Vous êtes sur la page 1sur 28

SEMINAR KELOMPOK

BLOK MENTAL HEALTH NURSING


KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN HDR, CITRA TUBUH,
ISOLASI SOSIAL

KELOMPOK 1: REGULER 1 & K3LN


DIAN NAJMI 125070206111001
SUNARDIMAN 125070207111015
DINI ANJANI 125070200111005
SEPTIANA HANNANI A. P. 125070200111007
AHMAD KHOIRUL RIZAL 115070201131023
KEYSHA MONITA 115070207131012
ALMA AIDHA FITRIA 125070200111001
KANIA LIESPAHLEVI S. 125070218113043
LUTFI CHARISMA ADZANI 125070218113045
ADZANEA AL HAFIZ 125070218113054
PUTU EKA PRAYITNA DEVI 125070201131010
INDARI PRIHATIN 125070207111003
ASTI SETYA SAWITRI 125070200111015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
HARGA DIRI RENDAH

DEFINISI
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap
diri sendiri dan kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri ,
merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai
keinginansesuai ideal diri.

Harga diri rendah adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau


kemampuan diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang
lama (NANDA, 2005). Individu cenderung untuk menilai dirinya
negative dan merasa lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2000).

Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negative dan dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan (Towsend, 1998). Perasaan negative terhadap diri
sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan (Keliat, 1998).

ETIOLOGI/ PENYEBAB

Menurut Kelliat, B.A. 1998, gangguan harga diri yang disebut harga diri
rendah dapat terjadi secara :

a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba tiba, misalnya haru operasi kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu
karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, di penjara tiba-
tiba )

Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena :
1) Privasi yang kurang diperhatikan, misalnya : Pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter,pemeriksaan perineal )
2) Harapan akan struktur ,bentuk dan fungsi yang tidak tercapai
dirawat/sakit atau penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai,Misalnya
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan

b. Maturasional
Ada beberapa factor yang berhubungan dengan maturasi adalah :

1) Bayi/Usia bermain/Pra sekolah


Berhubungan dengan kurang stimulasi atau kedekatan ,perpisahan
dengan orang tua, evaluasi negative dari orang tua, tidak adekuat
dukungan orang tua , ketidak mampuan mempercayai orang terdekat
2) Usia sekolah
Berhubungan dengan kegagalan mencapai tingakat atau peringkat
objektif, kehilangan kelompok sebaya, umpan balik negative berulang
3) Remaja
Pada usia remaja penyebab harga diri rendah ,jenis kelamin, gangguan
hubungan teman sebagai perubahan dalam penampilan,masalah-masalah
pelajaran an kehilangan orang terdekat.
4) Usia sebaya
Berhubungan dengan perubahan yang berkaitan dengan penuaan.
5) Lansia
Berhubungan dengan kehilangan ( orang, financial, pensiun )
c. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri yang berlangsung lama yaitu
sebelum sakit atau dirawat.Klien mempunyai cara berfikir yang negative.
Kejadian dirumah sakit akan menabah persepsi negative terhadap dirinya.
2. Proses
a. Faktor Predisposisi
Menurut stuart and sundeen ( 1998 ), berbagai factor penunjang terjadinya
perubahan dalam konsep diri seseorang. Faktor ini dapat dibagi sebagai
berikut :

1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,


harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali.
2) Faktor yang mempengarui penampilan peran adalah tuntunan peran
kerja, dan harapan peran cultural.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidak
percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan
dalam struktur social.

b. Factor Presipitasi
Stressor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal:

1) trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau


menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis
transisi peran :
a) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk perubahan
individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai dan tekanan
untuk penyesuaian diri.
b) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat sakit sebagai pergeseran dari keadaan sehat
ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh :
(1) kehilangan sebagian tubuh.
(2) perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh.
(3) perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang normal.
(4) prosedur medis dan keperawatan.
3. Komplikasi
Komplikasi yang bias ditimbulkan dari harga diri adalah menarik diri,
halusinasi, resiko mencederai diri sendiri dan lingkungan.

RENTANG RESPON
Rentang respon pada Harga Diri Rendah (HDR) berfluktuasi
dari rentang adaptif hingga rentang maladaptif.

