Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DEFINISI
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap
diri sendiri dan kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri ,
merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai
keinginansesuai ideal diri.
Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negative dan dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan (Towsend, 1998). Perasaan negative terhadap diri
sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan (Keliat, 1998).
ETIOLOGI/ PENYEBAB
Menurut Kelliat, B.A. 1998, gangguan harga diri yang disebut harga diri
rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba tiba, misalnya haru operasi kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu
karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, di penjara tiba-
tiba )
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena :
1) Privasi yang kurang diperhatikan, misalnya : Pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter,pemeriksaan perineal )
2) Harapan akan struktur ,bentuk dan fungsi yang tidak tercapai
dirawat/sakit atau penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai,Misalnya
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan
b. Maturasional
Ada beberapa factor yang berhubungan dengan maturasi adalah :
b. Factor Presipitasi
Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal:
RENTANG RESPON
Rentang respon pada Harga Diri Rendah (HDR) berfluktuasi
dari rentang adaptif hingga rentang maladaptif.
Resp Respon
on maladaptif
adaptif
MANIFESTASI KLINIS
PENATALAKSANAAN
MEKANISME KOPING
1. POHON MASALAH
Isolasi sosial:
menarik diri
Gangguan konsep
diri: harga diri rendah
Koping
individu tidak
efektif
Timbul rasa
khawatir,
cemas
(Ansietas)
Stressor yg
memicu
GANGGUAN CITRA TUBUH
DEFINISI
Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak
disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang,
serta perasaan tentang struktur, bentuk, dan fungsi tubuh. Gangguan citra
tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan struktur, bentuk,
dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan (Keliat,
2011).
FAKTOR PREDISPOSISI
Adanya riwayat
1. Biologis :
Penyakit genetik dalam keluarga, Pertumbuhan dan
perkembangan masa bayi, anak dan remaja, Anoreksia, bulimia,
atau berat badan kurang atau berlebih dari berat badan ideal,
perubahan fisiologi pada kehamilan dan penuaan, pembedahan
elektif dan operasi, trauma, penyakit atau gangguan organ dan
fungsi tubuh lain ; Stroke, Kusta, Asthma dan lain-lain, pengobatan
atau kemoterapi, penyalahgunaan obat atau zat ; coccaine,
Amphetamine, Halusinogen dan lain-lain.
2. Psikologis :
Gangguan kemampuan verbal, konflik dengan nilai
masyarakat, pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan,
ideal diri tidak realistis.
3. Sosial budaya :
Pendidikan masih rendah, masalah dalam pekerjaan, nilai
budaya bertentangan dengan nilai individu, pengalaman sosial
yang tidak menyenangkan, kegagalan peran sosial.
FAKTOR PRESIPITASI
Trauma
Penyakit, kelainan hormonal
Operasi atau pembedahahan
Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan ; maturasi
Perubahan fisiologis tubuh ; kehamilan, penuaan.
Prosedur medis dan keperawatan ; efek pengobatan ;
radioterapi, kemoterapi.
RESPON
a. Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan
Respon penyesuaian: menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa
shock, kesangsian, pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau
penerimaan).
Respon mal-adaptip: lanjutan terhadap penyangkalan yang
berhubungan dengan kelainan bentuk atau keterbatasan yang
tejadi pada diri sendiri. Perilaku yang bersifat merusak, berbicara
tentang perasaan tidak berharga atau perubahan kemampuan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Negatif
Positif
Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang
bentuk individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Individu menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu
memahami bahwa penampilan fisik seseorang hanya berperan kecil
dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang. Individu
merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan
tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan,
dan kalori. Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi
badannya (Dewi, 2009).
PATOFISIOLOGI
PENATALAKSANAAN
Memotivasi klien untuk melihat bagian yang hilang secara
bertahap, bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang
terganggu.
Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara : Gunakan
protesa, wig, kosmetik atau yang lainnya sesegera mungkin
Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah,
memfasilitasi interaksi dirumah
Melakukan hubungan interpersonal dengan orang lain/terdekat
untuk koping
Mendapatkan support dari keluarga, teman dan masyarakat dan
jaringan sosial.
Dapat dilakukan terapi oleh ahli terapi atau tenaga kesehatan
ISOLASI SOSIAL
DEFINISI
Respon Adaptif
a. Solitut (Menyendiri)
Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seorang
untuk merenung apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialanya dan
suatu cara untuk menentukan langkahnya.
b. Otonomi
Kemapuan individu untuk mentukan dan maenyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan social.
c. Kebersamaan (Mutualisme)
Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan
interpersonal.
e. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak adanya
perhatian dengan orang lain atau lingkunganya.
f. Menarik diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan
dengan orang lain atau lingkunganya.
g. Ketergantungan (Dependent)
Suatu keadaan individu yang tidak menyendiri, tergantung pada
orang lain.
Respon Maladaptif
a.Manipulasi
Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan
bukan berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang
lain.
b. Impulsive
Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu.
Mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
c. Narkisme
Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak mendukungnya.
(Townsend
M.C,1998)
POHON MASALAH
PENYEBAB
(Carpenito, L.J
1998)
FAKTOR PREDISPOSISI
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku
isolasi sosial
a. Faktor Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari
masa bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang
sehingga mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem
keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya
menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan
tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran yng lebih tepat
tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga.
Pendekatan kolaboratif dapat mengurangi masalah respon sosial
menarik diri.
b. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial
maladaptif. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan.
Ini merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat
yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit
kronik. Isolasi dapat dapat terjadi karena mengadopsi norma,
perilaku dan sitem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya
mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungn
merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini (Stuart
dan Sudden, 1998)
FAKTOR PRESIPITASI
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh
lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
Data objektif
a. Tampak menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Tampak sedih
e. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung
menghadap ke pintu
f. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
g. Kurang aktivitas fisik dan verbal
h. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
i. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di
wajahnya
a. kurang spontan
b. apatis
c. ekspresi wajah tidak berseri
d. tidak memperhatikan kebersihan diri
e. komunikasi verbal kurang, menyendiri
f. tidak peduli lingkungan
g. asupan makanan terganggu
h. aktivitas menurun
i. menolak berhubungan dengan orang lain.
MEKANISME KOPING
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Kecemasan koping yang sering digunakan adalah regresi, represi
dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat digunakan
misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan
teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau
tulisan, (Stuart and sundeen,1998:349)
PENATALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial
dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental:
faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau
tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek
samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung
tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,
perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan
pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain
ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu
pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk.
2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB
dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada
waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan
dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti
dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak
merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien
untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi
tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala
primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang
dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana
pasien mau mengawali tidurnya.
Keliat, BA, dkk. 1997. Proses Keperawatan Jiwa, Ed.I. Jakarta: EGC
(NANDA 2012-2014)
Stuart, G.W. dan Sundeen, S,J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa (ed.
Indonesia). Jakarta : EGC
Townsend, M.C. 1995. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Keperawatan
Psikiatri Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan (ed.
Indonesia). Jakarta: EGC.