Vous êtes sur la page 1sur 37

N KOMPONEN ANALISA JURNAL NO 1

O
1 Identitas Jurnal ANALISA KUALITAS LAYANAN BISNIS MAKANAN DAN
MINUMAN DI SURABAYA DITINJAU DARI DERAJAT
PEMENUHAN KEPUASAN KONSUMEN OLEH FRANSISCA
ANDREANI DALAM JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN,
VOL. 5, NO. 1, April 2010: 1-8
2 Tujuan Menganaisis tingkat kepuasan pelanggan terhadap kualitas layanan
Penelitian bisnis makanan dan minuman (restoran dan cafe) di Surabaya
3 Kerangka Layanan (Service) dan Karakteristik Layanan
Pemikiran Payne (1993, p.6), Kotler & Keller (2006, p.372) menyatakan bahwa
Teoritis layanan adalah sebuah aktivitas yang diasosiasikan dengan elemen
intangibility (sesuatu yang abstrak), dimana di dalamnya terjadi
interaksi antara pelanggan dengan penyedia layanan tetapi tidak
berakibat terhadap suatu kepemilikan. Berdasarkan karakteristiknya,
kebanyakan layanan
mempunyai tiga karakteristik dasar (Gronroos, 2000, p.47) yang
meliputi:
1. Layanan adalah proses yang terdiri dari serangkaian aktivitas
(bukan benda).
2. Untuk taraf tertentu, layanan diproduksi dan dikonsumsi
secara simultan.
3. Untuk taraf tertentu, pelanggan ikut berpartisipasi dalam
proses produksi layanan.
Kualitas Layanan (Quality of Service)
Kualitas layanan merupakan evaluasi kognitif jangka panjang dari
pelanggan terhadap penyampaian layanan dari suatu perusahaan
(Lovelock & Wright, 2002, p. 87). Sedangkan Lovelock & Wright
(2002, pp. 266-267), Zeithaml & Bitner (2003, p. 93) menyatakan
dimensi kualitas layanan berdasarkan riset ada lima, yang disebut
juga dengan SERVQUAL SCALE, yaitu:
1. Reliability: kemampuan untuk menyediakan layanan yang
dijanjikan secara mandiri dan tepat.
2. Responsiveness: keinginan untuk membantu pelanggan dan
menyediakan layanan yang tepat.
3. Assurance: pengetahuan dan keramahtamahan staff/karyawan
serta kemampuan mereka untuk dapat dipercaya.
4. Emphaty: peduli dan perhatian pada setiap pelanggan.
5. Tangibles: penampilan fisik dari fasilitas, peralatan,
staff/karyawan dan materi tertulis dari perusahaan.
Berdasarkan kelima dimensi kualitas layanan, Lovelock & Wright
(2002, pp.2 77), Zeithaml & Bitner (2003, pp. 135), menyatakan ada
21 atribut layanan (SERVQUAL attributes).

Peran Staff/Karyawan Dalam Menyampaikan Layanan


Menurut Hartline, Maxham & McKey (2000), yang mengutip
pernyataan Parasuraman, Zeithaml & Berry (1985), dalam banyak
kasus karyawan yang langsung berhubungan dengan pelanggan
merupakan wakil dari perusahaan layanan sehingga pelanggan akan
memperoleh kesan yang mendalam dari proses interaksi langsung
itu. Seorang service executive/supervisor mengatakan bahwa service
employess (karyawan yang melayani) adalah sangat penting dalam
membentuk tingkat kualitas layanan yang diperoleh pelanggan.
Service employees mempunyai peranan sebagai the service,
organization in the customers eyes, brand, marketers (Zeithaml,
Bitner & Gremler, 2009, p.352). Peran pertama adalah Service
employees are the service.. Kedua yaitu Service employess are the
organization in the customers eyes..Ketiga adalah Service
employees are the brand.. Keempat yaitu Service employees are
marketers..
Ukuran Kualitas Layanan
Kualitas layanan dapat diukur dengan beberapa cara. Salah satunya
dengan Importance-Performance Analysis (IPA). Menurut para
peneliti, teknik ini sederhana, mudah diaplikasikan serta mempunyai
nilai diagnosis. IPA merupakan alat untuk mengukur bukan hanya
kinerja (performance) tetapi juga pentingnya (importance) kualitas
layanan menurut penilaian pelanggan berdasarkan berbagai
atribut/dimensi layanan yang sesuai. Importance merujuk pada nilai
relatif terhadap atribut layanan yang dianggap penting oleh
pelanggan.
Importance-Performance Analysis (IPA) merupakan salah satu alat
analisis yang penting untuk mengetahui kualitas layanan suatu
industri. Ford & Joseph (1999) menyatakan bahwa IPA dapat
digunakan untuk mengetahui kualitas layanan tidak hanya di bidang
pendidikan tetapi juga di industri perhotelan, restoran, rumah sakit,
dan penyedia layanan kesehatan lainnya (ONeill & Palmer, 2004).
Atribut yang dianggap penting oleh pelanggan (importance) ini
selanjutnya disebut expexted service,sedangkan atribut yang mampu
disampaikan oleh karyawan (performance) disebut sebagai actual
service.
4 Variabel Variabel Bebas : Kualitas layanan bisnis makanan dan minuman.
Penelitian Variabel Terikat : Derajat pemenuhan kepuasan konsumen.
5 Sampel Penelitian ini menggunakan non probability sampling dengan teknik
convenience sampling dan quota sampling.
6 Teknik Analisis Kuantitatif Deskriptif.
7 Hasil Peneltian Dari penelitian yang dilakukan terlihat bahwa di antara lima
dimensi kualitas layanan yang diukur, dimensi empati (emphaty)
merupakan dimensi yang meraih derajat pemenuhan kepuasan yang
tertinggi, yaitu sebesar 0.95. Artinya, apa yang diharapkan oleh
konsumen Surabaya terkait dengan kualitas layanan dari sisi empati
dinilai paling dapat dipenuhi oleh pihak pengelola restoran/cafe
dibandingkan dengan dimensi layanan yang lainnya. Peringkat
kedua adalah dimensi fasilitas fisik (tangibles) dengan CSI 0,94.
Sedangkan dimensi keterandalan (reliability), kecepat-tanggapan
(responsiveness), dan jaminan (assurance) mempunyai nilai CSI
yang sama yaitu
0,92. Nilai CSI rata-rata dari kelima dimensi kualitas layanan adalah
sebesar 0,93 sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kepuasan
pelanggan cukup tinggi karena mendekati 1.00.
Dari 18 atribut layanan yang diukur, terdapat lima atribut layanan
yang menurut konsumen menjadi pertimbangan utama dalam
memilih restoran dan caf di Surabaya yaitu: 1) Kebersihan
restoran/cafe; 2) rasa/taste makanan dan minuman yang disajikan; 3)
Kesopanan staf ; 4) Ketepatan penyajian makanan dan minuman;
serta 5) keramahan staf dalam melayani konsumen.
Selain itu juga diketahui bahwa kelima atribut layanan yang
dianggap penting itu ternyata sudah mampu dipenuhi oleh pengelola
restoran/ caf meskipun kelima atribut layanan itu menduduki
ranking/ urutan yang sedikit berbeda. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa sejauh ini para pengelola restoran/ cafe sudah
mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh konsumennya.
8 Keterbatasan Dari 18 atribut layanan yang disampaikan semuanya sudah
dan Saran disampaikan dengan sangat baik sesuai harapan pelanggan
restoran/cafe di Surabaya karena semuanya terletak di kuadran
kanan dalam Importance Performance Analysis/Matrix. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa bisnis restoran dan cafe di
Surabaya sudah mampu memberikan kepuasan atas kualitas layanan
yang disampaikan kepada pelanggannya. Hal ini tentunya juga harus
tetap dikelola dengan baik oleh penyedia jasa untuk
mempertahankan kesetiaan pelanggan. Kualitas layanan yang prima
dapat menjadi salah satu strategi diferensiasi untuk dapat
berkompetisi dalam bisnis.

