Vous êtes sur la page 1sur 24

Akad:

Ikatan atau kesepakatan antara nasabah dengan bank yakni pertalian ijab
(pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai
dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan. Misalnya,
akad pembukaan rekening simpanan atau akad pembiayaan.

Murabahah:

Akad jual beli tempat harga dan keuntungan disepakati antara penjual dan
pembeli. Jenis dan jumlah barang juga dijelaskan rinci. Barang diserahkan
setelah akad jual beli dan pembayaran bisa dilakukan secara mengangsur atau
mencicil atau sekaligus.

Mudharabah:

Akad yang dilakukan antara pemilik modal (shahibulmal) dengan pengelola


(mudharib). Pada saat awal, bagi hasil atau nisbah disepakati. Sedangkan,
kerugian ditanggung pemilik modal.
Pembiayaan dengan Skema Al Qardh
Pinjam meminjam pada dasarnya merupakan transaksi yang menitikberatkan
pada sikap tolong menolong dalam kebaikan atau taawun. Sehingga lembaga
keuangan syariah yang melakukan akad al-qard tujuannya hanya mengharapkan
ridlo Allah Swt. Istilah dalam fiqih muamalah disebut dengan akad Tabarru.
Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan. Dan
janganlah kamu saling menolong dalam dosa dan permusuhan. (Al Maidah: 2).

Menurut sifatnya akad tabarru terbagi menjadi beberapa macam. (1) tabarru
murni misalnya shodaqoh, infaq, hibah. Dalam tabarru ini dana yang telah
diberikan tidak dapat diambil kembali. (2) tabarru dengan pengembalian
(muawadhat) misalnya qardh. Tabarru ini dana yang dipinjamkan dapat diminta
kembali, tanpa adanya tambahan. (3) tabarru yang dapat disertai dengan ujrah,
misalnya wakalah, kafalah, hiwalah.

Para ulama berpendapat bahwa masalah akad tabarru merupakan masalah


ijma/ijtihadiyah meskipun ada beberapa ulama yang telah menyepakati
beberapa metode dan sistem dari bentuk-bentuk akad tabarru. Salah satu akad
tabarru yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah akad pinjam meminjam (Al
Qardh).

Hukum Al Qardh

Menurut ahli fikih, al qardh adalah memberikan suatu harta kepada orang lain
untuk dikembalikan tanpa ada tambahan. Al Qardh (pinjam meminjam)
hukumnya boleh dan dibenarkan secara syariat. Tidak ada perbedaan pendapat
diantara para ulama dalam hal ini.

Secara teknis qardh adalah akad pemberian pinjaman dari seseorang/lembaga


keuangan syariah kepada orang lain/nasabah yang dipergunakan untuk
keperluan mendesak.

Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jumlah yang sama dan dalam jangka
waktu tertentu (sesuai kesepakatan besama) dan pembayarannya bisa dilakukan
secara angsuran atau sekaligus.

Menurut Musthafa Dib Al-Bugha, Hukum Al Qardh adalah sunah bagi yang
meminjamkan dan mubah bagi orang yang meminjam. Namun ada situasi-situasi
yang menyebabkan berubahnya hukum Al Qardh, bergantung pada sebab
seorang meminjam. Berikut beberapa perubahan hukum Al Qardh:

Pertama, haram apabila seseorang memberikan pinjaman, padahal dia


mengetahui bahwa pinjaman itu akan digunakan untuk perbuatan haram seperti
untuk membeli minuman khamar, berjudi.

Kedua, makruh apabila yang memberi pinjaman mengetahui bahwa peminjam


akan menggunakan hartanya bukan untuk kemaslahatan, tetapi untuk berfoya-
foya dan menghambur-hamburkannya. Begitu juga peminjam mengetahui bahwa
dirinya tidak akan sanggup mengembalikan pinjaman itu.

Ketiga, wajib apabila ia mengetahui bahwa peminjam membutuhkan harta untuk


menafkahi diri, keluarga, dan kerabatnya sesuai dengan ukuran yang
disyariatkan, sedangkan peminjam itu tidak memiliki cara lain untuk
mendapatkan nafkah itu selain dengan meminjam.

Larangan dalam Al Qardh

Dalam kaidah fiqhiyah dikatakan bahwa semua hutang yang mengambil


manfaat, maka ia termasuk riba. Sehingga para ulama sepakat bahwa setiap
hutang yang mengambil manfaat hukumnya haram, apabila hal itu disyaratkan
atau ditetapkan dalam perjanjian.