Resp Respon
on maladaptif
adaptif

Aktualisa Konsep Harga diri Kekacaua Depersonalis


si diri diri rendah n asi
positif identitas
(+)
Penjelasan bagan di atas:

- Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh


norma, meliputi:
o Aktualisasi diri
Pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat
diterima
o Konsep diri positif
Klien memiliki pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri/perwujudan diri. Klien mampu
mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan secara jujur
dalam menilai suatu masalah berdasarkan norma-norma
sosial dan kebudayaan suatu tempat. Jika terjadi
penyimpangan, dapat dikatakan sebagai respon
maladaptif.
- Respon maladaptif, terdiri dari:
o Harga diri rendah
Transisi antara respon adaptif dan respon maladaptif
sehingga seseorang cenderung berfikir ke arah negatif
o Kekacauan identitas
Kegagalan individu mengintegrasi aspek-aspek masa
kanak-
kanak dalam pematangan aspek psikologis,
kepribadian pada masa dewasa secara harmonis
o Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan,
kepanikan, dan tidak dapat membedakan dirinya dari
orang lain sehingga tidak dapat mengenali dirinya sendiri

MANIFESTASI KLINIS

a. Berhubungan dengan harga diri rendah


o Mengkritik diri sendiri dan/atau orang lain
o Penurunan produktivitas
o Gangguan dalam menjalin hubungan dengan orang lain
o Sikap merusak (destruktif) terhadap diri sendiri dan orang
lain
o Perasaan tidak mampu
o Rasa bersalah
o Mudah tersinggung atau marah berlebihan
o Perasaan negatif tentang diri sendiri
o Pandangan hidup yang pesimis
o Penolakan terhadap kemampuan personal
o Menarik diri
o Penyalahgunaan zat
o Sering merasa khawatir
b. Berhubungan dengan kekacauan identitas
o Sifat kepribadian yang bertentangan
o Perasaan hampa
o Perasaan yang fluktuatif terhadap diri sendiri
o Tingkat ansietas yang tinggi
o Ketidakmampuan empati kepada orang lain
c. Berhubungan dengan depersonalisasi
- Afektif (mengenai perasaan)
o Perasaan asing
o Perasaan tidak aman, rendah, takut, malu
o Perasaan tidak realistis
o Rasa isolasi yang kuat
o Tidak yakin akan jenis kelaminnya
o Ketidakmampuan untuk mendapatkan kesenangan
atau perasaan mencapai sesuatu yang diinginkan
o Kehilangan identitas diri
- Persepsi
o Halusinasi pendengaran dan penglihatan
o Mengalami dunia seperti dalam mimpi
o Kesulitan membedakan diri sendiri dan orang lain
o Gangguan citra tubuh
- Kognitif
o Bingung
o Disorientasi waktu
o Gangguan berfikir
o Gangguan memori
o Gangguam penilaian
- Perilaku
o Afek tumpul
o Emosi yang pasif dan tidak berespon
o Komunikasi yang tidak sesuai
o Kurang spontanitas dan animasi
o Kehilangan kendali terhadap impuls
o Kehilangan inisiatif dalam kemampuan membuat
keputusan
o Menarik diri secara sosial

PENATALAKSANAAN

MEKANISME KOPING

Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek


atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme. Mekanisme
koping merupakan pertahanan ego untuk melindungi diri dalam
menghadapi persepsi diri sendiri yang menyakitkan.
Pertahanan jangka pendek meliputi:
1. Aktivitas yang memberikan kesempatan lari sementara dari
krisis misalnya: pemakaian obat-obatan, kerja keras, menonton
televisi secara obsesif/terus-menerus.
2. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara,
misalnya ikut dalam suatu kelompok/klub.
3. Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan
perasan diri yang tidak menentu, misalnya: olah raga yang
kompetitif, prestasi akademis, kontes untuk mendapatkan
popularitas.
4. Aktivitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat
identitas di luar hidup yang tidak bermakna saat ini, misal:
penyalah gunaan obat.

Pertahanan jangka panjang dilakukan jika individu tidak


mendapatkan hasil yang diharapkan melaui pertahanan jangka
pendek, mencakup :
1. Penutupan identitas adalah adopsi identitas secara
prematur/terlalu cepat yang diinginkan dari orang terdekat
tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri
sendiri.
2. Identitas negati adalah asumsi identitas yang tidak
sesuai/bertentangan dengan nilai dan harapan yang diterima
masyarakat.

