III linea para sternal dextra

Batas kanan; ICS IV linea parasternalis dekstra

Batas kiri ; ICS V linea midclavikularis sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

Inspeksi : Distensi (-) scar (-)

Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), tidak teraba massa, hepatomegali(-),


splenomegali(-)

Perkusi : Tympani pada seluruh lapang abdomen

4
Turgor Kulit: Baik, kembali dalam waktu< 2 detik

Ekstremitas :

Ekstr. Atas : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-/-)

Ekstr. Bawah : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (+/+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
23 April 2015

Hasil Nilai Normal Satuan

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 10,3 13,2- 17,3 g/dL

Hematokrit 31 40- 52 %

Trombosit 137 150-440 ribu/L

Leukosit 6,99 3,8- 10,6 ribu/L

Eritrosit 3,2 4,4- 5,9 10^6 / L


80-100 Fl
MCV/VER 96
26-34 Pg
MCH/HER 32
32- 36 g/dL
MCHC/KHER 33
KIMIA KLINIK

GDS 38 70- 200 mg/dL

ELEKTROLIT

Na 138 135- 157 mEq/L

K 3,9 3,5- 5 mEq/L

5
Cl 96 94-111 mEq/L

E. RESUME

Laki- laki, 71 tahun datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih diantar keluarga
dengan penuruan kesadaran tiba- tiba saat pasien sedang berbaring, tidak ada
keluhan sakit kepala, mual, muntah, mau pun demam sebelumnya . Pasien juga
mengalami polidipsi, polifagi, dan poliuri serta memiliki riwayat DM dan HT , rutin
dikontrol( minum obat) dan pasien pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya
karena hipoglikemia. Pada pemeriksaan fisik: TD: 150/80 mmHg N: 100 x/min RR:
20x /min dan S: 36,5 C. pada periksaan laboratorium : Hb: 10,3 g/ dL , leukosit: 6,99
ribu/ L Ht: 31%, Trombosit: 137 ribu/ L, eritrosit: 3,2 106 / L , GDS : 38 mg/dL

F. DAFTAR MASALAH
- Penurunan kesadaran ec hipoglikemia
- Diabetes Melitus Tipe II
- Hipertensi

G. ASSESMENT

1. Hipoglikemia, Diabetes mellitus tipe II


Subjektif:
Pasien datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih diantar keluarga dengan keluhan
tidak sadarkan diri sejak 2 jam SMRS, penurunan kesadaran tiba- tiba saat
pasien sedang berbaring, istri beliau mengatakan pasien tidak bergerak saat tidur,
kemudian pasien dibangunkan, mata pasien melotot, namun tidak ada respon
saat dipanggil maupun ditepuk- tepuk, tidak ada keluhan lemas, sakit kepala,
mual, muntah, mau pun demam sebelumnya . Pasien memiliki riwayat DM dan
hipertensi sejak lebih dari 5 tahun yang lalu, dan dikontrol serta pernah
mengalami hal seperti ini pada tahun 2011 karena gula darah rendah.. Pasien
sering merasa haus, gatal- gatal seluruh tubuh tanpa penyebab yang pasti, pada
malam hari pasien terbangun 2-3 kali untuk BAK.

6
Objektif:

Tekanan darah : 150/80 mmHg


Nadi : 100x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
GDS : 38 mg/dL

Assessment: Penurunan kesadaran ec. Hipoglikemia Diabetes mellitus tipe II


Planning:
- Oksigenasi kanul 3 liter/menit
- larutan glukosa 40% sebanyak 2 flakon , melalui vena setiap 10-20 menit
hingga pasien sadar disertai pemberin cairan dextrose 10% per infus 6
jam per kolf, untuk mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal
atau di atas normal. Bila belum teratasi bisa diberi antagonis insulin
seperti: adrenaline, kortison dosis tinggi atau glucagon 1 mg intavena
- Cek GDS per 1-2 jam.
- Nutrisi diberikan pola diet DM
- Pemeriksaan penunjang darah lengkap, urin lengkap, fungsi ginjal, &
EKG.
- Terapi gizi Medis: Berdasarkan rumus Broca.

BB ideal : (TB cm- 100) kg 10%

(160-100) kg -10% = 60-6 =54 kg.

