Vous êtes sur la page 1sur 19

PROPOSAL USUL PENELITIAN

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATERI DERET FOURIER PADA


MATAKULIAH FISIKA MATEMATIKA II BERBASIS PENDEKATAN
KONTEKSTUAL

Oleh
Widya Sari
Nomor Induk Mahasiswa 06111181320033
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

2016

0
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang mempelajari


materi dan energi. Fisika memuat begitu banyak konsep-konsep, diantaranya
konsep bunyi, konsep gerak, konsep energi, dan lain-lain. Saat ini,
penguasaan konsep menjadi tujuan utama dari pembelajaran. Terlepas dari
diharuskannya penguasaan konsep, penyelesaian persoalan fisika juga
diharuskan dengan persamaan matematis. Ini membuktikan bahwa
matematika masih merupakan alat yang urgen pada pembelajaran fisika.

Di tingkat universitas terdapat matakuliah yang menghubungkan


matematika dan fisika sebagai kesatuan yaitu matakuliah fisika matematika.
Terutama di Pendidikan Fisika Universitas Sriwijaya, fisika matematika
merupakan Matakuliah Keahlian Berkarya yang wajib diikuti oleh
mahasiswa. Fisika matematika disajikan menjadi enam SKS yang terbagi atas
fisika matematika I pada semester tiga (3 SKS) dan fisika matematika II
semester empat (3 SKS) (FKIP UNSRI, 2013: 40). Menurut Ellianawati
(2012), fisika matematika dirancang untuk mempersiapkan mahasiswa untuk
dapat menganalisis matematis dari konsep fisika.

Di semester empat, mahasiswa pendidikan fisika Universitas Sriwijaya


berkewajiban untuk mengikuti perkuliahan fisika matematika II. Fisika
matematika II mempunyai lima bab yaitu Deret Fourier, Fungsi Khusus,
Solusi Persamaan Diferensial dengan Deret, Persamaan Diferensial Parsial,
dan Integral Transformasi. Dari kelima topik, Deret fourier merupakan materi
yang diajarkan paling singkat.

Deret fourier merupakan deret yang digunakan dalam menjelaskan


peristiwa periodik. Itu berarti peristiwa periodik seperti getaran mekanik,
tegangan bolak-balik, arus bolak-balik, gelombang bunyi, dan hantaran panas
dapat diselesaikan dengan penggunaan deret fourier. Sementara itu,

1
penggunaan deret ini tidak disinggung ataupun diajarkan pada matakuliah
seperti elektronika dan fisika dasar. kondisi ini semakin diperburuk dari hasil
wawancara informal dengan beberapa mahasiswa yang telah mengambil
matakuliah tersebut bahwa keterbatasan dan minimnya waktu membuat
materi fourier hanya diajarkan sebatas rumus-rumusnya saja.

Dalam mengajarkan matakuliah Fisika Matematika, dosen menggunakan


buku Mathematical Methods In The Physical Sciences dengan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar. Buku ini merupakan buku utama yang digunakan
di berbagai universitas. Secara khusus di dalam buku ini, materi deret fourier
dijelaskan secara kompleks baik secara matematis maupun aplikasinya.
Namun, siswa menemukan kesulitan dalam memahami materi tersebut
dikarenakan tingkat pemahaman terhadap materi dan bahasa yang dapat
dikatakan sangat lemah. Kesalahan menterjemahkan satu kata bahasa asing
akan membuat arti berbeda. Seperti yang dituliskan oleh Ungky (2013)
bahwa ketidakpahaman siswa terhadap bahasa Inggris pada buku ajar akan
menciptakan gagalnya pencapaian kompetensi dasar.

Menurut Eveline dan Nara (2010: 4-5), belajar adalah proses yang
kompleks yang ditandai bertambahnya jumlah pengetahuan, adanya
kemampuan mengingat dan mereproduksi, ada penerapan pengetahuan,
menyimpulkan makna, menafsirkan, dan mengaitkannya dengan realitas,
adanya perubahan sebagai pribadi. Namun, hasil laporan Depdiknas dalam
Nailin, dkk (2013) menunjukkan sebagian besar siswa tidak mampu
menghubungkan antara yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan
tersebut dimanfaatkan atau digunakan. Tak dapat dihindarkan, siswa
cenderung hanya mengetahui pengoperasian persamaan deret fourier saja,
tanpa mengetahui pengaplikasian deret fourier pada konsep fisika.
Ketidakmampuan ini membutuhkan bahan ajar yang dapat menjawab
permasalahan siswa, bahan ajar yang membuat siswa mudah belajar, bahan
ajar yang dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa, serta bahan ajar dalam
memfasilitasi siswa dengan menggunakan bahasa otentik.

