Vous êtes sur la page 1sur 16

Faktor yang Mempegaruhi Perkembangan Remaja

Abi Mayu 102012150


Erma Kairunisa 102012349
Andyno Sanjaya 102013313
Yolanda 102013552
Gabriella Selara Pangarepo 10214085
Stephanus Thendean 102014159
Erica Sander 102014196
Lynett Dawina Tokiu 10201425
E1

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 56942061, fax : (021) 563-1731

Email: erma.kairunisa@gmail.com

Pendahuluan

Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Seorang anak sudah

dianggap dewasa secara biologis, namun masih mempunyai batasan-batasan dalam perilakunya

seperti pada anak-anak. Oleh karena jati diri yang membingungkan ini, masa remaja dianggap

sebagai masa pada anak yang harus dibimbing penuh agar tidak terjerumus pada hal yang tidak

baik. Pada skenario 5 PBL kali ini, dikatakan bahwa seorang anak perempuan berusia 15 tahun

dibawa ke poli psikiatri anak dan remaja oleh ibunya karena malu bergaul dengan teman

seusianya sejak awal masuk SMP.

1
Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis adalah tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien dapat dilakukan baik

secara langsung pada pasien (auto-anamnesis), maupun secara tidak langsung melalui keluarga

atau relasi terdekat (allo-anamnesis). Tujuan anamnesis adalah mendapatkan informasi

menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.1

Hal-hal yang bersangkutan dengan anamnesis yaitu:1

Identitas pasien seperti nama, tempat / tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, jenis

kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan terakhir, dan alamat.

Pernyataan dalam bahasa pasien tentang keluhan yang dialami: malu bergaul dengan

teman seusianya sejak masuk SMP

Riwayat penyakit sekarang (RPS): -

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): -


Riwayat sosial: Lingkungan keluarga, lingkungan sekolah.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan memeriksa tanda-tanda vital yaitu:

Tekanan darah pasien.


Frekuensi denyut nadi pasien.
Frekuensi pernapasan pasien.
Suhu tubuh pasien.

Different Diagnose
Gangguan Cemas Menyeluruh

2
Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi

gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional

bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini

dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekuranganya selama 6 bulan. Kecemasan yang

dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti

ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan. Gangguan ini sulit dikendalikan

sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial

dan pekerjaan. Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8% dan rasio antara

perempuan dan laki-laki sekitar 2:1.2,3


Etiologi
Teori Biologi. Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GAD adalah lobus

oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepine tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem

limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada etiologi timbulnya GAD. Pada pasien

GAD juga ditemukan sistem serotonergik yang abnormal. Neurotransmitter yang berkaitan

dengan GAD adalah GABA, serotonin, norepinefrin, glutamat, dan kolesistokinin.2


Pemeriksaan PET (Positron Emission Tomography) pada pasien GAD ditemukan

penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih otak.2


Teori Genetik. Pada sebuah studi di dapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien

GAD dan gangguan depresi mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat

pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada

pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar

dizigotik.2
Teori Psikoanalitik. Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala

dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif anxietas

dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih matang lagi

anxietas dihungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting. Anxietas kastrasi

3
berhubungan dengan fase oedipal sedangkan anxietas superego merupakan ketakutan seseorang

untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri (merupakan anxietas yang paling matang).2
Teori Kognitif-Perilaku. Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap

ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungan,

adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negatif terhadap

kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.2

Gejala Klinis
Gejala utama gangguan cemas menyeluruh adalah cemas, ketegangan motorik,

hiperaktivitas otonom, dan kesiagaan kognitif. Cemasnya berlebihan dan mengganggu aspek

kehidupan lain. Ketegangan motorik paling sering tampak sebagai gemetar, gelisah, dan sakit

kepala. Hiperaktivitas otonom sering bermanifestasi sebagai napas pendek, keringat berlebihan,

palpitasi, dan berbagai gejala gastrointestinal atau saluran pencernaan. Kesiagaan kognitif

terlihat dengan adanya iritabilitas dan mudahnya pasien merasa terkejut.2, 3


Pasien GAD biasanya datang ke dokter umum karena keluhan somatik, atau datang ke

dokter spesialis karena gejala spesifik seperti diare kronik. Pasien biasanya memperlihatkan