Menurut Ulama Hanfiyah, Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah setiap hutang


yang menarik manfaat adalah haram jika diisyaratkan. Namun jika manfaat itu
tidak diisyaratkan dan tidak diketahui maka hal tersebut tidak dilarang. Demikian
juga dengan pemberian hadiah kepada muqridh, jika diisyaratkan maka dilarang.
Sebaliknya ketika tidak ada syarat maka, pemberian hadiah itu tidak dilarang.

Lalu bagaiama jika orang yang berhutang ingin melebihkan ketika membayar
hutangnya? Merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) nomor 19/DSN-MUI/IV/20o1 tentang Al-Qardh, dinyatakan
bahwa :

Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela


kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
Hal yang perlu diperhatkan dalam transaksi pinjam-meminjam (Al Qardh) ini
adalah adanya celah yang menyebabkan timbulnya riba. Celah riba dalam
praktek Al Qardh adalah terjadinya riba jahiliyah maupun Riba nasiah. Misal
pinjam meminjam (Al Qardh) yang menimbulkan Riba Jahiliyah, jika Si A memberi
pinjaman kepada Si B sebesar 500 ribu. Dengan jangka waktu 2 bulan. Sudah
sampai 2 bulan Si B belum bisa melunasi pinjamannnya. Kemudian Si A
mengatakan kepada Si B, tidak apa-apa belum bisa melunasi,saya tambahi 1
bulan lagi, tetapi hutangmu menjadi 700 ribu. Adanya tambahan (ziyadah) 200
ribu tersebut yang disebut dengan riba jahiliyah.

Sedang Pinjam meminjam yang menimbulkan terjadinya Riba Nasiah, ini terjadi
pada perbankan konvensional. Muhamad Ayyub dalam bukunya Understanding
Islamic Finance menyatakan Parktek Riba yang dilakukan bank konvensional
yaitu pinjaman atau simpanan seperti yang diterapkan oleh perbankan
konvensional (dengan Bunga) sebetulnya LEBIH BURUK dibandingkan bentuk riba
yang hanya dikenakan ketika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman
pada jatuh tempo. Sedang bunga dewasa ini dikenakan, baik pada awal
transaksinya dilaksanakan maupun dalam kasus pembayaran yang terlambat.

Aplikasi Pembiayaan Al Qardh di LKS

Qardh sebagai produk pembiayaan (permodalan)yang diperuntukkan bagai


usaha super mikro yang tidak mempunyai modal, selain kemampuan berusaha
yang baik secara finansial tidak memberikan keuntungan bagi LKS. Praktek al-
Qard di LKS biasanya digunakan untuk keperluan yang mendesak yang sifatanya
taawun (sosial). Baik untuk konsumtif maupun untuk produktif.

Sumber pendanaan Pembiayaan qardh dapat berasal dari beberapa kategori


tergantung untuk apa dan siapa yang akan menerimanya. Jika qardh
diperuntukkan bagi anggota atau nasabah secara cepat dan berjangka pendek.
Dana tersebut dapat diambilkan dari dana modal LKS. Tetapi, jika skema qardh
yang diberikan untuk membantu usaha produktif yang dimiliki faqir miskin, atau
usaha super Mikro maka sumber dana dapat diambilkan dari zakat, infaq dan
wakaf.

Bagi LKS yang mempunyai produk Qardh, yang penyaluran dananya dari ZIS dan
diperuntukkan bagi usaha produktif yang dimiliki Faqir miskin, biasanya
dilakukan proses pendampingan terhadap usaha yang dilakukan. Ini
dimaksudkan agar orang-orang faqir miskin yang masih bisa berusaha, dapat
memberdayakan dirinya sendiri dan dikemudian hari mereka dapat
mengeluarkan ZIS dari hasil usahanya sendiri.

Melalui skim qardh ini, para penerima dana dilatih untuk bertanggungjawab atas
dana yang diterima, dan harus dapat menjadikan taraf hidupnya meningkat lebih
baik dari saat sebelum yang bersangkutan menerima dana Qardh. Dengan
demikian penyaluran dana yang berasal dari ZIS haruslah mendorong kepada
yang menerima termotivasi untuk bekerja atau berusaha dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Bukan saja sekedar bantuan yang akan habis untuk
keperluan konsumtif semata.

Manfaat Al-Qard bagi LKS

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pengaplikasian al-qardh dalam


lembaga keuangan syariah atau perbankan syariah antara lain:

Pertama, pencitraan masyarakat terhadap performa LKS yang tidak hanya


mengejar keuntungan semata tetapi juga sosial yaitu dengan memberikan
bantuan dalam peningkatan perekonomian untuk kaum dhuafa. Ini juga menjadi
ciri pembeda antara lembaga keuangan syariah dan keuangan konvensioanl.

