Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun oleh
Radhiyana Putri 0910015031
Pembimbing
dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................3
BAB 2 STATUS PASIEN........................................................................................5
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................22
BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................................55
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................60
2
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
STATUS PASIEN
Pasien MRS pada tanggal 6 April 2016 melalui IGD RSUD A.W.
Sjahranie Samarinda dan dirawat inap di Ruang Melati.
Identitas Pasien:
Nama : An. PR
Umur : 9 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tenggarong
Tanggal masuk : 5 April 2016
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Perut membesar
7. Riwayat Imunisasi
Polio + + + + - -
DPT + + + /////// - -
Hepatitis B + + + /////// - -
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis, E4V5M6
Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah : 90/60 mmHg
2. Frekuensi nadi : 120 x/menit
3. Frekuensi nafas : 36 x/menit
4. Suhu : 36,5oC
Status Gizi
Berat Badan : 15 kg
Tinggi Badan : 116 cm
BBI (%) : BBA/BBI x 100% = (15 kg/21 kg) x 100% = 71,4%
LILA : 12 cm
Status Gizi : Gizi kurang
Status generalisata
Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : hitam, tebal, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (+/+) , sekret (-)
Telinga : bentuk normal, sekret (-)
Mulut : bibir sianosis (-), faring tidak hiperemis
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax
Pulmo
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi suprasternal (-), retraksi
interkostal (+)
Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V 1 jari lateral dari left
midclavicular line
Perkusi : Batas jantung
Abdomen
Inspeksi : bentuk agak cembung, benjolan di atas umbilicus (-) scar (-),
distended (-), darm steifung(-), darm contour(-)
Palpasi : soefl, tidak ada nyeri tekan, hepatomegali (+) tepi tumpul,
splenomegali (-), asites (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT < 2 detik , clubbing finger (-), sianosis (-),
edema (-)
Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik , clubbing finger (-), sianosis (-),
edema (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Lab 05/04/2016 Hasil Normal
Hemoglobin 12,0 11-16 g/dl
Leukosit 8.600 4000-10000/L
Trombosit 223.000 150000-450000/L
Hematokrit 38,4 % 37,0-54,0 %
GDS 89 60-150 mg/dl
Na 138 135-155 mmol/L
K 4,5 3,6-5,5 mmol/L
Cl 116 95.108mmol/L
Ur 23,2 10-40 mg.dl
Cr 0,6 0,5-1,5mg/dl
06/04/2016
SGOT 65
SGPT 20
2.
Albumin 3,4
13/4/2016
Hemoglobin 13,4 11-16 g/dl
Leukosit 7.770 4000-10000/L
Trombosit 262.000 150000-450000/L
Hematokrit 41,6 % 37,0-54,0 %
Na 138 135-155 mmol/L
K 3,9 3,6-5,5 mmol/L
Cl 107 95.109mmol/L
CRP (-) <6 mg/L <6 mg/L
19/04/2016
Hemoglobin 12,0 11-16 g/dl
Leukosit 8.400 4000-10000/L
Trombosit 242.000 150000-450000/L
Hematokrit 36,6 % 37,0-54,0 %
Na 133 135-155 mmol/L
K 3,1 3,6-5,5 mmol/L
Cl 94 95.110 mmol/L
GDS 191 60-150 mg/dl
Echocardiografi (22 Februari 2016)
Hasil Pemeriksaan Ekokardiografi;
a
b
,
CTR : 71,47 %
Klinis : PJB asianotik
Kesan :
- Corakan vaskuler pulmo sentral meningkat, perifer sepi
- Cardiomegali, CTR 71,47% (curiga pembesaran atrium dan ventrikel)
1.5 DIAGNOSIS
Diagnosis Utama : ASD + Dekompensasi Kordis
Diagnosis Lain : Gizi Kurang + Perawakan Pendek
Diagnosis Komplikasi :-
1.6 PENATALAKSANAAN :
Follow Up Ruangan
Tanggal S O A P
05/04/16 Sesak nafas(+) bengkak Komposmentis, ASD +
H-1 (+) batuk (+) pilek (-) TD : 90/60 mmHg, N : 120 Dekompensasi
BB= 19 kg demam (-) Riwayat x/I, RR : 38 x/I, T:36,8 oC, Kordis
penyakit jantung anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
IGD bawaan (+) (+/+), murmur (+), Soefl,
asites (+), hepatomegali (+),
Bising usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (+/+)
pada tungkai bawah
06/04/16 Sesak nafas(+) bengkak Komposmentis, ASD +
H-2 (+) TD : 100/70 mmHg, N : 118 Dekompensasi
BB= 19 kg x/I, RR : 36 x/I, T:36,8 oC, Kordis
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
R.Melati (+/+), murmur (+), gallop (+)
Soefl, asites (+) , hepatomegali
(+), Bising usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (+/+)
pada tungkai bawah
07/04/16 Sesak nafas (+) Komposmentis, ASD +
H-3 bengkak (+) TD : 90/60 mmHg, N : 120 x/I, Dekompensasi
BB= 17 kg RR : 36 x/I, T:36,7 oC, anemis Kordis
(-/-), ikterik (-/-), ves (+/+),
R.Melati murmur (+), Soefl, asites (-),
hepatomegali (+), Bising usus