N KOMPONEN ANALISA JURNAL NO 2


O
1 Identitas Jurnal STRUKTUR PASAR MINYAK KAYU PUTIH
(MELALEUCALEUCADENDRON OIL) (Studi Kasus di Kecamatan
Namlea Kabupaten BuruMaluku) OLEH SILVIANA MAULIDAH
DALAM JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 5, NO. 1,
April 2010: 9-13.
2 Tujuan Menganalisis struktur pasar minyak kayu putih di Kecamatan
Penelitian Namlea-Kabupaten Buru, Maluku.
3 Kerangka Struktur Pasar
Pemikiran
Teoritis
4 Variabel Variabel Bebas : Struktur pasar
Penelitian Variabel Tertutup : Minyak kayu putih
5 Sampel Responden dalam penelitian ini ada 2 (dua), yaitu: produsen
(agroindustri) minyak kayu putih dan lembaga pemasaran minyak
kayu putih. Metode penentuan responden produsen (agroindustri)
minyak kayu putih menggunakan metode sensus yaitu dengan
mengambil semua produsen (agroindustri) yang ada di Namlea
Kabupaten Buru yang berjumlah 40 produsen (agroindustri).
Sedangkan untuk pengambilan responden yang berasal dari lembaga
pemasaran digunakan metode Snow ball sampling.
6 Teknik Analisis Dalam penelitian ini Tingkat Pengetahuan Pasar akan dibahas secara
deskriptif (kualitatif dan kuantitatif).
7 Hasil Peneltian Dari hasil penelitian diperoleh bahwa, terdapat 1 (satu) saluran
pemasaran produk minyak kayu putih di Kabupaten Buru, Maluku,
yaitu: Produsen (agroindustri) Agen Pengecer. Dimana jumlah
masing-masing adalah 40 produsen (agroindustri), 24 Pedagang
Agen, dan 82 Pedagang Pengecer.Hasil yang diperoleh dari
penelitian struktur pasar minyak kayu putih.
Derajat Diferensiasi Produk
Ada beberapa aspek pengukuran diferensiasi produk minyak kayu
putih yang digunakan, diantaranya:
A. Kualitas: Kualitas produk minyak kayu putih yang tinggi bermula
dari bahan baku, hingga tatacara penyulingan produk.
B Kemasan: Produk minyak kayu putih yang dihasilkan dikemas
dalam bentuk botol. Kemasan itu sendiri dimaksudkan untuk
melindungi dan mengidentifikasi produk. Di tempat penelitian
semua produk minyak kayu putih tidak dilakukan pengemasan
secara khusus, hanya diwadahi dalam botol.
C Aroma: Dalam hal aroma, produk minyak kayu putih mempunyai
suatu ciri khas yang bisa dibedakan oleh konsumen apa produk
minyak kayu putih ini asli atau campuran.
Hambatan Masuk Pasar
Usaha agroindustri minyak kayu putih merupakan usaha yang
berjalan secara turun-temurun. Sebagian besar para produsen minyak
kayu putih hanya meneruskan apa yang telah dirintis oleh
pendahulunya dan berusaha untuk mengembangkan dan memelihara.
Namun, ada pula para produsen yang memiliki industri minyak kayu
putih bukan berasal dari para pendahulu. Melainkan mereka
membuka industri secara mandiri berdasar dari pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki dimana sebelumnya mereka pernah
bekerja pada agroindustry minyak kayu putih yang sudah berdiri
lama. Produsen inilah merupakan pendatang baru yang mencoba
untuk masuk dalam pasar minyak kayu putih. Pada pasar minyak
kayu putih, tidak ada hambatan yang cukup berarti untuk masuk dan
keluar dari usaha agroindustri minyak kayu putih. Hal ini
ditunjukkan dengan tidak adanya peraturan yang bersifat legal yang
mengikat suatu industri untuk menjalankan usahanya.
Tingkat Pengetahuan Pasar
Dalam agroindustri minyak kayu putih, terdapat kemudahan dalam
memperoleh informasi pasar serta tidak ada ketergantungan antar
pelaku pemasaran. Persaingan berasal dari semua agroindustri
minyak kayu putih di dalam pasar dimana harga relatif sama, yang
berarti konsumen bisa mengembangkan pilihan atas produk yang
ditawarkan oleh penjual. Di sisi lain, biaya produksi relatif stabil dan
sama sehingga keuntungan yang diperoleh pun relatif sama.
Persaingan yang terjadi pada pasar industry minyak kayu putih di
Kabupaten Buru sangat kompetitif. Akan tetapi persaingan tersebut
tidak sampai menekan harga. Strategi yang dijalankan adalah
meningkatkan pelayanan kepada konsumen melalui pengiriman
barang ke tempat tujuan sesuaipermintaan konsumen serta
melakukan pengemasan dalam wadah dengan ukuran/takaran sesuai
permintaan konsumen.
8 Keterbatasan Saran
dan Saran 1. Produsen agroindustri minyak kayu putih disarankan
melakukan perbaikan kualitas produk minyak kayu putih,
dengan cara pemilihan bahan baku serta tata cara
penyulingan yang baik. Kegiatan dalam rangka diferensiasi
produk juga diperlukan, misalkan dalam hal keunikan produk
dengan pengemasan botol dan kardus yang lebih menarik
sehingga lebih diminati oleh konsumen
2. Para pedagang (lembaga pemasaran) minyak kayu putih
disarankan ikut melakukan kegiatan promosi yang intensif.
3. Bagi pemerintah hendaknya memberikan pembinaan dan
perlindungan pada produsen agroindustry minyak kayu putih
sehingga produk minyak kayu putih mampu bersaing di
pasar.
4. Bagi peneliti selanjutnya disarankan mengkaji lebih dalam
mengenai potensi dan strategi pasar produk minyak kayu
putih di Kabupaten Buru.
N KOMPONEN ANALISA JURNAL NO 3
O
1 Identitas Jurnal SIKAP RELATIF DAN KOMITMEN JANGKA PANJANG
KONSUMEN DALAM MODEL LOYALITAS (Studi Kasus pada
PT. Garuda Citilink) OLEH EDWIN JAPARIANTO DALAM
JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 5, NO. 1, April 2010:
14-21.
2 Tujuan Menganalisa sikap relative dan komitmen jangka panjang konsumen
Penelitian dalam model loyalitas
3 Kerangka Pengertian sikap relative
Pemikiran Menurut Hoyer dan MacInnis (1997:144) secara umum
Teoritis mendefinisikan sikap sebagai sebuah proses evaluasi yang relatif
dari sebuah objek, masalah, orang atau tindakan, yang kemudian
diterjemahkan secara umum, sikap adalah evaluasi secara
keseluruhan yang mengekspresikan betapa suka atau tidak sukanya
seseorang dari sebuah objek atau tindakan. Dan sikap ini adalah
proses pembelajaran. Menurut Zaltman dan Wallendorf (1979:400)
sikap melibatkan tendensi atau kecenderungan untuk berperilaku
dengan berbagai cara, dan aspek dari respon keperilakuan konsumen
adalah kesukaan (suka atau ketidaksukaannya).
Dimensi sikap relatif
Menurut Frick dan Ritchie (1991) Sikap relatif
dibangun oleh dua dimensi:
a. Kekuatan sikap
b. Differensiasi sikap
Komponen sikap relatif
Menurut Assael (1984:173) komponen-komponen
dari sikap relatif yaitu:
1. Keyakinan (komponen kognitif)
2. Evaluasi merek (komponen afektif)
3. Kecenderungan untuk bertindak (komponen
keperilakuan atau konatif)
Fungsi sikap relatif
Menurut L.Loudon (1993:425) sikap relatif
mempunyai empat fungsi utama:
1. The Adjustment Function
2. The Ego Defensive Function
3. The Value Expressive Function
4. The Knowladge Function
Komitmen
Pengertian komitmen menurut Mowday, Porter dan Steers,
komitmen merupakan kuatnya pengenalan dan keterlibatan
seseorang pada sesuatu hal. Menurut Becker komitmen adalah
kecenderungan untuk terikat dalam garis kegiatan yang konsisten