Kedua, LKS dari awal bisa membina calon-calon nasabah potensial yang bisa
dibantu melalui produk pembiayaan komersil yang dimiliki, karena telah teruji di
saat nasabah tersebut menikmati produk Qardul Hasan. Umumnya nasabah yang
loyal akan memperlihatkan kolektibiliti yang baik sehingga LKS bisa membantu
dari jumlah awal yang kecil (Qardhul Hasan) sampai ke jumlah yang besar
(pembiayaan komersil).

Ketiga, jika pengelolaan dana Qardh tersebut dilakukan dengan baik, hal ini akan
mendorong keinginan dari muzakki atau munfiq lainnya untuk mempercayakan
zakatnya, atau infaqnya untuk dikelola oleh LKS melalui Baitul Maalnya.

Keempat, secara tidak langsung, promosi terhadap produk-produk LKS akan


terbantu melalui nasabah qardhul hasan yang berkait dengan aspek sosial LKS.

Jadi jelas dari keempat manfaat diatas, produk ini bisa menjadi produk yang
istimewa bila diaplikasikan dalam LKS sehingga citra ekonomi syariah menjadi
berpihak bagi umat yang membutuhkan pemberdayaan secara modal. Apalagi
bagi BMT yang notabene lembaga dakwah di bidang ekonomi syariah. Sisi
maalnya (sosial) pun harus berkembang dan menonjol. Dengan begitu, ekonomi
syariah sebagai sistem penyeimbang, adil dan mensejahterakan umat betul-
betul bisa diwujudkan.

BAB 6 BANK SYARIAH

A. SejarahSingkat

Walau Indonesia sebagai sebuah Negara dengan pemeluk agama


Islam terbesar,produk keuangan berprinsip syariah baru dikenal beberapa tahun
yang lalu dan masih sangat terbatas. Dimulai dari sektor perbankan, dengan
berdirinya Bank Muamalat pada November 1991. Prinsip syariah tidak hanya
terbatas pada konteks perbankan, melainkan juga meliputi berbagai kegiatan
ekonomi dan investasi, termasuk di pasar modal dan asuransi. Anda tentu
pernah mendengar istilah bank syariah, atau, lebih luas lagi ekonomi berbasis
syariah. Bahkan boleh jadi, banyak di antara Anda yang sudah menggunakan
jasa lembaga keuangan syariah. Sebagian dari Anda ada yang menganggap
bank syariah hanya untuk komunitas muslim. Apakah bank syariah hanya
diperuntukan bagi kaum muslim saja? Maaf, Anda menjadi salah besar bila
beranggapan seperti itu.Karena Bank Syariah sebenarnya berlaku untuk semua
orang atau Universal. Syariah itu sendiri hanyalah sebuah prinsip atau sistem
yang sesuai dengan aturan atau ajaran Islam. Siapa saja dapat memanfaatkan
jasa keuangan bank syariah ini, dengan tidak terkecuali

Ketika krisis moneter melanda Indonesia, tahun 1997, sistem syariah


telah memberikan manfaat bagi banyak kalangan. Tentunya Anda ingat, pada
saat itu, suku bunga pinjaman melambung tinggi hingga puluhan persen.
Akibatnya, banyak dari kalangan usaha yang tidak mampu membayar. Tapi,
fenomena ini tidak berlaku bagi pelaku usaha yang menggunakan dana dari bank
syariah. Para pengusaha tersebut tidak perlu membayar bunga sampai puluhan
persen, mereka cukup berbagi hasil dengan bank syariah. Penentuan persentasi
bagi hasil dilakukan di awal pengambilan pinjaman.
B. Produk-Produk Bank Syariah

a. Prinsip titipan atau simpananAl-wadiah

Al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke


pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendakinya. Aplikasinya dalam
produk perbankan, di mana bank sebagai penerima simpanan dapat
memanfaatkan prinsip ini yang dalam bank konvensional dikenal dengan produk
giro. Sebagai konsekuensi, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan
tersebut menjadi milik bank (demikian pula sebaliknya). Sebagai imbalan, si
penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya, dan juga
fasilitasfasilitas giro lain. Dalam dunia perbankan yang semakin
kompetitif, insentif atau bonus dapat diberikan dan hal ini menjadi kebijakan dari
bank bersangkutan. Hal ini dilakukan dalam upaya merangsang semangat
masya-rakat dalam menabung dan sekaligus sebagai indikator kesehatan bank.
Pemberian bonus tidak dilarang dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya
dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentasi secara advance,
tetapi betul-betul merupakan kebijakan bank.

b. Prinsip bagi hasil (Profit-sharing) Al-Mudharabah

Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara


dua pihak,di mana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen)
modal,sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi,ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut
bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab
atas kerugian tersebut.