(+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
08/04/16 Sesak nafas (+) Komposmentis, ASD +
H-4 bengkak (-), belum TD : 80/60 mmHg, N : 118 Dekompensasi
BB= 15 kg BAB sejak 3 hari yang x/I, RR : 32 x/I, T:36,5 oC, Kordis
lalu anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
R.Melati (+/+), gallop (+) Soefl, asites
(-), hepatomegali (+), Bising
usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
09/04/16 Sesak nafas (+) Komposmentis, ASD +
H-5 bengkak (-), TD : 100/60 mmHg, N : 118 Dekompensasi
BB= 15 kg x/I, RR : 32 x/I, T:36,7 oC, Kordis
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
R.Melati (+/+), gallop (+) Soefl, asites
(-), hepatomegali (+), Bising
usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
11/04/16 Sesak nafas (-) bengkak Komposmentis, ASD +
H-7 (-), TD : 85/60 mmHg,p50 = Dekompensasi
BB= 15 kg 95/86, N : 120 x/I, RR : 28 Kordis
x/I, T:36,8 oC, anemis (-/-),
R.Melati ikterik (-/-), ves (+/+), gallop
(+), Soefl, asites (-),
hepatomegali (+) , Bising usus
(+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
22/04/16 Sesak nafas(+), Komposmentis, ASD +
H-18 demam (-), batuk (-) TD : 85/60 mmHg, N : 108 x/I, Dekompensasi
BB= 15 kg RR : 24 x/I, T:36,8 oC, anemis Kordis
(-/-), ikterik (-/-), ves (+/+),
R.Melati gallop (+), Soefl, asites (-),
hepatomegali (-), Bising usus
(+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
23/04/16 Sesak nafas(+), Komposmentis, ASD +
H-19 TD : 100/70 mmHg, N : 108 Dekompensasi
BB= 15 kg x/I, RR : 24 x/I, T:36,8 oC, Kordis
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
R.Melati (+/+), gallop (+), Soefl, asites
(-), hepatomegali (-), Bising
usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
25/04/16 Sesak nafas(-) Komposmentis, ASD +
H-21 TD : 100/70 mmHg, N : 104 Dekompensasi
BB= 15 kg x/I, RR : 24 x/I, T:36,8 oC, Kordis
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
R.Melati (+/+), gallop (+), Soefl, asites
(-), hepatomegali (-), Bising
usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
26/04/16 Sesak nafas (-), Komposmentis, ASD +
H-22 bengkak (-), batuk (-) TD : 100/60 mmHg, N : 104 Dekompensasi
BB= 15 kg x/I, RR : 24 x/I, T:36,8 oC, Kordis
anemis (-/-), ikterik (-/-), ves
R.Melati (+/+), gallop (+), Soefl, asites
(-), hepatomegali (-), Bising
usus (+) normal.
akral hangat (+), edema (-/-)
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
Pada ASD sekundum terdapat lubang patologis pada fosa ovalis. Atrial
septal defect sekundum dapat tunggal atau multipel (fenestrated atrial septum).
Defek yang lebar dapat meluas ke inferior sampai pada vena kava inferior dan
ostium sinus koronarius, ataupun dapat meluas ke superior sampai pada vena kava
superior.5,7
3.1.2 Etiologi
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit jantung kongenital
banyak disebabkan oleh interaksi kompleks antara faktor genetik dengan faktor
lingkungan (paparan terhadap zat teratogen). Abnormalitas genetik dapat
disebabkan oleh mutasi gen tunggal (single gene mutation) dan kelainan
kromosomal (delesi, trisomi, monosomi). Kelainan kromosomal yang sering
menyebabkan ASD diantaranya sindrom Turner (45X), sindrom Down (trisomi 21),
serta sindrom Miller Dieker (delesi 17p). Namun demikian perlu diingat bahwa
banyak kelainan kromosomal lainnya yang dapat menyebabkan penyakit jantung
kongenital, meskipun tidak spesifik menyebabkan kelainan tertentu.
Kelainan jantung pada sindrom Down merupakan kelainan yang paling jelas
mekanismenya karena melibatkan anomali struktur yang berasal dari bantalan
endokardium (termasuk sekat atrioventrikular dan katup jantung). Teratogen
merupakan faktor lingkungan yang paling berperan dalam menyebabkan penyakit
jantung kongenital, termasuk di antaranya ASD. Telah diketahui bahwa pajanan
terhadap infeksi rubella kongenital, diabetes gestasional, alkohol, thalidomide,
asam retinoat dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung kongenital pada
anak.8,9
3.1.3 Klasifikasi
ASD dapat digolongan menjadi empat golongan,yakni:1
a. Atrial septal defect sekundummerupakan tipe yang tersering (80%).
Pada Atrial septal defect sekundum terdapat lubang patologis di tempat
fossa ovalis. Defek dapat berukuran kecil sampai sangat besar sehingga
mencakup sampai sebagian besar septum. Akibatnya terjadi pirau dari
atrium kiri ke atrium kanan, dengan beban volume di atrium dan
ventrikel kanan.
b. Atrial septal defect primummerupakan jenis kedua terbanyak dari
Atrial septal defect. Pada defek septum primum terdapat celah pada
bagian bawah septum atrium, yakni pada septum atrium primum.