karena menganggap adanya biaya pelaksanaan kegiatan lain.
Jenis Komitmen
Menurut Kumar et al (1994); Mathieu dan Zajac (1990) komitmen
dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu komitmen afektif dan
komitmen kalkulatif.Kedua-duanya mempunyai pendahulu
(atecedent), isidan konsekuensi yang berbeda.
a. Komitmen afektif bersifat Non instrumental dan mengandalkan
kesukaan atas suatu hubungan atau objek pemuasan.
b. Komitmen kalkulatif bersifat instrumental dalam artian dimana
pelanggan terpaksa tetap loyal melawan kehendaknya selama dalam
kurun waktu yang ditentukan/ diharuskan oleh rasio-rasio manfaat-
biaya atau switching cost.
Loyalitas pelanggan
Pengertian loyalitas pelanggan Menurut Kotler dan Armstrong
(1996:554) bahwa loyalitas berasal dari pemenuhan harapanharapan
konsumen sedangkan ekspektasi sendiri berasal dari pengalaman
pembelian terdahulu oleh konsumen, opini dari teman dan kerabat,
dan janji atau informasi dari pemasar atau pesaing.
Fungsi dari loyalitas pelanggan
a. Reduced Marketing Cost (Mengurangi Biaya pemasaran).
b. Trade Leverage (meningkatkan perdagangan)
c. Attracting New Customer (menarik minat pelanggan baru)
d. Provide Time to Respond to Competitive Threats (memberi waktu
untuk merespon ancaman persaingan)
4 Variabel Variabel bebas : Sikap relative dan komitmen
Penelitian Variabel tertutup : Konsumen
5 Sampel Dalam penelitian ini, teknik penarikan sample yang digunakan
adalah metode Non Probability Sampling, yaitu pengambilan sample
secara tak acak. Non Probability Sampling type Judgment Sampling
adalah teknik sampling yang tidak menggunakan prosedur seleksi
kesempatan tetapi lebih tergantung pada penelitian individu dari
penulis. Mengacu pada keterangan diatas maka teknik untuk
menentukan jumlah sample yang penulis akan ambil adalah dengan
menggunakan identifikasi model SEM untuk mengetahui jumlah
sample yang harus diambil dalam penelitian ini. Dan ternyata ada
272 responden yang harus dicari di dalam penelitian ini. Berikut
adalah perhitungannya.
Jumlah variabel teramati
- Jumlah X adalah = p = 25
- Variance, Covariances variabel teramati =
p(p+1)/2 = 25(25+1)/2 = 325
- Jumlah data = 325
Jumlah parameter yang diestimasi:
Koefisien regresi (lambda = L) = 25 3 = 22
- Error (Delta = d) = 25
- Variabel Laten = 3
- Variances dan Covariances Ksi = 3(3+1)/2 = 6
- Jumlah parameter = 22 + 25 + 6 = 53
Karena jumlah parameter (53) < jumlah data (325)
maka over identified model dengan 325 53 =272 degrees of
freedom
6 Teknik Analisis Deskriptif Kuantitatif dan SEM
Prosedur SEM secara umum (Bollen and Long, 1993)
1. Spesifikasi Model
Langkah pertama ini berkaitan dengan pembuatan spesifikasi model
sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Identifikasi model
Langkah ini ditujukan untuk menjaga agar model yang
dispesifikasikan bukan merupakan model yang under-identified atau
unidentified.
2. Estimasi parameter model
Langkah ini ditujukan untuk memperoleh estimasi setiap parameter
dispesifikasikan dalam model yang) sedemikian hingga nilai
parameter sewdekat mungkin dengan nilai yang ada dalam matrik
Uji kecocokan Langkah ini ditujukan untuk mengevaluasi derajat
kecocokan atau Goodness of fit (GOF) antara data dengan model.
Langkah uji kecocokan ini merupakan langkah yang banyak
mengundang perdebatan dan kontroversi (Bollen dan Long, 1993).
Menurut Hair et.al. (1995) evaluasi terhadap GOF model dilakukan
melalui beberapa tingkatan yaitu: kecocokan keseluruhan model
(overall model fit), evaluasi terhadap reliabilitas (reliability),
kecocokan model structural (structural model fit).
3. Respesifikasi
Langkah ini ditujukan untuk melakukan spesifikasi ulang terhadap
model untuk memperoleh GOF yang lebih baik. Respesifikasi ini
sangat tergantung kepada strategi permodelan yang dipilih
7 Hasil Peneltian Dari analisa terhadap variabel sikap dapat disimpulkan:
1. Konsumen pada umumnya memiliki pengalaman Pribadi
(poin1-poin2) yang biasa-biasa saja ketika menggunakan
Garuda Citilink, tidak ditemukan pengalaman yang baik yang
mampu membuat sikap relatif mereka menjadi baik,
Sementara ditinjau dari karakter individu konsumen (poin8)
sesungguhnya konsumen memiliki sikap relatifyang baik,
namun jawaban ini cenderung subyektif.
2. Kelompok referensi (poin4-poin5) tidak memberikan
pengaruh yang kuat, hal ini dikarenakan konsumen
cenderung melihat pada promosi harga murah tidak pada
pendapat kelompok referensi.
3. Promosi (Poin6-poin8) yang dilakukan Garuda Citilink baik
secara langsung, malalui biro perjalanan maupun media
massa, cukup mampu membentuk sikap relatif konsumen
manjdi baik. Karena promosi ini biasanya menekankan pada
promosi harga murah.
Analisa SEM:
Dari analisa Structural Equation Models diperoleh hasil sebagai
berikut: Dari path diagram pada lampiran terlihat beberapa faktor
telah direduksi, hal ini dikarenakan nilai R2 dari faktor-faktor
tersebut sangat kecil sehingga tidak memberikan kontribusi bagi
model tersebut, faktor-faktor itu adalah:
1. Dari komponen sikap relatif:
a. Kelompok Referensi
Kelompok Referensi (Keluarga)
Kelompok Referensi (Teman)
b. Promosi
Promosi langsung
Promosi travel Biro
Promosi Media Massa
2. Dari komponen komitmen
a. Manfaat Kejadian Khusus
Berita Kecelakaan pesawat
Jadwal sering berubah-ubah
Pesawat sering tertunda keberangkatannya
3. Dari analisa t value dapat terlihat nilai Sikap (0.96) tidak
signifikan, berarti Hypotesa 1 di tolak, Sikap relatif tidak dapat
digunakan sebagai variabel yang mempengaruhi loyalitas konsumen,
4. Dari analisa t value dapat dilihat nilai Komitmen jangka panjang
(10,47) signifikan, hal ini berartiHypotesa 2 diterima, variabel
Komitmen dapat digunakan sebagai variabel yang mempengaruhi
loyalitas konsumen.
5. Dari nilai estimasi dapat dilihat Komitmen (0,94)memberikan
kontribusi nilai yang lebih besar dibanding Sikap (0,06) dalam
mempengaruhi loyalitas konsumen.
6. Dari hasil estimasi dapat dilihat bahwa Variable sikap relatif lebih
ditentukan oleh Pengalaman Pribadi.
7. Dari hasil estimasi dapat dilihat bahwa Variable komitmen jangka
panjang lebih ditentukan oleh Manfaat Sosial dan Manfaat
Kenyamanan, namun lebih utama manfaat social.
8 Keterbatasan Dari hasil analisa dapat disimpulkan loyalitas konsumen lebih
dan Saran dibentuk oleh komitmen jangka panjangnya hal ini dapat dilihat dari
model structural dan t value dimana nilai sikap tidak significant
sedangkan nilai komitmen significant sehingga Garuda Citilink
dalam Meningkatklan loyalitas pelanggannya perlu memperhatikan
komitmen jangka panjang konsumen. Melalui membangun
kemitraan yang erat seperti program Frequent Flyer degan berbagai
fasilitas seperti executive lounge, sehingga komitmen jangka
panjang meningkat.