Antropometri

BB : 55 kg
TB : 160 cm
IMT : 21,5 kg/m2
Status gizi : Normal

Kebutuhan Kalori perhari :

Kebutuhan Kalori Basal : BB ideal x 30 kal = 54 x 30 = 1620 kal

7
Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20% : 20% x 1620= 324 kal

Koreksi karena usia lebih dari 70 tahun : 20%x1620 = 324 kalori.

Jadi, total kebutuhan kalori perhari untuk penderita ini adalah : 1620 + 324-
324= 1620 kal

1. Karbohidrat 60%: 60% x 1620 = 972 kalori karbohidrat (1 kalori


karbohidrat = 4 karbohidrat) jadi 972 kalori karbihdrat/4 = 243 gram
karbohidrat

2. Protein 20%= 20%x1620= 324 kalori protein setara dengan 81 gram


protein.

3. Lemak 20% = 20%x1620= 324 kalori lemak setara dengan 36 gram


lemak.

- Edukasi : berikan penjelasan pada pasien dan keluarganya bahwa sakit gula
(Diabetes mellitus) tidak dapat disembuhkan dan untuk memperbaiki
kondisinya harus dilakukan dengan disiplin untuk kontrol ke dokter, dan
harus di dukung dengan modifikasi gaya hidup menjadi gaya hidup yang
lebih sehat.

2. Hipertensi
Subjektif:
Pasien memiliki riwayat Hipertensi , sering dikontrol dan minum obat
Objektif:
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Assessment :
Hipertensi Grade 1

Planning:
- Penanganan : amlodipine 1x 5 mg
- Pemeriksaan penunjang : Rongent thorax, , EKG, pemeriksaan fungsi
ginjal.

8
- Edukasi : ajarkan pasien untuk menghindarai makanan yang mengandung
tinggi garam dan anjurkan pasien untuk melakukan aktifitas fisik
(olahraga) rutin minimal 3 kali seminggu dengan pola aerobic.

H. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

23-04 Kepala terasa TD: 180/90 mmHg DM Tipe2 dg Cek GDS 6 jam/
-2015 pusing S : 36,8 C Riw.Hipoglikemia hari
RR : 20 x/mnt Hipertensi Infus D40%
N : 92 x/mnt Valsartan 1x 80
GDS: Asam folat 3x1
06:00: 226 mg/dl B12 3x1
08;00: 192 mg/dl Versilon 1x1
10:00:113 mg/dl Stop obat DM
12:00:157 mg/dl
16:00:113 mg/dl
20:00:106 mg/dl
23:00:72 mg/dl

24-04- Tidak ada TD:140/80 mmhg DM Tipe2 dg Cek GDS 6 jam/


2015 keluhan S : 36,7 C Riw.Hipoglikemia hari
RR : 18 x/mnt Hipertensi Infus Ringer
N : 88 x/mnt Asering
GDS: Valsartan 1x 80
02.30: 75 mg/dL Asam folat 3x1
06.00: 110 mg/dL B12 3x1
Hb: 11g/dL Versilon 1x1
Leuko: 5,99
ribu/L
Ht:33%
Trombo:149
ribu/L
Eri:3,4210^6 / L

25-04- Tidak ada TD : 110/80 mmhg DM Tipe2 dg Cek GDS 6 jam/


2015 keluhan S : 36,8 C Riw.Hipoglikemia hari

9
RR : 22 x/mnt Infus Ringer
N : 88 x/mnt Asering
GDS: Valsartan 1x 80
02.00: 136 mg/dL Asam folat 3x1
06.00: 220 mg/dL B12 3x1
11.00:186 mg/dL Versilon 1x1
17.00:96 mg/dL Glimepiride 1x1
23.00:110 mg/dL
SGOT : 30 U/L
SGPT : 35 U/L
Ureum : 66
mg/dL
Kreatinin:2 mg/dL

27-04- Tidak ada TD : 140/60 mmhg DM Tipe2 dg Boleh Pulang


2015 keluhan S : 37C Riw.Hipoglikemia Th/
RR : 20 x/mnt Hipertensi Valsartan 1x 80
N : 80 x/mnt Asam folat 3x1
GDS: B12 3x1
05.00: 160mg/dL Versilon 1x1
Glimepiride 1x1