2
Bahan ajar termasuk buku ajar cetak adalah bahan atau materi yang
didesain untuk mengembangkan kompetensi siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Menurut Deka (2014: 11) menyatakan bahan ajar adalah
seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak,
sehingga tercipta lingkungan yang memungkin siswa untuk belajar. Sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Chomsin dan Jamadi (2008: 40-43), bahan
ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi
pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain
secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai kompetensi atau
subkompetensi. Di Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sriwijaya
telah banyak mengembangkan bahan ajar sesuai dengan cabang-cabang ilmu
fisika seperti mekanika, elektronika, termodinamika, dan fisika matematika.
Namun, khusus bahan ajar untuk materi deret fourier belum dikembangkan.

Perlu diketahui, bahan ajar berbeda dengan buku teks yang biasa dipakai
oleh siswa. Perbedaan tersebut terletak pada pendekatan yang digunakan pada
bahan ajar. Menurut wikibooks, pendekatan adalah suatu upaya
penyederhanaan masalah sampai batas-batas tertentu sehingga masih dapat
ditoleransi untuk memudahkan penyelesaiannya. Dapat dikatakan,
pendekatan pada bahan ajar merupakan basis dari bahan ajar yang
dikembangkan sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah belajar siswa.

Sehubungan dengan kesulitan siswa dalam menghubungkan materi deret


fourier dalam konsep fisika, maka diperlukan pendekatan yang tepat,
pendekatan kontekstual. Menurut Sujarwo (2007: 2) menyatakan bahwa
pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar dimana materi yang
dipelajari dikaitkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapan sehingga proses
belajar lebih bermakna.

Berdasarkan uraian permasalahan pada latar belakang, maka peneliti


tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Bahan

3
Ajar Materi Deret Fourier pada Matakuliah Fisika Matematika II
Berbasis Pendekatan Kontekstual

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah adalah
Bagaimana mengembangkan bahan ajar deret fourier pada matakuliah Fisika
Matematika II Berbasis Pendekatan Kontekstual yang valid dan praktis?
1.3. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Materi yang dikembangkan adalah materi deret fourier pada matakuliah
fisika matematika.
2. Jenis bahan ajar yang dikembangkan adalah bahan ajar cetak.
3. Subjek penelitian pengembangan adalah mahasiswa pendidikan fisika
angkatan 2014 semester V yang telah mengambil matakuliah fisika
matematika II.
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk
menghasilkan bahan ajar materi deret fourier pada matakuliah fisika
matematika II berbasis pendekatan kontekstual yang valid dan praktis.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi siapapun, khususnya
1. Bagi Dosen. Bahan ajar materi deret fourier sebagai bahan ajar yang
membantu proses transfer ilmu.
2. Bagi mahasiswa. Bahan ajar digunakan untuk mempermudah pemahaman
siswa terkait materi deret fourier dan aplikasinya pada fisika
3. Bagi peneliti lain,sebagai patokan untuk mengembang produk yang lebih
baik.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Belajar
Belajar pada teori kognitif Bruner dalam (Bambang, 2008: 71), belajar
adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman. Menurut Eveline dan Nara (2010: 4-5), belajar adalah proses yang
kompleks yang ditandai bertambahnya jumlah pengetahuan, adanya kemampuan
mengingat dan mereproduksi, ada penerapan pengetahuan, menyimpulkan makna,
menafsirkan, dan mengaitkannya dengan realitas, adanya perubahan sebagai
pribadi.
Deka (2014: 8) menyatakan belajar merupakan usaha secara sadar
dilakukan untuk mendapatkan adanya perubahan tingkah laku untuk mencapai
tujuan. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adanya perubahan kognitif,
keterampilan, dan sikap. Belajar juga dapat dikatakan suatu proses interaksi
antara manusia dengan lingkungan (berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori)
yang dilakukan secara aktif dan segenap panca indera ikut berperan.(Sardiman,
2012: 22). Proses interaksi terjadi bila adanya penanaman dari sesuatu ke dalam
diri manusia yang belajar.
Menurut Bloom, perubahan status abilitas meliputi matra kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Rincian ini dijelaskan sebagai berikut:
a. Kognitif Domain meliputi pengetahuan (knowledge), pemahaman
(Comprehension), Analisis (Analysis), sintesis (synthesis), evaluasi, dan
aplikasi.
b. Affective Domain meliputi sikap menerima, memberikan respon,
menilai,organisasi, dan karakterisasi.
c. Psychomotor Domain meliputi initiatory level, Pre-routine level, Rountinizel
level
Berdasarkan pendapat ahli mengenai belajar dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan proses internal pada diri manusia yang terjadi secara terus
menerus untuk mendapatkan perubahan dalam segi kognitif, afektif, dan
psikomotorik.