Pola transaksi mudharabah, biasanya diterapkan pada produk-produk


pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah
diterapkan pada: tabungan dan deposito. Sedangkan pada sisi pembiayaan,
almudharabah,diterapkan untuk: pembiayaan modal kerja.

Dengan menempatkan dana dalam prinsip al-mudharabah, pemilik dana tidak


mendapatkan bunga seperti halnya di bank konvensional, melainkan nisbah
bagian keuntungan. Dalam praktiknya, nisbah untuk tabungan berkisar 55 56
persen dari hasil investasi yang dilakukan oleh bank.

Dalam hal bank konvensional,angka tersebut kira-kira setara dengan


11-12 persen. Sedangkan dalam sisi pembiayaan, bila seorang pedagang
membutuhkan modal untuk berdagang maka dapat mengajukan permohonan
untuk pembiayaan bagi hasil seperti al-mudharabah. Caranya dengan
menghitung terlebih dahulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh oleh
nasabah dari proyek tersebut.

Misalkan, dari modal Rp.30 juta diperoleh pendapatan Rp.5 juta/bulan.


Dari pendapatan tersebut harus disisihkan terlebih dahulu untuk tabungan
pengembalian modal, sebut saja Rp.2 juta. selebihnya dibagi antara bank
dengan nasabah dengan kesepakatan di muka, misalnya 60 persen untuk
nasabah dan 40 persen untuk bank.

c. Al-Musyarakah

Dalam sistem ini terjadi kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu. Para pihak yang bekerja sama memberikan kontribusi modal.
Keuntungan ataupun risiko usaha tersebut akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.

Dalam sistem ini, terkandung apa yang biasa disebut di bank


konvensional sebagai sarana pembiayaan. Secara konkret, bila Anda memiliki
usaha dan ingin mendapatkan tambahan modal, Anda bisa menggunakan
produk al-musyarakah ini. Inti dari pola ini adalah, bank syariah dan Anda secara
bersama-sama memberikan kontribusi modal yang kemudian digunakan untuk
menjalankan usaha. Porsi bank syariah akan diberlakukan sebagai penyertaan
dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama.

Dalam bank konvensional,pembiayaan seperti ini mirip dengan kredit


modal kerja.

d. Prinsip Al-Murabahah

Dalam skim ini, terjadi jual beli suatu barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang nilainya disepakati kedua belah pihak. Penjual dalam hal ini
harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahan. Misalkan Anda membutuhkan kredit untuk
pembelian mobil.

Dalam bank konvensional Anda akan dikenakan bunga dan Anda


diharuskan membayar cicilan bulanan selama waktu tertentu. Di sektor
perbankan, suku bunga yang berlaku mungkin saja berubah. Dalam sistem bank
syariah, tentu saja produk seperti ini juga tersedia. Namun bentuknya bukan
kredit, melainkan menggunakan prinsip jual-beli, yang diistilahkan dengan
Murabahah. Dalam hal ini, bank syariah akan membeli mobil yang Anda inginkan
terlebih dahulu, kemudian menjualnya lagi kepada Anda. Tapi, karena bank
syariah menalanginya dulu, maka pada saat menjual kepada Anda, harganya
sedikit lebih mahal, sebagai bentuk keuntungan buat bank syariah. Karena
bentuk keuntungan bank syariah sudah disepakati di depan, maka nilai cicilan
yang harus Anda bayarkan relatif lebih tetap. Tentunya masih banyak lagi
prinsip-prinsip perbankan syariah, yang kami uraikan di atas merupakan prinsip-
prinsip dasar yang umum dikenal di perbankan syariah.

Perbedaan Bank Syariah Sepintas bila dilihat secara teknis, menabung


di bank syariah de-ngan yang belaku di bank konvensional hampir tidak ada
perbedaan. Hal ini karena, baik di bank syariah maupun bank konvensional
diharuskan mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Akan tetapi bila
diamati lebih dalam, terdapat beberapa perbedaan mendasar di antara
keduanya.