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah
di bawah normal. Pada umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal
jarang melampaui 126 mg/dl, jika diatas itu tergolong tidak normal. Biasanya
pada penderita hipoglikemia terjadi kadar glukosa yang rendah yaitu kurang
dari 50 mg/dl(2,8 mmol/L) atau bahkan kurang dari 40 mg/dl (2,2 mmol/L).
Kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10%
dibandingkan dengan kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki
kadar glukosa yang relatif rendah. Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus
tipe 1 (DMT 1) dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor
penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal
atau mendekati normal. Pengendalian glukosa darah yang baik dan lengkap
didasarkan pada kondisi bebas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul
akibat mekanisme dalam tubuh yang tidak sempurna dimana kadar insulin
pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan
fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman.
(Soemadji, 2009).
Secara epidemiologi , Hipoglikemia biasanya ditemukan pada pasien
diabetes melitus. Sekitar 90% dari semua pasien yang menerima insulin
mengalami episode hipoglikemia. Kejadian hipoglikemia sangat bervariasi,
namun pada umumnya penderita diabetes mellitus tipe 1 memiliki rata-rata
episode hipoglikemia simtomatik per minggu dan per tahun. Diperkirakan 2-

11
4% dari mortalitas akibat diabetes melitus dikaitkan dengan hipoglikemia
(Shafiee, 2012).
Frekuensi hipoglikemia lebih rendah pada orang dengan diabetes
mellitus tipe 2 dibandingkan tipe 1. Studi di Inggris menunjukkan bahwa pada
pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 risiko hipoglikemia berat rendah dalam
beberapa tahun pertama (7%) dan meningkat menjadi 25% dalam perjalanan
diabetes. Namun prevalensi diabetes mellitus tipe 2 adalah sekitar dua puluh
kali lipat lebih tinggi dari diabetes mellitus tipe 1 dan banyak pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 akhirnya memerlukan pengobatan insulin, sehingga
sebagian besar episode hipoglikemia terjadi pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2 (Shafiee, 2012).
Hasil penelitian di RSCM 1990- 1991 yang dilakukan Karsono dkk,
memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus
pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar
belakang DM.( Boedisantoso, 2007)

2.2 Diabetes Melitus Tipe 2


2.2.1 Definisi
Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa Diabetes Melitus merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan
singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana
didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin
(PERKENI 2006).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010 , Diabetes
Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (PERKENI, 2011).
.Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang
segala lapisan umur dan sosial ekonomi(Shahab,Alwi, 2006).

2.2.2 Klasifikasi

12
Diabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang
tertera pada table 1.

Tabel 1 . Klasifikasi diabetes menurut etiologinya. Sumber : PERKENI, 2011

American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical


Care in Diabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4
tipe yang disajikan dalam :

1 Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh


adanya destruksi sel pankreas yang secara absolut menyebabkan
defisiensi insulin.

2 Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya


kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.

3 Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh


beberapa faktor lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel
pankreas, kelainan genetik pada aktivitas insulin, penyakit eksokrin
pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau bahan

13
kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah
transplantasi organ).

4 Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau


dialami selama masa kehamilan.

2.2.2 Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar


glukosa darah. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Untuk memastikan diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah
sebaiknya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun
demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah
utuh, vena maupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Untuk pemantauan hasil
pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler (Sudoyo,Aru W, 2006).

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.


Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM
seperti tersebut di bawah ini ( PERKENI 2011) :

1 Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan


berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2 Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Jika keluhan khas khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200


mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk
acuan diagnosis diabetes melitus. Untuk kelompok tanpa keluhan khas
diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja
abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.

14
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa
sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa
oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dl
(Sudoyo,Aru W, 2006).
Tabel 2 . Kriteria diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2011

Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan


pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada
mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang
tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji
diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan
penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Sudoyo,Aru W,
2006).
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan
Dibetes melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah
puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.

15
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa,
merupakan tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan
tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan
penyakit kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI, 2011).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat
diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (Sudoyo,Ari W,
2006).

Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar


penyaring dan diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2011.

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk


menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan
glukosa darah puasa tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan
diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.

16
Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa
terganggu. Sumber : PERKENI 2011

2.2.3 Penatalaksanaan
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe
2, yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan
terjadinya resistensi insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum
menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas
masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia
dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian
setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes
melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar
glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus (Sudoyo,
Aru W, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah
meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes (PERKENI, 2011).:

17
1. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda diabetes melitus,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian
glukosa darah.
2. Jangka panjang, mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
3. Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas diabetes melitus.
Untuk mencapai tujan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan,dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara holistic dengan mengajarkan perawatan mandii dan perubahan
perilaku.
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai
dengan pendekatan non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau
terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat
berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah tesebut sasaran
pengendalian belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau
intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan obat perlu diperhatikan
titik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya
hiperglikemia.