Disamping itu, sering pula terdapat celah pada daun katup mitral.
c. Defek sinus venosusterletak didekat muara vena kava superior atau
vena kava inferior dan seringkali disertai dengan anomali parsial
drainase vena pulmonalis, yakni sebagian vena pulmonalis bermuara ke
dalam atrium kanan.
d. Defek disinus koronarius defek terdapat di muara sinus koronarius.
Pirau dari kiri ke kanan yang terjadi adalah dari atrium kiri ke sinus
koronarius, baru kemudian ke atrium kanan.
3.1.4 Patofisiologi
Penyebab dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat
dipastikan, banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi teratogen yang tidak
diketahui dalam trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung
janin. Dimana struktur kardiovaskuler terbentuk. Adanya Atrial septal defect akan
membuat darah dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat
ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan
tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedangkan pada atrium
kanan 5 mmHg) .Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada
ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt
besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah
yang melalui aorta. Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis, maka akan terjadi kenaikan tekanan, sehingga
tahanan katup arteri pulmonalis meningkat dan terjadi perbedaan tekanan sekitar
15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik
(jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif katup
pulmonal). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini
juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising
diastolik.10,11
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri
pulmonalis, lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmonalis
dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Arah
shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah
sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi
hipoksemi dan sianosis.12,13
Derajat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan tergantung pada besarnya
defek, komplians relatif ventrikel kanan dan resistensi relatif vaskular pulmonal.
Pada defek yang besar, sejumlah darah yang teroksigenasi (dari vena pulmonal)
mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan, menambah jumlah darah vena yang
masuk ke atrium kanan (venous return). Total darah tersebut kemudian dipompa
oleh ventrikel kanan ke paru. Aliran darah balik dari paru ke atrium kiri akan
terbagi menjadi dua, yaitu ke atrium kanan melalui defek dan ke ventrikel kiri.
Pada defek yang besar, rasio aliran darah pulmonal dibandingkan sistemik
(Qp/Qs) dapat berkisar antara 2:1 sampai 4:1.7
Gejala asimtomatis pada bayi dengan ASD terkait dengan resistensi paru
yang masih tinggi dan struktur ventrikel kanan pada masa awal kehidupan, yaitu
dinding otot ventrikel kanan yang masih tebal dan komplians yang kurang,
sehingga membatasi pirau kiri ke kanan. Seiring dengan bertambahnya usia,
resistensi vaskular pulmonal berkurang, dinding ventrikel kanan menipis dan
kejadian pirau kiri ke kanan melalui ASD meningkat. Peningkatan aliran darah ke
jantung sisi kanan akan menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan
serta dilatasi arteri pulmonalis. Resistensi vaskular pulmonal tetap rendah
sepanjang masa anak-anak, meskipun dapat mulai meningkat saat dewasa dan
menyebabkan pirau yang berlawanan dan terjadi sianosis.7
3.1.5 Diagnosis
Atrial septal defect sekundum lebih sering terjadi pada perempuan dengan
rasio 2:1 antara perempuan dan pria. Atrial septal defect (ASD) sering tidak
terdeteksi sampai dewasa karena biasanya asimptomatik dan tidak memberikan
gambaran diagnosis fisik yang khas. Walaupun angka kekerapan hidup tidak
seperti normal, cukup banyak yang bertahan hidup sampai usia lanjut.6
a. Gejala klinis
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai
berikut:13,14
Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
Sering mengalami infeksi saluran pernapasan
Dispneu (kesulitan dalam bernapas)
Sesak napas ketika melakukan aktivitas
Dispneu deffort dan atau kelelahan ringan adalah gejala awal yang paling
sering ditemui. Pada bayi kurang dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tanda-
tanda gagal jantungk ongestif yang mengarah pada defek atrium yang
tersembunyi.6,13,14Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik:
Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada
Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang
abnormal. Dapat terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang
melalui katup pulmonalis.
Tanda-tanda gagal jantung
Jika shunt-nya besar,murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan aliran
darah yang mengalir melalui katup trikuspidalis.
Pada pemeriksaan ASD terdapat suara splitting yang menetap pada S2.
Tanda ini adalah khas pada patologis ASD dimana defek jantung yang tipe lain
tidak menyebabkan suara splitting pada S2 yang menetap. Sianosis jarang
ditemukan, kecuali bila defek besar atau common atrium, defek sinus koronarius,
kelainan vaskular paru, stenosis pulmonal, atau bila disertai anomali Ebstein.6,13
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk ASD ini dapat dilakukan dengan beberapa
cara,antara lain:6,13,14
Foto Thoraks
Foto thoraks standar dapat sangat membantu diagnosis Atrial septal defect.
Pada pasien dengan Atrial septal defect dengan pirau yang bermakna, foto thoraks
AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis
yang menonjol. Pada foto AP biasanya tampak jantung yang hanya sedikit
membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau,
seperti pada defek septum ventrikel, vaskularisasi paru tampak meningkat bila Qp/
Qs > 2:1.
Elektrokardiografi
Gambaran EKG penting dalam membantu diagnosis defek septum
sekundum. Elektroardiogram menunjukkan pola RBBB pada 95% kasus defek
septum sekundum, yang menunjukkan terdapatnya beban volume ventrikel kanan.