N KOMPONEN ANALISA JURNAL NO 4


O
1 Identitas Jurnal PENGARUH LINGKUNGAN KAMPUS TERHADAP MOTIVASI
BELAJAR MAHASISWA (Studi Kasus Universitas Pelita Harapan
Surabaya) OLEH HASTUTI NAIBAHO DALAM JURNAL
MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 5, NO. 1, April 2010: 22-26
2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menemukan apakah terdapat pengaruh
Penelitian lingkungan kampus terhadap motivasi belajar mahasiswa sehingga
dosen dan semua pihak yang terlibat di dalam pengelolaan
universitas dapat menggunakannya untuk meningkatkan motivasi
belajar mahasiswa.
3 Kerangka Lingkungan kampus adalah lingkungan dimana mahasiswa
Pemikiran menjalani proses belajar dan melakukan aktivitas. Pengertian
Teoritis lingkungan kerja dapat memberikan kesamaan defenisi dari
pengertian lingkugan kampus.
Sihombing (2004) menyatakan bahwa: lingkungan kerja adalah
faktor-faktor di luar manusia baik fisik maupun non fisik dalam
suatu organisasi. Faktor fisik mencakup peralatan kerja, suhu di
tempat kerja, kesesakan dan kepadatan, kebisingan, luas ruang kerja
sedangkan non fisik mencakup hubungan kerja yang terbentuk di
perusahaan antara atasan dan bawahan serta antara sesama
karyawan.
Lingkungan kerja yang mendukung produktivitas kerja akan
menimbulkan kepuasan kerja bagi pekerja dalam suatu organisasi.
Indikator lingkungan kerja adalah (1) fasilitas kerja, (2) gaji dan
tunjangan, (3) hubungan kerja, Sihombing (2004) Hubungan kerja
yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologis karyawan. Mello
(2002) menyatakan bahwa labor relationship is key strategic issue
for organizations because the nature of the relationship betwwen the
employee can have a significant impact on morale, motivation and
productivity. Teori lain mengatakan People work for money but
they also work for more than money. Most employees want to be
proud of their organization, to have good relationship with other
employees and managers, and to believe they have worthwhile jobs
(Costley, 1987).
Lingkungan kerja fisik mempengaruhi semangat dan motivasi
seseorang. Sarwono menyatakan bahwa kadang-kadang
peningkatan suhu menghasilkan kenaikan prestasi kerja tetapi
kadang-kadang malah menurunkan. Menurut Sarwono (1992)
kenaikan suhu pada batas tertentu menimbulkan arousal yang
merangsang prestasi kerja tetapi setelah melewati ambang batas
tertentu kanaikan suhu in sudah mulai mengganggu suhu tubuh yang
mengakibatkan terganggunya pula prestasi kerja.
Robin (2002) menyatakan bawa 'faktor-faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja fisik adalah: suhu, kebisingan, penerangan dan
mutu udara.
4 Variabel
Penelitian
5 Sampel Random Sampling
6 Teknik Analisis Deskriptif Kuantitatif
7 Hasil Peneltian Pengujian statitik terhadap Sembilan variable ini digunakan dengan
menggunakan software SPSS. Adapun kesembilan variable tersebut
sebagai berikut:
LK1 : Ukuran Kelas
LK2 : Tata Letak Kelas
LK3 : Kebersihan Kampus
LK4 : Fasilitas Internet
LK5 : Fasilitas Perpustakaan
LK6 : Suhu Udara di Ruang Kelas
LK7 : Tingkat Kebisingan
LK8 : Hubungan antara Mahasiswa
LK9 : Hubungan antara Dosen dan Mahasiswa
Preferensi terhadap variable lingkungan kampus yang kondusif yang
dikelompakkan ke dalam : pengujian berdasarkan perbedaan jenis
kelamin, asal sekolah,dan keterlibatan dalam kegiatan organisasi
kemahasiswaan (HMJ). Dengan demikian dapat diketahui bahwa
berdasarkan jenis kelamin, asal sekolah, dan keterlibatan dalam
organisasi kemahasiswaan, mahasiswa tidak memberikan preferensi
yang berbeda terhadap lingkungan kampus dalam mempengaruhi
motivasi belajar mereka. Dalam tahap dua penelitian adalah
inferential analisis terhadap setiap variable lingkungan kampus
berdasarkan jenis kelamin, asal SLTA, dan keterlibatan dalam
organisasi kemahasiswaan (HMJ). Tujuan dari analisa ini adalah
untuk mengetahui prioritas preferensi mahasiswa terhadap variable-
variabel lingkungan kampus. Hasil analisa menunjukkan bahwa
variabel yang memiliki nilai preferensi tertinggi bagi mahasiswa dan
juga variable yang memiliki preferensi nilai terendah. Variabel yang
memiliki preferensi nilai tertinggi adalah variable hubungan dosen
dan mahasiswa sedangkan variable urutan kedua adalah kebersihan
lingkungan kampus. Variabel yang memiliki nilai terendah adalah
variable fasilitas internet.
8 Keterbatasan Kesimpulan dari pada penelitian pengaruh lingkungan kampus
dan Saran terhadap prestasi belajar mahasiswa adalah sebagai berikuti:
Responden memberikan preferensi yang berbeda terhadap
variabel-variabel lingkungan kampus yang mempengaruhi prestasi
belajar mereka.
Responden memberikan nilai tertinggi terhadap variabel
hubungan antara dosen dan mahasiswa yang memebrikan pengaruh
terhadap prestasi belajar mereka. Hubungan yang baik ini
memberikan mereka lingkungan yang aman sehingga dapat terus
berkordinasi dengan dosen terhadap materi perkuliahan walaupun
kelas sudah selesai.
Variabel tertinggi kedua adalah kebersihan kampus dimana
dengan lingkungan yang bersih, mahasiswa akan nyaman berada di
lingkungan kampus untuk berdiskusi dengan teman kuliah ataupun
melakukan aktivitas-aktivitas lainnya.
Variabel terendah adalah fasilitas internet. Fasilitas internet bukan
hal yang memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar emreka. Ini
mungkin disebebkan bahwa mahasiswa memiliki fasilitas internet
pribadi.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi universitas
untuk mengetahu kebutuhan dan pandangan mahasiswa sehingga
dapat meningkatkan prestasi belajar mereka.
N KOMPONEN ANALISA JURNAL NO 5
O
1 Identitas Jurnal PENGARUH ATRIBUT SUPERMARKET TERHADAP MOTIF
BELANJA HEDONIK MOTIF BELANJA UTILITARIAN DAN
LOYALITAS KONSUMEN OLEH HARTONO SUBAGIO
DALAM JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 6, NO. 1,
April 2011: 8-21
2 Tujuan Analisa pengaruh atribut supermarket terhadap motif belanja
Penelitian hedonik motif belanja ultilitarian dan loyalitas konsumen
3 Kerangka Model Umum tentang Motivasi
Pemikiran Model ini merupakan sebuah kerangka kerja untuk memahami sifat
Teoritis dinamik dari proses motivasi. Menurut teori kebutuhan, seseorang
termotivasi apabila ia belum mencapai tingkat kepuasan tertentu
bukanlah sebuah motivator. Perilaku pada dasarnya berorintasi pada
tujuan, dengan kata lain perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh
keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan spesifik
tidak senantiasa diketahui secara sadar oleh individu. Kebutuhan-
kebutuhan berhubungan dengan keku-rangan-kekurangan yang
dialami seorang individu pada titik waktu tertentu.
Perilaku
Perilaku pada dasarnya berorintasi pada tujuan, dengan kata lain
perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk
mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan spesifik tidak senantiasa
diketahui secara sadar oleh individu. Alasan tindakan-tindakan kita
tidak selalu jelas bagi pemikiran kita secara sadar. Dorongan-
dorongan (drives) yang me-motivasi pola-pola perilaku individu
hingga tingkat tertentu berlangsung dibawah sadar karena tidak
mudah untuk mengevaluasi. Dalam banyak situasi kita melakukan
lebih dari satu macam kegiatan pada saat bersamaan, seperti kita
berbicara dengan orang lain sewaktu kita belanja ke supermarket.
Setiap saat kita mungkin membeli sesuatu yang tidak direncanakan,
kita mungkin memutuskan untuk beralih dari satu aktivitas tertentu
atau kombinasi aktivitas-aktivitas untuk melaksanakan hal-hal lain.
Model Stimulus organism response ( S-O-R )
Model Rangsangan manusia dan tanggapan (stimlus organism
response) yang dikemukakan oleh Mehrabian and Russell 1974.
menentukan hubungan antara lingkungan fisik dan perilaku individu.
Kerangka kerja rangsangan manusia dan tanggapan (Stimulus
Organism Response) menggambarkan mekanisme untuk bagaimana
elemen lingkungan mempengaruhi keadaan internal dan
mempengaruhi perilaku individu yang bersangkutan. Elemen ling-
kungan adalah stimulus yang memberikan dorongan (stimuli) kepada
individu untuk melakukan evaluasi. Pada penelitian pengaruh
dorongan (stimulus) salah satu stimulus adalah atribut supermarket
merupakan nilai konsumen. Lingkungan supermarket diselaras-kan
penggunaannya sebagai atribut supermarket, hubungan ini melalui
penilaian kualitas barang yang dijual dan harga yang ditetapkan.
Baker et al. (2002) berpendapat bahwa persepsi kualitas yang tinggi
berpengaruh positif terhadap persepsi nilai barang dagangan, dimana
tingginya persepsi harga akan mengakibatkan hubungan yang negatif
terhadap nilai konsumen. Pandangan dari hubungan nilai atmosfir
dijelaskan bahwa proses mengukur nilai oleh kon-sumen tentang
produk dan didasarkan pada dorongan (stimulus) eksternal pada
atribut supermarket. Konsu-men dalam membuat penilaian yang
dipertimbangkan dipengaruhi tanggapannya terhadap kinerja super-
market. Pada konsep dasar kerangka kerja S-O-R, atribut
supermarket adalah lingkungan atau atmosfir yang menjadi
dorongan rangsangan (Stimulus) men-jadi acuan evaluasi konsumen
terhadap supermarket.
Lingkungan supermarket memiliki sejumlah (Stimulus) atau atribut
yang dapat menciptakan suasana yang merangsang pembelanja
melakukan pembelian, yaitu lingkungan yang dirancang untuk
menghasilkan pengaruh emosi dari pembeli untuk mendorong
mereka melakukan pembelian.
Komponen Stimulus (Komponen lingkungan fisik supermarket).
Lingkungan supermarket sebagai stimuli mem-punyai tiga elemen