Perbedaan pertama terletak pada akadnya. Pada bank syariah, semua


transaksi harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan
demikian, semua transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku
pada akad-akad muamalah syariah. Pada bank konvensional, transaksi
pembukaan rekening, baik giro, tabungan maupun deposito, berdasarkan
perjanjian titipan,namun prinsip titipan ini tidak sesuai dengan aturan syariah,
misalnya wadiah,karena dalam produk giro, tabungan maupun deposito,
menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor.

Perbedaan kedua terdapat pada imbalan yang diberikan. Bank


konvensional menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung
keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka kepada nasabah penabung
merupakan ongkos atau biaya yang harus dibayar oleh bank. Oleh karena itu
bank harus menjual kepada nasabah lain (peminjam)dengan biaya bunga yang
lebih tinggi. Perbedaan antara keduanya disebut spread yang menandakan
apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread-nya positif, di mana
beban bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang
diberikan kepada penabung, maka dapat dikatakan bahwa bank mendapatkan
keuntungan. Sebaliknya juga benar. Sedangkan bank syariah menggunakan
pendekatan profit sharing, artinya dana yang diterima bank disalurkan kepada
pembiayaan. Keuntungan yang didapat dari pembiayaan tersebut dibagi dua,
untuk bank dan untuk nasabah, berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan
di muka.

Perbedaan ketiga adalah sasaran kredit/pembiayaan. Para penabung


di bank konvensional tidak sadar uang yang ditabung dipinjamkan untuk
berbagai bisnis, tanpa memandang halal-haram bisnis tersebut.Sedangkan di
bank syariah, penyaluran dan simpanan dari masyarakat dibatasi oleh prinsip
dasar, yaitu prinsip syariah Artinya bahwa pemberian pinjaman tidak boleh ke
bisnis yang haram seperti, perjudian, minuman yang diharamkan,pornografi dan
bisnis lain yang tidak sesuai dengan syariah.
Pengertian Bank Syariah dan Fungsi Bank Syariah

Sekarang ini banyak berkembang bank syariah.Bank syariah muncul di Indonesia


pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia
dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 20 Agustus
1990.

Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-
ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah
secara Islam.

Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan


transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu
pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan
sebesar mungkin.

Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan


persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan
mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling
meningkatkan produktivitas.

Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda
dengan bank konvensional.

Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank
dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka
waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan
diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah.

a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).


c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).

d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).

e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).

Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada


Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya
dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.

Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan


oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank
syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik
di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang
telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah. Contoh Bank Syariah di
Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri.

Perbankan Syariah

Selain Perbankan Konvensional, di Indonesia juga ada Bank Syariah mulai tahun
1992 . Bank Syariah pertama di Indonesia adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia)
yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Bank syariah ada karena
adanya keinginan umat muslim untuk kaffah yaitu menjalankan aktivitas
perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini, terutama masalah larangan
riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan norma ekonomi dalam Islam seperti
larangan maisyir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan
keharusanmemperhatikan kehalalan cara dan objek investasi

Kitab Al-Quran melarang riba, antara lain:

a. Al-baqarah : 278-279
Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) ..Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya.

b. Ali- Imran : 130

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat


ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.

c. An-nisaa : 130

dan disebabkan mereka memakan riba padahal sesungguhnya mereka


telah dilarang daripadanya dan karena mereka memakan harta orang dengan
jalan yang bathil.

d. Ar-ruum : 39

Dan sesuatu riba (tambahan) agar ia bertambah pada harta manusia, maka
pada sisi Allah itu tidak bertambah..

Selain dalam Al-Quran, larangan riba juga terdapat pada dalam hadits
Rasulullah SAW. Dalam pandangan Islam, uang tidak menghasilkan bunga atau
laba dan uang tidak dipandang sebagai komoditi.

Berkembangnya Bank-bank Syariah di negara-negara Islam (Mesir: Mit Ghamar


Bank, Islamic Development Bank, Faisal Islamic Bank, Kuwait Finance House,
Dubai Islamic Bank dll) berpengaruh ke Indonesia. Diskusi ataupun Lokakarya
diselenggarakan sampai akhirnya Tim Perbankan MUI menanda tangani Akte
Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991.