Untuk penatalaksanaan diabetes melitus, di Indonesia, pendekatan yang


digunakan adalah berdasarkan dari pilar penatalaksanaan diabetes melitus
yang sesuai dengan konsensus penatalaksanaan diabetes melitus menurut
PERKENI tahun 2011. Adapun pilar penatalaksanaan diabetes melitus sebagai
berikut :

Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlikan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai

18
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan
upaya peningkatan motivasi.
Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat
menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah (PERKENI,
2011) :
1 Mengikuti pola makan sehat
2 Meningkatkan kegiatan jasmani
3 Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara
aman, teratur
4 Melakukan Pementauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan data yang ada
5 Melakukan perawatan kaki secara berkala
6 Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan
tepat
7 Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.
8 Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

Obat hipoglikemik oral (OHO)


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan (PERKENI,
2011) :

1 Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid


Sulfonilurea, obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama
untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih
boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk
menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan
seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta

19
penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea
kerja panjang.
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepatsetelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati.

2 penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion


Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada
Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di
perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan
juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

3 penghambat glukoneogenesis: metformin


Metformin, obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien
dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut
dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

20
4 Penghambat glukosidase alfa (acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,


sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia.
Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan
flatulens.

5 DPP- IV Inhibitor
Glucagon- like peptide-1( GLP-1) merupakan suatu hormone peptide
yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptide ini disekresi oleh
sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke saluran pencernaan.
GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus
sebagai penghambat sekresi glucagon. Sekresi GLP-1 ,menurun pada
DM tipe 2. Berbagai obat yang masuk golongnan DPP-4 inhibitor,
mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang
penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glucagon.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari (PERKENI, 2006) :


1 OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir
maksimal
2 Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan
3 Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
4 Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
5 Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
6 Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
7 Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
8 DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

21
tabel 6. Mekanisme kerja, efek samping utama, dan pengaruh terhadap
penurunan A1C (Hb-glikosilat). Sumber : PERKENI, 2011.

22
Tabel 7. Obat Hipoglikemia Oral. Sumber : PERKENI, 2011:

6 Insulin

Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah


basal dikenal sebagai insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang). Bila
sasaran glukosa darah basal telah tercapai, namun A1C belum mencapai
target pengendalian glukosa darah prandial ,digunakan insulin kerja cepat
(rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting). Terapi insulin
tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons
individu, dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,


dihasilkan oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan

23
pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah
sesuai kebutuhan tubuh untik keperluan regulasi glukosa darah (Sudoyo, Aru
W, 2006).
Insulin diperlukan pada keadaan (PERKENI, 2011) :
1 Penurunan berat badan yang cepat
2 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3 Ketoasidosis diabetik
4 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
8 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
9 Yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
10 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
11 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni (PERKENI, 2011):
1 insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2 insulin kerja pendek (short acting insulin)
3 insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
4 insulin kerja panjang (long acting insulin)
5 insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)

24
tabel 8. Farmakokinetik insulin berdasarkan waktu kerja. Sumber : PERKENI,
2011

25
Algoritma pengelolaan DM tipe 2 tanpa disertai dekompensasi

2.3 Hipoglikemi Pada Diabetes Melitus

Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah


di bawah normal. Pada umumnya kadar glukosa puasa pada orang normal
jarang melampaui 126 mg/dl, jika diatas itu tergolong tidak normal. Biasanya
pada penderita hipoglikemia terjadi kadar glukosa yang rendah yaitu kurang
dari 50 mg/dl(2,8 mmol/L) atau bahkan kurang dari 40 mg/dl (2,2 mmol/L).
Kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) lebih rendah 10%
dibandingkan dengan kadar glukosa plasma dikarenakan eritrosit memiliki
kadar glukosa yang relatif rendah. Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus
tipe 1 (DMT 1) dan diabetes mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor
penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal
atau mendekati normal. Pengendalian glukosa darah yang baik dan lengkap
didasarkan pada kondisi bebas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul

26
akibat mekanisme dalam tubuh yang tidak sempurna dimana kadar insulin
pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan
fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman.
(Soemadji, 2009).