Pada Atrial septal defect deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) yang
membedakannya dari Atrial septal defect primum yang menunjukkan deviasi
sumbu (left axis deviation). Dapat juga terjadi blok AV derajat 1 (pemanjangan
interval PR) terdapat pada 10% kasus defek sekundum. Hipertrofi ventrikel kanan
cukup sering ditemukan, akan tetapi pembesaran atrium kanan jarang tampak.
Ekokardiografi
Dengan menggunakan ekokardiografi trans torakal (ETT) dan Doppler
berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan
ventrikel kanan, keterlibatan katup mitral misalnya prolaps yang memang sering
terjadi pada ASD.
Ekokardiografi trans esophageal (ETE) sangat bermanfaat bila,dengan cara
ini dapat dilakukan pengukuran besar defek secara presisi, sehingga dapat
membantu dalam tindakan penutupan ASD perkutan, juga kelainan yang
menyertai.
Kateterisasi jantung
Dengan tersedianya alat ekokardiografi dan doppler, terdapat 2 hal penting
dalam diagnosis dan penatalaksanaan Atrial septal defect. Pertama, lebih banyak
pasien dengan defek septum sekundum yang diagnosisnya dapat ditegakkan pada
masa bayi dan anak kecil. Kedua, diagnosis anatomik dan fisiologis yang akurat
dengan ekokardiografi dan doppler memungkinkan kateterisasi jantung.,
kateterisasi hanya dilakukan apabila terdapat keraguan akan adanya penyaki
penyerta atau hipertensi pulmonal.
Apabila dilakukan pada kateterisasi jantung defek septum sekundum tanpa
komplikasi ditemukan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang normal
atau sedikit meningkat. Terdapat pula kenaikan saturasi oksigen di atrium kanan.
Perlu dicari kemugkinan terdapatnya kelainan lain misalnya stenosis pulmonal
atau anomali parial drainase vena pulmonalis.
3.1.6 Penatalaksanaan
Menutup ASD pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya kelainan
yang serius di kemudian hari. Pada beberapa anak, ASD dapat menutup spontan
tanpa pengobatan. Jika gejalanya ringan atau tidak ada gejala, tidak perlu
dilakukan pengobatan. Jika lubangnya besar atau terdapat gejala, dilakukan
pembedahan untuk menutup ASD. Pengobatan pencegahan dengan antibiotik
sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan pencabutan
gigi untuk mengurangi risiko terjadinya endokarditis infektif.13,14
Pada ASD dengan rasio left to right shunt lebih besar dari 2:1 perlu
dilakukan tindakan operasi untuk mengkoreksi keadaan tersebut. Ada 2 jenis
tindakan operasi yang digunakan untuk melakukan koreksi pada ASD ini, yaitu:13
Bedah jantung terbuka
Amplatzer septal occlude (ASO)
ASO merupakan alat dengan cakram ganda yang dapat mengembang
sendiri (self expandable), terbuat dari kawat nitinol berdiameter 0,004-0,0075 inci
yang teranyam kuat menjadi dua cakram dengan pinggang penghubung 3-4 mm.
Di dalamnya terdapat lapisan dakron terbuat dari benang polyester yang dapat
merangsang trombosis sehingga lubang/hubungan antara atrium kiri dan kanan
akan tertutup sempurna. Tindakan pemasangan ASO telah mendapat persetujuan
dari American Food and Drug Administration (FDA) pada bulan Desember 2001.
Di Indonesia, tindakan ASO mulai dilakukan pada tahun 2002.
Kriteria pasien ASD yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :
1. ASD sekundum
2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm
3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume
pada ventrikel kanan
4. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan
5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan intervensi
bedah
6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri
7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery
Resistance Index = PARI) kurang dari 7 - 8 Wood Unit
8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.
Pada dewasa sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk keluhan,
umur, ukuran dan anatomi defek, adanya kelainan yang menyertai, tekanan arteri
pulmonal serta resistensi vascular paru. Indikasi penutupan ASD:6
Pembesaran jantung foto toraks, dilatasi ventrikel kanan, kenaikan arteri
pulmonalis 50% atau kurang dari tekanan aorta, tanpa mempertimbangkan
keluhan.
Adanya riwayat iskemik transient atau stroke pada ASD atau foramen ovale
persisten.
3.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang akan timbul jika tidak dilakukan penutupan defek adalah
pembesaran jantung kanan dan penurunan komplians ventrikel kanan, aritmia, dan
kemungkinan untuk menyebabkan penyakit vaskular paru obstruktif. Sindroma
eisenmenger adalah keadaan pirau kanan ke kiri parsial atau total pada pasien
dengan defek septum akibat perubahan vaskular paru. Pada defek septum yang
menyebabkan pirau dari kiri ke kanan, peningkatan alirah darah ke paru
menyebabkan perubahan histologis pada pembuluh darah paru. Hal ini
menyebabkan tekanan darah di paru meningkat, sehingga pirau berbalik arah
menjadi dari kanan ke kiri. Gejala yang timbul berupa sianosis, dyspnea, lelah dan
disritmia. Pada tahap akhir penyakit, dapat timbul gagal jantung, nyeri dada,
sinkop dan hemoptisis.13
Beberapa komplikasi menyertai tindakan penutupan defek septum, baik
trans-kateter atau melalui pembedahan. Komplikasi mayor, yaitu komplikasi yang
perlu penanganan segera antara lain kematian, dekompensasi hemodinamik yang
mengancam nyawa, memerlukan intervensi bedah, dan lesi fungsional atau
anatomi yang permanen akibat tindakan kateterisasi. Komplikasi yang dapat
timbul dari tindakan pembedahan antara lain aritmia atrial, blok jantung.