1. POHON MASALAH

Isolasi sosial:
menarik diri

Gangguan konsep
diri: harga diri rendah

Koping
individu tidak
efektif

Timbul rasa
khawatir,
cemas
(Ansietas)
Stressor yg
memicu
GANGGUAN CITRA TUBUH

DEFINISI

Citra tubuh adalah perasaan individu terhadap tubuhnya dapat berupa


penilaian positif atau negative, ini adalah pengertian umum mengenai citra
tubuh. Cash (2002) menyebutkan bahwa citra tubuh ialah persepsi yang
dimiliki seseorang terhadap tubuhnya. Citra tubuh adalah representasi
internal dan persepsi seseorang terhadap tubuhnya. Misalnya, seseorang
merasa bahwa tubuhnya itu lengkap atau tidak, atau seseorang merasa
bahwa tinggi atau pendek, atau merasa bahwa gemuk atau kurus. Hal ini
akan berpengaruh besar terhadap bagaimana seseorang menghayati
dirinya dan dalam menjalani kehidupannya sehari-sehari. Citra tubuh
menurut Cash (2002) terbagi menjadi dua dimensi yaitu evaluation dan
investment. Dimensi evaluation merujuk pada penilaian mengenai
penampilan fisiknya sedangkan dimensi investment merujuk pada usaha
atau perilaku yang dilakukan untuk menunjang penampilan.

Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak
disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang,
serta perasaan tentang struktur, bentuk, dan fungsi tubuh. Gangguan citra
tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan struktur, bentuk,
dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan (Keliat,
2011).

Suatu gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan


mewawancarai dan mengamati pasien secara berhati-hati untuk
mengidentifikasi bentuk ancaman dalam citra tubuhnya (fungsi signifikan
bagian yang terlibat, pentingnya penglihatan dan penampilan fisik bagian
yang terlibat); arti kedekatan pasien terhadap anggota keluarga dan
anggota penting lainnya dapat membantu pasien dan keluarganya (Kozier,
2004).
ETIOLOGI

Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan


fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan
penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh
dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Selain itu, sikap dan
nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi citra tubuh. Pandangan
pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dan
pandangan orang lain. Cara individu memandang dirinya mempunyai
dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistik
terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan
membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan
meningkatkan harga diri. Proses tumbuh kembang fisik dan kognitif
perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan
penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh bila
dibandingkan dengan aspek lain dari konsep diri (Potter & Perry, 2005).

FAKTOR PREDISPOSISI

Adanya riwayat

1. Biologis :
Penyakit genetik dalam keluarga, Pertumbuhan dan
perkembangan masa bayi, anak dan remaja, Anoreksia, bulimia,
atau berat badan kurang atau berlebih dari berat badan ideal,
perubahan fisiologi pada kehamilan dan penuaan, pembedahan
elektif dan operasi, trauma, penyakit atau gangguan organ dan
fungsi tubuh lain ; Stroke, Kusta, Asthma dan lain-lain, pengobatan
atau kemoterapi, penyalahgunaan obat atau zat ; coccaine,
Amphetamine, Halusinogen dan lain-lain.
2. Psikologis :
Gangguan kemampuan verbal, konflik dengan nilai
masyarakat, pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan,
ideal diri tidak realistis.
3. Sosial budaya :
Pendidikan masih rendah, masalah dalam pekerjaan, nilai
budaya bertentangan dengan nilai individu, pengalaman sosial
yang tidak menyenangkan, kegagalan peran sosial.

FAKTOR PRESIPITASI
Trauma
Penyakit, kelainan hormonal
Operasi atau pembedahahan
Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan ; maturasi
Perubahan fisiologis tubuh ; kehamilan, penuaan.
Prosedur medis dan keperawatan ; efek pengobatan ;
radioterapi, kemoterapi.

TANDA DAN GEJALA


1. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
3. Menolak penjelasan perubahan tubuh
4. Persepsi negatif pada tubuh
5. Preokupasi/focus kosentrasi dengan bagian tubuh yang hilang
6. Mengungkapkan keputusasaan
7. Mengungkapkan ketakutan
(Azizah, Lilik.M. 2011).

RESPON
a. Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan
Respon penyesuaian: menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa
shock, kesangsian, pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau
penerimaan).
Respon mal-adaptip: lanjutan terhadap penyangkalan yang
berhubungan dengan kelainan bentuk atau keterbatasan yang
tejadi pada diri sendiri. Perilaku yang bersifat merusak, berbicara
tentang perasaan tidak berharga atau perubahan kemampuan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.

b. Respon terhadap pola kebebasan-ketergantungan dapat berupa:


Respon penyesuaian: merupakan tanggung jawab terhadap rasa
kepedulian (membuat keputusan) dalam mengembangkan perilaku
kepedulian yang baru terhadap diri sendiri, menggunakan sumber
daya yang ada, interaksi yang saling mendukung dengan keluarga.
Respon mal-adaptip: dengan keras menolak bantuan.

c. Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa:


Respon penyesuaian: memelihara pola sosial umum, kebutuhan
komunikasi dan menerima tawaran bantuan, dan bertindak sebagai
pendukung bagi yang lain.
Respon mal-adaptip: mengisolasikan dirinya sendiri,
memperlihatkan sifat kedangkalan kepercayaan diri dan tidak
mampu menyatakan rasa (menjadi diri sendiri, dendam, malu,
frustrasi, tertekan) (Carol, 1997).