Patogenesis

Pasca Makan Obat-obatan Puasa

Turunnya
Contohnya insulin,produksi glukosa dan penggunaan glukosa ya
dan sulfonylurea
Hiperinsulinmia

Pengososngan lambung yang cepat

Produksi glukosa tidak seimbang dengan kebutu

aran insulin yang berlebihan dan penyerapan glukosa yang kurang

Bagan 1. Patogenensis Hipoglikemia (Isselbacher, 2000 ; Longo, 2011).

Tidak seimbang insulin dan glukosa


Patofisiologi Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh berlebihan.
Terkadang kondisi berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang terjadi setelah
melakukan terapi diabetes mellitus. Selain itu, hipoglikemia juga dapat
disebabkan antibodi pengikat insulin, yang dapat mengakibatkan tertundanya

27
pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu, hipoglikemia dapat terjadi karena
malproduksi insulin dari pankreas ketika terdapat tumor pankreas. Setelah
hipoglikemia terjadi, efek yang paling banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan
dan stimulasi masif dari saraf simpatik yang menyebabkan takikardi, berkeringat,
dan tremor (Silbernagl dan Lang, 2010).
Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme
homeostasis dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi
untuk menghambat penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang ada
di dalam darah. Glukagon akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat
meningkatkan proses glikogen dan glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak
memengaruhi penyerapan dan metabolisme glukosa di dalam sel (Carrol, 2007).

Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia (Cryer,


2011).

Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan


meningkatkan epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi dari
sel otot dan sel lemak untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh melakukan
pertahanan terhadap turunnya glukosa darah dengan menaikkan asupan
karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini akan menimbukan
gejala neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik, kolinergik, dan berkeringat.
Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka mungkin juga dapat terjadi
kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran (Cryer, 2011).

28
Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak dapat
di tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang yang terkena
hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa kebingungan.
Walaupun penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar, tapi penderita akan
terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini disebabkan karena glukagon
tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan. Sehingga terkadang
ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat dibutuhkan penyuntikkan
glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat yang
dilatih atau tenaga medis terlatih (Nelms et al, 2007).

Penegakkan Diagnosis

Menurut Departement on Health and Human Service, secara harfiah


hipoglikemia berarti kadar glukosa dalam darah menurun dari kadar normal.
Walaupun kadar glukosa plasma pada puasa jarang melampaui 99mg/dl (5,5
mmol/L) tetapi kadar <108mg/dl (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar
glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa
darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif rendah.
Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena sedangkan kadar
glukosa kapiler berada diantara kadar glukosa arteri dan vena (Soemandji, 2009).

Diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila kadar glukosa <50mg/dl


(2,8 mmol/L) atau bahkan <40mg/dl (2,2 mmol/L). Walaupun demikian berbagai
studi fisiologis menunjukan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada
kadar glukosa darah 55 mg/dl (3 mmol/L). Lebih lanjut diketahui bahwa kadar
glukosa darah 55mg/dl (3 mmol/L) yang terjadi berulang kali dapat merusak
mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia yang lebih berat (Soemandji,
2009).

Respon regulasi non pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada kadar


glukosa darah 63-65mg/dl (3,5-3,6mmol/L). Oleh sebab itu, dalam konteks terapi
diabetes, diagnosis hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa plasma kurang
dari sama dengan 63 mg/dl (3,5 mmol/L) (Soemandji, 2009).