Komplikasi lain yang berhubungan dengan alat-alat oklusi transkateter adalah
embolisasi yang kadang memerlukan pembedahan ulang, aritmia, trombus.
Komplikasi yang jarang terjadi adalah efusi perikardial, transient ischemic
attack,dansudden death.13
3.1.8 Prognosis
Secara umum, prognosis defek septum sekundum pada masa anak-anak
dapat dikatakan baik.Pada sebagian besar kasus meskipun tidak dioperasi pasien
dapat melakukan aktivitasnya dengan normal ataupun hampir normal. Masalah
akan timbul pada dekade ke-2 hingga ke-3. Hipertensi pulmonal dapat terjadi
dalam kurun waktu tersebut. ASD meskipun tidak membahayakan tapi perlu
mendapatkan perhatian khusus karena selama puluhan tahun tidak menunjukkan
keluhan dalam perjalanannya, tetapi dalam waktu sangat pendek terutama dengan
timbulnya hipertensi pulmonal akan mengarah dalam suatu keadaan klinis yang
berat. Timbulnya fibrilasi atrium dan gagal jantung merupakan gejala yang berat.13
Setelah penutupan ASD pada waktu anak-anak, ukuran jantung akan
kembali pada ukuran normal pada waktu 4-6 bulan. Setelah dilakukan penutupan,
tidak ada permasalahan yang timbul dengan aktivitas fisik dan tidak ada batasan
apapun dalam aktivitas. Yang harus dilakukan adalah melakukan perawatan secara
berkaladengan seorang ahli kardiologi yang telah merawatnya. 22 Prognosis
penutupan ASD akan sangat baik dibanding dengan pengobatan medikamentosa.
Pada kelompok umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan terjadinya aritmia
atrial, apalagi bila sebelumnya telah ditemui adanya gangguan irama.6
3.2 Dekompensasi Kordis / Gagal Jantung
3.2.1 Definisi
Gagal jantung secara klasik dianggap sinonim dengan disfungsi pompa
ventrikel kiri, biasanya bersifat progresif, berakhir dengan dilatasi, dinding tipis
dan kontraktilitas yang buruk. Saat ini pengertian gagal jantung makin diperluas
bukan hanya sebatas mekanisme pada jantung tetapi juga pada jalur-jalur yang
mengakibatkan performa jantung menjadi abnormal. Sindrom klinis yang tampak
merupakan manifestasi dari patofisiologi gagal jantung, yang meliputi interaksi
yang kompleks antara sirkulasi, neurohormonal, dan kelainan molekuler.18
Gagal jantung didefinisikan sebagai keadaan patologis dimana jantung
tidak mampu memompa darah cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh.15,17,19,20,21,22 Gagal jantung pada bayi dan anak merupakan suatu sindrom
klinis yang ditandai oleh miokardium tidak mampu memompa darah ke seluruh
tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk
pertumbuhan.15,16
3.2.2 Etiologi
Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung:16,17,23
1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung); kondisi miokardium normal,
akan tetapi gangguan dari beban kerja yang berlebihan, biasanya kelebihan
beban volume (preload) atau tekanan (afterload) akibat PJB atau didapat.
2. Faktor miokardium yaitu kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi
miokardium, misalnya:
a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam reumatik atau
difteri.
b. Otot jantung kurang makanan, seperti pada anemia berat.
c. Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, missal
kardiomiopati.
Pada masa perinatal dan bayi, gagal jantung lebih sering disebabkan oleh
cacat struktural, sedang pada anak yang lebih tua penyakit struktural atau
miokardum dapat ditemukan.3
Etiologi Gagal Jantung Masa Anak-anak
Pada awal pertengahan masa anak-anak kebanyakan dari cacat congenital telah
mengalami perbaikan atau diringankan (palliated). Namun gagal jantung dapat
ditemukan dengan makin bertambahnya regurgitasi katup atrioventrikular pada
anak-anak dengan kanal atrioventrikular komplit atau sebagai akibat dari prosedur
paliatif seperti pirau besar arteri sistemik ke pulmonal. Penyakit jantung didapat,
seperti demam reumatik, miokarditis virus atau endokarditis baKterial dapat
menimbulkan gagal jantung meliputi hipertensi akut (biasanya akibat
glomerulonefritis), tirotoksikosis, toksisitas terapi kanker (termasuk radiasi atau
doksorubisin (adriamycin)), anemia sel sabit, atau kor-pulmonal akibat fibrosis
kistik.17
Tabel 1. Etiologi Gagal Jantung Pada Masa Anak-
anak17
Penyakit jantung congenital yang diperingan
(palliated)
Regusgitasi katup atrioventrikular
Demam reumatik
Miokarditis virus
Endokarditis bacterial
Sebab-sebab Sekunder
Hipertensi akibat glomerulonefritis
Tirotoksikosis
Kardiomiopati doksosrubisin (adriamycin)
Anemia sel sabit
Kormulmonale akibat kistik fibrosis
3.2.3 Patofisiologi
a. Gagal Jantung Kanan
Jantung kanan yang telah lemah, tidak kuat lagi memindahkan darah yang
cukup banyak dari susunan pembuluh darah venosa (vena kava, atrium, dan
ventrikel kanan) ke susunan pembuluh darah arteriosa (arteri pulmonalis). Oleh
karena itu, darah akan tertimbun di dalam ventrikel kanan, atrium kanan, dan di
dalam vena kava sehingga desakan darah dalam atrium kanan dan vena tersebut
meninggi. Makin tinggi desakan darah dalam vena, vena makin mengembang
(dilatasi).23
Dalam praktik, tekana venosa yang meninggi ini dapat dilihat pada vena
jugularis eksterna. Penimbunan darah venosa sistemik akan menyebabkan
pembengkakan hepar atau hepatomegali. Pada gagal jantung yang berat, pinggir
bawah hati dapat mencapai umbilikus. Hati yang membengkak ini konsistensinya
keras, permukaannya licin, dan sering sakit tekan terutama pada linea mediana.