perilaku mencari perhatian (seeking behavior). Berapa pasien menerima diagnosis GAD dan

terapi yang adekuat, dan beberapa lainnya meminta konsultasi medik tambahan untuk masalah-

masalah mereka.2
Penatalaksanaan
Terapi yang paling efektif untuk gangguan cemas menyeluruh mungkin adalah terapi

yang menggabungkan pendekatan psikoterapeutik, farmakoterapeutik, dan suportif.3


Psikoterapi adalah pendekatan psikoterapeutik utama gangguan cemas menyeluruh

adalah terapi perilaku-kognitif, suportif, dan psikoterapi berorientasi tilikan.2, 3


Terapi kognitif-perilaku. Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung

mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung.

Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.2

4
Terapi suportif. Pasien diberikan keamanan dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang

ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial

dan pekerjaannya.2
Psikoterapi berorientasi tilikan. Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai

penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan self pasien.

dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat

memperkirkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk mejadi lebih matur, bila tidak

tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan

pekerjaannya.2
Farmakoterapi, karena gangguan bersifat jangka panjang, suatu rencana terapi harus

dilakukan dengan teliti. Tiga obat utama yang harus dipertimbangkan untuk terapi gangguan

cemas menyeluruh adalah buspiron, benzodiazepin, dan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor

(SSRI). Obat lain yang dapat berguna adalah obat trisiklik (contohnya imipramin / Tofranil),

antihistamin, dan antagonis -adrenergik (contohnya propanolol / Inderal).2


Benzodiazepin merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai

dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi. Penggunaan sediaan

dengan waktu paruh menegah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak

diinginkan. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa penurunan

dosis obat secara bertahap sebelum dihentikan selama 1-2 minggu.2


Buspiron, obat ini efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam

memperbaiki gejala kognitif dibandingkan gejala somatik pada GAD. Tidak menyebabkan

withdrawl. Kekurangannya adalah efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti

bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon

yang baik dengan buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin dengan

buspiron kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi

5
buspiron sudah mencapai maksimal. Sejumlah studi juga melaporkan bahwa terapi kombinasi

jangka panjang benzodiazepin dan buspiron dapat lebih efektif daripada kedua obat tersebut

secara tersendiri.2, 3
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor. Sertraline dan paroxetin merupakan pilihan yang

lebih baik daripada fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan kecemasan sesaat.

SSRI efektif terutama pada pasien GAD dengan riwayat depresi.2


Venlafaksin (Effexor) efektif untuk mengobati insomnia, konsentrasi yang buruk,

kegelisahan, iritabilitas, dan ketegangan otot yang berlebihan akibat gangguan cemas

menyeluruh.3
Obat lain. Jika terapi konvensional (contoh dengan buspiron atau benzodiazepin) tidak

efektif atau tidak seluruhnya efektif, kemudian diindikasikan pengkajian ulang klinis untuk

menyingkirkan adanya keadaan komorbid seperti depresi, atau untuk memahami lebih jauh stres

lingkungan pasien. Obat lain yang telah terbukti berguna untuk gangguan cemas menyeluruh

mencakup obat trisiklik dan tetrasiklik. Antagonis reseptor -adrenergik dapat mengurangi

manifestasi somatik cemas tetapi tidak keadaan yang mendasari, dua pengguanaannya biasanya

terbatas pada ansietas situasional seperti ansietas penampilan. Nefadozon (Serzone) yang juga

digunakan pada depresi, telah terbukti mengurangi ansietas dan mencegah gangguan panik.3
Prognosis
Pasien dengan ganguan cemas menyeluruh biasanya melaporkan bahwa mereka telah

cemas sepanjang yang mereka ingat. Pasien biasanya datang ke dokter untuk mendapatkan

perhatian klinisi pada usia 20-an walaupun kontak pertama dengan klinisi dapat terjadi pada usia

berapapun. Hanya sepertiga pasien yang memiliki gangguan cemas menyeluruh mencari terapi

psikiatri. Banyak pasien datang ke dokter umum, spesialis penyakit dalam, spesialis jantung,

spesialis paru, atau spesialis gastroenterologi, mencari terapi untuk komponen somatik gangguan

mereka. Perjalanan klinisi dan prognosis gangguan ini sulit diprediksi. Meskipun demikian,

gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan kronis yang mungkin akan menetap seumur