5
Hamalik (2010: 38) menyatakan bahwa tujuan belajar yaitu mencapai hasil
belajar yang diperoleh melalui perbuatan belajar meliputi kemampuan
pengetahun, keterampilan, dan sikap-sikap. Kemampuan tersebut akan menguat
jika dibelajarkan dengan bahan belajar.
Siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya jika di dalam belajar
terdapat informasi tentang sasaran belajar, penguatan-penguatan, serta evaluasi
dan keberhasilan belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 22-23).
2.2. Sumber Belajar
Menurut Percival dan Ellington dalam (Eveline dan Nara, 2010: 127)
menyatakan sumber belajar adalah sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan
sengaja dan dibuat agar memungkinkan siswa belajar sendiri secara individual.
Sejalan dengan pendapat Miarso dalam (Bambang, 2008:207) bahwa sumber
belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang merupakan sumber-
sumber belajar yang dirancang terlebih dahulu dalam proses desain atau pemilihan
dan pemanfaatan, dan dikombinasikan menjadi sistem pembelajaran yang lengkap
untuk mewujudkan terlaksananya proses belajar yang bertujuan dan terkontrol.
Adapun sumber belajar meliputi pesan (message), orang (people), bahan
(materials/software), alat (devices/hardware), teknik (technique), dan lingkungan
(setting).
a. Pesan adalah informasi pembelajaran yang akan disampaikan yang dapat
berupa ide, fakta, ajaran, nilai, dan data.
b. Orang adalah manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan, pengolah,
dan penyaji pesan. Contohnya guru, dosen, tutor, pustakawan, laboran, dan
lain-lain.
c. Bahan adalah perangkat lunak yang mengandung pesan-pesan pembelajaran
yang biasanya disajikan melalui peralatan tertentu ataupun oleh dirinya
sendiri.contohnya buku teks, modul, kaset program video, dan bahan ajar
lainnya.

6
d. Alat adalah perangkat keras (hardware) yang digunakan untuk menyajikan
pesan yang tersimpan dalam bahan. Contohnya OHP, proyektor slide,
video/CD player, komputer, dan lain-lain.
e. Teknik adalah prosedur atau langkah-langkah tertentu yang disiapkan dalam
menggunakan bahan, alat, lingkungan, dan orang untuk menyampaikan pesan.
f. Latar/lingkungan adalah situasi di sekitar terjadinya proses pembelajaran
tempat peserta didik menerima pesan pembelajaran.
2.3. Bahan Ajar
2.3.1. Pengertian Bahan Ajar
Bahan Ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik
tertulis maupun tidak, sehingga tercipta lingkungan yang memungkinkan siswa
untuk belajar (Deka, 2014: 11). Menurut Depdiknas (2010) menyatakan bahwa
bahan ajar adalah segala bentuk bahan baik tertulis maupun tidak tertulis yang
digunakan untuk membantu pendidik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Hal yang sama dikemukakan oleh Prastowo (2014: 27) menyatakan bahwa bahan
ajar adalah segala bahan (baik itu informasi, alat, maupun teks) yang disusun
secara sistematis yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang dikuasai
oleh peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan untuk
perencanaan dan penelaahaan implementasi pembelajaran.. Bahan ajar dirancang
dan disiapkan tenaga pendidik sesuai dengan kebutuhan belajar para siswa.
Menurut Trianto (2011: 188), bahan ajar adalah bahan atau material atau
sumber belajar yang mengandung substansi kemampuan tertentu yang akan
dicapai oleh siswa. Bahan tersebut bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak
tertulis.
Pada penelitian ini bahan ajar yang disajikan dalam bentuk media cetak
yaitu buku ajar dengan menyajikan konsep-konsep fisika yang dapat dijelaskan
atau diselesaikan dengan deret fourier sehingga diharapkan mahasiswa lebih
mengetahui dan mendalami penerapan deret fourier.
2.3.2. Fungsi dan Manfaat Bahan Ajar
Menurut panduan pengembangan bahan ajar Depdiknas (2010) disebutkan
bahwa bahan ajar berfungsi sebagai: a) pedoman bagi pendidik (guru, dosen,dan