Hepatomegali merupakan suatu gejala yang penting sekali pada gagal jantung
kanan.23
Penumpukan darah venosa pada vena-vena di tubuh bagian bawah akan
menyebabkan terjadinya edema. Mula-mula edema timbul pada tempat mata kaki
(pada anak yang sudah berdiri), jadi pada tempat terendah, karena meningginya
tekanan hidrostatis merupakan suatu faktor bagi timbulnya edema. Mula-mula,
edema timbul hanya pada malam hari, waktu tidur, dan paginya edema
menghilang. Pada stadium yang lebih lanjut, edema tetap ada pada waktu siang
hari, dan edema tidak timbul pada mata kaki saja, tetapi dapat juga terjadi pada
punggung kaki, paha, kulit perut, dan akhirnya pada lengan dan muka. Akibat
selanjutnya dari timbunan darah ini adalah asites, dan asites ini sangat sering
dijumpai pada anak yang menderita gagal jantung. Dapat juga terjadi hidrotoraks,
meskipun pada anak agak jarang dijumpai. Bila hidrotoraks, terlalu banyak akan
memperberat keadaan dispnea penderita.23
Adanya kelemahan jantung kanan mula-mula dikompensasi dengan
dilatasi dinding jantung kanan, terutama dinding ventrikel kanan. Adanya dilatasi
dinding ventrikel akan menambah keregangan miokardium sehingga akan
memperkuat sistole yang berakibat penambahan curah jantung. Adanya dilatasi
dan juga sedikit hipertrofi jantung akan menyebabkan pembesaran jantung atau
disebut kardiomegali.23
Upaya penambahan curah jantung karena kelemahan juga dilakukan
dengan menaikkan frekuensi jantung (takikardi). Pada akhirnya kelemahan
jantung kanan ini tidak dapat dikompensasi lagi, sehingga darah yang masuk ke
dalam paru akan berkurang dan ini tentunya akan merangsang paru untuk
bernapas lebih cepat guna mengimbangi kebutuhan oksigen, akibatnya terjadi
takipnea.23
b. Gagal Jantung Kiri
Jika darah dari atrium kiri untuk masuk ke ventrikel kiri pada waktu
diastole mengalami hambatan akan menyebabkan tekanan pada atrium meninggi
sehingga atrium kiri mengalami sedikit dilatasi. Makin lama dilatasi ini semakin
berat sehingga atrium kiri, disamping dilatasi juga mengalami hipertrofi karena
otot atrium ini terus menerus harus mendorong darah yang lebih banyak dengan
hambatan yang makin besar. Oleh karena dinding atrium tipis, dalam waktu yang
relatif singkat otot atrium kiri tidak lagi dapat memenuhi kewajibannya untuk
mengosongkan atrium kiri. Menurut pengukuran, tekanan ini mencapai 24-34
mmHg, padahal tekanan normal hanya 6 mmHg atau ketika ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah ke aorta (karena kelemahan ventrikel kiri), darah
tertumpuk di ventrikel kiri, akibatnya darah dari atrium kiri tidak tertampung di
ventrikel kiri, kemudian makin lama makin memenuhi vena pulmonalis dan
akhirnya terjadi edema pulmonum.23
Pengosongan atrium kiri yang tidak sempurna ini ditambah meningginya
tekanan didalamnya, menyebabkan aliran di dalamnya, menyebabkan aliran darah
dari paru ke dalam atrium kiri terganggu atau terbendung. Akibatnya tekanan
dalam vv.pulmonales meninggi, dan ini juga akan menjalar ke dalam kapiler di
dalam paru, ke dalam arteri pulmonalis dan akhirnya ke dalam ventrikel kanan.23
Akhirnya atrium kiri makin tidak mampu mengosongkan darah,
bendungan dalam paru semakin berat, terjadilah kongesti paru. Akibatnya,
ruangan di dalam paru yang disediakan untuk udara, berkurang dan terjadilah
suatu gejala sesak napas pada waktu bekerja (dyspnoe deffort). Disini, ventrikel
kanan masih kuat sehingga dorongan darah dari ventrikel kanan tetap besar,
sedangkan atrium kiri tetap tidak mampu menyalurkan darah, akibatnya
bendungan paru semakin berat sehingga akan terjadi sesak napas meskipun dalam
keadaan istirahat (orthopnea). Pada anak, adanya kongesti paru ini akan
memudahkan terjadinya bronkitis sehingga anak sering batuk-batuk. 23
Darah yang banyak tertimbun dalam ventrikel kanan menyebabkan
ventrikel kanan dilatasi, kemudian diikuti dengan hipertrofi, yang akibatnya akan
terjadi kardiomegali. Dalam rangka memperbesar curah jantung, selain jantung
memperkuat sistol karena adanya keregangan otot berlebihan, jantung juga
bekerja lebih cepat, artinya frekuensi naik. Dengan demikian, terjadi takikardi.
