Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
JAWABAN
1. Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di dalam
ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa melalui sternus sensory ke
tepi ganglia spinal atau ganglia trigeminal kemudian menjadi laten. Varicella zoster,
yaitu suatu virus rantai ganda DNA anggota famili virus herpes yang tergolong virus
neuropatik atau neuroder-matotropik. Reaktivasi virus varicella zoster dipicu oleh
berbagai macam rangsangan seperti pembedahan, penyinaran, penderita lanjut usia,
dan keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang dalam
pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Apabila
terdapat rangsangan tersebut, virus varicella zoster aktif kembali dan terjadi
ganglionitis. Virus tersebut bergerak melewati saraf sensorik menuju ujung-ujung
saraf pada kulit atau mukosa mulut dan mengadakan replikasi setempat dengan
membentuk sekumpulan vesikel. (Patofisiologi Vol 2 Sylivia&Loarrine)
Vesikel yang muncul di akibatkan karena serangan dari virus varicella-zoster yang di
mana resiko terjangkit herpes zoster terkait dengan pertambahan usia, akibat adanya
penurunan sistem imun secara bertahap sebagai bagian dari proses penuaan. Selain
itu, juga karena penurunan jumlah sel yang terkait dalam imunitas melawan virus
varicella-zoster pada usia tertentu. Herper zoster cenderung juga menyerang penderita
penyakit dengan sistem imun yang lemah.
Yang terdapat dalam vesikel tersebut ialah sel yang berpoliferasi mengandung banyak
inklusi sitoplasma. Terdapat infiltrasi sel monokluer, terutama di sekitar pembuluh
darah di dalam kromium. Sel epitel lapisan malpighi membengkak karena dia
akibatkan sitoplasma yang mengembung dan mengalami degnerasi balon. Vakuola
dalam sitoplasma membesar. Membran sel akan pecah dan bersatu dengan membran
sel yang berada di sebelahnya yang sudah terinfeksi dan akan menyebabkan vesikel.
Vesikel membesar dan terisi sel darah putih dan debris jaringan. Semua lapisan kulit
akan terkena dan akan terjadi nekrosis/kematian sel yang nyata pada dermis.
(Mikrobilogi Kedokteran edisi 23, Jewetz Melnick)
2. - Terapi simptomatik yang diberikan kepada si Tito ialah dengan cara menkompres
dengan pembalut menggunakan air keran atau 5% alumunium asetat (larutan
Burow). Diletakkan pada kulit yang terkena selama 30-60 menit 4-6 kali sehari
pada tempat yang terserang dan memberi obat penghilang rasa sakit. Asiklovir oral
(prednison) 800 mg 5 kali sehari selama 10 hari dapat mempersingkat durasi infeksi,
obat ini meringankan nyeri, menurunkan pembentukan lesi barau, dan mempercepat
waktu penyembuhan.
- Terapi suportif ialah Gatal yang muncul dapat diatasi dengan kompres dingin dengan
shake lotion (bedak kocok) dan mandi secara teratur. Losion yang lembut (misalnya
lotio Calamina) dapat membantu mengurangi rasa tidak nyaman
(Farmakologi Dan Terapi ed 5 FKUI)
3. Masa inkubasi varisella 10-21 hari pada anak imunokompeten ( rata-rata 14-10 hari)
dan pada anak-anak yang imunokompramis biasanya lebih singkat yaitu kurang dari
14 hari. Varisela Zoster masuk dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi
pernafasan ( dopret infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet
infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi di kulit.
Varisela Zoster masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan
bagian atas, orofaring ataupun konjungtiva.siklus replikasi virus yang pertama pada
hari ke 2-4 yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran
virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan
terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi pertama).
Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat
mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan
berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang
mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan
menyebar kepada seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada hari 14-16, yang akan
mengakibatkan timbulnya lesi di kulit yang khas.
Herpes zoster ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, salah satunya adalah
transmisi melalui pernapasan sehingga virus tersebut dapat menjadi epidemik di
antara inang yang rentan. Resiko terjangkit herpes zoster terkait dengan pertambahan
usia. Hal ini berkaitan adanya immunosenescence, yaitu penurunan sistem imun
secara bertahap sebagai bagian dari proses penuaan. Selain itu, hal ini juga terkait
dengan penurunan jumlah sel yang terkait dalam imunitas melawan virus varicella-
zoster pada usia tertentu. Penderita imunosupresi, seperti pasien HIV/AIDS yang
mengalami penurunan CD4 sel-T, akan berpeluang lebih besar menderita herpes
zoster sebagai bagian dari infeksi oportunistik. (dr. Ramona Dumasari Lubis, SpKK
bagian Daperteman Ilmu Kesehehatan Kulit Dan Kelamin)
4. Diagnosis Pasti dari penyakit ini ialah adanya ditemukan ruam kulit yang khas
(makula, papula, vesikel dan keropeng yang terdapat pada bagian kulit si penderita
Diagnosis Penunjang dari penyakit ini ialah adanya dilakukan Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan meliputi :
1. Kultur virus
Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke dalam media
virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila waktu pengiriman
cukup lama, sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus varicella-
zoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 30-
70% dengan spesifitas mencapai 100%.
2. Deteksi antigen
Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan dengan teknik
kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel (semacam
pisau) atau jarum kemudian dioleskan pada kaca dan diwarnai dengan antibodi
monoklonal yang terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan
mendeteksi glikoproten virus.
3. Uji serologi
Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster adalah ELISA.
4. PCR (polymerase chain reaction)
PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan
tubuh, Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif. Dengan
metode ini dapat digunakan dengan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar
vesikel dan apabila suah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai reparat
dan SCF. Sensitifitasnya berkisar 97-100%. Test ini dapat menemukan nucleic
acid dari virus vaisela zoster. contohnya cairan serebrospina.
5. Tzanck Smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin eosin, giemsas, wrights, toluidine
blue ataupun papanicolaous. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan
dijupai multinucleated giant cells. Pemeriksaan ini memiiki sensitifitas sekitar
84%. tetapi test ini tidak dapat membedakan antara virus varisela zoster dengan
simpleks virus.
6. Direct Fluorescent Assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif. Dengan hasil pemeriksaan cepat.
Membutuhkan mikroskop fluorescence. Test ini dapat menemukan antigen virus
varisela zoster. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes
simpleks virus.
7. Biopsi Kulit
Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas akan dijumpai
adanya lymphotic infiltrate.
(Tim Cunliffe. 2010. Dermatologi Dasar untuk Praktik klinik.. Jakarta: EGC.)