7
pendidik lainnya) yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses
pembelajaran; b) pedoman bagi peserta didik (siswa dan mahasiswa) yang akan
mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus
merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari/dikuasainya; dan c)
alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil belajar.
Sehubungan dengan fungsi, bahan ajar yang dikembangkan pendidik
memiliki manfaat diantaranya diperolehnya bahan ajar yang sesuai dengan
tuntutan kurikulum dan kebutuhan belajar peserta didik, hilangnya ketergantungan
terhadap buku teks pelajaran yang terkadang sulit diperoleh, bahan ajar yang
dikembangkan lebih kaya referensi, menambah tingkat kemampuan menulis pada
pendidik, serta membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antar pendidik.
2.3.3. Pengembangan Bahan Ajar
Dalam mengembangkan suatu bahan ajar yang bermutu diperlukan
prinsip-prinsip pengembangkan bahan ajar. Menurut Tomlinson dalam (Deka,
2014: 14) menyebutkan prinsip-prinsip pengembangan bahan ajar diantaranya a)
bahan ajar yang memberikan efek kepada peserta didik; b) bahan ajar yang
membuat peserta didik mudah belajar; c) bahan ajar seharusnya membantu peserta
didik meningkatkan rasa percaya diri; d) bahan ajar hendaknya relevan dan
bermanfaat bagi peserta didik; e) bahan ajar hendaknya memfasilitasi investigasi
peserta didik sendiri; f) bahan ajar membuat peserta didik siap belajar; g) bahan
ajar memfasilitasi peserta didik dengan menggunakan bahasa otentik; h) perhatian
peserta didik tertuju pada input fitur kebahasaan (linguistik) yaitu ciri-ciri
kebahasaan (fenom, lafal, intonasi, dan hubungan makna) serta konsep
kebahasaan misalnya tanda-tanda fisik suatu bentuk kata, termasuk idiolek.
Setiap langkah dan proses pengembangan bahan ajar, pendidik lebih
mempertimbangkan isi (content) sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dan
kebutuhan belajar siswa, serta bahasa yang digunakan mudah dipahami dan tidak
menimbulkan miskonsepsi.
2.3.4. Bahan Ajar termasuk Media Pendidikan dan Motivasi Siswa
Media berasal dari bahasa Latin dari kata medium yang berarti perantara
atau pengantar. Media adalah perantara atau perangkat pesan dari pengirim ke

8
penerima pesan. Menurut Assosiasi Pendidikan Nasional dalam Sadiman, dkk
(2012 : 7), media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun
audiovisual serta peralatannya.
Menurut Schram dalam Suherman (2009) menjelaskan bahwa media
merupakan teknologi pembawa informasi yang dapat dimanfaatkan untuk proses
belajar. Seiring dengan hal tersebut, menurut Suherman (2009), media adalah
sesuatu yang dapat menghantarkan atau membawa informasi ke penerima
informasi.
Penggunaan media dalam pembelajaran dapat memotivasi belajar siswa
terhadap materi yang dipelajari terutama dalam segi penyajian bahan ajar (Faizi,
2012 :58). Hal sama juga disampaikan oleh Hernawan (2008) bahwa bahan
pembelajaran merupakan faktor eksternal yang mampu memperkuat motivasi
internal untuk belajar.
Menurut Suryabrata dalam Eveline dan Nara (2010: 49), motif atau
motivasi adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu tersebut
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai tujuan yang
diinginkan.
2.4. Pendekatan Kontekstual
Kata Kontekstual berasal dari Bahasa Inggris yaitu contextual atau
diserap dalam Bahasa Indonesia menjadi kontekstual. Konteks berarti keadaan,
situasi, dan kejadian. Menurut Sujarwo (2007: 2) menyatakan bahwa pendekatan
kontekstual merupakan konsep belajar dimana materi yang dipelajari dikaitkan
dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapan sehingga proses belajar lebih bermakna.