29
Tanda-tanda hipoglikemia

1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun


2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung
sederhana.
3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau
tangan , berdebar- debar.
4. Stadium gangguan otak berat: koma( tidak sadar) dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral
atau pun suntik pada pasien Diabetes Melitus. Ada beberapa catatan perbedaan
antara keduanya:
1. Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat
2. Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa
di perkirakan pada puncak kerjanya, misalny, Insulin regular: 2-4
jamsetelah suntik
3. Obat oral sedikit memberikan gejla saraf otonom , sedangkan akibat insulin
sangat menonjol.
Terapi
1 Non Medika Mentosa
Tanda dan gejala hipoglikemia bervariasi dari satu orang dengan orang
lain. Orang dengan hipoglikemia pada diabetes mellitus harus mengenal
tanda-tanda dan gejala serta menggambarkannya kepada teman-teman dan
keluarga sehingga mereka dapat membantu jika diperlukan. (Fonseca, 2008).
Pada keadaan apapun pengobatan yang paling baik adalah
pencegahan. Bila hipoglikemia telah terjadi maka pengobatan yang harus
segera dilaksanakan terutama gangguan terhadap otak , organ yang paling
sensitive terhadap penurunan glukosa darah.
a. Stadium permulaan(sadar):
Pemberian gula murni 30 g(2 sendok makan) atau sirop , permen dan
makanan yang mengandung hidrat arang. Stop obat hipoglikemik
sementara, periksa glukosa darah sewaktu.
b. Stadium lanjut(koma hipoglikemi)
Penanganan harus cepat. Berikan larutan glukosa 40% sebanyak 2
flakon , melalui vena setiap 10-20 menit hinggapasien sadar disertai
pemberin cairan dextrose 10% per infus 6 jam per kolf, untuk
mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau di ata normal.

30
Bila belum teratasi bisa iberi antagonis insulin seperti: adrenaline,
kortison dosis tinggi atau glucagon 1 mg intavena.(Boedisantoso,
2007)

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2011 ) pedoman


tatalaksana hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:

a Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.


b Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa diberikan
satu flakon (25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa) untuk meningkatkan
kadar glukosa kurang lebih 25-50 mg/dL.

Manajemen hipoglikemia menurut Soemadji (2009) tergantung pada


derajat hipoglikemia, yaitu :

a Hipoglikemia ringan
1 Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir
permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu.
2 Bila tidak membaik dalam 15 menit, ulangi pemberian.
3 Tidak dianjurkan untuk memberikan makanan tinggi kalori seperti
coklat, kue, ice cream, cake dan lain-lain.
b Hipoglikemia berat
1 Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.
2 Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberi makanan atau
minuman karena bisa berpotensi terjadi aspirasi.

2 Medika Mentosa
Adapun terapi medika mentosa hipoglikemia yang dapat diberikan adalah:
a Glukosa Oral.
b Glukosa Intravena.
c Glukagon (SC/IM).
d Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme.
e Monitoring

31
Kadar Glukosa (mg/dL) Terapi Hipoglikemia
< 30 mg/dl Injeksi IV dextrose 40 % (25 cc) bolus
3 flakon
30-60 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus
2 flakon
60-100 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus
1 flakon
Follow up :
1 Periksa kadar gula darah 30 menit setelah injeksi.
2 Setelah 30 menit pemberian bolus 3 atau 2 atau 1 flakon dapat
diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar
glukosa darah 120 mg/dl.

Pencegahan Hipoglikemia

Rencana perawatan diabetes dirancang untuk sesuai dengan dosis dan


waktu pengobatan dengan waktu makan dan kegiatan seseorang yang seperti
biasa. Inkompatibilitas dapat menyebabkan hipoglikemia. Misalnya,
meningkatkan dosis insulin atau obat lain yang, tapi kemudian melewatkan
penggunaan insulin dapat menyebabkan hipoglikemia (Fonseca, 2008). Untuk
membantu mencegah hipoglikemia, orang dengan diabetes harus selalu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a Obat-obatan untuk diabetes

Penyedia layanan kesehatan dapat menjelaskan obat-obat yang


digunakan untuk terapi diabetes yang dapat menyebabkan hipoglikemia
dan menjelaskan bagaimana dan kapan harus mengkonsumsi obat tersebut
(Fonseca, 2008).

32
Orang-orang yang mengkonsumsi obat untuk diabetes harus
bertanya kepada dokter atau tenaga kesehatan profesional kesehatan
mengenai

1 Apakah obat yang dikonsumsi dapat menyebabkan hipoglikemia.


2 Kapan mereka harus mengkonsumsi obat diabetes terebut.
3 Berapa jumlah obat yang harus mereka konsumsi.
4 Mereka harus tetap mengkonsumsi obat ketika mereka sakit.
5 Mereka harus menyesuaikan obat sebelum melakukan
aktivitas.Fisik
6 Mereka harus menyesuaikan obat jika melewatkan waktu makan
(Fonseca, 2008).
b Pola makan