yaitu Ambient, design dan social. Dalam penelitian ini atribut
supermarket merupakan salah satu stimulus yang meliputi faktor-
faktor Ambient, design dan social. Ambient adalah kenya-manan
suasana yang dirasakan pembelanja saat mengamati barang dan jasa
yang ditawarkan. Design adalah rancangan fisik supermarket yang
meliputi tatanan layout dan fungsinya, tanda dan simbol, keindahan
seperti tatanan warna dan visual yang memberikan kenyamanan
kepada pembelanja ter-masuk juga penempatan posisi,eskalator, lift
dan elemen arsitek lainnya. Faktor social adalah faktor yang
berkaitan dengan keberadaan karyawan dan pembelanja lainnya
dalam supermarket yang ber-sangkutan. (Donovan et al., 1982,
Baker et al., 1994). Faktor sosial ini akan berdampak pada
bagaimana penilaian pembelanja pada kualitas barang dan jasa serta
citra supermarket tersebut. Berdasarkan beber-apa pertimbangan,
penelitian ini memberikan kom-ponen attribut, sebagai indikator
yang paling banyak digunakan adalah pertama atmosfir supermarket
meliputi fassilitas fisik supermarket, suhu, layout, dan display, kedua
lokasi supermarket, kemudahan men-capai, letak strategis, fasilitas
transportasi, ketiga adalah fasilitas kemudahan, parkir, pembayaran,
pengembalian barang, keempat adalah layanan pra-muniaga
responsif, empathi, reliabel, keramahan. Kelima adalah barang
dagangan. Keaneka ragaman, kualitas dan harga, merek dan model.
Organism, Evaluasi afeksi dan kognisi.
Afeksi (Affect) mengacu pada evaluasi perasa-an, sementara kognisi
(cognitive) terdiri dari evaluasi mental (pemikiran) Konsumen dapat
memiliki seka-ligus evaluasi afektif dan kogntif, walaupun kedua
sistem tersebut berbeda, namun mereka saling terkait, dan setiap
sistem dapat mempengaruhi serta dipenga-ruhi oleh yang lainnya.
Afeksi adalah keberadaan seseorang atau sesuatu yang dirasakan
seseorang (senang, sedih, dan bosan). Sebaliknya,orang memi-liki
kognisi, pemikiran atau kepercayaan. Sebagai suatu status mental,
kognisi biasanya tidak terletak pada tubuh manusia (eksternal).
Orang dapat meng-alami empat jenis tanggapan afektif, emosi,
perasaan tertentu, suasana hati dan evaluasi. Setiap jenis afeksi dapat
melibatkan tanggapan positif atau negatif. Semakin kuat tanggapan
afeksi, termasuk perasaan senang, sedih, gembira. Suasana hati, yang
melibat-kan reaksi fisiologis yang tidak begitu gencar. Suasana hati,
yang melibatkan intensitas perasaan paling rendah cenderung
merupakan suatu status afektif yang kabur. Akhirnya evaluasi
terhadap produk atau konsep lainnya seringkali suatu tang-gapan
afeksi yang lemah. Mehrabian and Russel (1974) mengemukakan
bahwa respon afeksi menim-bulkan motif hedonik pembelanja.
Perasaan (aspek afeksi) menseleksi kualitas lingkungan belanja dari
sisi kenikmatan (enjoyment) yang dirasakan, rasa tertarik akibat
pandangan mata (visual appeal) dan rasa lega (escapism).
Tanggapan perilaku (response behavior)
Pendekatan penghindaran dari respon konsumen adalah waktu yang
dipakai untuk memilih, meng-ekplorasi supermarket dan niat
melakukan pembelian kembali. Sependapat dengan Mehrabian and
Russel (1974) Didalam konteks eceran reaksi emosi mem-pengaruhi
waktu yang diluangkan didalam eksplorasi didalam supermarket,
kecenderungan untuk menge-luarkan uang lebih banyak dari yang
direncanakan semula, dan berniat kembali datang ke supermarket
dikemudian hari. Selanjutnya Donovan et al. (1994) menemukan
bahwa kenyamanan sangat signifikan dengan menentukan waktu
tambahan dan pembelian yang tidak direncanakan didalam
supermarket. Didalam evaluasi pengalaman belanja, Baker et al.
(2002) mendapati bahwa korelasi negatif antara biaya (waktu, usaha,
uang) dengan niat kembali membeli. Menurut kerangka kerja S-O-R
(stimulus organism response), respon perilaku dihasilkan dari
penilaian internal konsumen. Respon perilaku meliputi pendekatan
fisik, kinerja kerja, eksplorasi, dan interaksi sosial. Dalam hal ini
adalah sikap loyal terhadap supermarket yang diwujudkan dalam,
pema-kaian waktu lebih banyak untuk belanja, kecen-derungan
mengeluarkan uang lebih banyak dari yang direncanakan semula,
berniat datang kembali dikemu-dian hari dan merekomendasikan
kepada teman dan saudara. Indikator loyalitas pembelanja
supermarket adalah pertama loyalitas diukur dengan memper-
timbangkan pembelian kembali. Kedua adalah mengeluarkan uang
lebih banyak di supermarket jika membutuhkan barang. Ketiga
adalah bersedia mere-komendasikan supermarket kepada keluarga
dan kolega.
Konsep Atribut Supermarket
Pada penelitian ini pengaruh dorongan (stimulus) adalah atribut
supermarket yang merupakan stimuli yang berasal dari eksternal
mempengaruhi evaluasi penilaian individu. Lingkungan supermarket
diartikan sebagai atribut supermarket. Atribut supermarket adalah
stimuli yang meliputi ambient, design, dan social, atau dipandang
sebagai bagian keseluruhan citra supermarket itu (Bloemer and
Schroeder, 2002).
Koo (2003) menyarankan tujuh komponen untuk atribut supermarket
seperti atmosfir toko, lokasi, fasi-litas kemudahan, nilai, layanan
pramuniaga, layanan purna jual, dan barang dagangan. Pada
penelitian ini atribut dengan indikator komponen fasilitas fisik,
layanan pramuniaga, layanan purna jual, barang dagangan. Fasilitas
fisik yang tersedia di pasar swalayan seperti phisik bangunan, layout,
dan display. Kategori ini juga meliputi kemudahan, seperti lokasi
yang mudah, tempat parkir. Layanan pramuniaga lebih pada kualitas
yang disediakan oleh karyawan pasar swalayan, sedangkan layanan
purna jual meliputi fasilitas penukaran barang yang tidak cocok dan
kebijakan pengembalian uang, dan barang dagangan lebih pada
kualitas produk yang dijual, macam merek dan ketersediaan barang
persediaan.
Konsep Motif Belanja Hedonik
Motif belanja hedonik adalah kebutuhan tiap individu akan suasana
dimana seseorang merasa bahagia, senang. Selanjutnya kebutuhan
akan suasana senang tersebut menciptakan arousal, mengacu pada
tingkat dimana seseorang merasakan siaga, digairah-kan, atau situasi
aktif
Mehrabian and Russel (1974) mengemukakan bahwa respon afeksi
menimbulkan motif hedonik pembelanja. Perasaan (aspek afeksi)
menseleksi kua-litas lingkungan belanja dari sisi kenikmatan (enjoy-
ment) yang dirasakan, rasa tertarik akibat pandangan mata (visual
appeal) dan rasa lega (escapism). Perasaan tersebut membuat
seseorang senang atau Pleasure. Suasana dimana seseorang merasa
bahagia senang, dicari orang karena merupakan kebutuhan tiap
individu. Selanjutnya kebutuhan akan suasana senang tersebut
menciptakan arousal, mengacu pada tingkat dimana seseorang
merasakan siaga, digairah-kan, atau situasi aktif, motif yang disebut
motif Hedonik.
Konsep Motif Belanja Utilitarian.
Pembelanja sebagai umat manusia telah me-ngembangkan sistem
kognitif sangat canggih yang mengungkapkan proses mental yang
lebih tinggi untuk pengertian, penilaian, perencanaan, penetapan,
dan berpikir. Motif belanja utilitarian merupakan suatu motif
seseorang untuk mendapatkan harga, produk dan jasa layanan
didalam supermarket dan efisiensi penggunaan waktu dan tenaga
Evaluasi kognitif menggunakan kepikiran dalam mengukur motif
utilitarian (Schifman and Kanuk, 2004; Engel et al., 1994) Motif
utilitarian menekankan pada nilai belanja yang bermanfaat, sebagai
sesuatu yang terkait dengan tugas, masuk akal, berhati-hati, dan
efisiensi aktifitas. Selama proses ini konsumen menseleksi,
mengorganisir, dan menginterpretasikan informasi dorongan dan
meciptakan gambaran yang berarti dari supermarket tersebut
Informasi tersebut dari stimulus yaitu atribut supermarket yang
dievaluasi oleh motif utilitarian dengan mengevaluasi persepsi
kualitass barang dan layanan supermarket dan harga yang
ditetapkan.
Konsep Loyalitas Pembelanja Supermarket
Dapat dikatakan, loyalitas atau kesetiaan adalah sebuah komitmen
mendalam untuk membeli kembali atau menjadi pelanggan tetap dari
sebuah produk/jasa yang disukai secara konsisten di masa yang akan
datang, di mana komitmen tersebut menyebabkan pembelian yang
berulang terhadap produk yang sama, meskipun pengaruhpengaruh
situasional dan usaha usaha pemasaran mempunyai kesanggupan
atau kemungkinan untuk mengakibatkan perubahan peri-laku.
(Zeitham and Bitner, 2006). Pada pendekatan sikap (attitudinal)
loyalitas didasarkan atas komitmen psikologis, keinginan beli, dan
rekomendasi dari mulut kemulut.
4 Variabel
Penelitian
5 Sampel Keterwakilan populasi oleh sampel dalam penelitian merupakan
syarat penting untuk melakukan generalisasi. Sehubungan dengan
populasi penelitian ini yang bersifat infinit (tidak terbatas) dan
digunakan-nya model persamaan dan digunakannya model
persamaan struktural (Structural Equation Modelling) maka
penentuan besar sampel penelitian ini meng-gunakan pertimbangan
sebagai berikut:
1. Model size
Penentuan besar sampel penelitian yang ideal berdasarkan Hair et al.
(1999 : 367) adalah 5 sampai dengan 10 kali jumlah indikator yang
digunakan dalam seluruh variabel laten. Jumlah seluruh indikator
yang digunakan dalam penelitian ini 19. Jadi responden yang
disarankan adalah minimal 5 atau maksimal 10 kali indikator.pada
penelitian ini minimal responden 19 x 5 = 95 responden sampai
jumlah maksimal 19 x 10= 190 responden.
2 . Maximum Likelihood Estimation.
Menurut Hair et al. (1999 : 372) jumlah responden yang ideal untuk
Pemanfaatan maximum likehood estimation dalam model persamaan