6
hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami

gangguan depresi mayor.2, 3


Depresi
Depresi adalah Gangguan mood atau suasana hati. Dapat disebabkan karena keadaan,

situasi atau kejadian yang dialami anak atau remaja yang tidak diinginkan yang dapat

mengakibatkan timbulnya. Selain itu riwayat penyakit keluarga yang memiliki depresi dapat

diturunkan. Depresi ditandai dengan gangguan pola tidur dan makan, menurunnya tingkat

aktifitas, menurunnya tingkat efisiensi dan produktifitas kerja dan cenderung lebih pasif. Dari

segi psikologi orang yang mengalami depresi akan kehilangan rasa percaya diri, lebih sensitif,

lebih suka menyendiri, dan memiliki perasaan bersalah.3,4


Etiologi
Depresi tidak dapat dipahami sepenuhnya. Ada kecenderungan faktor predisposisi

genetik. Faktor potensial termasuk herediter genetik, disregulasi sistem serotonergik sentral atau

sistem noradrenergic, disfungsi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, dan pengaruh hormone seks

saat pubertas. Faktor kepribadian, seperti cara berpikir negative (cenderung pesimis) dapat

berperan. Model diatesis-stres menunjukkan bahwa cara berpikir negatif yang dikombinasikan

dengan peristiwa hidup yang negatif dan keberagaman lingkungan berkontribusi terhadap

kejadian depresi.5
Epidemiologi
Depresi dapat terjadi pada sekitar 2% (0,4% sampai 2,50%) anak pra-pubertas, dengan

prevalensi yang sama antara anak laki-laki dan perempuan. Pada remaja, prevalensinya sekitar

6% (1,6% sampai 8,0%) dengan rasio antara anak perempuan dan laki-laki 2:1, rasio ini

menyerupai rasio pada orang dewasa. Durasi rata-rata dari episode depresi mayor yang tidak

diobati pada anak atau remaja adalah 7 sampai 9 bulan. Angka relaps sebesar 50%; 10%

memiliki perjalanan kronik yang berlanjut sampai dewasa.5

Gejala Klinis

7
Tanda dan gejala depresi mayor dapat disingkat dengan SIGECAPS, yang memiliki

kepanjangan; S adalah sleep disturbance (gangguan tidur, biasanya menurun atau justru tidur

berlebihan), I adalah interests (minat menurun pada aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari),

G adalah guilt (perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar), E adalah energy

(berkurangnya energi), C adalah concentration problems (masalah dengan konsentrasi), A adalah

appetite change (nafsu makan umumnya berkurang atau juga bisa bertambah), P adalah pleasure

(kegembiraan berkurang), dan S adalah suicidal thoughts or actions (terdapat gagasan atau

percobaan bunuh diri).5


Pasien biasanya memperlihatkan rasa bosan, gelisah, dan gangguan somatik (rasa lelah

yang sangat atau nyeri yang terlokalisir). Anak dan remaja yang mengalami depresi seringkali

tidak dapat mengenali suasana perasaannya sendiri. Selain afek yang depresi, anak juga dapat

memperlihatkan awitan akut dan iritabilitas emosi atau berat badan tidak naik. Penurunan

prestasi akademik dapat merupakan suatu petunjuk. Pasien umumnya mengalami gangguan tidur

(gerak bola mata fase tidur laten memanjang, insomnia tengah atau akhir) dan anfsu makan

berkurang (berat badan turun atau gagal tumbuh). Adanya penelusuran mengenai gagasan bunuh

diri sangat penting pada anak dengan depresi karena gagasan atau percobaan bunuh diri sering

ditemukan.5
Bunuh diri adalah komplikasi utama pada depresi mayor dan merupakan penyebab utama

kematian terbanyak ketiga pada remaja. 15-20% dari siswa SMA membayangkan tentang

percobaan bunuh diri dan 8% diantaranya sungguh-sungguh mencobanya. Ketika pasien mulai

pulih dari depresi dan energi serta motivasi mulai meningkat, risiko bunuh diri justru bertambah