Pendekatan kontekstual bermula dari pendekatan konstruktivistik yang


menyatakan bahwa siswa belajar bertujuan untuk membangun pengetahuan
melalui hubungan timbal balik dengan lingkungan. Ini menunjukkan lingkungan
menjadi sumber belajar bagi siswa.

Menurut Clifford dan Wilson dalam (Imel, 2000), pembelajaran


kontekstual memiliki karakteristik diantaranya:

9
a. Menekankan pada problem solving.
b. Proses belajar mengajar diusahakan terjadi pada multiple context
c. Membantu siswa belajar bagaimana memonitor belajarnya sehingga menjadi
individu mandiri.
d. Pengajaran bermuara pada berbagai macam konteks kehidupan siswa
e. Mendorong siswa untuk belajar dari sesamanya
f. Menerapkan authentic assessment
Pendekatan kontekstual memiliki peranan penting dalam menciptakan
siswa yang aktif. Menurut Zahorik dalam (Mundilarto, 2005: 7) menjelaskan
mengenai lima elemen penting dalam pembelajaran kontekstual yaitu: a)
pengaktifan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada, b) pemerolehan
pengetahuan dan pengalaman baru, c) pemahaman pengetahuan dengan cara:
menyusun konsep sementara, melakukan sharing dengan orang lain agar
mendapat tanggapan, dan memperbaiki (revisi) dan mengembangkan konsep
tersebut, d) menerapkan pengetahuan dan pengalaman, dan e) melakukan refleksi
terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
2.5. Fisika Matematika
Menurut Wikipedia, Fisika matematis adalah cabang ilmu yang
mempelajari penerapan matematika untuk menyelesaikan persoalan fisika, serta
formulasi teori fisika. Menurut Ellianawati (2012), fisika matematika dirancang
untuk mempersiapkan mahasiswa untuk dapat menganalisis matematis dari
konsep fisika. Fisika matematika disajikan menjadi enam SKS yang terbagi pada
semester tiga (semester ganjil) dan semester empat (semester genap). Menurut
silabus matakuliah Fisika Matematika (2009), tujuan dalam mengikuti
perkuliahan yaitu mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang baik tentang berbagai metode dan teknik fisika matematika, serta dapat
menggunakan dalam proses pemecahan masalah.
Di semester genap, Fisika matematika akan membahas materi-materi
diantaranya Vektor dan Analisisnya, Kalkulus Variasi, Deret Pangkat, Deret
Fourier, Fungsi Khusus dalam Bentuk Integral, Fungsi Khusus dalam bentuk
solusi persamaan Diferensial, dan persamaan Diferensial Parsial (PDP).

10
BAB III
METODE PENELITIAN

2.1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti
(Arikunto, 2006:145). Subjek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi
pusat perhatian atau sasaran penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi
subjek penelitian adalah mahasiswa pendidikan fisika semester V tahun ajaran
2016/2017 telah mengambil matakuliah Fisika Matematika II. Di evaluasi one
to one, peneliti membutuhkan 3 orang berasal dari mahasiswa pendidikan
fisika Universitas Sriwijaya dan untuk evaluasi kelompok kecil sebanyak 10
orang yang berasal dari populasi yang sama.

2.2. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (development


research). Penelitian pengembangan adalah metode penelitian yang
dikembangkan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan
produk. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan bahan ajar
materi Deret Fourier pada matakuliah Fisika Matematika II. Penelitian ini
juga menggunakan model pengembangan Rowntree.

2.3. Prosedur Penelitian

Gambar 1 Model Pengembangan Rowntree (Rowntree dalam Deka, 2014: 28)

11
Prosedur penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap sesuai dengan model
pengembangan Rowntree. Tiga tahap diantaranya adalah tahap perencanaan,
tahap pengembangan, dan tahap evaluasi.

2.3.1. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti melakukan wawancara dengan dosen pengampu


matakuliah fisika matematika II untuk mengetahui permasalahan yang
ditemukan pada materi deret fourier. Kemudian, peneliti melanjutkan
pemberian angket dengan beberapa mahasiswa yang telah mempelajari
materi deret fourier mengenai kesulitan pada materi tersebut dan meneliti
seberapa besar pengetahuan mereka mengenai aplikatif dari materi deret
fourier. Selanjutnya, peneliti menganalisis buku fisika matematika II sebagai
buku pegangan siswa. Peneliti melakukan identifikasi materi yang meliputi
kompetensi dasar, indikator, dan perumusan tujuan pembelajaran.