struktural adalah 200 responden. Jumlah sampel dalam penelitian ini
ditetapkan sebesar 200 responden, berdasarkan pertimbangan untuk
memenuhi ke-tentuan model size maupun maximum likehod
estimation.
6 Teknik Analisis Penelitian ini menggunakan rancangan expla-natory, merupakan
suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan kenapa peristiwa
terjadi dan untuk membangun, mengelaborasi, memperluas atau
meng-uji teori dan menemukan penjelasan mengenai
pengaruh/hubungan antara satu variabel dengan variabel lain dan
melakukan pengujian hipotesis yang diajukan (Gay, 1999 : 215).
7 Hasil Peneltian Penelitian ini menjelaskan bahwa sebagian besar
pengunjung supermarket di Surabaya adalah kaum
wanita. Hasil kuisioner yang didapatkan berdasarkan
jumlah responden didapatkan 104 responden wanita
dan 96 responden pria. Karakteristik responden berdasarkan
usia dibagi atas enam bagian, dimana didapatkan responden terbesar
antara umur 18 tahun sampai dengan 24 tahun sebesar 76 responden
yakni 38% yang dikategorikan baik (Flesch dalam Monir, 2009).
Usia responden terendah terdapat pada umur kurang dari 18 tahun
disebabkan peneliti berfokus pada responden yang telah berusia 18
tahun atau lebih.
Karakteristik responden ber-dasarkan status yang dibagi atas empat
bagian, dan terbesar terdapat pada res-ponden yang belum kawin
sebesar 94 responden (47%) dan kedua pada responden yang sudah
kawin dan telah memiliki anak sebesar 34%. Deskripsi ini
memberikan gambaran bahwa yang telah melakukan transaksi
belanja di supermarket adalah responden relatif berumur muda dan
responden memiliki keluarga untuk memenuhi kebutuhan melalui
pem-belian di supermarket.
Deskripsi ini memberikan gambaran bahwa yang melakukan
transaksi di supermarket Carrefour, Hypermart, dan Giant/Hero pada
umumnya respon-den yang memiliki tingkat sosial menengah
kebawah pendapatan dibawah 10 juta sebesar 88%. Sedangkan bagi
responden yang memiliki tingkat sosial kelas atas dengan
pendapatan melebihi 10 juta perbulan relatif sedikit yakni 23
responden (12%).
Pengunjung dari pasar modern ternyata lebih banyak mereka yang
mempunyai pendapatan rendah sehingga pilihan harga relatif lebih
sensitif, perbedaan harga menjadi prioritas utama dalam pilihan
barang.
Karakteristik responden yang dibagi berdasarkan jumlah kunjungan
tiga bulan terakhir terdapat pada Tabel 5. sebanyak empat bagian.
Jumlah kunjungan responden terdapat pada jumlah kunjungan
terbesar sebanyak dua kali sebesar 76 responden (38%) dan kedua
pada jumlah kunjungan yang lebih dari tiga kali yakni sebesar 64
responden (32%) responden. Umumnya responden menyukai
kenyamanan belanja, promosi yang didapat dan insentif lain.
Deskripsi Variable-Variabel Penelitian
Atribut Supermarket
Atribut supermarket sebagai faktor pertama diukur dari lima variabel
pada penelitian dengan indikator sebagai berikut tertera pada Tabel
6. X 1.1 (Atm) Atmosfir supermarket meliputi fasilitas fisik, suhu,
layout, dan display; X1.2 (Lok) lokasi toko kemudahan mencapai,
letak strategis, fasilitas transportasi; X1.3 (Fas) fasilitas kemudahan,
parkir, pembayaran, pengembalian barang; X1.4 (layan) layanan
pramuniaga responsif, empathi, reliabel, keramahan; X1.5
(Merchan) barang dagangan, ke-aneka ragaman, harga, merek dan
model.
Secara keseluruhan pada variabel pertama yakni atribut supermarket
didapatkan dengan nilai rata-rata keseluruhan sebesar 3,70
Berdasarkan pada Tabel 6, bila lebih jauh kalau dicermati untuk per
item indikator, para responden mempersepsikan bahwa atmosfir
yang meliputi fasilitas fisik, suhu, layout, dan display di supermarket
memiliki nilai rata-rata yang relatif tinggi sebesar 3,81, namun masih
terdapat 4% para responden mempersepsikan bahwa atmosfir
supermarket dari bangunan fisik tidak lengkap, suhu udara tidak
segar, layout tidak tertata rapi dan dan display dan interior tidak
menarik.
Motif Belanja Hedonik.
Motif belanja hedonik merupakan variabel kedua pada penelitian
dengan pengertian stimuli yang menseleksi kualitas lingkungan
belanja dari sisi kenikmatan (enjoyment) yang dirasakan, rasa
tertarik akibat pandangan mata (visual appeal) dan rasa lega
(escapism) terdiri atas enam indikator pengukur yakni: pertama,
Y1.1. Adventure shopping (belanja adalah tantangan, suatu sensasi,
menggembirakan, masuk lingungan universal yang menyenangkan);
kedua Y1.2. Social shopping (sosialisasi adalah tujuan utama dari
pembelanja ketika mereka pergi belanja); ketiga Y1.3 Gratification
shopping (kehidupan yang
kompleks saat ini dan tingkat stres meningkat dima-syarakat.
Beberapa orang belanja untuk meng-hilangkan stress); keempat Y1.4
Idea Shopping (berbelanja memberikan pengetahuan baru perkem-
bangan trend baru dan model baru); kelima Y1.5 Role shopping
(peranan belanja direfleksikan dalam kenik-matan, dipengaruhi oleh
perasaan dan keadaan hati) dan keenam Y1.6. Value shopping
(beberapa orang belanja untuk menemukan barang yang baik dan
bernilai bagi dirinya).
Secara keseluruhan pada variabel Motif belanja hedonik memiliki
nilai rata-rata sebesar 3,44; hal ini menyatakan bahwa motif belanja
responden sebagian besar ditentukan oleh nilai indikator tertinggi
yakni value. Telaah lebih lanjut untuk indikator pertama petualangan
belanja (adventure shopping) yang terdiri atas belanja adalah
tantangan, ketika belanja ada sensasi yang berkesan dan belanja
membuat hati gembira; dengan nilai rata-rata 3,17 dengan kategori
cukup (2,55 3,35).
Hal ini memberikan gambaran bahwa petua-langan belanja di
supermarket tidak berkaitan dengan keinginan responden untuk
berbelanja. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju dan
tidak setuju bahwa saat belanja akan memberikan petualangan
tersendiri bagi konsumen dengan jumlah 46 res-ponden (23%)
sedangkan yang menyatakan bahwa belanja memiliki petualangan
tersendiri terdapat sebanyak 76 respondden (38%). Namun
kebanyakan responden berada pada kategori netral sebanyak 78
responden, hal ini memberikan gambaran bahwa petualangan belanja
tidak mendapat respon yang baik bagi konsumen atau mengadakan
transaksi belanja di supermarket Carrefour, Hypermart, dan
Giant/Hero.
Motif Belanja Utilitarian.
Motif belanja Utilitarian merupakan variabel ketiga pada penelitian
dengan pengertian dorongan dalam diri orang untuk evaluasi
kognitif suatu tingkatan motif seseorang untuk mendapatkan produk
dan jasa layanan yang berkualitas didalam supermarket dan efisiensi
penggunaan waktu dan tenaga terdiri atas dua indikator pengukur
yakni: pertama, Y2.1 kualitas barang Produk yang dijual
disupermarket berkualitas baik, mudah dicari dan diambil, diproses
dengan baik; kedua, Y2.2 Kualitas layanan (Wiraniaga akan
memberi pertolongan, perhatian, menawarkan pelayanan yang
terbaik, tidak merasa disibukkan oleh pembeli yang bertanya).
Secara keseluruhan pada variabel motif belanja utilitarian memiliki
nilai rata-rata sebesar 3,73 (kategori baik.
Hal ini memberikan arti bahwa produk-produk yang ditawarkan di
supermarket telah memiliki kualitas yang memadai bagi responden,
disamping itu juga responden mempersepsikan bahwa produk yang
tersedia mudah dicari dan diambil serta telah diproses dengan baik.
8 Keterbatasan Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberi-kan beberapa hal
dan Saran yang perlu disempurnakan baik oleh praktisi maupun teoritisi, antara
lain:
1. Atribut sebagai stimulus sebagai variabel yang penting hendaknya
perlu diperhatikan terutama yang mendapat bobot tertinggi seperti
fasilitas, kemudahan parkir, pembayaran dan pengembali-an barang.
2. Motif belanja Hedonik yang mempunyai bobot tertinggi yang
perlu diperhatikan idea shopping berbelanja memberikan
pengetahuan dan perkem-bangan tren baru dan model baru pengelola
supermarket hendaknya selalu mencari hal yang inovatif untuk
produk.
3. Motif belanja utilitarian mempunyai bobot ter-tinggi yakni
kualitas barang, produk yang dijual disupermarket berkualitas baik,
mudah dicari dan diambil diproses dengan baik pihak pengelola
supermarket perlu mengevaluasi produk dan layout barangnya.
N KOMPONEN ANALISA JURNAL NO 6
O
1 Identitas Jurnal ANALISIS SWITCHING INTENTION PENGGUNA JASA
LAYANAN RUMAH KOS DI SIWALANKERTO: PERSPEKTIF
KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN PELANGGAN OLEH
LIZA AGUSTINA DALAM JURNAL MANAJEMEN PEMASARAN,
VOL. 6, NO. 1, April 2011: 22-31
2 Tujuan Mengetahui switching intention pada pengguna jasa layanan rumah
Penelitian kos di Siwalankerto
3 Kerangka Konsep Kualitas Layanan
Pemikiran Kualitas layanan merupakan merupakan keseluruhan berbagai ciri
Teoritis dan karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuan
untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang telah ditentukan atau
yang bersifat laten (Parasuraman et.al., 1985).
Metode Servqual adalah metode yang sering digunakan untuk
mengukur kualitas layanan. Dalam metode servqual terdapat lima
dimensi servqual yang paling menentukan kualitas pelayanan
(Parasuraman et all., 1988 dalam Killa, 2011) yaitu:
1. Tangibles: Fasilitas fisik, peralatan dan penampil-an personel.
2. Emphaty: Kepedulian dan perhatian perusahaan kepada
pelanggan.
3. Responsiveness: Keinginan perusahaan untuk mem-bantu
pelanggan dan menjanjikan jasa yang tepat.
4. Reliability: Kemampuan perusahaan dalam mene-pati janji dan
dapat diandalkan.
5. Assurance: Pengetahuan dan keramahtamahan para personel dan
kemampuan mereka mencipta-kan opini untuk dapat dipercaya
pelanggan.