besar, dan mengarah ke percobaan bunuh diri.5

Tatalaksana

8
Tatalaksana ditargetkan untuk menurunkan morbiditas dan kejadian bunuh diri. Untuk

menjamin keselamatan, modalitas seperti rawat inap, perawatan rumah sakit parsial, dan program

terapi setelah pulang sekolah, atau psikoedukasi mungkin diperlukan.5


Fluoksetin merupakan obat yang disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA)

untuk pengobatan pada remaja dengan episode depresi. Hasil uji klinis sitalopram dan

esitalopram juga memperlihatkan hasil positif dalam pengobatan depresi pada anak remaja. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa obat golongan antidepresan (terutama paroksetin dan

venlafaksin) berisiko sebesar 4%, dibandingkan risiko 2% untuk placebo, dalam kaitannya

dengan gagasan atau percobaan bunuh diri.5


FDA telah mengeluarkan peringatan kotak hitam mengenai adanya kemungkinan timbul

idea tau percobaan bunuh diri pada pemberian obat golongan antidepresan, bukan hanya obat

golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) saja. Risiko bunuh diri pada anak dan

remaja dengan depresi yang diberikan obat golongan antidepresan jauh lebih sedikit

dibandingkan anak dan remaja yang tidak diobati. Dokter tidak dapat meramalkan obat mana

yang cocok untuk masing-masing penderita. Obat-obatan harus dipilih sesuai dengan profil efek

samping dan interaksi obat.5


Obat golongan antidepresan harus diberikan dalam periode waktu yang memadai (6

minggu dengan dosis terapi) sebelum mengganti atau menghentikannya, kecuali ada efek

samping yang serius. Untuk episode pertama depresi pada anak dan remaja, direkomendasikan

pengobatan diteruskan selama 6 sampai 9 bulan setelah remisi. Pasien dengan episode depresi

berulang atau kronik mungkin perlu obat golongan antidepresan dalam jangka waktu yang lama

(bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup). 5


Jika seorang pasien tidak memberikan respons yang cukup setelah penggunaan dua atau

lebih obat golongan antidepresan dengan dosis dan periode waktu yang memadai, pasien harus

dikonsulkan ke psikiater anak. Evaluasi psikiatrik selanjutnya berfokus pada kejelasan diagnosis

9
serta mencari adakah masalah psikososial yang mungkin membuat obat tidak bekerja dengan

efektif. Evaluasi awal oleh seorang psikiater anak untuk memastikan diagnosis juga sangat

membantu. 5
Biasanya pemberian obat golongan SSRI sambil menunggu konsultasi dengan psikiater

anak dapat mengurangi watu yang diperlukan bagi anak untuk mendapat perawatan yang

memadai. Untuk depresi akut, kunjungan mingguan dilakukan pada bulan pertama, kemudian

dua kali setiap bulan selama satu bulan, dan setidaknya sekali setiap bulan setelahnya. Konsultasi

melalui telepon dapat menggantikan kunjungan tatap muka langsung.5


Risiko akibat pemberian obat-obatan (termasuk perilaku bunuh diri dan merusak diri

sendiri) harus didiskusikan dengan orang tua, pengasuh, dan pasien. mereka juga harus dididik

tentang gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus segera melapor bila ada gejala-gejala

yang tidak diharapkan (peningkatan agitasi, adanya gagasan bunuh diri, atau ansietas dan

kegelisahan). Keluarga harus terlibat penuh dalam proses pengobatan.5


Psikoterapi merupakan pengobatan potensial untuk mengatasi depresi. Terapi kognitif-

perilaku, terapi interpersonal, dan terapi perilaku dialektis, semua menjanjikan dalam pengobatan

depresi pada anak dan remaja.5

Pencegahan

Untuk mencegah depresi dapat dilakukan dengan menggunakan keberadaan orang tua

maupun guru disekolah. Dengan mengupayakan pembentukan kelompok-kelompok belajar dan

kegiatan ekstraseluler. Layanan bimbingan dapat berfungsi preventif atau pencegahan. Guru

pembimbing disekolah berfungsi membantu murid untuk mengenal dirinya , memberikan metode

yang baik dalam belajar agar mencapai hasil maksimal, membantu murid membagi waktu

dengan baik. Sedangkan pada keluarga diperlukan peranan orang tua dengan menghabiskan

waktu bersama sehingga dapat mempererat hubungan antara anggota keluarga, bersifat lebih