Perkembangan Bank syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya UU


no 10 tahun 1998.Dalam UU tsb diatur dengan rinci landasan hukum dan jenis-
jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank syariah.
UU tsb memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang
syariah/ unit usaha syariah (UUS) atau mengkonversi menjadi bank syariah
KEUNIKAN PERBANKAN SYARIAH

Fungsi dasar bank syariah secara umum sama dengan bank konvensional,
sehingga prinsip umum pengaturan dan pengawasan bank berlaku pula pada
bank syariah. Namun adanya sejumlah perbedaan cukup mendasar dalam
operasional bank syariah menuntut adanya perbedaan pengaturan dan
pengawasan bagi Bank syariah

Perbedaan mendasar tersebut terutama:

b. Perlunya jaminan pemenuhan ketaatan pada prinsip syariah dalam seluruh


aktivitas bank.

c. Perbedaan karakteristik operasional khususnya akibat dari pelarangan bunga


yang digantikan dengan skema PLS dengan instrumen nisbah bagi hasil.

Langkah penting untuk mengatasi masalah unik dari sistem bagi hasil misalnya :
moral hazard (tindakan yang dilakukan oleh penerima amanat yang
bertentangan dengan kesepakatan awal dalam menjalankan amanat yang
diterimanya), asymmetric information (ketidakseimbangan informasi antara
pemberi amanat dan yang diberi amanat, di mana pihak yang diberi amanat
memiliki informasi yang lebih banyak ketimbang pihak yang memberi amanat),
dll adalah dengan cara:

a. penerapan good governance (tata kelola yang baik)

b. ketentuan disclosure dan transparansi keuangan

c. pengembangan skema insentif yang optimal dll

Jenis Produk Bank Syariah


Jenis produk Bank Syariah akan tergantung pada fungsi pokok bank syariah.
Fungsi pokok bank syariah dalam kaitannya dengan kegiatan perekonomian
masyarakat terdiri dari:

1. Fungsi Pengumpulan Dana (Funding)

2. Fungsi Penyaluran Dana (Financing)

3. Pelayanan Jasa (Service)

Dalam bank syariah produk-produk penghimpunan dana dapat diterapkan


berdasarkan prinsip masing-masing, yaitu:

a. Wadiah yaitu akad titipan dimana barang yang dititipkan dapat diambil
sewaktu-waktu. Pihak yang menerima titipan dapat meminta jasa untuk
keamanan dan pemeliharaan.

b. Mudharabah yaitu akad usaha dimana salah satu pihak memberikan modal
(Sahibul Mal), sedangkan pihak lainnya memberikan keahlian (Mudharib) dengan
nisbah yang disepakati dan apabila terjadi kerugian , maka pemilik modal
menanggung kerugian tersebut.

Mudharabah dibagi menjadi 2 yaitu:

a) Mudharabah mutlaqah (investasinya tidak terikat).

b) Mudharabah muqayyadah: investasinya terikat (tertentu).

Selanjutnya di PSAK no 59 paragraf 8 dan 9 secara rinci dijelaskan pengertian


dari kedua jenis Mudharabah ini.
08 Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana
memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya

09 Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana


memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan objek
investasi.

Contoh batasan tersebut, misalnya:

a) tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya

b) tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa


jaminan c) mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri
tanpa melalui pihak ketiga

Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penghimpunan dana (funding)
terdiri dari:

1. Giro adalah

- simpanan yang dapat diambil sewaktu-waktu atau berdasarkan kesepakatan


dengan menggunakan cek atau kartu ATM sebagai media/alat penarikan.

- dapat dibuka oleh perorangan atau perusahaan.

- Cek dapat berbentuk tunai atau melalui rekening (account payable).

Sesuai dengan penjelasan tentang 2 akad diatas, maka giro menggunakan akad
Wadiah.

2. Simpanan/tabungan:
- simpanan yang dapat diambil berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan
buku/kartu tabungan atau kartu ATM sebagai alat penarikan.

- Buku tabungan merupakan bukti pemilikan dari pemegang rekening.

- Terdapat aturan tentang setoran pertama dan saldo minimal.

Kedua jenis akad di atas dapat dipakai dalam simpanan. Jadi jenis simpanan
menurut akadnya dibagi menjadi:

- Simpanan Wadiah dan

- Simpanan Mudharabah

3. Deposito

- simpanan untuk jangka waktu tertentu yang dapat diambil setelah jangka
waktu tertentu.

- menggunakan bilyet sebagai tanda bukti simpanan.

- mendapatkan bagi hasil yang dibayarkan tiap akhir bulan.

Akad yang dapat dipakai dalam Deposito adalah Mudharabah.

Catatan:

*) Bila akad yang dipakai adalah Mudharabah muqayyadah, maka:


- nasabah meminta Bank untuk menyalurkan dananya kepada projek atau
nasabah tertentu.

- Atas tugas ini bank dapat memperoleh fee atau porsi keuntungan.