Dari tahap perencanaan, peneliti mendapat gambaran untuk merencanakan


cakupan materi yang akan dikembangkan sehingga produk yang dihasilkan
bisa mengatasi permasalahan dan memfasilitasi kegiatan belajar.

2.3.2. Pengembangan

Tahap pengembangan, peneliti melakukan pengembangan topik deret


fourier yang ditinjau dari beberapa buku fisika matematika, kemudian
melakukan penyusunan draft atau kerangka bahan ajar, dan tahap terakhir
pada pengembangan yaitu memproduksi prototipe. Tahap ini juga disiapkan
lembar validasi ahli.

2.3.3. Evaluasi

Tahap selanjutnya adalah evaluasi. Tahap ini merupakan tahap penilaian


produk yang telah dirancang dan dikembangkan. Tahap pengevaluasian ini

12
menggunakan evaluasi Tessmer.

Gambar 2 Alur desain formative evaluation ( Tesmer dalam Deka, 2014: 29)
Adapun tahapnya adalah sebagai berikut.

a. Evaluasi Diri
Evaluasi diri bertujuan untuk memastikan bahwa bahan ajar terjamin baik
dengan memenuhi 3 aspek yaitu materi, media, dan desain.
b. Review Ahli
Pada tahap ini dilakukan uji validitas atau uji kelayakan produk. Tahap
ini, ahli menguji validitas produk yang dikembangkan dari segi materi, aspek
media, dan desain pembelajaran. Bahan ajar yang sudah dirancang
didiskusikan dengan para ahli dan dinilai pada lembaran validasi. Hasil
penilaian tersebut menentukan layak atau tidak layak produk digunakan
sedangkan saran atau komentar digunakan bahan revisi prototipe I.
c. Kelompok Kecil (Small Group)
Hasil revisi dari ahli dan uji one to one pada prototipe 1 diberi nama
prototipe 2. Prototipe 2 diujikan kepada mahasiswa yang berjumlah 10 dari

13
perwakilan kelas. Mahasiswa dianjurkan untuk mengisi lembaran check list
beserta komentar. Hasil dari ini menghasilkan prototipe 3 yang siap untuk
diujikan pada kelas sebenarnya.

Analisis Kebutuhan Siswa,


Analisis Materi
Tahap Perencanaan

Rumusan Tujuan Pembelajaran


pada Deret Fourier

Pengumpulan Referensi,
Penyusunan Referensi

Pengembangan sub topik

Penyusunan Draf

Prototipe I

Self Evaluation

Expert Review One to One


T
a
Valid Praktis h
a
Tidak Iya Iya p
Tidak
Prototipe II E
v
a
Small Group l
u
a
Praktis s
i
Tidak Iya

14
Bahan Ajar yang valid dan praktis
Gambar 3 Prosedur Penelitian Pengembangan

2.4. Teknik Pengumpulan Data


Adapun untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini
diantaranya wawancara, walktrough interviu, observasi, angket, dan tes.

3.4.1. Wawancara

Menurut Sugiyono (2008 : 194) wawancara adalah teknik pengumpulan


data yang melibatkan peneliti dan responden untuk menemukan permasalahan
yang hendak diteliti. Wawancara dapat dilakukan baik secara terstruktur
maupun tidak terstruktur dan secara langsung (berhadapan muka) ataupun
melalui telepon.

Wawancara dilakukan sebanyak tiga kali, saat tahap perencanaan, one to


one, dan small group.

3.4.2. Walktrough Inverview

Walktrough interviu adalah validasi data yang melibatkan ahli bertujuan


untuk keperluan pengecekan atau masukan sebagai dasar untuk merevisi
produk awal bahan ajar (Deka : 2014). Di penelitan ini, walktrough
digunakan saat tahap uji validasi ahli untuk mendapat valid atau tidak suatu
produk dan saran-saran dari para ahli untuk mengembangkan produk yang
lebih baik.

3.4.3. Angket

15
Menurut Sugiyono (2008: 199), angket merupakan teknik pengumpulan
data yang efisien dengan memberikan seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden (narasumber) untuk dijawab.