PANDANGAN POSITIF DAN NEGATIF CITRA TUBUH

Negatif

Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah


mengenai bentuk individu, perasan yang bertentangan dengan kondisi
tubuh individu sebenarnya. Individu merasa bahwa hanya orang lain yang
menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu adalah sebuah tanda
kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious, dan khawatir
akan badannya. Individu merasakan canggung dan gelisah terhadap
badannya (Dewi, 2009).

Positif

Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang
bentuk individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Individu menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu
memahami bahwa penampilan fisik seseorang hanya berperan kecil
dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang. Individu
merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan
tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan,
dan kalori. Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi
badannya (Dewi, 2009).

PATOFISIOLOGI

Isolasi sosial: menarik diri dari lingkungan

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

Menolak keadaan yang terjadi Dapat memahami


dan menghargai

(marah, malu, takut,putus asa keadaan tubuhnya

persepsi negative terus-terusan)

Koping tdk berhasil Mekanisme koping


berhasil

Rasa sedih dan duka cita (rasa shock, kesangsian, pengingkaran,


kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan)

Gangguan Citra Tubuh

Perubahan bentuk, ukuran, fungsi, keterbatasan tubuh

Faktor Predisposisi dan Presipitasi

PENATALAKSANAAN
Memotivasi klien untuk melihat bagian yang hilang secara
bertahap, bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang
terganggu.
Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara : Gunakan
protesa, wig, kosmetik atau yang lainnya sesegera mungkin
Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah,
memfasilitasi interaksi dirumah
Melakukan hubungan interpersonal dengan orang lain/terdekat
untuk koping
Mendapatkan support dari keluarga, teman dan masyarakat dan
jaringan sosial.
Dapat dilakukan terapi oleh ahli terapi atau tenaga kesehatan
ISOLASI SOSIAL
DEFINISI

Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh


individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai
suatu keadaan yang negatif yang mengancam. (Townsend, Mary C.
1998)
Isolasi sosial: kondisi ketika individu atau kelompok mengalami, atau
merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat dalam
aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya.
(Carpenito, Lynda Juall. 2009)
Keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya,
pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. (Anna
Budi Keliat, 2006)
Isolasi sosial adalah kesepian yang dialami oleh individu dan
dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai
pernyataan negative atau mengancam. (NANDA 2012-2014)
RENTANG RESPON

Keterangan dari rentang respon sosial :

Respon Adaptif

Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh


norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku. Dengan
kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika
menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk
respon adaptif:

a. Solitut (Menyendiri)
Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seorang
untuk merenung apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialanya dan
suatu cara untuk menentukan langkahnya.

b. Otonomi
Kemapuan individu untuk mentukan dan maenyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan social.

c. Kebersamaan (Mutualisme)
Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan
interpersonal.

d. Saling ketergantungan (Interdependent)


Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana hubungan
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.

e. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak adanya
perhatian dengan orang lain atau lingkunganya.

f. Menarik diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan
dengan orang lain atau lingkunganya.

g. Ketergantungan (Dependent)
Suatu keadaan individu yang tidak menyendiri, tergantung pada
orang lain.

Respon Maladaptif

Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma


sosial dan kehidupan disuatu tempat.

a.Manipulasi
Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan
bukan berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang
lain.

b. Impulsive
Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu.
Mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.

c. Narkisme
Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak mendukungnya.

(Townsend
M.C,1998)

POHON MASALAH

Sumber: (Keliat, 2006)

PENYEBAB

Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh:

o Kurangnya rasa percaya pada orang lain


o Perasaan panik
o Waham (keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
realita normal)
o Sukar berinteraksi dimasa lampau
o Perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut
Stuart, G.W & Sundeen, S.J,
(1998).