Konsep Kepuasan Pelanggan


Philip Kotler (1997) mengatakan bahwa ada empat metode yang
dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui tingkat kepuasan
konsumen yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran
2. Survei kepuasan konsumen
3. Ghost Shopping
4. Analisis Kehilangan Konsumen
Konsep Switching Intention
Bansal, et. al. (2005) menjelaskan intensi ber-pindah (switching
intention) sebagai tingkat kemung-kinan atau kepastian bahwa
pelanggan akan ber-pindah dari penyedia jasa saat ini kepada
penyedia jasa baru. Banyak studi perpindahan pelanggan
menjelaskan bahwa faktor-faktor penentu perpindah-an, seperti
kualitas, kepuasan, biaya berpindah, dan ketertarikan atas alternatif,
telah dimodelkan dengan intensi berpindah. Bansal et al. (2005)
mengatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi per-
pindahan pelanggan dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu
efek pendorong (push effects), efek penarik (pull effects), dan efek
penambat (mooring effects).
Menurut Haryanto (2007), ada tiga jenis intensi, yaitu sebagai
berikut:
1) Intensi sebagai harapan, yaitu harapan-harapan yang timbul dalam
diri seseorang untuk melaku-kan sesuatu.
2) Intensi sebagai keinginan, yaitu keinginan dalam diri seseorang
untuk melakukan sesuatu.
3) Intensi sebagai rencana, yaitu rencana seseorang untuk melakukan
sesuatu.
Hubungan Antara Kualitas Layanan dan Kepuas-an Pelanggan
Untuk menghasilkan suatu kepuasan pelanggan, maka perusahaan
membutuhkan kualitas layanan yang baik pula. Atmawati dan
Wahyuddin (2005) menemukan bahwa kepuasan pelanggan
ditentukan oleh persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa yang
berfokus pada lima dimensi kualitas jasa, yaitu: tangibles, emphathy,
responsiveness, reliability, dan assurance. Hal ini menunjukkan
bahwa ketika tingkat tangibles, emphaty, responsiveness, reliability,
dan assurance yang dirasakan lebih tinggi, maka akan menyebabkan
kepuasan pembeli yang lebih besar.
Hubungan Antara Kualitas Layanan dan Swit-ching Intention
Kualitas layanan tidak hanya mempengaruhi kepuasan atau
ketidakpuasan konsumen, namun juga berpengaruh pada beberapa
respon perilaku (Malik & Naeem, 2011). Hasil penelitian tersebut
menjelaskan bahwa kualitas layanan dapat berpengaruh pada
switching intention.
Hubungan Antara Kepuasan Pelanggan dan Swit-ching
Intention
Switching Intention yang berasal dari switching behavior merupakan
sisi yang berlawanan dengan keputusan untuk membeli atau
kesetiaan merek.
Bansal et.al. (2005) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan
berpengaruh negatif pada switching intention. Secara tidak langsung,
ketika konsumen tidak puas, maka konsumen akan cen-derung
berpindah. Selain itu, Wibowo (2008) men-jelaskan beberapa faktor
penentu perpindahan, seperti kualitas dan kepuasan, telah
dimodelkan dengan switching intention. Kepuasan pelanggan
mencakup upaya-upaya dalam memenuhi bahkan melampaui
harapan konsumen.
4 Variabel
Penelitian
5 Sampel Metode sampel yang digunakan adalah non probability sampling
yaitu pemilihan sampel ber-dasarkan pada pertimbangan pribadi
(Supramono & Haryanto, 2005). Berdasarkan penjelasan tersebut
maka penelitian ini menggunakan non probability sampling dengan
jenis purposive sampling yaitu peneliti memilih sampel berdasarkan
kriteria tertentu untuk memilih sampel yang diharapkan memiliki
informasi yang akurat (Supramono & Haryanto, 2005). Dalam
penelitian ini penulis memfokuskan pada mahasiswa pengguna
rumah kos yang dalam kurun waktu setahun memiliki frekuensi
pindah rumah kos minimal satu kali.
6 Teknik Analisis Statistik Deskriptif
Partial Least Square (PLS)
7 Hasil Peneltian Terdapat beberapa kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Kebanyakan responden terdiri dari responden wanita yaitu 72%
dan 51% diantaranya memiliki anggaran rumah kos Rp. 500.000 -
Rp. 1.000.000 yang dapat disimpulkan yaitu responen berasal dari
keluarga middle up income.
2. Semua kriteria pengujian validitas dan reliabilitas dalam
penelitian ini sesuai dengan persyaratan statistik secara umum.
3. Kualitas layanan terbukti berpengaruh positif ter-hadap kepuasan
pelanggan rumah kos di Siwa-lankerto Surabaya.
4. Kualitas layanan terbukti berpengaruh negatif pada switching
intention pelanggan rumah kos di Siwalankerto Surabaya.
5. Kepuasan pelanggan tidak terbukti berpengaruh signifikan
terhadap switching intention pelanggan rumah kos di Siwalankerto
Surabaya, namun arah pengaruhnya tetap pada hubungan yang ber-
lawanan.
6. Secara keseluruhan, peneliti menyimpulkan bahwa tingkat
switching intention di Siwalankerto akan rendah apabila dipengaruhi
oleh kualitas layanan yang memadai. Hal tersebut apabila
dimaksimal-kan, maka disinyalir tingkat kepuasan akan semakin
meningkat dan switching intention di Siwalankerto juga semakin
menurun. Namun, di sektor jasa khususnya di rumah kos, kepuasan
pelanggan tidak mampu menurunkan tingkat switching intention.
8 Keterbatasan Berdasarkan hasil pemaparan dalam penelitian ini, maka peneliti
dan Saran mengungkapkan beberapa saran dari sisi manajerial atau pemilik
rumah kos secara umum, yaitu sebagai berikut:
1. Kualitas layanan sebaiknya ditingkatkan dengan memperhatikan
beberapa hal yaitu tangible seperti tempat parkir yang luas, rumah
kos sebaiknya memiliki fasilitas yang lengkap, memiliki kamar yang
luas, memiliki bangunan kos yang modern dan Memiliki pegawai
yang berpenampilan bersih. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan
menyeluruh dalam bidang fasilitas fisik rumah kos untuk
memberikan persepsi yang positif mengenai kualitas layanan dengan
target market medium high customers.
2. Dimensi kualitas layanan yang kedua dan sebaik-nya diperhatikan
adalah emphaty yaitu memiliki pegawai yang ramah, memiliki
pegawai yang memperhatikan keadaan, memiliki pegawai yang
sopan dalam melayani. Schiffman dan Kanuk (2010) menyimpulkan
bahwa para medium high lebih loyal pada suatu jasa yang
menawarkan kenyamanan termasuk memberikan empati pada
kebutuhan pengguna rumah kos.
3. Kemudian dimensi berikut adalah responsiveness yaitu memiliki
pegawai yang menanggapi kebu-tuhan dengan cepat, memiliki
pegawai yang menindaklanjuti keluhan dengan cepat. Sesuai
pemaparan Schiffman dan Kanuk (2010), pelang-gan middle up
yang lebih suka kenyamanan akan merasa nyaman apabila
kebutuhannya tetap ditanggapi oleh pemilik rumah kos.
4. Dimensi berikut adalah reliability yaitu memiliki pegawai yang
dapat diandalkan dan menciptakan lingkungan yang terjaga
kebersihannya. Dengan lingkungan yang bersih dan pegawai yang
kon-
sisten dalam membantu pengguna rumah kos di Siwalankerto
kemudian dapat tetap merasa nya-man dan puas sehingga kepuasan
tercipta dan intensi untuk berpindah juga menjadi rendah.
5. Dimensi terakhir yang harus diperhatikan adalah assurance yaitu
memiliki keamanan yang ter-percaya. Setiap rumah kos yang baik
sebaiknya menciptakan rasa aman dan terpercaya seperti contoh
meminimalkan barang yang hilang, dan menjaga keamanan
keselurah rumah kos agar bebas maling.
6. Implikasi manajerial tersebut dapat terjadi penye-dia jasa rumah
perlu memberikan penyuluhan dan pelatihan informal kepada para
pegawainya agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik,
khususnya dalam menangani dan menindaklanjuti keluhan para
pengguna rumah kos. Apabila semua hal tersebut diperhatikan dan
melakukan implikasi manajerial seperti di atas, maka disinyalir
peng-guna rumah kos akan merasa puas dan tingkat switching
intention menurun.
Lebih lanjut, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu
sebagai berikut:
1. Jumlah sampel yang kecil yaitu 155 responden di Siwalankerto
tanpa membatasi karakteristik res-ponden yang lain misalnya asal
usul responden yang bisa memperkuat hipotesis dari sisi budaya dan
norma-norma responden.
2. Pengukuran variabel kualitas layanan tidak di-dasarkan pada teori
yang sangat kuat mengenai jasa rumah kos atau boarding house dan
hanya berdasarkan arahan dimensi tangibility, emphaty, reliability,
responsiveness, dan assurance.
3. Penelitian ini tidak mengungkapkan dimensi atau faktor dominan
dalam mengukur variabel laten (kualitas layanan, kepuasan
pelanggan dan swit-ching intention).
4. Penelitian ini tidak menguji keseluruhan model PPM (push, pull,
mooring factors) dari Bansal et.al. (2005) yang didalamnya terdapat
beberapa hal yang perlu dikaji.

Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan tersebut maka peneliti


mengungkapkan saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Penelitian selanjutnya sebaiknya diuji pada ukuran sampel yang
lebih besar agar benar-benar dapat digeneralisasikan dengan baik.
2. Penelitian selanjutnya juga diharapkan mengikut-sertakan uji
outer loadings yang lebih dispesifi-kasikan.
3. Oleh karena penelitian ini menghasilkan loading factor > 0.5
maka pada penelitian selanjutnya untuk sektor jasa khususnya rumah
kos atau boarding house, indikator-indikatornya dapat di-gunakan.
4. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan beberapa faktor
PPM yaitu untuk push selain kualitas dan kepuasan, yaitu nilai jasa
yang rendah, kepercayaan yang rendah, komitmen pelanggan yang
rendah, dan persepsi harga yang relatif tinggi. Selanjutnya untuk
faktor pull yaitu ketertarikan terhadap penyedia jasa alternatif,
sedangkan faktor mooring yaitu yaitu sikap tidak
menguntungkan/mendukung perpindahan, norma subjektif yang
tidak menguntungkan/mendukung perpindahan, biaya berpindah
tinggi, perilaku berpindah dahulu/sebelumnya yang tidak sering, dan
rendahnya kecenderungan pelanggan untuk mencari ragam/jenis
lain.

N KOMPONEN ANALISA JURNAL NO 7


O
1 Identitas Jurnal PENGARUH SHOPPING LIFE STYLE DAN FASHION
INVOLVEMENT TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOR
MASYARAKAT HIGH INCOME SURABAYA OLEH EDWIN
JAPARIANTO DAN SUGIONO SUGIHARTO DALAM JURNAL
MANAJEMEN PEMASARAN, VOL. 6, NO. 1, April 2011: 32-41
2 Tujuan Mengetahui apakah shopping lifestyle dan fashion involvement
Penelitian berpengaruh terhadap impulse buying behaviour pada masyarakat
high income di Surabaya
3 Kerangka Shopping Lifestyle
Pemikiran Cobb dan Hoyer (1986) mengemukakan bahwa untuk mengetahui
Teoritis hubungan shopping lifestyle terhadap impulse buying behavior
adalah dengan menggunakan indikator:
-Menanggapi untuk membeli setiap tawaran iklan mengenai produk
fashion
- Membeli pakaian model terbaru ketika melihatnya di Galaxy Mall
- Berbelanja merk yang paling terkenal
- Yakin bahwa merk (produk kategori) terkenal yang di beli terbaik
dalam hal kualitas
- Sering membeli berbagai merk (produk kategori) daripada merk
yang biasa di beli
- Yakin ada dari merk lain (kategori produk) yang sama seperti yang
di beli
Fashion Involvement
Dalam Kim (2005) mengemukakan bahwa untuk mengetahui
hubungan fashion involvement terhadap impulse buying behavior
adalah dengan menggunakan indicator:
- Mempunyai satu atau lebih pakaian dengan model yang
terbaru (trend)
- Fashion adalah satu hal penting yang mendukung aktifitas
- Lebih suka apabila model pakaian yang diguna-kan berbeda
dengan yang lain
- Pakaian menunjukkan karakteristik
- Dapat mengetahui banyak tentang seseorang dengan pakaian
yang digunakan
- Ketika memakai pakaian favorit, membuat orang lain tertarik
melihatnya
- Mencoba produk fashion terlebih dahulu sebelum
membelinya
- Mengetahui adanya fashion terbaru dibandingkan dengan
orang lain
Impulse Buying
Pemahaman tentang konsep pembelian impulsif (impulse buying)
dan pembelian tidak direncanakan (unplanned buying) oleh beberapa
peneliti tidak dibedakan. Philipps dan Bradshow (1993), dalam
Bayley dan Nancarrow (1998) tidak membedakan antara unplanned
buying dengan impulsive buying, tetapi memberikan perhatian
penting kepada periset pelanggan harus memfokuskan pada interaksi
antara point-of-sale dengan pembeli yang sering diabaikan.
Tipe-tipe Impulse Buying
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelum-nya, pembelian
yang tidak terencana (impulse buying) dapat diklasifasikan dalam
empat tipe: planned impulse buying, reminded impulse buying,
suggestion impulse buying, dan pure impulse buying (Miller, 2002;
Stern, 1962; yang dikutip dalam Hodge, 2004).
a. Pure Impulse Buying
b.Reminder Impulse Buying
c.Suggestion Impulse Buying
d.Planned Impulse Buying
Hubungan Antar Konsep
Pakaian merupakan kulit luar yang menegaskan identitas kita kepada
lingkungan sosial, pakaian menjadi media efektif untuk menunjukan
status, kedudukan, kekuasaan, lifestyle dari masa ke masa dan
shopping menjadi salah satu lifestyle yang paling digemari, untuk
memenuhi lifestyle ini masyarakat rela mengorbankan sesuatu demi
mencapainya dan hal tersebut cenderung mengakibatkan impulse
buying. Ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan
pengalaman emosional lebih dari pada rasional, sehingga tidak
dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian
impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibanding
irasional dan hubungan sembilan karakteristik produk yang mungkin
dapat mempengaruhi pembelian impulsif, yaitu harga rendah,
kebutuhan tambahan produk atau merk, distribusi massa, self service,
iklan massa, display produk yang menonjol, umur produk yang
pendek, ukuran kecil, dan mudah disimpan.
4 Variabel Variabel terikat = Impulse buying behavior
Penelitian Variabel bebas= Shopping lifestyle , Fashion involvement
5 Sampel Teknik penentuan sampel adalah dengan metode non probability
sampling (Nasir, 1999, p. 325) Jenis metode non probability
sampling yang digunakan adalah judgemental sampling yaitu
memberikan batasan-batasan tentang responden yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
Responden tinggal di Surabaya
Responden memiliki pendapatan sendiri
Responden memiliki pengeluaran Rp 1,250,000
Responden pernah berbelanja di Galaxy Mall, Lend mark dan
Grand City
Jumlah responden didapatkan dengan meng-gunakan rumus Yamane
yang melakukan penentuan ukuran sampel didasarkan atas kesalahan
10% dengan kepercayaan 95% terhadap populasi. Penentuan jumlah
sampel dengan menggunakan rumus Yamane.
6 Teknik Analisis Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis Regresi Linier Berganda digunakan untuk mengetahui
pengaruh yang diberikan oleh variabel bebas terhadap variabel
terikat.
7 Hasil Peneltian Berdasarkan pada hasil pembahasan mengenai shopping lifestyle,
fashion involvement terhadap impulse buying behavior, dapat
disimpulkan beberapa hal yaitu:
a. Shopping lifestyle berpengaruh signifikan terhadap impulse
buying behavior pada masyarakat high income di Galaxy Mall
Surabaya
b. Fashion involvement berpengaruh signifikan terhadap impulse
buying behavior pada masyarakat high income di Galaxy Mall
Surabaya
c. Shopping lifestyle memiliki pengaruh yang paling dominan
diantara variabel lain yang ada terhadap impulse buying behavior
pada masyarakat high income di Galaxy Mall Surabaya

8 Keterbatasan Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka penulis memberikan


dan Saran saran-saran bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam penelitian
ini, antara lain:
a. Hendaknya fashion involvement selalu diperhati-kan dengan
memberikan masukan tentang produk fashion yang sesuai
karakteristik pengunjung karena dapat mempengaruhi impulse
buying behavior pada masyarakat high income di Galaxy Mall
Surabaya.
b. Shopping lifestyle hendaknya terus dipertahankan oleh pihak
Galaxy Mall Surabaya dengan tetap menjaga kualitas terbaik dari
merk produk fashion karena variabel tersebut merupakan variabel
dominan dalam mempengaruhi impulse buying behavior pada
masyarakat high income di Galaxy Mall Surabaya.
c. Bagi peneliti lain dapat melakukan penelitian dengan topik sama,
namun perlu menambahkan faktor lain seperti pre-decision stage dan
post-decision stage karena dari hasil penelitian ini masih
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
N KOMPONEN ANALISA JURNAL NO 8
O
1 Identitas Jurnal APLIKASI UJI KEBERFUNGSIAN DIFERENSIAL
UNTUK MENGUJI KETAHANAN BUTIR SKALA
PSIKOLOGI TERHADAP RESPONS TIPUAN PADA
KONTEKS SELEKSI KERJA OLEH WAHYU
WIDHIARSO
Wahyu Widhiarso
2 Tujuan
Penelitian
3 Kerangka
Pemikiran
Teoritis
4 Variabel
Penelitian
5 Sampel
6 Teknik Analisis
7 Hasil Peneltian
8 Keterbatasan
dan Saran

Vous aimerez peut-être aussi