2.5. Teknik Analisis Data


3.5.1. Analisa Data Wawancara

Pada tahap one to one, wawancara dilakukan untuk memperoleh


gambaran terhadap bahan ajar yang dikembang. Dari informasi yang
didapatkan dari narasumber, maka skor yang diperoleh dengan rumus:

V
i 1
i
Sumber : Sugiyono (2008)
R
N
Dimana: R: nilai rata-rata
Vi : skor hasil penilaian narasumber ke-i
n: banyak data
3.5.2. Analisa Walktrough Interview
Analisa walktrough interview bertujuan untuk mengetahui valid atau
tidaknya bahan ajar yang dikembangkan sehingga menghasilkan produk yang
lebih baik. Adapun skor yang diperoleh dari para ahli dapat dihitung rata-
ratanya dengan rumus:

V
i 1
i
Sumber : Sugiyono (2008)
R
N
Dimana: R: nilai rata-rata
Vi : skor hasil responden ke-i
n: banyak data

3.5.3. Analisa Angket

16
Angket ini diberikan kepada mahasiswa untuk dapat melihat tanggapan
dan kepraktisan produk. Pada angket ini menggunakan skala Likert, dimana
skala likert merupakan skala untuk mengukur sikap, pendapat, atau persepsi
individu atau kelompok.
Tabel 5. Kategori Nilai Angket (Sugiyono, 2008)
Kategori jawaban SS S C TS STS
Pernyataan 5 4 3 2 1

Hasil angket yang diperoleh dengan menggunakan rumus:


N

V
i 1
i
Sumber : Sugiyono (2008)
R
N
Dimana: R: nilai rata-rata
Vi : skor hasil penilaian pengamat ke-i
n: banyak data
Dari rata-rata dapat diketahui tingkat kepraktisan. Tingkat kepraktisan dapat
dilihat pada tabel
Kategori Tingkat Kepraktisan pada Kelompok Kecil
Rerata Kategori
4,1-5 Sangat Praktis
3,1-4 Praktis
2,1-3 Cukup Praktis
1,1-2 Tidak Praktis
0-1 Sangat tidak Praktis
(Modifikasi Djaali dan Mulyono, 2008)

17
DAFTAR PUSTAKA
Asfiah, N., Mosik, & Purwantoyo, E. (2013). Pengembangan Modul IPA Terpadu
Kontekstual Pada Tema Bunyi. Unnes Science Education Journal, 188-
195.
Depdiknas. (2010). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Dimyati, & Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ellianawati, & Wahyuni, S. (2012). Pengembangan Bahan Ajar Fisika Matematika
Berbasis Self Regulated Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Belajar
Mandiri. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia.
Faizi, M. (2013). Ragam Metode Mengajarkan Eksakta Pada Murid. Jogjakarta:
Diva Press.
Hernawan, A. H., Permasih, & L. D. (2008). Pengembangan Bahan Ajar.
Imel, S. (2000). Contextual Learning In Adult Education. ERIC.
Pawestri, U., Soeyono, & Kurniawati, I. (2013). Analisis Kesulitan Pembelajaran
Matematika Dengan Pengantar Bahasa Inggris Pada Materi Pokok Bentuk
Logaritma Kelas X Imersi SMA Negeri Karangpandan Karanganyar
2012/2013. Jurnal Pendidikan Matematika, 1-7.
Sardiman. (2012). Interaksi dan Motivasi Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Setiawan, M.S, I., & Durri. (2007). Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Siregar, E., & Nara, H. (2011). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit
Ghalia Indah.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suherman, Y. (2008). Pengembangan Media Pembelajaran Bagi ABK. Bandung.
Sujarwo. (2007). Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran SMP. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Warsita, B. (2008). Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Widodo, C. S., & Jamadi. (2008). Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis
Kompetensi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Wikibooks. (n.d.). Wikibooks. Retrieved 5 16, 2016, from www.wikibooks.com
Wikipedia. (2016, Mei 4). Retrieved Mei 4, 2016, from Wikipedia:
http://wikipedia.com
Zuhana, D. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Interaktif Berbasis Masalah Pada
Mata Pelajaran IPA Terpadu Subtopik Kalor dan Perpindahannya di
Sekolah Menengah Pertama. Palembang: Universitas Sriwijaya.

18

Vous aimerez peut-être aussi