Penyebab isolasi sosial adalah harga diri rendah yaitu perasaan


negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal
mencapai keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu
terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan
hubungan sosial, merandahkan martababt, percaya diri kurang dan
juga dapat mencederai diri

(Carpenito, L.J
1998)

FAKTOR PREDISPOSISI
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku
isolasi sosial
a. Faktor Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari
masa bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang
sehingga mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem
keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya
menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan
tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran yng lebih tepat
tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga.
Pendekatan kolaboratif dapat mengurangi masalah respon sosial
menarik diri.

Tahap Perkembangan Tugas Perkembangan

Masa bayi menetapkan rasa percaya

Masa bermain Mengembangkan otonomi

Masa prasekolah Belajar menggunakan


inisiatif,tanggung jawab, dan hati nurani

Masa sekolah Belajar berkompetisi,kerjasama, dan


kompromi

Masa praremaja Menjalin hubungan intim dgn teman


sesama jenis kelamin

Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan


jenis

Masa dewasa muda Mencari pasangan,menikah, dan


punya anak

Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yg


telah dilalui

Masa dewasa tua Berduka krn kehilangan

b. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial
maladaptif. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

c. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan.
Ini merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat
yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit
kronik. Isolasi dapat dapat terjadi karena mengadopsi norma,
perilaku dan sitem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya
mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungn
merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini (Stuart
dan Sudden, 1998)

d. Faktor komunikasi dalam keluarga


Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan
seseorang kedalam ganguan berhubungan bila keluarga hanya
mengkounikasikan hal-hal yang negative akan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah

FAKTOR PRESIPITASI

Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan


seseorang menarik diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari
berbagai stressor antara lain:
a. Stressor Sosiokultural
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial
b. Stressor Psikologik
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan .(Stuart and Sundeen, 1998)
c. Stressor intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagai pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan
hubungan dengan orang lain.
2) Klien dengan kegagalan adalah orang yang kesepian dan
kesulitan dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit
berkomunikasi dengan orang lain
3) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
orang lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat
pada gangguan berhubungan dengan orang lain.
d. Stressor fisik
1) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang
menarik diri dari orang lain
2) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu
sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain.

TANDA DAN GEJALA

Menurut Townsend, M.C (1998:152-153) & Carpenito,L.J (1998:


382) isolasi sosial menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan
gejala sebagai berikut:

Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh
lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki

Data objektif
a. Tampak menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Tampak sedih
e. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung
menghadap ke pintu
f. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
g. Kurang aktivitas fisik dan verbal
h. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
i. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di
wajahnya

Townsend, M.C, (1998)

Menurut Towsend.M.C dan Carpenito L.J Isolasi sosial: menarik diri


sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:

a. kurang spontan
b. apatis
c. ekspresi wajah tidak berseri
d. tidak memperhatikan kebersihan diri
e. komunikasi verbal kurang, menyendiri
f. tidak peduli lingkungan
g. asupan makanan terganggu
h. aktivitas menurun
i. menolak berhubungan dengan orang lain.

MEKANISME KOPING
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Kecemasan koping yang sering digunakan adalah regresi, represi
dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat digunakan
misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan
teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau
tulisan, (Stuart and sundeen,1998:349)

PENATALAKSANAAN

1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial
dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental:
faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau
tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari,
tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek
samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung
tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi
terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).

2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu,
perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan
pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan
tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain
ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu
pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan
untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk.
2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien
sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB
dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada
waktu, sedang dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan
dengan kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan
dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti
dan dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak
merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya
tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien
untuk pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi
tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala
primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang
dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana
pasien mau mengawali tidurnya.

2. Tingkah laku sosial


Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan
sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan
dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu
berbicara dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling
menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih
dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan
dengan ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah
sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas
maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung
rokok sembarangan dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik.M. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktek


klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Carpenito,Lynda Juall. 2009. Diagnosis keperawatan: aplikasi pada praktik


klinis. Jakarta:EGC

Doenges. M. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri, Edisi


3. Jakarta: EGC.

Hawan. D. 2004. Manajemen Stress, cemas dan depresi. Jakarta : Gaya


Baru.

Keliat, BA, dkk. 1997. Proses Keperawatan Jiwa, Ed.I. Jakarta: EGC

Keliat, B. A. 2006. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik


Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Keliat,.B.A. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :


EGC.

(NANDA 2012-2014)

Stuart, G.W. dan Sundeen, S,J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa (ed.
Indonesia). Jakarta : EGC
Townsend, M.C. 1995. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Keperawatan
Psikiatri Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan (ed.
Indonesia). Jakarta: EGC.

Vous aimerez peut-être aussi