Seorang ahli diet dapat membantu merancang rancangan menu


makan yang sesuai preferensi pribadi dan gaya hidup. Rencana makan ini
penting bagi pengelolaan hipoglikemi. Orang-orang hipoglikemi harus
makan secara teratur, cukup makanan setiap kali makan, dan mencoba
untuk tidak melewatkan waktu makan atau makanan ringan. Beberapa
makanan ringan dapat lebih efektif daripada makanan lain dalam
mencegah hipoglikemia pada malam hari. Ahli diet dapat membuat
rekomendasi untuk makanan ringan (Fonseca, 2008).

c Aktivitas sehari-hari
Untuk membantu mencegah hipoglikemia yang disebabkan oleh
aktivitas fisik, penyedia layanan kesehatan mungkin menyarankan:
1 Memeriksa glukosa darah sebelum olahraga atau aktivitas fisik lainnya
dan konsumsi camilan jika kadar gula darah di bawah 100 miligram
perdesiliter (mg/dL).
2 Menyesuaikan obat sebelum aktivitas fisik.
3 Pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan interval selama
waktu beraktivitas fisik dan konsumsi makanan ringan sesuai
kebutuhan.
4 Memeriksa glukosa darah secara berkala setelah aktivitas
fisik(Fonseca, 2008).
d Rencana pengelolaan diabetes

33
Manajemen diabetes intensif untuk menjaga glukosa darah agar
mendekati kisaran normal dapat mencegah komplikasi jangka panjang
yang bisa meningkatkan risiko hipoglikemia. Mereka yang berencana
melakukan kontrol ketat harus berbicara dengan penyedia layanan
kesehatan mengenai cara-cara yanga dapat dilakukan untuk mencegah
hipoglikemia dan cara terbaik untuk mengobatinya (Fonseca, 2008).

Prognosis
Prognosis hipoglikemia dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan
waktu onset. Apabila bersifat simtomatik dan segera diobati memiliki prognosis
baik (dubia et bonam) dibandingkan dengan asimtomatik tanpa segera diberikan
oral glucose (dubia et malam) (Hamdy, 2013).
Hipoglikemia pada bukan penderita diabetes tidak memiliki prognosis
yang relevan dapat bersifat baik maupun buruk untuk jangka panjang (Manucci et
al., 2006).

34
BAB III

KESIMPULAN

a Hipoglikemia adalah keadaan yang menunjukkan kadar glukosa darah berada


di bawah normal.
b Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 1 (DMT 1) dan diabetes
mellitus tipe 2 (DMT 2) merupakan faktor penghambat utama dalam
mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal.
c Hipoglikemia dibagi menjadi tiga yaitu hipoglikemia pasca-makan,
hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pasien rawat inap.
d Hipoglikemia disebabkan karena glukagon tidak dapat mengkompensasi
insulin yang berlebihan.
e Manajemen hipoglikemia disesuaikan dengan tingkat keparahannya.
f Prognosis hipoglikemia dapat dinilai dari penyebab, nilai glukosa darah, dan
waktu onset.

35
Daftar Pustaka

Carrol, Robert G. 2007. Elseviers Integrated Physiology. Philadelphia: Mosby


Elsevier.

Hamdy, O. 2013. Hypoglycemia. US: Harvard Medical Schoolav ailable at

emedicine.medscape 122122.

Longo, Dan L, et al. 2011. Harrisons Principles of Internal Medicine 18th Edition.

New York; McGraw-Hill Medical Publishing Divison.

Manucci et al,. 2006. Incidence and prognostic significance of hypoglycemia in

hospitalized non-diabetic elderly patients. USA: NCBI

Nelms, Marcia, Kathryn P. Sucher., dan Sara Long. 2007. Nutrition Therapy and

Pathophysiology. Belmont: Thomson Learning Inc.

Shafiee et al. 2012. The Importanceof in Diabetic Patients. Hypoglikemia Journal of

Diabetes & Metabolic Disorders, 11:17

Nelms, Marcia, Kathryn P. Sucher., dan Sara Long. 2007. Nutrition Therapy and
Pathophysiology. Belmont: Thomson Learning Inc.

Silbernagl, Stefan, dan Florian Lang. 2010. Color Atlas of Pathophysiology 2nd Ed.

New York: Thieme.

Soemadji, DjokoWahono. 2009. BukuAjar IlmuPenyakit Dalam. Edisi V. Jakarta:

Interna Publishing.

36
Suyono, S dkk. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: FK UI

37
38

Vous aimerez peut-être aussi