10
terbuka dengan cara mendengarkan pendapat anak dan mau dikritik sehingga remaja lebih

merasa dihargai.6

Prognosis
Gangguan jiwa komorbid (terutama gangguan perilaku antisosial), paparan terhadap
peristiwa hidup yang negatif, riwayat keluarga dengan gangguan depresi mayor, dan konflik
dalam keluarga semua mengarah ke prognosis yang lebih buruk. Selain itu, 20% sampai 40%
penderita depresi awitan masa kanak dengan gambaran psikotik, riwayat keluarga dengan
gangguan bipolar, serta episode hipomanik sebagai efek pengobatan dengan obat golongan
antidepresan, akan berkembang menjadi gangguan bipolar.5

Faktor Biologis

Faktor biologis meliputi aspek fisiologis dan hormon yang juga mempengaruhi aspek

emosional. Rangkaian hormon yang terkandung di sepanjang aliran darah memberi tahu organ

internal untuk memperlambat atau mempercepat kerjanya. Zat kimia mengalir melintasi ruang-

ruang kecil yang memisahkan sel otak yang satu dengan sel otak yang lainnya. Para psikolog

yang menyatakan bahwa peristiwa fisik ini berinteraksi dengan peristiwa di lingkungan eksternal

sehingga menghasilkan persepsi, ingatan, dan perilaku.7

Para ilmuan mempelajari bagaimana biologi mempengaruhi proses belajar dan prestasi,

persepsi tentang realitas, pengalaman emosi, dan kerentanan gangguan emosional. Ilmuan-

ilmuan ini mempelajari cara pikiran dan tubuh saling berinteraksi satu sama lain dalam

menimbulkan kondisi sakit dan sehat. Mereka menelaah kontribusi gen dan sejumlah faktor

biologis lainnya dalam mempengaruhi perkembangan kemampuan dan sifat kepribadian.7

Jika seorang anak menunjukkan perilaku yang abnormal bisa saja hal itu disebabkan oleh

tidak berfungsinya tubuh secara fisik, artinya bila seorang remaja bertingkah laku tanpa bisa

11
dikendalikan, tidak menunjukkan adanya kontak dengan realita, atau mengalami depresi yang

parah, maka faktor-faktor biologislah yang menjadi penyebabnya. Para ilmuan dan peneliti yang

menggunakan pendekatan biologis sering kali berfokus pada proses kerja otak dan faktor-faktor

genetik sebagai penyebab tingkah laku yang abnormal.8

Faktor Psikososial

Perkembangan psikososial adalah proses perkembangan mental emosional seseorang

dalam usaha penyesuaian dirinya dengan lingkungan dan pengalamannya.2

Erik H. Erikson dalam bukunya Childhood and Society (1963) dan Identity, Youth

and Crisis (1968), menggambarkan siklus manusia itu sebagai suatu proses yang terdiri atas

delapan fase dari bayi hingga usia lanjut. Pandangannya bertolak dari prinsip epigenetik yang

menganggap bahwa segala sesuatu yang berkembang, mempunyai suatu pola dasar, dan dari pola

dasar itu akan berkembang bagian-bagian yang masing-masing menurut waktunya yang spesifik

hingga mencapai titik yang tertinggi dan kemudian membentuk suatu kesatuan fungsional yang

menyeluruh. 2

Masing-masing fase itu memiliki krisisnya sendiri yang khas. Berhasil tidaknya

seorang individu menyelesaikan konflik-konflik yang terkait krisis di satu fase, akan menentukan

apakah seseorang akan siap untuk menghadapi krisis di fase yang berikutnya, untuk selanjutnya

mencapai maturasi kepribadian yang sesuai dengan harapan budaya atau masyarakatnya.2