Oleh karena yang lemah adalah atrium kiri dan atau ventrikel kiri maka disebut
gagal jantung kiri.23
3.2.4 Klasifikasi
Ada empat parameter yang dapat digunakan untuk klasfikasi gagal jantung
yaitu:
1. Fungsi miokardium
2. Kapasitas fungsional; kemampuan untuk mempertahankan aktivitas harian
dan kapasitas latihan maksimal.
3. Outcome fungsional (mortalitas, kebutuhan untuk transplantasi)
4. Derajat aktivasi mekanisme kompensasi (contohnya respon
neurohormonal)
Tabel 2. Klasifikasi Ross untuk gagal jantung pada bayi sesuai NYHA 18,24
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik; aktivitas biasa tidak menimbulkan kelelahan,
dispnea, atau palpitasi.
Kelas II Ada pembatasan ringan dari aktivitas fisik : aktivitas biasa menimbulkan kelelahan,
dispnea, palpitasi, atau angina.
Kelas III Pembatasan pada aktivitas fisik : walaupun pasien nyaman saat istirahat, sedikit
melakukan aktivitas biasa saja dapat menimbulkan gejala.
Kelas IV Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas. Gejala gagal jantung timbul saat
istirahat
Klasifikasi untuk anak tidak mudah dibuat karena luasnya kelompok umur
dengan variasi angka normal untuk laju nafas dan laju jantung, rentang
kemampuan kapasitas latihan yang lebar (mulai dari kemampuan minum ASI
sampai kemampuan mengendarai sepeda), dan variasi etiologi yang berbeda pula.
Ross dkk tahun 1922 mempublikasikan sistem skor untuk mengklasifikasikan
gagal jantung secara klinis pada bayi (Tabel 3). Skor Ross ini disejajarkan dengan
klasifikasi New York Heart Association (NYHA) (Tabel 2) dapat memberikan
gambaran yang lebih rinci oleh karena peningkatan derajat beratnya gagal jantung
sesuai dengan peningkatan kadar norepinefrin plasma dan kadar ini akan
menurun setelah dilakukan koreksi ataupun setelah pemberian obat anti gagal
jantung.
Tabel 3. Sistem skor Ross untuk gagal jantung pada bayi18
0 poin 1 poin 2 poin
Volume sekali minum (cc) >115 75-115 <25
Waktu persekali minum (menit) <40 menit >40 menit
Laju nafas <50/menit 50-60/menit >60/menit
Pola nafas Normal Abnormal
Perfusi perifer Normal Menurun
S3 atau diastolik rumble Tidak ada Ada
Jarak tepi hepar dari batas kostae <2 cm 2-3 Cm >3 cm
TOTAL:
Tanpa gagal jantung : 0-2 poin
Gagal jantung ringan : 3-6 poin
Gagal jantung sedang : 7-9 poin
Gagal jantung berat : 10-12 poin
Untuk anak lebih dari 1 tahun sampai remaja, Reittmann dkk
menganjurkan menggunakan klasifikasi lain (Tabel 4). Dengan menggunakan skor
ini bila skor lebih dari 6 mempunyai korelasi yang bermakna terhadap
menurunnya aktivitas adenilat siklase.
Tabel 4. Sistem klinis gagal jantung pada anak18
Kriteria Skor
0 1 2
Riwayat Hanya dikepala Kepala dan badan Kepala dan badan
Diaporesis (berkeringat) saat beraktivitas saat istirahat
Takipnea Jarang Kadang-kadang Sering
Pemeriksaan Fisik
Pernapasan Normal Retraksi Dispnea
Laju napas/ menit
1-6 th <35 35-45 >45
7-10 th <25 25-35 >35
11-14 th <18 18-28 >28
Laju Jantung/ menit
1-6 th <105 105-115 >115
7-10 th <90 90-100 >100
11-14 th <80 80-90 >90
Hepatomegali (tepi hepar < 2 cm 2-3 cm >3 cm
dari tepi kostae kanan)
BAB 4
PEMBAHASAN
Teori Fakta
Gejala Klinis
- ASD Pasien perempuan
rasio 2:1 antara perempuan dan pria. Usia 9 tahun
Perut membesar sejak 1 minggu
ASD sering tidak terdeteksi sampai dewasa
SMRS
karena biasanya asimptomatik dan tidak Bengkak di kaki sejak 1 minggu
memberikan gambaran diagnosis fisik yang SMRS
khas. Sesak sejak 3 bulan SMRS
Gagal tumbuh
Hepatomegali tepi tumpul
edema perifer, biasanya pada muka terutama
kelopak mata, mulai tampak bengkak dan edema
terjadi pada bagian tubuh yang tergantung atau
dapat anasarka. Eksudasi cairan ke dalam
rongga-rongga tubuh dapat ditemukan sebagai
asites dan kadang-kadang hidrothoraks
Pada pemeriksaan jantung hampir selalu ada
kardiomegali.