- Keuntungan yang diperoleh dari penyaluran dana ini dibagi antara nasabah
sebagai pemilik modal (Sahibul Mal) dan pelaksana projek sebagai mudharib
(orang yang memberikan keahlian)

- Pola seperti ini dalam dunia perbankan disebut chanelling bukan executing

Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penyaluran dana (financing)
dibagi menjadi 3 kategori besar:

1. Jual-beli

2. Bagi Hasil/Untung

3. Sewa

1. Jual-beli

Produk jual-beli dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Murabahah

b. Salam dan salam parallel

c. Istishna dan istishna paralel


Penjelasan dari masing-masing produk disajikan berikut ini:

a. Murabahah

- adalah pembiayaan berdasarkan jual-beli dimana Bank bertindak selaku penjual


dan nasabah selaku pembeli

- Harga beli diketahui bersama dan tingkat keuntungan untuk Bank disepakati
dimuka

- Dalam fiqih klasik murabahah dilakukan secara tunai, dalam praktik perbankan
nasabah dapat membayar secara angsuran dan untuk antisipasi kemacetan,
Bank dapat meminta jaminan

- Dalam fiqih klasik, penjual membeli barang langsung dari penjual pertama.
Dalam perbankan syariah barang dapat dikirim langsung kepada nasabah atau
nasabah membeli sendiri selaku wakil Bank dalam membeli

- Bank dapat meminta uang muka dari nasabah untuk pembelian barang
tersebut secara murabahah

- Bila nasabah membayar tepat waktu atau melunasi sebelum jatuh tempo,
nasabah dapat meminta keringanan (diskon) bila Bank menyetujui b. Salam dan
salam paralel

- adalah pembiayaan berdasarkan jual-beli barang dengan cara pemesanan dan


pembayaran dilakukan dimuka dengan syaratsyarat tertentu

- dalam pembiayaan ini bank bertindak selaku pembeli sedangkan nasabah


bertindak selaku penjual. Uang pembelian diberikan dimuka kepada nasabah
- Karena barang akan dikirimkan kemudian, maka nasabah selaku penjual
berhutang kepada bank

- Biasanya diterapkan untuk pembiayaan produk pertanian atau produk-produk


yang terstandarisasi

- Bank hanya mendapat keuntungan apabila komoditi yang dikirim oleh nasabah
dijual dengan harga yang lebih tinggi

- Bank dapat menjual barang tersebut sebelum jatuh tempo kepada pihak lain
dengan cara yang sama (salam), tapi tidak boleh dikaitkan dengan salam yang
pertama. Bila hal ini yang terjadi maka salamnya adalah Salam paralel

- Apabila dijual kembali kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi
dikhawatirkan terkena riba

- Apabila nasabah gagal (wan prestasi, default) dalam menyerahkan barang yang
dipesan, maka kewajiban terhadap bank tidak berubah. Penyerahan barang
harus tetap dilakukan walaupun harus ditunda karena kegagalan

- Jika bank setuju, modal bank dikembalikan senilai ketika pertama kali diberikan

c. Istishna dan istishna parallel

- hampir sama dengan salam tetapi berbeda pada objek yang dibiayai dan cara
pembayarannya

- Pada Salam objek yang dibiayai sudah terstandarisasi, sedangkan pada istishna
objek yang dibiayai bersifat customized (harus dibuat terlebih dahulu)

- Pada Salam pembayaran oleh bank dibayar dimuka sekaligus, sedangkan pada
istishna pembayaran oleh bank dapat dicicil/bertahap 2. Bagi Hasil/Untung
Produk Bagi Hasil/Untung dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:

a) Mudharabah

b) Musyarakah

c) Rahn

a) Mudharabah

- dalam pembiayaan Mudharabah , bank bertindak sebagai pemilik dana (sahibul


mal) dan nasabah sebagai pengelola usaha (mudharib)

- dalam fiqih klasik yang dibagikan adalah keuntungan (pendapatan dikurangi


biaya), tetapi dalam praktik yang dibagikan adalah Revenue karena sulit untuk
menemukan kesepakatan tentang biaya-biaya yang dikeluarkan nasabah

- Nisbah bagi hasil disepakati di muka termasuk bila terjadi kerugian

- dalam fiqih klasik, Mudharabah adalah akad yang modal dikembalikan ketika
usaha berakhir. Dalam sebagian praktik perbankan syariah, modal yang
digunakan nasabah dicicil untuk memudahkan pengembalian ketika Mudharabah
berakhir

- dalam fiqih klasik, ketika usaha menemui kegagalan semua aset yang tersisa
dijual dan dikembalikan kepada sahibul mal (Bank).