Masa remaja merupakan masa saat pencapaian keberhasilan atau kegagalan fase-fase

sebelumnya akan melebur dan membentuk suatu landasan menuju masa dewasa dengan

kepribadian mantap dalam identitas dan kehidupan emosionalnya.2

12
Erikson melihat perkembangan manusia dalam konteks individu di dalam matriks

sosial-nya; suatu proses yang terjadi melalui interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya,

antara nature dan nurture. Krisis perkembangan menurut Erikson bersumber pada krisis

yang terjadi dalam usaha individu mencapai tujuan-tujuan pribadinya agar sesuai dengan apa

yang diharapkan oleh masyarakat sosialnya dan bukan sekedar hambatan atau tidak

terpuaskannya dorongan-dorongan seksual.2

Erikson menganggap bahwa perkembangan psikososial manusia adalah suatu proses

seumur hidup. Krisis-krisis yang tidak terselesaikan akan berakibat pada timbulnya psikopatologi

kepribadian yang dapat menetap di masa dewasa dan usia lanjut.2

Perkembangan Psikososial oleh Erickson 9,10

Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan

tugas perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan diri

individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas

perkembangannya.

1. Percaya vs tidak percaya ( 0 1 tahun)

Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik basic trust dan

mistrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan

kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting.

2. Otonomi vs rasa malu dan ragu ( 2 3 tahun)

Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan

keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan

13
sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan hanya akan

membuat anak bertindak dan berfikir ragu ragu. Kedua orang tua objek sosial terdekat

dengan anak.

3. Inisiatif vs rasa bersalah (3 6 tahun)

Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak akan

mengembnagkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk melalukan sesuatu

atas kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah sikap ragu-

ragu, maka ia kan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil tindakan atas

kehendak sendiri.

4. Industri vs inferiority (6 12 tahun)

Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran dirinya

dan bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa mampu dan

rendah diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka akan muncul rasa

percaya diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri.

5. Identitas vs keracuan peran ( 12 18 tahun)

Anak mulai dihadapkan pada harapan harapan kelompoknya dan dorongan yang makin

kuat untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berfikir bagaimana masa depannya, anak

mulai mencari identitas dirinya serta perannya, jiak ia berhasil melewati tahap ini maka ia

tidak akan bingung menghadapi perannya

6. Intimasi vs Isolasi (dewasa awal)

14
Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan dengan

orang lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu

melakukannya akan mempunyai perasaan terkucil atau tersaing.

7. Generativitas vs stagnasi (dewasa tengah)

Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat

dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu menyebabkan individu mampu

berbuat banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang tetapi bila tahap

tahap silam, ia memperoleh banyak pengalaman negatif maka mungkin ia terkurung

dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri.

8. Integritas vs keputusasaan (dewasa lanjut)

Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan

tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbbulkan perasaan puas. Bila ia merasa

semuanya belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam.

Kesimpulan

Ada beberapa faktor yang menjelaskan tentang perkembangan anak, seperti faktor

biologis dan faktor psikososial. Perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh lingkungannya

seperti lingkungan orang tua dan lingkungan sekolah. Malu bergaul dengan teman seperti yang

dialami anak perempuan 15 tahun tersebut dapat disebabkan karena adanya pengaruh faktor-

faktor yang sudah jelaskan dalam pembahasan di atas sehingga psikologisnya terganggu.

Hipotesis diterima.

Daftar Pustaka

1. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: Buku Saku.

Edisi ke-5. EGC: Jakarta; 2008.h.1-9,15,64-7

15
2. Staf Departemen Psikiatri FKUI. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.h.25-31, 253-7, 350-1, 355-6, 446-55.


3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014.h.259-63, 370-2, 379-80, 570-1.


4. Behrman, Kliegman, Nelson. Ilmu kesehatan anak nelson.vol 1 ed 5. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC; 2000.h.103-7.


5. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak

esensial. Edisi ke-6. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014.h.78-81.


6. Gunarsa SD. Psikologi perkembangan. Jakarta; BPK Gunung Mulia: 2008.h.39-45.
7. Wade C, Tavris C. Psikologi. Edisi ke-9. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2013.h.21.
8. Santrock JW. Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2003.h.505.
9. Muscari EM. Pediatrik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2001.h.8-9.
10. Seminium Y. Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik Freud. Yogyakrata: Kanisius;

2006.h.21.

16

Vous aimerez peut-être aussi