Sering ada irama gallop,
Pemeriksaan Penunjang
ASD: Pada foto toraks didapatkan CTR
Foto Rontgen toraks atrium kanan yang 71,47%
menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang Cardiomegali (curiga pembesaran
menonjol, tampak jantung yang hanya sedikit atrium dan ventrikel dextra)
membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah hasil ekokardiografi didapatkan
sesuai dengan besarnya pirau, ASD Secundum 1,7 cm
Elektrokardiografi pola RBBB pada defek bidirectional shunt
septum sekundum, deviasi sumbu QRS ke kanan SGOT 65 ( )
(right axis deviation), blok AV derajat 1
(pemanjangan interval PR, Hipertrofi ventrikel
kanan cukup sering ditemukan, akan tetapi
pembesaran atrium kanan jarang tampak.
Ekokardiografi lokasi defek septum, arah pirau,
ukuran atrium dan ventrikel kanan, keterlibatan
katup mitral
Kateterisasi jantung
- Dekompensasi Kordis :
Foto toraks : adanya kardiomegali, dapat
menunjukkan adanya edema paru, atelektasis
regional, dan kemungkinan adanya penyakit
penyerta seperti gambaran pneumonia.
Elektrokardiografi dapat membantu menentukan
tipe defek, adanya sinur takikardia, pembesaran
atrium dan hipertrofi ventrikel, tetapi tidak untuk
menentukan apakah terdapat gagal jantung atau
tidak.
Analisis gas darah dapat menunjukkan adanya
asidosis metaboik disertai dengan peningkatan
kadar laktat sebagai hasil dari metabolisme
anaerob di dalam tubuh.
Ekokardiografi dapat secara nyata menggambarkan
stuktur jantung, data tekanan, dan status fungsional
jantung sehingga dapat mengetahui pembesaran
ruang jantung dan etiologi.
Penatalaksanaan
-- ASD: Terapi yang diberikan :
Menutup ASD pada masa kanak-kanak bisa Infus D5 NS 500 cc/24 jam
mencegah terjadinya kelainan yang serius di Ampicilin inj. 4 x 500 mg
kemudian hari. ASD dapat menutup spontan tanpa Inj. Lasix 2 x 20 mg
pengobatan. Jika gejalanya ringan atau tidak ada Dopamin 5 mg/KgBB/menit
gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan. Jika Dobutamin 5 mEq/kgBB/menit
lubangnya besar atau terdapat gejala, dilakukan
Captopril 3 x 6 mg p.o
pembedahan untuk menutup ASD (Bedah jantung
terbuka, Amplatzer septal occlude (ASO). Digoxin 2 x 100 mcg p.o
Pengobatan pencegahan dengan antibiotik Dorner 2 x 10 mcg p.o
sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita Minum sedikit-sedikit
menjalani tindakan pencabutan gigi
untuk O2 nasal kanul
mengurangi risiko terjadinya endokarditis infektif. Hasil konsul BTKV pro ASD
- Dekompensasi Kordis
closure setelah opname dan
Penatalaksanaan Umum:
kontrol ke poli BTKV
1. Tirah baring, posisi setengah duduk.
2. Penggunaan oksigen.
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.
4. Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan
pemberian cairan sekitar 70-80% (2/3) dari
kebutuhan.
5. Diet makanan berkalori tinggi
6. Pemantauan hemodinamik yang ketat.
7. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya
demam, anemia, infeksi) jika ada.
Antibiotika sering diberikan sebagai upaya
pencegahan terhadap miokarditis/ endokarditis,
mengingat tingginya frekuensi ISPA
(Bronkopneumoni) akibat edema paru pada bayi/
anak yang mengalami gagal jantung kiri
8. Penatalaksanaan diet pada penderita yang disertai
malnutrisi,
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Keluhan yang dialami pasien perempuan usia 9 tahun adalah perut
membesar sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga mengalmai bengkak di kaki sejak 1
minggu SMRS. Selain itu, pasien mengeluhkan sesak nafas yang telah dialami
sejak 3 bulan SMRS, namun sesak dirasakan semakin berat sejak 1 minggu
SMRS. Sesak terutama dirasakan saat malam hari sehingga pasien harus
meninggikan bantal saat tidur. Adapun hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan
adalah kesadaran komposmentis pada pasien, tekanan darah menurun, nadi cepat,
dan frekuensi napas meningkat. Pada auskultasi jantung didapatkan gallop dan
saat di IGD didapatkan adanya murmur sistolik. Pada pemeriksaan abdomen,
didapatkan adanya hepatomegali tepi tumpul dan saat di IGD ditemukan adanya
asites serta didapatkan adanya edema pada tungkai bawah. Pada pemeriksaan
penunjang, pada foto thoraks ditemukan adanya kardiomegali dengan CTR
71,47% serta pada ekokardiografi didapatkan ASD secundum, bidirectional shunt.
Pasien ini didiagnosis ASD dengan dekompensasi kordis. Jika ditelaah
berdasarkan anamnesis hingga penatalaksanaan, maka didapatkan kesimpulan
bahwa telah sesuai antara kasus dengan literatur yang kami dapatkan.
DAFTAR PUSTAKA