Dalam perbankan syariah nasabah selaku mudharib (pengelola usaha) masih


diberi kesempatan untuk melanjutkan/memperbaiki usaha dengan penambahan
modal dari bank b) Musyarakah
- dalam Musyarakah, bank dan nasabah bertindak selaku syarik (partner) yang
masing-masing memberikan dana untuk usaha

- pembagian keuntungan menurut kesepakatan dan apabila rugi dibagi menurut


porsi modal masing-masing (proporsional)

- selaku syarik, bank berhak ikut serta dalam manajemen sesuai kaidah
musyarakah c) Rahn (gadai)

- adalah penyerahan jaminan untuk mendapat pinjaman

- Rahn dalam syariah dapat berbentuk:

- Fiducia: penyerahan barang, tetapi hanya dokumen yang ditahan. Barangnya


masih dapat digunakan oleh pemilik

- Gadai : penyerahan barang secara fisik sehingga pemilik tidak dapat


menggunakan lagi.

3. Sewa (Ijarah)

- Bila pembiayaan berdasarkan akad Ijarah maka Bank berlaku sebagai pemberi
sewa (mujir) dan nasabah selaku penyewa (mustajir)

- Pada fiqih klasik, bank (pemberi sewa), bank harus memiliki barang sebelum
menyewakan kepada nasabah (penyewa)

- Pada umumnya Bank tidak memiliki barang, tetapi menyewa dari pihak lain,
kemudian menyewakan lagi kepada nasabah dengan nilai sewa yang lebih tinggi
selama tidak ada kaitan antara akad sewa pertama dengan sewa kedua
- Ijarah dalam bank syariah bisa disamakan dengan operating lease, bukan
financial lease atau capital lease (lihat bahasan sewa guna usaha/leasing). Jadi
bank bertanggung jawab atas pemeliharaan aset yang disewa

- Bila bank memiliki objek yang disewakan, maka bank dapat memberi Opsi bagi
nasabah untuk memiliki objek yang disewanya. Ijarah jenis ini dinamakan Ijarah
al Muntahiyyah Bittamlik atau Ijarah wal Iqtina. Ijarah al Muntahiyyah Bittamlik
memakai 2 akad yaitu akad sewa dan janji (opsi) kepemilikan. Kepemilikan bisa
dilakukan kalau masa sewa telah berakhir. Hal ini hampir sama dengan capital
lease.

Jasa Perbankan

adalah pelayanan Bank terhadap nasabah dengan tidak menggunakan modal


tunai. Atas jasa yang diberikan, bank akan menerima imbalan (fee).

Jenis Produk Bank bila dilihat dari fungsi pelayanan jasa (service) terdiri dari:

a. Transfer (pengiriman uang)

b. Inkaso (pencairan cek)

c. Valas (penukaran mata uang asing)

d. L/C (Lettter of Credit)

e. Letter of Guarantee dll

Bank syariah menggunakan akad dalam penetapan produknya.

Akad yang dipakai sebagai dasar dalam jasa perbankan syariah:


1. Wakalah (Perwakilan)

Produk yang memakai akad ini: Transfer, Inkaso, Debit Card, L/C

2. Kafalah (Penjaminan)

Produk yang memakai akad ini: Bank Guarantee, L/C, Charge Card

3. Hawalah (Pengalihan Piutang)

Produk yang memakai akad ini:Bill Discounting, Post Dated Check (cek mundur),
anjak piutang

4. Sarf (Pertukaran mata uang)

Produk yang memakai akad ini: Jual beli Valuta Asing

Dalam perbankan syariah, jasa perbankan menggunakan dana/fasilitas bank


sendiri, oleh karena itu pendapatan yang diperoleh dari penjualan jasa ini harus
disendirikan atau tidak ikut dibagikan kepada pemilik simpanan.

Untuk mempermudah transaksi antar Bank dan antara Bank dengan Bank
Indonesia seperti perbankan konvensional, , maka Bank syariah juga
menggunakan produk Interbank.

Jenis Produk Interbank

a. Sertifikat Mudharabah antar Bank adalah instrumen pasar uang antar bank
yang hanya dapat dijual satu kali kepada bank lain dengan bagi hasil sesuai
dengan kesepakatan
b. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah instrumen Bank Indonesia untuk
menyerap kelebihan likuiditas dalam perbankan

c. Fasilitas pembiayaan Jangka Pendek (FPJP) adalah fasilitas Bank Indonesia bagi
perbankan syariah untuk menutupi selisih posisi (mismatch).

Vous aimerez peut-être aussi